Anda di halaman 1dari 3

Islam dan Perlindungan Anak

Islam secara jelas dan tegas mengajarkan perlindungan terhadap anak sejak masih
janin sampai dewasa. Pertama, perlindungan ketika masih janin, bisa terlihat
adanya rukhsah (keringanan) diperbolehkan tidak berpuasa bagi orang hamil, Al
Quran juga mengajarkan untuk memberi perhatian baik kepada ibu hamil (QS
Lukman: 14).
Kedua, Islam mengajarkan bahwa anak mempunyai hak untuk lahir dengan selamat,
untuk itu Islam juga melarang aborsi maupun tindakan yang membahayakan bayi.
Firman Allah SWT:“Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut
miskin. Kami akan memberikan rizqi kepadamu dan kepada mereka” ( QS. Al-
An’am, 06: 151). Ketiga, anak harus mendapat gizi yang cukup dengan memberikan
asi sampai 2 tahun, firman Allah:“Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya
selama 2 tahun penuh bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban
ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut.” (QS. Al-
Baqarah, 02: 233).
Ketiga, Islam mengajarkan bahwa setiap anak memiliki hak fisik dan moral. Hak
fisik itu antara lain hak kepemilikan, warisan, disumbang, dan disokong. Hak moral
antara lain: diberikan nama yang baik, mengetahui siapa orangtuanya, mengetahui
asal leluhurnya, mendapat bimbingan dan pendidikan dalam bidang agama dan
moral, bahkan sampai menikah.
Keempat, dalam kasus anak yatim, anak yang terbuang, terlantar, korban perang dan
semacamnya memiliki hak yang sama seperti anak-anak yang lain; pemerintah dan
masyarakat seharusnya bisa melihat dengan jelas hak-hak mereka.
Kelima, anak memiliki hak untuk berada dalam lingkungan yang bersih dan layak
dan jika dalam suatu kasus dimana orang tua sang anak berpisah maka sang anak
harus tetap dalam asuhan salah satu dari kedua orang tuanya. Jika hal ini tidak
memungkinkan maka sang anak harus dalam pengasuhan keluarganya yang terdekat
seperti yang tertera jelas dalam syariat Islam.
Keenam, hak untuk mendapat pendidikan moral yang baik, menerima pendidikan
dan pelatihan yang baik, mempelajari keahlian-keahlian yang dapat membawanya
untuk nantinya mampu menunjang hidupnya serta mampu untuk mandiri adalah
beberapa hak anak yang cukup penting. Anak-anak yang berbakat mesti diberikan
perhatian yang khusus sehingga energinya dapat berkembang dengan baik.
Semuanya ini harus dilakukan dalam tatanan syariat Islam.
Ketujuh, Islam mengingatkan orang tua dan masyarakat agar tidak melalaikan anak,
yang berdampak anak akan merasa kesepian dan kehilangan. Islam juga melarang
eksploitasi anak dalam suatu pekerjaan yang dapat berakibat langsung pada fisik,
mental psikologi mereka.
Kedelapan, Islam menganggap menyalahgunakan hak berkeyakinan anak,
membahayakan hidup mereka, mengeksploitasi secara sex, menyalahgunakan harta
benda mereka dan mencuci otak mereka adalah merupakan kejahatan yang nyata.
Mendidik tanpa Kekerasan
Delapan prinsip perlindungan merupakan bukti Islam benar-benar memberikan
perlindungan terhadap anak dan harus menjadi refernsi dalam mendidikan anak.
Ibn Khaldun (1332 1406 M), misalnya, dalam magnum opusnya, Muqaddimah,
menuliskan tentang kekerasan kepada murid dapat membahayakan. Ia mengkritik
ulama sezamannya yang mendidik muridnya secara sikap kasar dan keras.
Menurutnya, siapa saja yang mendidik dengan kekerasan dan paksaan, justru makin
mendorong anak untuk melakukan perbuatan yang berlawanan dengan kata hatinya
karena takut oleh tangan paksa sang pendidik.
Bagaimana dengan hadis nabi tentang pendidikan yang jika dipahami secara tekstual
menimbulkan persepsi diharuskannya kekerasan dalam pendidikan. Hadis itu
berbunyi: ”ajarilah anak shalat oleh kalian sejak usia 7 tahun dan pukullah dia
karena meninggalkannya bila telah berusia 10 tahun. (H.R. Tirmidzi, Abu Daud
dan Ad-Darimi).
Hadits tersebut mengesankan bahwa pendidikan Islam itu juga mendukung
kekerasan, hadis di atas mesti dipahami secara kontekstual. Kata ”wadhribuhâ” (dan
pukullah dia) tidak harus dipahami memukul fisik si anak secara kasar dan keras lalu
menyakitinya. ”Wadribu” beberapa ahli tafsir memberikan syarat ”wala jarakha laha
wala kasaraha” (tidak boleh memberikan bekas apalagi luka). Kata memukul bisa
dipahami dengan memberikan sesuatu yang ”berbesan” menyentuh perasaan kepada
anak sehingga ia berubah dari tidak shalat menjadi shalat, dari perilaku yang buruk
menjadi baik. Misalnya, dengan memberikan nasehat yang tulus secara khusus, atau
memberikan sesatu yang mengejutkan mentalnya sebagai shockterapy tetapi dengan
sikap penuh kasih sayang.
Nabi juga menganjurkan untuk mencium anak dalam sabdanya: Dari Abu Hurairah
r.a katanya Rasulullah SAW mencium Hasan bin Ali. Ketika itu duduk Aqra bin
Habis. AL Aqra berkata: ”saya mempunyai sepuluh anak, tidak seorangpun
diantara mereka yang pernah saya cium”. Rasulullah memandang kepadanya,
kemudian berkata:”siapa yang tidak mengasihi tidak akan di kasihi”(Shahih
Bukhari jilid IV, hadis ke 1696)
Mendidik anak harus tanpa kekerasan, jika pendidikan sesuai dengan tuntunan
ajaran Islam telah ia lakukan. Misalnya memulai pendidikan itu sejak mencari jodoh
karena Allah, mendidik janin dalam kandungan dengan memperbanyak melakukan
kebaikan serta memberi makanan yang halal, ketika lahir diadzankan, diberi nama
yang baik, dididik dengan kasih sayang, menunjukkan keteladanan dari kedua orang
tua, menjaga lingkungan pergaulan anak, dan seterusnya. Rasulullah bersabda:
”Tiada suatu permberian pun yang lebih utama dari orang tua kepada anaknya,
selain pendidikan yang baik” (H.R. Hakim dan Baihaqi).
Mendidikan, hendaknya lebih mengedepankan imbalan (targhib/reward) dari pada
hukuman (tarhib/punishment), karena bisa membuat anak melawan/memberontak;
sebaliknya imbalan (targhib/reward) bisa membuatnya merasa nyaman dan
bahagia. Pemberian reward tidak harus dengan pemberian hadiah berupa benda,
tetapi bisa dilakukan dengan pujian, perhatian, tepukan punggung, dan sebagainya.
Nabi juga mendidik para sahabat dan umatnya dengan perkataan yang lemah
lembut, bukan dengan kasar dan keras. Bahkan Rasulullah tetap mendidik dengan
lemah lembut kepada seorang badui yang kencing di masjid. Ketika itu, para sahabat
marah dan berteriak, ”hei, hei…!” Tetapi Rasulullah bersabda, ”Jangan kalian
hentikan kencingnya, biarkan dia”. Setelah ia selesai kencing, Rasulullah
memanggilnya seraya menasehati, ”Sesungguhnya masjid ini tidak layak untuk
sesuatu seperti kencing ini dan kotoran. Ia adalah (tempat) untuk berdzikir kepada
Allah, shalat, dan membaca al-Qur’an.” Rasul pun menyuruh salah seorang
sahabat untuk menyiram kencing orang badui tersebut. (H.R. Muslim).
Perintah Allah, ”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka.” (Qs. Ali Imran/3: 159).
Islam selalu mengajarakan nilai-nilai kasih sayang, terlihat setiap kali seorang
muslim hendak membaca Al-Qur’an maupun melakukan sesuatu, ia disunnahkan
untuk mengawali bacaannya dengan ucapan Bismilla hi al-Rahmaan al-
Rahiim, dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang Nabi SAW
pernah mengatakan bahwa barang siapa yang tidak mengawali amalan atau
perbuatannya dengan ucapan Bismilla hi al-Rahmaan al-Rahiim maka amalannya
tersebut tertolak. Apa sebenarnya makna ucapan ini?
Ar rahim berarti penyayang, sebagian besar akar kata rahiim berada di akhir kalimat
dengan iringan kata-kata lain, semisal al-rahman (pengasih), al-rauf (penyantun),
tawwab (pengampun), ghafur (pemaaf, pengampun), dan wadudu (kasih sayang).
Bentuk lain dari akar kata rahim di atas adalah rahman (pengasih), arham (tali
rahim, keluarga) dan rahmah (rahmat, berkat).
Islam secara tegas mengajarkan mendidikan anak tanpa kekerasan, kata ”Islam” itu
sendiri adalah damai. Semua umat Islam harus menciptakan kedamaian dunia,
karena kehadiran Islam tidak lain hanyalah untuk rahmat (kasih sayang) bagi
seluruh alam. Wallahu ’alam

Anda mungkin juga menyukai