BAB 1
Laporan Kasus
I. Status Penderita
Identitas pasien
Nama : Ny. S
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 57 tahun
No. Rm : 5821XX
Alamat : Panjunan 06/01 Kudus
Pekerjaan : IRT
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
II. Anamnesis
Autoanamnesis pada tanggal 26 Januari 2017 di Poli Mata RSUD Kudus
Keluhan Utama:
Mata kiri penglihatan berkurang
dengan adanya rasa silau saat melihat cahaya. Kurang lebih 2 tahun yang lalu pasien
memiliki riwayat gigi bermasalah yang tidak langsung ditangani. Nyeri yang dirasakan
sangat berat dan nyeri terasa sampai mata. Sebelumnya mata pasien disertai keluhan mata
gatal, berair dan ada kotoran, merah, tetapi tidak nyeri, keluhan pada mata ini kurang
lebih 1 tahun lalu. Mata kanan pasien juga mengalami penurunan penglihatan tapi tidak
separah mata kiri, pasien mengaku mata kanannya seperti ada kabut berwarna putih.
Pasien mengaku idak ada riwayat trauma pada kedua mata.
Pemeriksaan fisik
Status Generalis
Vital sign
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Suhu : 36,5OC
Pernafasan : 18x/menit
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Status Gizi : cukup
Status Ophtalmologi
III. RESUME
Subyektif
mata kiri penglihatan berkurang
Pasien mengaku tetap dapat melihat walaupun sangat buram.
Keluhan disertai dengan adanya rasa silau saat melihat cahaya.
Sebelumnya mata pasien disertai keluhan mata gatal, berair dan ada kotoran,
merah, tetapi tidak nyeri.
Riwayat gigi bermasalah (+), trauma (-)
Obyektif
OCULI DEXTRA(OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA(OS)
6/120 Visus 2/60
Bulat, jernih, Bulat, jernih,
edema (-), edema (-),
arkus senilis (+) Kornea arkus senilis (+)
keratik presipitat (-), infiltrat ( -), keratik presipitat (-), infiltrat (-),
sikatriks (-) sikatriks (-)
Jernih, kedalaman dangkal, Camera Oculi Jernih, kedalaman dangkal
hipopion (-), hifema (-) Anterior hipopion (-), hifema (-)
Edema (-), synekia (-), Kripta (-), Edema(-), synekia (+), Kripta (-),
shadow test (+), oklusi pupil(-) Iris shadow test (-), oklusi pupil(+)
Bulat, Ireguler,
Diameter ± 4mm Pupil Diameter ± 3mm
refleks pupil L/TL: +/+ refleks pupil L/TL: -/-
keruh Lensa keruh
V. DIAGNOSA KERJA
- Pada pemeriksaan
OCULI DEXTRA(OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA(OS)
6/120 Visus 2/60
Bulat, jernih, Bulat, jernih,
edema (-), edema (-),
arkus senilis (+) Kornea arkus senilis (+)
keratik presipitat (-), infiltrat ( -), keratik presipitat (-), infiltrat (-),
sikatriks (-) sikatriks (-)
Jernih, kedalaman dangkal, Camera Oculi Jernih, kedalaman dangkal
hipopion (-), hifema (-) Anterior hipopion (-), hifema (-)
Edema (-), synekia (-), Kripta (-), Edema(-), synekia (+), Kripta (-),
shadow test (+) Iris shadow test (-)
Bulat, Ireguler,
Diameter ± 4mm Pupil Diameter ± 3mm
refleks pupil L/TL: +/+ refleks pupil L/TL: -/-
keruh Lensa keruh
VII. PENATALAKSANAAN
Farmakologi :
- Cendo Lytrees 3x1 tetes ODS
- Inmatrol 3x1 tetes OS
Non-farmakologi :
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
KATARAK
A. Definisi
Katarak adalah kekeruhan lensa. Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat
bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal, biasanya berkaitan dengan proses penuaan.
B. Faktor Risiko
Faktor resiko terjadinya katarak sangat bervariasi bergantung dari proses patogenesis.
proses umur, genetik, makanan, diabetes melitus, radiasi ultraviolet, merokok merupakan faktor
penyebab terjadinya katarak.
Katarak adalah penyakit degeneratif yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor
intrinsik maupun faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yang berpengaruh antara lain adalah umur,
jenis kelamin dan faktor genetik, sedangkan faktor ekstrinsik yang berpengaruh antara lain
adalah pendidikan dan pekerjaan yang berdampak langsung pada status sosial ekonomi dan
status kesehatan seseorang serta faktor lingkungan, dalam hubungannya dengan paparan sinar
ultraviolet.
C. Klasifikasi Katarak
Berdasarkan waktu perkembangannya katarak diklasifikasikan menjadi katarak kongenital,
katarak juvenil dan katarak senilis.
1. Katarak kongenital dapat berkembang dari genetik, trauma atau infeksi prenatal dimana
kelainan utama terjadi di nukleus lensa. Kekeruhan sebagian pada lensa yang sudah
didapatkan pada waktu lahir dan umumnya tidak meluas dan jarang sekali mengakibatkan
keruhnya seluruh lensa
2. Katarak juvenil merupakan katarak yang terjadi pada anak-anak sesudah lahir.Kekeruhan
lensa terjadi pada saat masih terjadi perkembangan serat-serat lensa.Biasanya konsistensinya
lembek seperti bubur dan disebut sebagai soft cataract. Katarak juvenil biasanya merupakan
bagian dari satu sediaan penyakit keturunan lain.
3. Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Telah diketahui bahwa
katarak senilis berhubungan dengan bertambahnya usia dan berkaitan dengan proses
penuaan lensa.
di lensa, maka sinar dapat masuk ke dalam mata tanpa ada yang dipantulkan. Oleh karena
kekeruhan dibagian posterior lensa, maka sinar oblik yang mengenai bagian yang keruh ini
akan dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan, terlihat di pupil ada daerah yang terang
sebagai refleks pemantulan cahaya pada daerah lensa yang keruh dan daerah yang
gelap,akibat bayangan iris pada lensa yang keruh. Keadaan ini disebut shadow test (+).
3. Stadium matur . Pada stadium ini lensa telah menjadi keruh seluruhnya, sehingga semua
sinar yangmelalui pupil dipantulkan kembali di permukaan anterior lensa. Tak ada
bayangan iris. Shadow test (-). Di pupil tampak lensa yang seperti mutiara. Shadow
test membedakan stadium matur dari imatur, dengan syarat harus diperiksa lebih lanjut
dengan midriatika,oleh karena pada katarak polaris anterior juga terdapat shadow test (-),
karena kekeruhan terletak di daerah pupil. Dengan melebarkan pupil, akan tampak bahwa
kekeruhan hanya terdapat pada daerah pupil saja. Kadang-kadang, walaupun masih
stadium imatur, dengankoreksi, visus tetap buruk, hanya dapat menghitung jari, bahkan
dapat lebih buruk lagi1/300 atau satu per tak hingga, hanya ada persepsi cahaya, walaupun
lensanya belumkeruh seluruhnya. Keadaan ini disebut vera matur.
4. Stadium hipermatur. Korteks lensa yang konsistensinya seperti bubur telah mencair,
sehingga nukleus lensa turun oleh karena daya beratnya ke bawah. Melalui pupil, pada
daerah yang keruh, nukleus ini terbayang sebagai setengah lingkaran di bagian bawah,
dengan warna yang lain daripada bagian yang diatasnya, yaitu kecoklatan. Pada stadium ini
juga terjadikerusakan kapsul lensa, yang menjadi lebih permeabel, sehingga isi korteks
yang cair dapat keluar dan lensa menjadi kempis, yang di bawahnya terdapat nukleus lensa.
Keadaan ini disebut katarak Morgagni.
Pada perjalanan dari stadium I ke stadium IV, dapat timbul suatu keadaan yang disebut
intumesensi yaitu penyerapan cairan bilik mata depan oleh lensa sehingga lensamenjadi
cembung dan iris terdorong ke depan, bilik mata depan menjadi dangkal. Hal ini tidak
selalu terjadi.Pada umumnya terjadi pada stadium II.
Selain itu terdapat jenis katarak lain :
Katarak rubella :
Ditularkan melalui Rubella pada ibu hamil
Katarak Brunesen
Katarak yang berwarna coklat sampai hitam, terutama pada nucleus lensa
Dapat terjadi pada pasien diabetes mellitus dan myopia tinggi.
Katarak Komplikata :
Katarak akibat penyakit mata lain seperti radang dan proses degenerasi.
Mempunyai tanda khusus yaitu selamanya dimulai di korteks atau dibawah kapsul
menuju ke korteks atau dibawah kapsul menuju sentral
Pada lensa terlihat kekeruhan titik subkapsular ayng sewaktu-waktu menjadi katarak
lamelar.
Katarak Diabetik :
Akibat adanya penyakit Diabetes Mellitus.
Meningkatkan insidens maturasi katarak
Pada lensa terlihat kekeruhan tebaran salju subkapsularyang sebagian jernih dengan
pengobatan.
Katarak Sekunder
Adanya cincin Soemmering (akibat kapsul pesterior yang pecah) dan
Mutiara Elsching (epitel subkapsular yang berproliferasi)
Katarak Traumatika
Dapat terjadi akibat trauma mekanik, agen-agen fisik (radiasi, aruslistrik, panas dan dingin)
D. PATOFISIOLOGI
Lensa mengandung tiga komponen anatomis yaitu :
Nukleus à zone sentral
Korteks à perifer
Kapsul anterior dan posterior
Sebagian besar katarak terjadi karena suatu perubahan fisik dan perubahan kimia pada
protein lensa mata yang mengakibatkan lensa mata menjadi keruh. Perubahan fisik
(perubahan pada serabut halus multiple (zonula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar
lensa) menyebabkan hilangnya transparansi lensa.
Perubahan kimia pada protein inti lensa mengakibatkan pigmentasi progresif sehingga
nukleus menjadi kuning atau kecokelatan juga terjadi penurunan konsentrasi glutation dan
kalium, peningkatan konsentrasi natrium dan kalsium serta peningkatan hidrasi lensa.
Perubahan ini dapat terjadi karena meningkatnya usia sehingga terjadi penurunan enzim yang
menyebabkan proses degenerasi pada lensa.
Penyebab pada katarak senilis belum diketahui pasti, namun diduga terjadi karena:
a. Proses pada nukleus
Oleh karena serabut-serabut yang terbentuk lebih dahulu selalu terdorong ke arah tengah,
maka serabut-serabut lensa bagian tengah menjadi lebih padat (nukleus), mengalami
dehidrasi, penimbunan ion kalsium dan sklerosis. Pada nukleus ini kemudian terjadi
penimbunan pigmen. Pada keadaan ini lensa menjadi lebih hipermetrop. Lama kelamaan
nukleus lensa yang pada mulanya berwarna putih menjadi kekuning-kuningan, lalu
menjadi coklat dan kemudian menjadi kehitam-hitaman. Karena itulah dinamakan katarak
brunesen atau katarak nigra.
b. Proses pada korteks
Timbulnya celah-celah di antara serabut-serabut lensa, yang berisi air dan penimbunan
kalsium sehingga lensa menjadi lebih tebal, lebih cembung dan membengkak, menjadi
lebih miop. Berhubung adanya perubahan refraksi ke arah miopia pada katarak kortikal,
penderita seolah-olah mendapatkan kekuatan baru untuk melihat dekat pada usia yang
bertambah (Wijana, 1983).
Perubahan lensa pada usia lanjut :
1. Kapsul
- Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)
- Mulai presbiopia
- Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
- Terlihat bahan granular
E. Gejala Klinis
Kekeruhan lensa dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala, dan dijumpai pada pemeriksaan
mata rutin. Gejala katarak yang sering dikeluhkan adalah :
1. Silau
Pasien katarak sering mengeluh silau, yang bisa bervariasi keparahannya mulai dari
penurunan sensitivitas kontras dalam lingkungan yang terang hingga silau pada saat siang
hari atau sewaktu melihat lampu mobil atau kondisi serupa di malam hari. Keluhan ini
khususnya dijumpai pada tipe katarak posterior subkapsular. pemeriksaan silau (test glare)
dilakukan untuk mengetahui derajat gangguan penglihatan yang disebabkan oleh sumber
cahaya yang diletakkan di dalam lapang pandangan pasien.
2. Diplopia monokular atau polypia
Terkadang, perubahan nuklear terletak pada lapisan dalam nukleus lensa, menyebabkan
daerah pembiasan multipel di tengah lensa.Daerah ini dapat dilihat dengan refleks merah
F. Diagnosis
ANAMNESIS :
Penurunan ketajaman penglihatan secara bertahap (gejala utama katarak)
Mata tidak merasa sakit, gatal , atau merah
Gambaran umum gejala katarak yang lain seperti :
1. Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film
2. Perubahan daya lihat warna
3. Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat menyilaukan
mata
4. Lampu dan matahari sangat mengganggu
5. Sering meminta resep ganti kacamata
6. Penglihatan ganda (diplopia)
G. PENATALAKSANAAN
Tidak ada terapi medis untuk katarak. Ekstraksi lensa diindikasikan apabila penurunan
penglihatan mengganggu aktivitas normal penderita. Indikasi pembedahan pada katarak senilis :
- Bila katarak menimbulkan penyulit seperti uveitis atau glukoma, meskipun visus masih baik
untuk bekerja, dilakukan operasi juga setelah keadaan menjadi tenang.
- Bila sudah masuk dalam stadium matur karena dapat meninmbulkan penyulit
- Bila visus meskipun sudah dikoreksi, tidak cukup untuk melakukan pekerjaan sehari-hari atau
visus < 6/12.
Terapi pembedahan :
1. EKIK (Ekstraksi Katarak Intra Kapsuler)
Teknik ini sudah jarang digunakan setelah adanya teknik EKEK. Pada EKIK dilakukan
pengangkatan seluruh lensa, termasuk kapsul lensa. Pada teknik ini dilakukan sayatan 12-14
mm, lebih besar dibandingkan dengan teknik EKEK. Dapat dilakukan pada zonula zinn
yang telah rapuh/ berdegenerasi/ mudah diputus.2
a. Keuntungan :
- Tidak timbul katarak sekunder
- Diperlukan instrumen yang tidak terlalu canggih (lup operasi, cryoprobe, forsep
kapsul)
b. Kerugian :
Insisi yang lebih besar dapat mengakibatkan :
- Penyembuhan dan rehabilitasi visual tertunda
- Astigmatisma yang signifikan
- Inkarserasi iris dan vitreus
- Lebih sering menimbulkan penyulit seperti glaukoma, uveitis, endolftalmitis.
3. Fakoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi adalah teknik ekstrakapsular yang menggunakan getaran-getaran
ultrasonik untuk mengangkat nucleus dan korteks melalui insisi limbus yang kecil (2-5 mm),
sehingga mempermudah penyembuhan luka pasca-operasi, disamping perbaikan penglihatan
juga lebih baik. Teknik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik dan kebanyakan
katarak senilis. Teknik ini kurang efektif pada katarak senilis yang padat, dan keuntungan
insisi limbus yang kecil agak berkurang kalau akan dimasukkan lensa intraokuler.
Kerugiannya kurve pembelajaran lebih lama, biaya tinggi, dan komplikasi saat operasi bisa
lebih serius.1,4
Teknik ini menghasilkan insidensi komplikasi luka yang lebih rendah, proses
penyembuhan dan rehabilitasi visual lebih cepat. Teknik ini membuat sistem yang relatif
tertutup sepanjang fakoemulsifikasi dan aspirasi, oleh karenanya mengontrol kedalaman
COA sehingga meminimalkan risiko prolaps vitreus.5
Persiapan operasi :
1. Status oftalmologik
Tidak dijumpai tanda-tanda infeksi
TIO normal
Saluran air mata lancar
2. Keadaan umum/sistemik
Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin, waktu pembekuan, waktu
perdarahan, kadar gula darah dalam batas normal
Tidak dijumpai batuk produktif
Pada penderita DM atau hipertensi, keadaan penyakit tersebut harus
terkontrol.
Perawatan pasca operasi :
1. Mata dibebat
2. Diberikan tetes antibiotika dengan kombinasi antiinflamasi
3. Tidak boleh mengangkat benda berat, menggosok mata, berbaring di sisi mata yang baru
dioperasi, dan mengejan keras.
4. Kontrol teratur untuk evaluasi luka operasi dan komplikasi setelah operasi.
5. Bila tanpa pemasangan IOL, maka mata yang tidak mempunyai lensa lagi (afakia)
visusnya 1/60, sehingga perlu dikoreksi dengan lensa S+10D untuk melihat jauh. Koreksi
ini diberikan 3 bulan pasca operasi. Sedangkan untuk melihat dekat perlu diberikan
kacamata S+3D.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi operasi katarak bervariasi berdasarkan waktu dan luasnya. Komplikasi dapat
terjadi intra operasi atau segera sesudahnya atau periode pasca operasi lambat. Oleh karenanya
penting untuk mengobservasi pasien katarak paska operasi dengan interval waktu tertentu yaitu
pada 1 hari, 1 minggu, 1 bulan, dan 3 bulan setelah operasi katarak. Angka komplikasi katarak
adalah rendah. Komplikasi yang sering terjadi endoftalmitis, ablasio retina, dislokasi atau
malposisi IOL, peningkatan TIO, dan edema macula sistoid.
H. PROGNOSIS
Prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak
sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis, karena adanya ambliopia dan kadang-kadang
anomali saraf optikus atau retina. Prognosis untuk perbaikan ketajaman pengelihatan setelah
operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital
bilateral inkomplit yang proresif lambat.Prognosis penglihatan pasien dikatakan baik apabila:
Fungsi media refrakta baik
Dilakukan dengan melihat kejernihan serta keadaan media refrakta mulai dari kornea, iris,
pupil dan lensa melalui lampu sentolop maupun slit lamp.
Fungsi retina baik
Dilakukan dengan pemeriksaan persepsi warna, dengan cara menyorotkan cahaya merah
dan hijau di depan mata yang kemudian dengan sentolop cahaya diarahkan ke mata.
Fungsi makula baik
Fungsi optik disc baik
Fungsi N. Opticus (N.II) baik
Fungsi serebral baik
Tidak terdapat kelainan refraksi
Tidak ada amblopia
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, H.S., 2009, Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta.
PERDAMI, 2009, Ilmu Penyakit Mata, Edisi 2, Sagung Seto: Jakarta.
Vaughan, D.G., 2009, Oftalmologi Umum, Widya Medika: Jakarta
Wijana, N., 1993, Ilmu Penyakit Mata, Jakarta