Anda di halaman 1dari 40

Ganjar: Bersihkan Eceng

Gondok di Rawa Pening


Dikemas Jadi Wisata Peduli
Lingkungan
Minggu, 1 Mei 2016 10:41
http://jateng.tribunnews.com/2016/05/01/ganjar-bersihkan-eceng-gondok-di-rawa-pening-dikemas-jadi-
wisata-peduli-lingkungan

tribunjateng/m nur huda


Ganjar: Bersihkan Eceng Gondok di Rawa Pening Dikemas Jadi Wisata Peduli Lingkungan. Ganjar turut bersih
bersih eceng gondok di Rawa Pening Kabupaten Semarang, Minggu 1 Mei 2016

Laporan Wartawan Tribun Jateng, M Nur Huda


TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Gubernur Jateng Ganjar Pranowo
membuktikan janjinya untuk menggelar kegiatan pembersihan Rawa Pening
Ambarawa dari enceng gondok, Minggu (1/5/2016). Ia mengajak seluruh
personel Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng dan Tim
SAR.
Sebelumnya, pada dialog interaktif dalam forum Musrenbangprov di Gradhika,
Selasa (26/4/2016), terdapat warga Ambarawa yang mengeluhkan enceng
gondok di Rawa Pening, dan meminta Pemprov membersihkannya. Saat itu,
Ganjar menjanjikan akan menggelar kegiatan resik-resik Rawa Pening.

ECENG GONDOK PENUHI RAWA PENING

Gugur Gunung Resik-Resik Rawa Pening ini diikuti ribuan peserta dari berbagai
kalangan. Di antaranya BPBD dan SAR se-Jateng, pecinta alam, komunitas
peduli lingkungan, TNI, dan masyarakat umum. Kegiatan yang sudah kali kedua
dilaksanakan ini, dipimpin Ganjar didampingi Bupati Semarang Mundjirin.
Sebagian peserta turun ke air kemudian menarik enceng gondok ke pinggir
kemudian ditarik ke atas. Sebagian lagi menggunakan perahu karet mendorong
enceng gondok ke pinggir. Menurut panitia, enceng gondok nantinya dibuat
pupuk untuk tanaman.
Menurut Ganjar, obyek wisata Rawa Pening sebaiknya tidak hanya menikmati
keindahan dan kuliner. Wisatawan bisa diberdayakan untuk peduli lingkungan,
misalnya dengan diajak membersihkan enceng gondok di danau. Kegiatan ini
dirasa bisa jadi daya tarik baru bagi masyarakat.
ECENG GONDOK DI RAWA PENING

Halaman selanjutnya
Halaman
12

Tags
rawa pening
eceng gondok
Ganjar Pranowo
Tuntang
wisata edukasi
lingkungan alam

Baca Juga
 Achmad Sukina: Dakwah MTA Sebarkan Kasih Sayang
Bukan Permusuhan
 Ganjar Pranowo Beri Kuliah Umum di FKIP UNS Solo
Tegaskan NKRI Harga Mati
 Ganjar: Kemasan Produk Kreatif Jangan Seperti Istri Cantik
Dasteran Kumal
 Ganjar: Kendala Ekonomi Kreatif Cuma Masalah Modal dan
Cara Menjual
 Ganjar Suka Ada Alat Pengganti Cantrang di Pameran
Produk Inovasi Jawa Tengah 2017
Penulis: m nur huda
Editor: iswidodo
Sumber: Tribun Jateng
Thursday, November 19, 2009
http://rowopening.blogspot.co.id/2009/11/kajian-enceng-gondok-rawapening.html

PERANG enceng gondok vs ganggang rawapening

rawapening. Kajian tentang


keberadaan enceng gondok atau bengok di rawapening perlu dilakukan. Untuk sementara
ini saya coba menulis dari dua aspek, pertama dari sisi fungsi enceng gondok dalam
perannya sebagai bagian dari ekosistim rawa, dan yang kedua dari segi efek yang
ditimbulkan oleh keberadaan enceng gondok, segi baik dan buruknya bagi sekitar 3000
nelayan yang menggantungkan hidupnya dari rawapening.

Pertama. Enceng gondok adalah tumbuhan air yang pertumbuhannya sangat pesat, bila
dibiarkan maka akan menutupi seluruh permukaan rawapening dan tidak akan menyisakan
space untuk nelayan melemparkan jala maupun memasang jaring. Untung sekarang banyak
nelayan yang berubah profesi sebagai pencari enceng gondok untuk bahan kerajinan,
sehingga membantu mengontrol pertumbuhan enceng gondok. Enceng gondok mempunyai
akar yang menggantung didalam air dan merupakan tempat persembunyian yang ideal buat
jenis juvenil anak udang untuk menghindar dari pemangsa. Selain juvenil anak udang juga
banyak juvenil anak ikan yang berlindung dari predator diantara akar enceng gondok ini.
Memang juvenil ikan dan udang sukanya mencari makan didekat permukaan. Jadi akar
enceng gondok ini membantu meningkatkan prosentase keselamatan regenerasi ikan dan
udang. Sementara di permukaan enceng gondok menjadi surga bagi burung untuk mencari
makan dan bersarang.
Regenerasi enceng gondok yang cepat juga diikuti dengan umurnya yang pendek, enceng
yang mati akan terendapkan di dasar rawa menjadi gambut. Dan laju pengendapan gambut
di rawapening ini juga relatif tinggi bila dilihat dengan skala waktu geologi, untuk
mendangkalkan sebuah rawa. Untungnya lagi sekarang banyak nelayan yang mengambil
gambut untuk pupuk sehingga membantu mengurangi laju pendangkalan.
Enceng gondok ini sering membuat koloni yang kuat dan luas, saling mengikat, kadang ada
gambut yang naik kepermukaan disebabkan kandungan gas metan, terikat oleh akar
enceng gondok dan membentuk seperti pulau enceng gondok yang apabila diinjak orang
tidak tenggelam. Koloni enceng gondok ini sering terbawa angin musiman kemana angin
mengarah dan menabrak menghacurkan semua yang dilewati, seperti branjang, karamba,
jaring, gubuk semuanya ambruk diterjang masa enceng gondok yang masiv dan luas
didorong oleh angin yang kuat.

Terkadang ada perahu orang mancing yang terjebak dijepit enceng gondok, pernah
tetanggaku Mas Kasri maniak mancing, mancing pas musim angin, tiba-tiba terjepit di
tengah tengah 2 koloni besar enceng gondok yang luas, yang berjalan terbawa angin,
terperangkap sampai 3 hari 3 malam tidak bisa lepas dari enceng gondok, tau tau sudah
ditengah-tengah eceng gondok, berteriak teriak sampai capek tidak ada yang mendengar,
akhirnya menangis sambil narikin enceng gondok satu persatu. Padahal Mas Kasri itu
preman, badan bertato hihe.... nangis juga sama enceng gondok. Makanya kalo mancing
pas musim angin jangan ke tengah, lihat kanan kiri, ojo mandeng iwak wae

mbul!!!

Satu hal yang sering luput dari pengamatan dan pertimbangan ekologis tentang
keberadaan enceng gondok adalah adanya ganggang rawa(Hydrilla verticillata).
Ganggang rawapening ini juga mempunyai pertumbuhan yang sangat cepat dan super
ekspansive, tidak kalah dengan enceng gondok. Sebabnya adalah memang merupakan jenis
ganggang super ekspansive dan sebab kedua adalah kejernihan dan kedangkalan rawa
yang menyebabkan intesitas cahaya matahari membantu maksimal pertumbuhan ganggang
ini. Bagi yang pernah memelihara jenis cabomba aquatica di aquarium akan tahu berapa
pesatnya pertumbuhan jenis ganggeng ini, aku dulu pernah juag memelihara di akuarium,
tak kasih lampu, luar biasa, tiap minggu aku harus ngobok obok akuarium untuk
memotongi, membuang dan mengatur ulang tanaman ini di akuarium, karena kalau tidak,
dalam 2 minggu akuariumku sudah penuh dengan ganggang ini. Makanya jenis ganggang
ini tidak dirokemendaiskan untuk tanaman hias akuarium, karena kecepatan tumbuhnya
yang luar biasa.

Pernah suatu kali aku berenang di rawapening, kaki tidak leluasa berenang karena
tersangkut sangkut ganggang jenis Hydrilla. Saya chek kedalaman air memakai galah
dayung bambu sekitar 4 meteran, dan ganggan ini tumbuh sampai 30 cm dari permukaan.
Bayangkan bahwa dasar rawa pening adalah sebuah hutan ganggang yang rapat dengan
panjang sulur-sulurnya sekitar 4 meteran, dengan cabang yang lebat. Untuk ada enceng
gondok yang menutupi hampir separo rawapening sehingga membantu menutupi ganggang
dari matahari, sehingga membantu mengontrol isi rawa dari keganasan ganggang
ekspansive ini. Ganggang dijumpai tumbuh pesat di rawapening, terutama dangkalan yang
jarang tertutup enceng gondok.

Bayangkan jika 90% kolom air rawapening dipenuhi ganggang ini, kemudian pada malam
hari ganggang ini akan menghisap habis kandungan oksigen di rawa pening!!! mau kemana
ikan mencari oksigen, untung ada enceng gondok, yang membantu membunuh ganggang
super ekspansive ini, dengan menutup akses matahari ke dalam air.

Kalau tidak ada enceng gondok, mungkin rawapening sudah penuh dengan ganggang ini,
dan ikan rawa hanya akan didominasi ikan labirin yaitu betok, gabus (betik & kutuk) dan
ikan yang mengambil oksigen ke permukaan, yaitu sepat (iwak idolamu kabeh mbul...).
Mujair akan musnah, grascarp, tawes tidak bisa hidup kalau malam hari oksigen habis oleh
disedot ganggang, memang sih.... kalau siang memproduksi osigen, tapi kalau malam
menghabiskannya. Sekali lagi 'untung ada enceng gondok'
Gambar;
kiri; Cabomba aquatica, menyukai tempat berarus dan jernih seperti di depan muara kali
muncul
kanan; Hydrilla verticillata, mendominasi hampir 90% dasar rawapening

Memang enceng gondok ini banyak dikeluhkan oleh pencari ikan dan para pemilik keramba.
Kadang kalau lagi musim angin, enceng gondok yang membentuk koloni besar dan luas ini
akan berjalan tertiup angin dan akan menerjang dan menghancurkan apa saja yang dilwati,
termasuk branjang dan karamba. Selain itu juga menutup akses menuju karamba dan
branjang, serta menghilangkan space untuk menjala, memasang jaring, memasang icir dan
juga bagi pemancing akan kesusahan menuju spot terdalam yang banyak ikannya.

Ya sudah daripada pusing pusing memikirkan bagaimana caranya menghilangkan enceng


gondok di rawa, isu-nya butuh dana 900 Milyar untuk membersihakan enceng gondok,
mending ditata aja pertumbuhan enceng gondok ini dan sukuri aja keberadaan enceng
gondok hiha.....
gambar; ilustrasi ikan rawa pada
siang hari dimana air kaya oksigen, dan ikan pada malam hari kita oksigen air rawa habis
disedot ganggang rawa hydrilla (From Junk et al., 1997), dari gambar tersebut
menunjukkan bahwa jenis ikan labirinlah yang akan sangat survive dirawa (betok, gabus,
sepat), ini menjelaskan mengapa ikan nilem rawa atau wader ijo hanya mengumpul
disekitar mata air rawa yang kaya oksigen seperti bukit cinta atau di muara kali muncul
yang kaya oksigen. Menjelaskan juga kenapa ikan tawes dan grascarp tidak mau tinggal
dirawapening, karena tawes, grasscarp, serta tombro adalah ikan yang membutuhkan
oksigen tinggi baik siang maupun malam. Ikan ikan jenis ini hanya ada didepan muara
sungai muncul, atau disekitar rawa yang dalam dan sering tertutup enceng gondok, yang
tidak ditumbuhi ganggang yang menghabiskan oksigen pada malam hari.

gambar; tabel kandungan


oksigen rawa VS jam (From Jedicke et al., 1989), menunjukan penurunan kadar oksigen
yang sangat drastis pada jam 9 malam, dan pucaknya jam 6 pagi, hanya ikan labirin (ikan
gabus, betok, sepat) yang mampu bertahan dikondisi yang hampir zero oksigen ini, ikan
nila kalau malam akan mengambil oksigen kepermukaan, capek kasihan. Ini menjelaskan
kenapa karamba nila di rawa pening ikannya susah besar, walaupun diberi porsi makan
sama dengan ikan nila yang dipelihara di karamba kedung ombo, yaitu; ikan karamba rawa
pening kalau malam kecapekan megap megap dipermukaan mencari oksigen, stress
sehingga susah besar. Kalau ikan di luar karamba mungkin bisa lari ke daerah mata air
rawa atau di muara sungai muncul yang kaya oksigen dimalam hari, tapi kalo yang
dikaramba? kasihan memang nasib ikan karamba rawapening, yang pemilik karambanya
tidak tahu dimana seharusnya memasang karamba. Yaitulah konsekwensi dari rawa
dangkal, jadi habitat hydrilla yang haus oksigen dimalam hari, tapi lumayan hampir 60%
permukaan rawa ditutup enceng gondok, yang membantu membatasi perkembangan
hydrilla dengan menutup akses sinar matahari ke dasar rawa.

jadi point yang bisa di ambil adalah;


- enceng gondok mengotrol pertumbuhan ganggang rawapening hydrilla sp,
- enceng gondok secara tidak langsung memperbaiki kandungan oksigen rawa dimalam
hari,
- rawa pening adalah jenis rawa dangkal, dimana merupakan habitat ganggang hydrilla &
cabomba sp (penyedot habis oksigen air rawa dimalam hari)yang bisa mendominasi dan
memusnahkan habitat ikan pelagis non labirin kalau permukaan rawa tidak ditutupi enceng
gondok untuk menutup akses matahari yang dibutuhkan ganggang hydrilla untuk
berkembang biak
- rawa pening pada umumnya kurang bagus untuk karamba (realita menjawab),
- kandungan oksigen dalam air di rawapening habis dimalam hari
(rini ml)

Posted by molitva leyli at 10:20 AM

Labels: enceng gondok mengotrol pertumbuhan ganggan rawa cabomba sp


http://jateng.tribunnews.com/2017/09/15/pembersihan-eceng-gondok-di-rawapening-dikebut-
bagaimana-dengan-persoalan-sosial

Pembersihan Eceng Gondok


di Rawapening Dikebut,
Bagaimana dengan
Persoalan Sosial?
Jumat, 15 September 2017 10:18

TRIBUNJATENG/SUHARNO/dok
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono tinjau Rawa Pening di Kabupaten Semarang. Dia minta pembersihan eceng
gondong Rawa Pening dipercepat, Jumat 7 April 2017

Laporan Wartawan Tribun Jateng, Deni Setiawan


TRIBUNJATENG.COM, UNGARAN - Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) RI mengklaim terus berkomitmen untuk menangani
pembersihan tanaman eceng gondok sebagai bagian dari restorasi danau
Rawapening yang ada di Kabupaten Semarang.
Hal tersebut disampaikan Menteri PUPR RI Basuki Hadimuljono dalam
keterangan tertulis yang diterima Tribunjateng.com, Jumat (15/9/2017). Adapun
bentuk upaya percepatan restorasi tersebut yakni melalui penambahan mesin
pemanen atau harvester.
“Oktober 2017, kami akan tambah 4 unit mesin harvester. Jadi, nanti totalnya
ada 6 unit. Sebelumnya suda ada 2 unit yang digunakan Balai Besar Wilayah
Sungai (BBWS) Pemali Juana untuk mengangkat gulma air di Rawapening,”
katanya.

Satu unit Dredger sedang dioperasikan di kawasan Rawapening, Desa Asinan,


Bawen, Rabu (11/1/2017). (Tribun Jateng/Daniel Ari Purnomo)
Sehingga, lanjutnya, dari penambahan mesin pemanen eceng gondok tersebut,
kapasitas penanganan meningkat antara 2 hingga 3 kali lipat dari sebelumnya.
Hal lainnya tentu akan semakin cepat pula dalam usaha penyelesaian hamparan
eceng gondok yang luasannya mencapai sekitar 800 hektare itu.
“Banyak pekerjaan yang harus dilakukan dalam merestorasi Rawapening agar
kembali berfungsi sebagai bendungan alam itu. Di antaranya adalah pengaturan
usaha perikanan nelayan setempat menggunakan keramba, sawah di lahan
surut rawa, maupun penerapan jarak sempadan waduk untuk pemukiman
maupun usaha industri kecil,” terangnya.
“Namun untuk saat ini dan yang paling utama terlebih dahulu adalah
pembersihan eceng gondok. Untuk hal-hal yang terkait dengan persoalan sosial
yang bisa saja muncul, kami koordinasikan lebih lanjut dengan Pemerintah
Kabupaten Semarang. Semuanya akan kami diskusikan agar semuanya pula
berjalan baik,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala BBWS Pemali Juana Ruhban Ruzziyatno menyampaikan,
sejak awal pelaksanaan pembersihan atau sekitar April 2017 lalu, melalui 2
mesin harvester itu pihaknya sudah berhasil membersihkan eceng gondok di
lokasi danau alam tersebut seluas sekitar 75 hektare. Adapun target hingga akhir
tahun ini adalah di luasan sekitar 150 hektare.
Salah satu sudut danau Rawapening, Kabupaten Semarang. (Kompas.com/
Syahrul Munir)
“Kami optimis bisa capai target itu, terlebih akan peroleh tambahan alat dari
Pemerintah Pusat untuk upaya pembersihannya. Untuk keseluruhan di luasan
sekitar 800 hektare itu, kami optimis juga bisa terselesaikan pada 3 tahun ke
depan atau sekitar 2020 mendatang,” papar Ruhban.
Sebagai informasi tambahan, danau Rawapening merupakan danau multifungsi
yang memiliki luasan pengaliran sungai mencapai sekitar 250,79 kilometer
persegi. Volume tampung air di sana bisa mencapai 48,15 juta meter kubik.
Selama ini, danau tersebut telah dimanfaatkan sebagai sumber air bagi Daerah
Irigasi Tuntang-Jelok sebanyak 374 hektare, DI Glapan Barat seluas 10.113
hektare, 8.671 hektare di DI Glapan Timur, maupun suplesi DI Playaran-Buyaran
seluas 909 hektare. (*)
Tags
Rawapening
eceng gondok
Basuki Hadimuljono
keramba
irigasi
Ambarawa

Baca Juga
 INDAHNYA Rel Kereta Api Membelah Rawa Pening, Buktikan
di Sini
 HORE, Usaha Kecil Menengah Akan Diakomodasi Masuk
Rest Area Tol
 Pelaksana Proyek Tol Semarang-Solo Siap Penuhi Target
Menteri PUPR
 Tol Semarang-Solo Sudah Dioperasionalkan Sebelum
Lebaran 2018
 Sebar 20 Ribu Benih Ikan, Hendi Manfaatkan Saluran Irigasi
Jadi Tempat Pembibitan
Penulis: deni setiawan
Editor: iswidodo
Sumber: Tribun Jateng
2016/12/19 16:50:37 WIB

Ramai-ramai Menyelamatkan Rawa


Pening dari 'Invasi' Eceng Gondok
Angling Adhitya Purbaya – detikNews
https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-3375264/ramai-ramai-menyelamatkan-rawa-pening-
dari-invasi-eceng-gondok

Halaman 1 dari 2

Foto: Angling Adhitya P/detikcom

Kabupaten Semarang - Danau alam Rawa Pening di Kabupaten


Semarang Jawa Tengah mengalami pendangkalan dan sumber airnya
terancam akibat gulma eceng gondok. Berbagai upaya penyelamatan
yang sudah dilakukan mulai dari pembersihan hingga pemanfaatan
ternyata belum membuahkan hasil.

Danau seluas 2.670 hektar itu kini 80% luasannya tertutup eceng
gondok. Padahal Rawa Pening termasuk salah satu danau prioritas di
Indonesia dari 800-an danau yang tercatat dan memiliki potensi wisata
yang tinggi karena lokasinya yang strategis.

"Sudah pernah melakukan penanganan, tapi pertumbuhan eceng


gondok lebih cepat dari pada pengambilannya," kata Staf bidang
energi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Arief Yuwono
dalam acara peluncuran program Membangun Pariwisata dengan
Menyelamatkan Sumber Air di Agrowisata pabrik PT Sido Muncul,
Kabupaten Semarang, Senin (19/12/2016).

Menurutnya ada berbagai masalah di Rawa Pening yaitu termasuk danau paparan banjir dengan fungsi
utama reservoir air, pembangkit listrik tenaga air sekaligus wisata yang semakin terancam. Kemudian
tutupan eceng gondok yang meluas diiringi sedimentasi.

"Banyak pihak telah melakukan kajian dan penerapannya di lapangan termasuk perguruan tinggi yang
perlu didorong peran aktifnya," tandas Arief.
Foto: Angling Adhitya P/detikcom

Salah satu solusi untuk menanggulangi eceng gondok yang terus


meluas yaitu dengan memanfaatkannya sebagai sumber energi.
Direktur PT Sido Muncul Tbk, Irwan Hidayat mengatakan berdasarkan
pengalamannya menggunakan limbah jamu sebagai bahan bakar,
ternyata eceng gondok juga bisa dimanfaatkan serupa.

"Selama 5 tahun kebutuhan energi kami pakai limbah jamu 50% dan
gas 50%. Diteliti dan dikabarin membuatnya (dari Eceng Gondok)
gampang dan cepat. Saking senangnya seminggu saya tidak tidur,"
kata Irwan.

Penelitian yang sudah dilakukan, lanjut Irwan, yaitu mengubah eceng


gondok menjadi produk bahan padat berbentuk pellet. Setelah melalui
proses tersebut, pellet eceng gondok bisa digunakan sebagai
pengganti minyak atau gas.

Meski demikian perlu dukungan pemerintah dan berbagai pihak. Oleh


sebab itu sejumlah tamu penting hadir dalam acara tersebut antara
lain Arief Yuwono, Staf Khusus Menteri Pariwisata Don Kardono,
anggota DPR RI Tantowi Yahya, Bambang Sutrisno, Abdul Fikri Faqih,
dan Muji Rohmat.
rawapening
segala hal di rawa pening
http://rawapeningkita.blogspot.co.id/2016/02/eceng-gondok-dari-gulma-menjadi-pupuk.html
Minggu, 28 Februari 2016

Eceng Gondok: Dari Gulma Menjadi Pupuk

Gulma Eceng gondok menjadi masalah besar di Danau Tondano Sulawesi Utara
Gulma Eceng Gondok ( eichhornia crassipes )adalah salah satu tumbuhan air
mengapung, selain dikenal dengan nama eceng gondok, juga di kenal dengan
nama Kelipuk ( Palembang ), di Lampung di sebut Ringgak, di daerah Kalimantan
tepatnya suku Dayak di kenal dengan nama ilung-ilung, di Manado di sebut
Tumpe.

Eceng gondok ditemukan secara tidak sengaja oleh ilmuwan bernama Carl
Fredrich Phillip Von Martius seorang botani berkebangsaan Jerman pada tahun
1824, ketika sedang ekspedisi di sungai Amazon Brasil, eceng gondok
mempunyai kecepatan tumbuh yang luar biasa, sehingga dianggap sebagai gulma
yang bisa merusak ekosistem perairan, terbukti saat ini hampir semua danau di
Indonesia bermasalah dengan tumbuhan ini.

Gulma eceng gondok banyak di manfaatkan sebagai bahan pembuat kerajinan


tangan sampai meubel, di manfaatkan hanya batangnya saja, bagian akar dan
daunnya di buang saja, menjadi limbah yang bila tidak diolah akan menjadi
masalah lingkungan.

Tahun 2006 saya memberikan tantangan kepada Gubernur Gorontalo untuk


mengatasi masalah eceng gondok di Danau Limboto yang sudah mengganggu
aktifitas petani ikan jaring apung, dimana populasinya sudah mengkhawatirkan,
sehingga selalu jadi “komoditi politik” setiap akan pemilu, dimanfaatkan caleg
yang mengangkat isu eceng gondok untuk meningkatkan popularitasnya,
nyatanya engga ada perubahan berarti, karena baru sebatas wacana.
Sebagai innovator saya mencoba mencari SOLUSI mengatasi masalah tanpa
masalah ( seperti slogan pegadaian he he he ), idenya adalah membuat pupuk
hijau dari eceng gondok, dimana masyarakat pesisir danau yang umumnya
berprofesi sebagai petani ikan, akan saya ajak untuk menjadi produsen pupuk
hijaunya dan petani sebagai marketnya.

Gulma eceng gondok dikumpulkan dan diangkut dari tengah Danau Limboto,
menjadikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat pesisir Danau Limboto. Sekali
angkut bisa dapat 300 kg gulma eceng gondok Saya mengajak petani seputar
Danau Limboto untuk mengumpulkan eceng gondok menggunakan perahu, lalu di
timbang dan di beli dengan harga Rp 25.000 / ton, ( dua puluh lima ribu Rupiah )
dimana saat itu upah tani harian hanya Rp 20.000,- ( dua puluh ribu Rupiah ) /
hari, saking banyaknya satu hari mereka bisa kumpulkan 2 ton kalau mereka
rajin, jika malas 1 ton sudah cukup buat mereka.

Mahasiswa UNG diajak untuk ikut serta membuat pupuk hijau. Inovasi
bioteknologi + gula pasir = Bioaktivator di semprot merata pada tumpukan gulma
eceng gondok. Gulma eceng gondok saya cooper, atau cincang, lalu di tumpuk
setinggi 10 cm, lalu di taburi kapur dan limbah kotoran ayam dan di siram dengan
campuran bioteknologi di semprot secara merata, lalu dilakukan penumpukan
dan diulang terus sampai menjadi gunungan, dan setelah 3 bulan menjadi pupuk
hijau siap dipakai.

Semua kegiatan saya lakukan bersama petani dan mahasiswa dari Universitas
Negeri Gorontalo, tujuan nya untuk memberikan pengetahuan dan pengalaman
membuat pupuk hijau dari eceng gondok. Gulma eceng gondok dikumpulkan ,lalu
di timbang dan langsung di cincang memakai mesin cincang, lalu ditumpuk jadi
gunungan sambil di campur dengan kapur dan pupuk kandang, tujuan nya agar
pupuk hijaunya menjadi pupuk lengkap yang sudah siap pakai, dan bisa
mengurangi ketergantungan dari penggunaan pupuk kimia.

Semua proses pembuatan pupuk hijau saya jelaskan secara mendetail, dan
Gubernur Gorontalo Bapak Fadel Muhammad dan rombongan menyimak dengan
serius. Pupuk hijau dibuat dengan cara berbeda dalam hal proses fermentasi
memakai para-para dari bambu, untuk mempercepat proses dekomposisi pupuk
hijau.
Gulma eceng gondok di hancurkan dengan mesin pembuat kompos
Hasil nya setelah di cincang siap di proses menjadi pupuk hijau.
Kapur di tabur secara merata dilapisan setelah hasil cincangan gulma eceng
gondok
Di siram dengan cairan bioaktivator yang terbuat dari Inovasi Bioteknologi + gula
pasir + air.
Model fermentasi para-para, bambu di tengah sebagai cerobong hawa, supaya
temperature media pupuk hijau tidak terlalu panas.
Hasil cincangan Eceng gondok dalam tahapan proses dekomposisi Pupuk hijau
sudah siap di pakai pada tanaman jagung.
Aplikasi pupuk hijau pada tanaman jagung, sebagai penutup lubang tanam
setelah benih jagung di tanam.
Hasilnya tanaman jagung tumbuh subur dan berhasil mendapatkan panen 14,7
ton / hektar pipilan kering di kadar air 25%.

Ditahun 2011 saya juga membantu membersihkan Danau Tondano dari Eceng
gondok, dibuat pupuk hijau yang dipakai untuk menanam tanaman jagung manis,
tanaman sayuran, tanam padi dan tanaman di polybag.
Eceng gondok di kumpulkan secara manual
Dikumpulkan dengan alat berat dari sungai Tondano
Di cincang dengan alat cincang modifikasi yang bisa di pindah-pindahkan
Hasil cincangan dimasukan ke dalam karung lalu di angkut ke tempat pembuatan
pupuk hijau

Pengerjaan pembersihan gulma eceng gondok dilakukan bersama PNS


Kabupaten Minahasa, sehingga dalam waktu 1 bulan populasi eceng gondok
berkurang sampai 60%, dan gulma eceng gondok dijadikan pupuk hijau yang
bermanfaat bagi pertanian di sekitar Danau Tondano.
Proses dekomposisi di mulai di sini
Di siram bioaktivator untuk mempercepat proses dekomposting
Danau Tondano setelah dibersihkan dari Gulma Eceng gondok.

Sebagai innovator, Saya sangat senang melihat dan membaca di televisi sudah
banyak inovasi pembuatan dan pemanfaatan eceng gondok, di Jawa Timur di
manfaatkan sebagai sumber energi biogas, lalu di buat pupuk untuk
pemeliharaan ikan bandeng, dipakai untuk menggantikan pupuk kimia dengan
hasil ikan bandeng yang tumbuh lebih cepat dan dagingnya lebih enak, dan
banyak lagi inovasi-inovasi yang lahir dari masyarakat baik dari mahasiswa
maupun praktisi pertanian, semua dengan satu tujuan, menjadikan masalah
adalah berkat dan tentunya dengan inovasi untuk kemajuan pertanian ramah
lingkungan di Indonesia. Inovasi membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin

David Bekam
/davebekam
Selengkapnya:http://www.kompasiana.com/davebekam/dulu-masalah-sekarang-
menjadi-berkat_560d26fe739773f3085878fd

http://www.solopos.com/2017/01/13/rawa-pening-dikeruk-kapal-khusus-784000

Operator mengoperasikan kapal khusus pengeruk tanaman eceng gondok yang menutupi permukaan
Danau Rawa Pening di Bawen, Kabupaten Semarang, Jateng, Rabu (11/1/2017).
(JIBI/Solopos/Antara/Aditya Pradana Putra)

Jumat, 13 Januari 2017 03:50 WIB JIBI/Solopos/Antara/Aditya Pradana Putra FeatureS h a r e :

Foto Rawa Pening Dikeruk Kapal


Khusus
Rawa Pening dibersihkan kapal khusus pengeruk.
Operator mengoperasikan alat berat khusus pengeruk tanaman eceng gondok di Rawa
Pening, Bawen, Kabupaten Semarang, Jateng, Rabu (11/1/2017).
(JIBI/Solopos/Antara/Aditya Pradana Putra)

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada 2017 ini
menganggarkan dana Rp330 miliar untuk penanganan tujuh danau prioritas restorasi di
Indonesia, salah satunya adalah Danau Rawa Pening di Bawen, Kabupaten Semarang,
Jawa Tengah (Jateng). Kucuran dana itu diharapkan mampu mendukung program
prioritas pariwisata berbasis sumber daya danau.

Permukaan Rawa Pening di Bawen itu, kini, senantiasa tertutupi tanaman eceng gondok.
Kendati bermanfaat bagi sebagian warga sekitar yang bekerja sebagai pembuat karya
kerajinan, eceng gondok itu memicu pendangkalan danau. Untuk itu, Kementerian PUPR
mendatangkan kapal khusus pengeruk tanaman eceng gondok yang menutupi permukaan
danau tersebut.
Eceng Gondok bisa diubah jadi bahan
bakar
Senin, 19 Desember 2016 15:47 WIB | 6.896 Views
Pewarta: Zuhdiar Laeis
http://www.antaranews.com/berita/602350/eceng-gondok-bisa-diubah-jadi-bahan-bakar

Seorang pekerja membawa tumbuhan eceng gondok (eichornia crassipes) dengan perahu, di
Rawa Pening, Kebondowo, Banyubiru, Kabupaten Semarang, Selasa (27/1). Tumbuhan eceng
gondok dijual dengan harga Rp 10.000 per-ikat yang digunakan untuk pembuatan berbagai
kerajinan bahan dasar eceng gondok. (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)
Ungaran (ANTARA News) - PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul, Tbk
mendorong pemanfaatan eceng gondok yang selama ini banyak terdapat di Danau
Rawa Pening, Kabupaten Semarang, menjadi energi.

"Danau Rawa Pening sekarang ini kan penuh dengan eceng gondok yang dianggap
sebagai tumbuhan pengganggu lingkungan perairan," kata Direktur PT Sido Muncul
Irwan Hidayat di Ungaran, Kabupaten Semarang, Senin saat peluncuran program
Pembangunan Pariwisata Kabupaten Semarang dengan Menyelamatkan Sumber
Air Danau Rawa Pening, di Agrowisata pabrik PT Sido Muncul.

Melalui kegiatan corporate social responsibility (CSR), Sido Muncul melakukan


penelitian pemanfaatan tumbuhan eceng gondok menjadi sumber energi baru padat
berbentuk "pellet" pengganti minyak dan gas.

"Selama lima tahun ini, kebutuhan energi (bahan bakar, red.) memakai limbah jamu
50 persen dan gas 50 persen. Wood pellet diolah dari ampas limbah padat jamu.
Ternyata, dari eceng gondok juga bisa," katanya.

Meski demikian, Irwan mengakui perlunya dukungan dari pemerintah dan berbagai
pihak untuk mendorong masyarakat sekitar Danau Rawa Pening mampu
memproduksi eceng gondok menjadi "pellet" bahan bakar.

Jadi, kata dia, warga yang tinggal di sekitar danau yang terkenal dengan legenda
Baruklinting itu bisa memproduksi "pellet" eceng gondok yang nantinya akan dibeli
oleh kalangan industri.

"Pemanfaatan eceng gondok untuk pellet bahan bakar ini diharapkan mampu
mengurangi pertumbuhan tanaman itu, khususnya di Danau Rawa Pening menjadi
sumber energi baru yang bermanfaat," katanya.

Bupati Semarang Mundjirin menjelaskan Danau Rawa Pening dulu kedalamannya


bisa mencapai 15 meter, namun sekarang ini pendangkalannya sudah mencapai 10
meter yang diperparah dengan keberadaan eceng gondok.

"Dulu, ini (eceng gondok, red.) pernah diambil untuk jadi pupuk jamu di kawasan
Dieng. Namun, sudah tidak lagi. Setidaknya ada empat kecamatan yang melingkupi
kawasan Danau Rawa Pening," katanya.

Dengan partisipasi Sido Muncul membantu membersihkan Danau Rawa Pening,


Mundjirin mengapresiasi karena dengan keberadaan danau yang bersih akan
mendongkrak potensi pariwisata di daerah itu.

Sementara itu, politikus Partai Golkar Tantowi Yahya yang hadir pada kesempatan
itu mengatakan sebenarnya tanaman eceng gondok tidak selalu tumbuh dan
berkembang biak di setiap danau atau sungai.

"Banyak danau yang bebas dari eceng gondok. Saya baru tahu kalau ternyata
stimulannya (tumbuhnya eceng gondok, red.) itu sampah rumah tangga. Ini
pengetahuan yang berharga," kata anggota Komisi I DPR RI itu.
Maka dari itu, Tantowi mengingatkan seluruh pihak, termasuk masyarakat untuk
menjaga kebersihan danau yang ada di sekitarnya, termasuk Danau Rawa Pening
dari sampah rumah tangga agar tetap bersih.

Turut hadir pada kesempatan itu, mantan Kepala BIN Jenderal (Purn) AM
Hendropriyono, sejumlah anggota Komisi X DPR RI, beberapa staf khusus dan staf
ahli menteri, serta Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi.

Editor: Ida Nurcahyani


COPYRIGHT © ANTARA 2016

Anda mungkin juga menyukai