KAWASAKI DISEASE
Disusun Oleh:
ANGELIKA
030.09.020
“ Kawasaki Disease “
Disusun oleh:
Angelika
030.09.020
Telah diterima dan disetujui oleh dr. H. Rivai Usman, Sp. A selaku dokter
pembimbing Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota Bekasi pada Juli 2015
Mengetahui,
( Pembimbing )
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah
dan anugerahNya sehingga tugas referat kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak
yang berjudul “Kawasaki Disease” dapat diselesaikan pada waktunya. Referat
ini disusun untuk melengkapi tugas dalam kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan
Anak periode 27 Mei – 1 Agustus 2015 di RSUD Kota Bekasi.
Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis berharap referat ini
dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Penulis
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Penyakit Kawasaki (PK) atau mucocutaneous lymphnodes syndrome
(MCLS) adalah kondisi yang menyebabkan inflamasi di dinding-dinding arteri
berukuran sedang di seluruh tubuh, meliputi arteri koronarius, yang menyuplai
darah untuk otot jantung. Sindrom Kawasaki juga disebut “mucocutaneous lymph
node syndrome” karena sindrom ini juga mengenai kelenjar getah bening, kulit,
dan membran mukosa di dalam mulut, hidung, dan tenggorok.2,3
2.2. Epidemiologi
Sejak awal ditemukan pada tahun 1967, lebih dari 170.000 anak telah
didiagnosis dengan KD di Jepang. Baru-baru ini, serangkaian negara Eropa seperti
Inggris dan Italia telah melaporkan kasus KD. Di Jepang, insiden tersebut
diperkirakan melebihi 1000 / 1 juta anak usia di bawah 5 tahun. Di Amerika
Serikat Epidemi sindrom Kawasaki terjadi terutama pada akhir musim dingin dan
musim semi, dengan interval 2-3 tahun. Sekitar 3000 anak dengan sindrom
Kawasaki dirawat setiap tahunnya di Amerika Serikat. Pada umur kurang dari 8
tahun, ternyata anak Amerika–Asia lebih sering diserang dari pada anak kulit
hitam (3:1). Penyakit ini banyak menarik perhatian, karena mengakibatkan lesi
arteri koronaria asimtomatik sebagai sekuele pada 5–10% kasus.1,2,3
2.3. Etiologi
Hingga saat ini penyebab pasti belum dapat diketahui, meskipun klinis,
laboratorium dan epidemiologi mengacu kepada penyakit infeksi. Diduga
penyakit ini dipicu oleh gangguan imun yang didahului oleh proses infeksi.
Walaupun Rickettsia-like bodies telah ditemukan pada jaringan beberapa
penderita, tetapi uji serologik urnumnya negatif, demikian pula biakan negatif.
Penyebab lain yang juga menjadi perkiraan antara lain strain propionibacterium
acnes yang dipindahkan oleh tungau ke manusia, reaksi imun abnormal terhadap
virus Epstein -Barr, rubeola, rubella, hepatitis, parainfluensa, toksin yang
2
diproduksi oleh atau reaksi imunologik terhadap streptokokus sanguis, treponema
pallidum, leptospira, brucella atau mikoplasma.1,3
2.4. Patofisiologi
Pada stadium awal penyakit, sel endotelial dan lapisan tengah vaskuler
(tunika media) menjadi edema, tetapi lamina elastis interna masih utuh. Lalu, kira-
kira 7-9 hari setelah onset demam, masuknya netrofil pada permukaan intima,
yang dengan cepat diikuti oleh proliferasi limfosit CD8+ (sitotoksik) dan sel
plasma penghasil IgA. Sel-sel inflamasi mensekresi bermacam-macam sitokin
(seperti tumor necrosing factor (TNF), faktor pertumbuhan endotelial vaskular,
faktor kemotaksis dan aktifasi monosit), interleukin (IL, misal: IL-1, IL-4, IL-6),
dan matriks metaloproteinase (MMP, terutama MMP3 dan MMP9) yang
menargetkan sel-sel endotel dan menyebabkan serangkaian peristiwa yang
menghasilkan fragmentasi lamina elastis internal dan kerusakan vaskular.
Selama beberapa minggu atau bulan berikutnya, sel-sel inflamasi yang
aktif digantikan oleh sel fibroblas dan monosit, dan jaringan ikat fibrosa mulai
terbentuk dalam dinding pembuluh darah. Dinding intima berproliferasi dan
menebal. Dinding pembuluh akhirnya menjadi menyempit atau tersumbat akibat
stenosis atau trombus. Sebagian besar patologi dari penyakit ini disebabkan oleh
vaskulitis arteri sedang. Awalnya, neutrofil yang hadir dalam jumlah besar, tapi
dengan cepat beralih dan menyusup ke sel mononuklear, limfosit T, dan
imunoglobulin A (IgA)-yang memproduksi sel plasma. Semua peradangan
melibatkan tiga lapisan pembuluh. Selama seluruh proses, kerusakan vaskular
yang terbesar adalah ketika terjadinya peningkatan progresif jumlah trombosit
dalam serum, dan ini adalah titik puncak penyakit dengan risiko yang paling
signifikan adalah kematian.3
3
2.5. Manifestasi Klinis
Sering kali penyakit ini terlupakan dan baru terdiagnosis setelah anak
menderita demam tinggi berkepanjangan dan pemeriksaan darah terhadap adanya
infeksi yang rutin dikerjakan (seperti infeksi typhus, infeksi hepatitis,
tuberkulosis) menunjukkan hasil yang negative. Pada saat yang bersamaan
berbagai antibiotika telah dicoba. Memang sebagian anak yang terjangkit baru
menunjukkan gejala Kawasaki yang khas setelah demam tinggi 5 hari. Tetapi ada
petunjuk gejala inti yang bisa dipakai sebagai pegangan untuk secara dini
mencurigai anak terpapar infeksi ini.5
2.5.1. Perjalanan penyakit
2.5.1.1. Fase Akut (10 hari pertama )
Anak tampak sangat sakit dan mudah tersinggung. Kriteria diagnostic
mayor yang ditetapkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
adalah sebagai berikut :
a. Demam mendadak tinggi selama 5 hari atau lebih. Injeksi konjungtiva
bilateral.
4
d. Deskuamasi jari tangan dan jari kaki.
5
Gambar 2a. Lidah Strawberry9
6
Gambar3b.Bibir pecah-pecah dan
pembengkakan sendi jari9
7
Gambar 5.Skin rash dan lymphadenopati
servikal (sisi kanan, diameter >1.5 cm ).9
8
2.6.Diagnosis
Gejala-gejala penyakit Kawasaki adalah karena peradangan sistemik. Penting
untuk menyadari bahwa tidak semua gejala sering hadir pada saat yang sama, sehingga
pemeriksaan ulang mungkin diperlukan sebelum diagnosis dapat dibuat. Diagnosis
penyakit kawasaki didasarkan pada gejala klinis semata. Diagnosis penyakit kawsaki
dapat ditegakkan jika ditemukan gejala demam ditambah empat dari lima kriteria
lain.Tidak ada pemeriksaan penunjang yang dapat memastikan diagnosis. Empat atau
lebih dari gejala berikut tedapat pada (Tabel 1):7
Tabel 1. Kriteria diagnostik untuk penyakit Kawasaki
Diagnosis membutuhkan demam yang tidak jelas selama ≥ 5 hari disertai adanya
≥ 4 tanda sebagai berikut:
Perubahan Mukosa oral, termasuk bibir merah atau retak, faring eritema , atau
lidah stroberi
Bilateral nonexudative konjungtivitis
Limfadenopati servikal, biasanya unilateral, dengan satu node ≥ 1,5 cm
Ruam polymorphous
Perubahan Ekstremitas (eritema pada telapak tangan dan telapak kaki,
pembengkakan tangan dan kaki, deskuamasi periungual dalam fase
penyembuhan)
Sumber : The Permanente Journal/ Winter 2009/ Volume 13 No. 1
Trombositosis, yang biasanya terjadi sekitar minggu kedua sampai ketiga dari
awal sakit, dengan nilai rata-rata 700.000 / mm3
Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan yang terpenting dan harus
dilakukan pada semua pasien yang didiagnosis penyakit kawasaki atau kecurigaan
penyakit kawasaki. Tujuan ekokardiografi terutama mendeteksi kelainan arteri
kororner dan gangguan fungsi jantung yang lain. Ekokardiografi pertama
9
dilakukan saat diagnosis ditegakkan. Jika tidak ditemukan kelainan,
ekokardiografi diulang 2 minggu setelah awitan dan kemudian diulang lagi setelah
6 minggu sejak awitan. Jika hasilnya normal dan laju endap darah sudah normal
maka ekokardiografi tidak harus diulang lagi. Jika ditemukan kelainan pada fase
akut, ekokardiografi dapat diulang setidaknya sekali seminggu, bahkan jika perlu
tiap 48 jam untuk memantau pertambahan dimensi aneurisma arteri koroner atau
pembentukan trombus. Ukuran normal diameter arteri koroner pada anak 2 mm
dan pada remaja 5 mm. 1,8
Kementrian kesehatan Jepang mendefinisikan arteri koroner yang
abnormal dengan diameter lumen >3 mm pada anak <5 tahun dan >4 mm pada
anak yang berusia >5 tahun. Segmen arteri koroner yang sakit atau terserang dapat
menunjukkan tanda ireguler, diameter yang membesar dari proksimal ke distal,
dinding yang menebal atau tidak jelas atau lumen yang tidak terlihat akibat oklusi
trombus. Kadang jika bagian distal dari arteri koroner terkena, menyulitkan
deteksi secara ekokardiografi. Kelainan arteri koroner kiri lebih banyak dijumpai
dari yang kanan. Penurunan fungsi ventrikel kiri dapat dijumpai. Regurgitasi
katup trikuspid, mitral dan aorta dapat dijumpai pada 50 % anak pada fase akut,
diduga akibat miokarditis, infark miokard atau oklusi arteri koroner. Dapat juga
dijumpai efusi perikardium.1,8
10
Gambar 8. Evaluasi penyakit Kawasaki diduga tidak lengkap.1
Dengan tidak adanya gold standar untuk diagnosis, algoritma ini tidak
dapat menjadi bukti melainkan mewakili pendapat komite ahli. Konsultasi dengan
para ahli harus dicari bila diperlukan. Bayi > 6 bulan demam hari ke-7 tanpa
penjelasan lainnya harus menjalani pemeriksaan laboratorium, jika bukti
peradangan sistemik ditemukan, lakukan ekokardiogram, bahkan jika bayi tidak
memiliki kriteria klinis.1
11
2.8 Penatalaksanaan
12
sebagai dosis rendah selama 4 hari (400 mg / kg / hari), namun studi baru telah
menunjukkan bahwa dosis tunggal yang tinggi lebih efektif. Dalam prakteknya
saat ini, dosisnya adalah 2 g / kg secara intravena dalam waktu 10-12 jam.
Aspirin. Aspirin dosis tinggi dapat membantu menangani inflamasi.
Aspirin juga bisa mengurangi rasa sakit dan inflamasi sendi, juga menurunkan
demam. Penanganan sindrom Kawasaki merupakan pengecualian terhadap aturan
tidak boleh menggunakan aspirin pada anak-anak. Sebagian besar ahli
menggunakan dosis tinggi aspirin untuk jangka waktu bervariasi, diikuti dengan
dosis rendah aspirin untuk efek antiplatelet. Aspirin dosis tinggi (80-100 mg / kg /
hari secara oral dibagi dalam 4 dosis) diberikan pada fase akut untuk efek anti-
inflamasi. Hal ini berlanjut sampai hari ke-14 penyakit atau sampai pasien telah
afebris untuk 48-72 jam. Setelah pasien tetap afebris untuk 48-72 jam, dosis
rendah aspirin dimulai untuk aktivitas antiplatelet nya. Dosisnya adalah 3-5 mg /
kg / hari untuk total 6-8 minggu selama pasien tidak menunjukkan bukti kelainan
koroner. Untuk pasien yang memiliki aneurisma, aspirin harus dilanjutkan sampai
aneurisma resolusi atau harus dilanjutkan tanpa batas.
Karena risiko komplikasi serius, penatalaksanaan awal biasanya diberikan di
rumah sakit.
Setelah penatalaksanaan awal
Setelah demam turun pasien diberikan aspirin dosis rendah selama 6 – 8
minggu, dan lebih lama jika sudah mengalami aneurisma arteri koronarius.
Aspirin membantu mencegah penggumpalan darah. Tetapi, jika pasien mengalami
flu atau cacar air (varicella/chickenpox) selama pengobatan, aspirin harus
dihentikan. Pemberian aspirin berhubungan dengan sindrom Reye, penyakit
jarang dan serius yang mempengaruhi darah, hati, dan otak anak dan remaja
setelah infeksi virus.
Tanpa pengobatan, sindrom Kawasaki bertahan selama kira-kira 12 hari,
meskipun komplikasi jantung dapat muncul setelahnya dan bertahan lama.
Dengan pengobatan, pasien dapat membaik segera setelah pemberian
gamaglobulin pertama.12
Pengobatan terhadap Sindrom Kawasaki yang resisten terhadap IVIG
13
Pasien yang dosis kedua terapi IVIG gagal dapat diobati dengan
kortikosteroid. Metilprednisolon intravena dapat diberikan 30 mg / kg selama 2-3
jam diberikan sekali sehari selama 1-3 hari.
Pengobatan alternatif adalah infliximab (Remicade) 5 mg / kg, yang
merupakan antibodi monoklonal tikus-manusia chimeric diarahkan terhadap
tumor necrosis factor-alpha solubel dan terikat membran. Beberapa studi telah
menemukan infliximab berguna dalam mengobati penyakit Kawasaki yang tahan
terhadap IVIG. Burns dkk melaporkan infliximab sama efektifnya dengan dosis
kedua IVIG pada pasien yang tidak respon dengan dosis pertama IVIG.
Terapi alternatif lain untuk kasus resisten antara lain siklofosfamide
dengan dan tanpa methotrexate, namun, efektivitas perawatan ini masih belum
pasti karena mereka telah digunakan hanya dalam sejumlah kecil kasus. Berikut
ini adalah terapi tambahan untuk pasien yang tidak merespon terapi konvensional.
Ulinastatin adalah inhibitor tripsin manusia dimurnikan dari urin manusia.
Telah digunakan hanya di Jepang untuk kasus-kasus yaang sukar disembuhkan
dari penyakit Kawasaki dan diyakini berfungsi dengan menghambat elastase
neutrofil dan sintase prostaglandin H2 pada tingkat mRNA.
Di masa depan, dengan mengidentifikasi tanda tangan genetic untuk
kelompok ini, terapi lebih agresif, seperti terapi antitoksin, plasmaferesis, atau
siklosporin A, dapat digunakan untuk mengurangi komplikasi perifer.
Observasi masalah jantung
Jika pasien menunjukkan masalah jantung, pemeriksaan lanjutan untuk
memeriksa jantung dilakukan sekitar enam sampai delapan minggu setelah
penyakit mulai. Jika pasien mengalami masalah jantung yang berkelanjutan,
pasien dapat dirujuk ke spesialis jantung anak. Pada beberapa kasus, anak dengan
aneurisma arteri koronarius membutuhkan:13
Antikoagulan. Obat-obat seperti aspirin, klopidogrel, warfarin, dan heparin
membantu mencegah pembentukan gumpalan darah.
Angioplasti arteri koronarius. Prosedur ini membuka arteri yang telah
menyempit sampai menghambat aliran darah ke jantung.
14
Pemasangan stent. Prosedur ini menanam alat pada arteri yang tersumbat
untuk membantu membiarkan arteri tetap terbuka dan mengurangi resiko
sumbatan ulang. Pemasangan stent dapat menemani angioplasti.
Bypass graft arteri koronarius. Operasi ini membuat saluran baru melewati
arteri yang tersumbat atau menyempit dengan mengambil pembuluh darah dari
kaki, dada, atau tangan sebagai graft.
DAFTAR PUSTAKA
15
2. Candra K. Siregar, Kelainan Jantung Pada Penyakit Kawasaki, Lembaga Emu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/ RS Ujung
Pandang, Ujung Pandang. Hal : 38-40, Cermin Dunia Kedokteran No. 75, 2004.
3. Rowley AH, Shulman ST, Kawasaki Disease. In: Behrman RE, Kliegman
RM, Jenson HB. Nelson Texbook of Pediatrics 19th edition. Philadelphia
2004: 823-6.
4. Mahr A. Kawasaki disease. Orphanet Encyclopedia, June 2004, P : 1-5.
5. Rubiana S. Penyakit Kawasaki Penyebab Kelainan Pada Pembuluh Darah
Koroner Anak, Staf Kardiologi Anak Pelayanan Jantung Terpadu, RS Cipto
Mangunkusumo, Jakarta.
6. American Heart Association. Diagnostic Guideline for Kawasaki Disease
[internet]. January 16, 2001. [cited June 20, 2015]; 103: 335-336. doi: 10.
1161/01.CIR.103.2.335. Available :
http://circ.ahajournals.org/content/103/2/335.full.pdf+html.
7. Janelle R Cox, Recognition of Kawasaki Disease, The Permanente Journal/
Winter 2009/ Volume 13 No. 1.
8. Mayo Clinic. Kawasaki Disease. Last updated: February 15, 2014.
Accessed: June 20, 2015. Available at:
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/kawasaki-
disease/basics/definition/con-20024663
9. Kuo HC and Chang WC. Cardiovascular lesions of Kawasaki Disease: From
Genetic Study to Clinical Management [internet]. July 18, 2012. INTECH. Current
Basic and Pathological Approches to the Function of Musle Cells and Tissues –
From Mulecoles to Humans. [cited June 20, 2015]; doi:10. 5772/48341.
Available: http://www.intechopen.com/books/current-basic-and-pathological-
approaches-to-the-function-of-muscle-cells-and-tissues-from-molecules-to-
humans/cardiovascular-lesions-of-kawasaki-disease-from-genetic-study-to-
clinical-management
10. Scheinfield NS, Steele RW. Kawasaki Disease. Last updated: January 12,
2015. Accessed: June 20, 2015. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/965367-overview
16
11. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR. Kawasaki Disease.
In: Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR. Lange Current
Diagnosis & Treatment Pediatrics. 19th edition. USA 2009: 556-7.
12. Holman RC, Belay ED, Christensen KY, Folkema AM, Steiner CA, Schonberger LB.
Hospitalizations for Kawasaki syndrome among children in the United States,
1997-2007. Pediatr Infect Dis J. Jun 2010;29(6):483-8.
17