Anda di halaman 1dari 2

1.

LATAR BELAKANG
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit kronik yang paling sering ditemukan di seluruh dunia
dengan jumlah kasus yang terus meningkat. Menurut data World Health Organization (WHO) penderita DM pada
tahun 2013 sekitar 382 juta diseluruh dunia dan meningkat menjadi 592 juta pada tahun 2035. Penderita DM di
Indonesia pada tahun 2013 mencapai 12 juta dan akan meningkat sekitar 23,3 juta pada tahun 2035. Pada tahun yang
sama juga ditemukan fakta bahwa1 dari 11 orang dewasa didunia menderita DM dan setiap 6 detik satu orang
meninggal karena DM (IDF, 2014).
Penderita DM di Indonesia menempati urutan ke-7 negara dengan penderita DM terbanyak setelah Cina, India,
Amerika Serikat, Brazil, Rusia dan Meksiko yaitu berjumlah 8.554.155jiwa (IDF, 2013). Menurut Kemenkes RI (2014)
Kejadian DM di Indonesia merupakan penyebab kematian tertinggi no 3 setelah penyakit stroke dan jantung.Di
Sulawesi Selatan sendiri diperkirakan penduduk yang terdiagnosis DM berjumlah 91.832 jiwa.
Penyakit DM merupakan sekumpulan penyakit metabolik ditandai dengan hiperglikemiaakibat gangguan produksi,
kerja insulin atau keduanya.Berdasarkan patogenesisnya, DM dibagi menjadi 4 tipe, dengan tipe tersering adalah
DMT2 (90-95%), yaitu DM yang ditandai dengan resistensi dan defisiensi insulin relatif atau defek sekresi insulin
(American Diabetes Association /ADA, 2012). Patogenesis DM tipe 2(DMT2) belum sepenuhnya diketahui, tetapi
faktor penting yang menjadi fokus perhatian yaitu faktor kerusakan fungsi sel β pankreas dan resistensi insulin, serta
faktor individu atau genetik yang meningkatkan kerentanan DM (McCarthy, 2010). Diabetes melitus bersifat poligenik
yaitu bukan hanya satu gen saja yang berperan tetapi interaksi berbagai gen (Singh, 2011).
Peran genetik pada DMT2, yaitu (1) prevalensi DMT2 bervariasi antar populasi, pada penelitian variasi prevalensi
penyakit diantara suku bangsa dengan kondisi lingkungan yang sama menunjukkan adanya peran faktor genetik; (2)
penelitian riwayat keluarga menunjukkan bahwa pada keluarga dengan salah satu orang tua menderita DMT2, Odds
ratio keturunannya sebesar 3,5 dibandingkan keluarga dengan orang tua tidak menderita DMT2. Angka ini akan
meningkat menjadi 6,1 jika kedua orang tua menderita DMT2; (3) prevalensi DMT2 pada individu kembar
monozigotik sebesar 80%-100%, sedangkan pada kembar dizigotik sebesar 50%; (4) adanya pengaruh gen-gen tertentu
terhadap penurunan sensitivitas insulin dan sekresi insulin (Radha & Mohan2007).
Faktor genetik berperan penting dalam patogenesis DMT2 dengan melibatkan berbagai gen yang terlibat dalam
sekresi insulin dan kerja insulin. Gangguan sekresi insulin pada DMT2 dapat disebabkan oleh aktivitas elektrik sel β
pankreas yang kurang kuat sebagai respon terhadap glukosa. Penurunan aktifitas elektrik disebabkan polimorfisme gen
yang mengkode dan mengatur fungsi kanal ion (Ashcroft & Rorsman, 2004). Peningkatan aktivitas kanal K ATP
menimbulkan gangguan sekresi insulin (Koster et al., 2005; Vilareal et al., 2009). Penelitian tentang risiko DM
menunjukkan bahwa risiko paling tinggi terjadi jika salah satu atau kedua orang tuanya menderita DM dibandingkan
dengan orang tua yang bukan penderita DM.Riwayat keluarga mencerminkan kerentanan pewarisan genetik.Riwayat
keluarga DMT2 dapat digunakan untuk mengidentifikasiindividu pada peningkatan risiko penyakit dan sasaran
modifikasi perilaku yang berpotensi sebagai pencegahan timbulnya penyakit.Penyakit dengan pola pewarisan
disebabkan oleh kelainan genetik yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya sebagai akumulasi dari berbagai jenis
mutasi yang terjadi pada deoxyribonucleic acid (DNA)(Bener et al., 2013).
Penelitian Florez (2007) menunjukkan bahwa telah ditemukan beberapa gen yang berhubungan dengan
DMT2yaitu gen peroxisome proliferator-activated receptor γ (PPARG), calpain 10 (CAPN10), potassium inwardly-
rectifying chanel sub family J member 11 (KCNJ11), transcription Factor 7-like 2 (TCF7L2), hematopoietically
expressed homeobox (HHEX), cyclin-dependent kinase 5 regulatory subunit-associated protein I-like 1 (CDKAL1),
cyclin-dependent kinase inhibitor 2A (CDKN2A) dan cyclin-dependent kinase inhibitor 2B (CDKN2B).
Polimorfisme adalah terdapatnya alel dengan frekuensi lebih dari 1% pada populasi umum (Nussbaum et al.,
2004). Salah satu polimorfisme yang berperan dalam patofisiologi DMT2 adalah E23K gen KCNJ11 yang
menyebabkan subsitusi guanin (G) menjadi adenin (A) sehingga ada perubahan asam amino glutamat (GAG) menjadi
lisin (AAG) (Li, 2012). Polimorfisme E23K gen KCNJ11 memiliki efek penting pada risiko DMT2 sehingga menjadi
prediktor DMT2 di Finlandia (Laukkanen et al., 2004), China (Li, 2012), dan Gaza (Abed et al.,2013).
Pengetahuan faktor genetik diharapkan dapat mencegah dan mengobati DMT2 secara dini pada setiap individu
terutama di daerah metropolitan seperti Makassar. Beberapa manfaat pengetahuan tentang implikasi genetik DM
meliputi 4 hal yaitu (1) perkiraan komplikasi yang timbul akibat DM; (2) perkiraan risiko terjadinya DM; (3) respon
pengobatan dan farmakogenomik; (4) harapan informasi genetik dapat memperbaiki gaya hidup penderita (Florez et al.,
2007). Kepentingan prevalensi DMT2 dengan identifikasi individu risiko tinggi pada riwayat keluarga DMT2, jumlah
penderita DMT2 dengan latar belakang etnik dan genetik yang beragam di Indonesia menyebabkan perlunya penelitian
polimorfisme E23K gen KCNJ11 dan sekresi insulin terutama pada individu denganriwayat keluargaDMT2 dan tanpa
riwayat keluarga DMT2.
2. TUJUAN PENELITIAN
1) Apakah terdapat perbedaan frekuensi genotip polimorfisme E23K gen KCNJ11 pada individu dengan riwayat dan
tanpa riwayat keluarga DMT2?
2) Apakah terdapat perbedaan frekuensi alel polimorfisme E23K gen KCNJ11pada individu dengan riwayatdan tanpa
riwayat keluarga DMT2?
3) Apakah terdapat risiko untuk mendapatkan alel A pada individu dengan riwayat dan tanpa riwayat keluarga
DMT2?
4) Apakah terdapat perbedaan nilai HOMA-β diantara genotip pada subyek penelitian?

Anda mungkin juga menyukai