Anda di halaman 1dari 7

 Pengertaian Al-Quran

Al-Quran merupakan wahyu Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW
sebagai pedoman hidup umat manusia. Secara bahasa Al-Quran artinya bacaan, yaitu bacaan
bagi orang-orang yang beriman. Bagi umat Islam, membaca Al-quran merupakan ibadah.

Dalam hukum Islam, Al-Quran merupakan sumber hukum yang pertama dan utama, tidak
boleh ada satu aturan pun yang bertentangan dengan Al-Quran, sebagaimana firman Allah
dalam Surah An-Nisa [4] ayat 105 berikut.

 Kedudukan Al Quran

Al Quran merupakan sumber hukum yang pertama dalam Islam sehingga semua penyelesaian
persoalan harus merujuk dan berpedoman kepadanya. Berbagai persoalan yang tumbuh dan
berkembang dalam kehidupan masyarakat harus diselesaikandengan berpedoman pada Al
Quran.

Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Surah An Nisa [4] ayat 59 sebagai berikut.

Rasulullah SAW dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah bersabda
sebagai berikut.
Al Quran merupakan sumber hukum pertama yang dapat mengantarkan umat manusia
menuju kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat. Al Quran akan membimbing manusia
ke jalan yang benar.

Al Quran sebagai Asy-Syifa merupakan obat penawar yang dapat menenangkan dan
menentramkan batin. Al Quran sebagai An Nur merupakan cahaya yang dapat menerangi
manusia dalam kegelapan. Al Quran sebagai Al Furqon merupakan sumber hukum yang
dapat membedakan antara yang hak dan batil.
 Hadis

1. Pengertian Hadis
Menurut para ahli, hadis identik dengan sunah, yaitu segala perkataan, perbuatan, takrir
(ketetapan), sifat, keadaan, tabiat atau watak, dan sirah (perjalanan hidup) Nabi Muhammad
SAW, baik yang berkaitan dengan masalah hukum maupun tidak, namun menurut bahasa,
hadis berarti ucapan atau perkataan.

Adapun menurut istilah, hadis adalah ucapan, perbuatan, atau takrir Rasulullah SAW yang
diikuti (dicontoh) oleh umatnya dalam menjalani kehidupan.

2. Kedudukan Hadis
Sebagai sumber hukum Islam, kedudukan hadis setingkat di bawah Al Quran. Allah
berfirman dalam Surah Al Hasyr [59] ayat 7 sebagai berikut.

Selain itu, hadis yang diriwayatkan Imam Malik dan Hakim menyebutkan bahwa Tasulullah
meninggalkan dua hal yang jika berpegang teguh kepada keduanya manusia tidaka akan
tersesat. Dua hal tersebut, yaitu Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW atau Hadis.

Hadis merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al Quran. Dalam perkembangan dunia
yang serba global ini, berbagai ketidakpastian selalu menerpa kehidupan umat manusia
sehingga banyak orang yang bingung dan menemui kesesatan.
Rasulullah SAW sudah mengantisipasinya dengan menurunkan atau mewasiatkan dua pusaka
istimewa, yaitu Kitabullah (Al Quran) dan Suanah (hadis).
Barangsiapa yang memegang teguh kedua pusakan tersebut, dia akan selamat di dunia dan di
akhirat. Manusia yang berpedoman kepada hadis akan selamat. Maksudnya, ia senantiasa
menjalankan kehidupan ini sesuai dengan Al Quran dan hadis Rasulullah SAW .

Al quran sudah dijamin kemurniannya oleh Allah. Namun, tidak demikian dengan hadis.
Oleh karena itu, sampai saat ini Anda mengenal adanya hadis sahih (benar) dan hadis maudu’
(palsu).
Berbeda dengan Al Quran yang sempai saat ini tidak ada pembagian ayat sahih dan
ayat maudu’, karena semua ayat dalam Al Quran adalah benar.
3. Fungsi Hadis terhadap Al Quran
Rasulullah SAW sebagai pembawa risalah Allah bertugas menjelaskan ajaran yang
diturankan Allah SWT melalui Al Quran kepada umat manusia. Sunah Rasulullah SAW
tersebut mendukung atau menguatkan dan menjelaskan hukum yang ada dalam Al Quran.

Fungsi hadis terhadap Al Quran dapat dikelompokkan sebagai berikut.

 Menjelaskan ayat-ayat Al Quran yang bersifat umum. Contohnya, dalam Al Quran


terdapat ayat tentang shalat. Ayat tersebut dijelaskan oleh hadis sebagai berikut
: “Shalatlah kamu sebagaimana aku shalat”.
 Memperkuat pernyataan yang ada dalam Al Quran. Contohnya, dalam Al Quran ada
ayat sebagai berikut : “Barangsiapa di antara kamu yang melihat bulan maka
berpuasalah”. Ayat tersebut diperkuat olah hadis Rasulullah sebagai berikut
: “Berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah karena melihat bulan”.
 Menerangkan maksud dan tujuan ayat. Contohnya, dalam Surah At Taubah [9] ayat
34 dikatakan :
“Orang-orang yang menyimpan emas dan perak, kemudian tidak membelanjakannya
di jalan Allah, gembirakanlah mereka degan azab yang pedih.” Ayat tersebut
dijelaskan oleh hadis berikut :
“Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang
sudah dizakati.”.
 Menerapkan hukum atau aturan yang tidak disebutkan secara zahir dalam Al Quran.
4. Macam-macam Hadis
Diriwayatkan dari segi banyak sedikitnya orang yang meriwayatkan (perawi), hadis dibagi
menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.

1. Hadis Mutawatir
Hadis Mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak sahabat. Kemudian,
diteruskan oleh generasi berikutnya yang tidak memungkinkan mereka sepakat untuk
berdusta. Hal ini disebabkan banyaknya orang yang meriwayatkannya.
2. Hadis Mayhur
Hadis Mayhur adalah hadis yang diriwayatkan oleh dua orang sahabat atau lebih yang
tidak mencapai derajat mutawatir. Namun, setelah itu tersebar dan diriwayatkan oleh
sekian banyak tabi’in yang mencapai derajat mutawatir sehingga tidak
memungkinkan jumlah tersebut akan sepakat berbohong.
3. Hadis Ahad
Hadis Ahad adalah hadis yang diriwayatkan oleh satu atau dua orang saja, sehingga
tidak mencapai derajat mutawatir.
Ditinjau dari segi kualitas perawinya, hadis dapat dibagi menjadi empat, yaitu sebagai
berikut.

1. Hadis Shaih
Hadis Shaih adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, kuat hafalannya,
tajam penelitiannya, sanad yang bersambung, tidak cacat, dan tidak bertentangan
dengan riwayat orang yang lebih terpercaya.
2. Hadis Hasan
Hadis Hasan adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, tetapi kurang
kuat ingatannya, sanad-nya bersambung, tidak cacat, dan tidak bertentangan.
3. Hadis Da’if
Hadis Da’if adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat yang dipenuhi
hadis sahih atau hasan.
4. Hadis Maudu’
Hadis Maudu’ adalah hadis palsu yang dibuat orang atau dikatakan orang sebagai
hadis, padahal bukan hadis.

 Ijtihad

1. Pengertian Ijtihad
Kata ijtihad berasal dari kata ijtahada-yajtahidu-ijtihadan yang berarti mengerahkan segala
kemampuan untuk menanggung beban. Menurunkan bahasa, ijtihadd aritinya bersunggu-
sunggu dalam mencurahkan pikiran.
Adapun menurut istilah, ijtihad adalah mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara
bersungguh-sunggu untuk menetapkan suatu hukum.Oleh karena itu, tidak disebut ijtihad
apabila tidak ada unsur kesulitan di dalam suatu perkerjaan.

Secara terminologis, berijtihad berarti mencurahkan segenap kemampuan untuk mencari


syariat melalui metode tertentu.

2. Kedudukan Ijtihad
Ijtihan merupakan sumber hukum Islam ketiga setelah Al Quran dan Hadis. Ijtihad dilakukan
jika suatu permasalahan sudah dicari dalam Al Quran maupun hadis, tetapi tidak ditemukan
hukumnya.

Namun, hasil ijtihad tetap tidak bleh bertentangan dengan Al Quran maupun hadis. Orang
yang melakukan ijtihad (mujtahid) dengan benar, dia akan mendapat dua pahala. Adapun jika
ijtihadnya slalah, dia tetap mendapatkan satu pahala.
Ijtihad dalam kehidupan modern memang sangat diperlukan mengingat dinamika kehidupan
masyarakat yang selalu berkembang sehingga persoalan yang dihadapi pun semakin
kompleks.
Berkaitan dengan hal tersebut Rasulullah SAW bersabda.

Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda
sebagai berikut.

Ijtihad dilakukan jika ada suatu masalah yang harus diterapkan hukumnya, tetapi tidak
dijumpai dalam Al Quran maupun hadis. Meskipun demikian, ijtihad tidak bisa dilakukan
oleh setiap orang, tetapi hanya orng-orang yang memenuhi syarat yang boleh berijtihad.
Orang yang berijtihad harus memiliki syarat sebagai berikut :

a. Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam;

b. Memiliki pemahamaan mendalam tentang bahasa Arab, ilmu tafsir, usul


fiqh, dan tarikh (sejarah);
c. Harus mengenal cara meng-istimbat-kan (perumusan) hukum dan melakukan qiyas;
d. Memiliki akhlaqul qarimah.
3. Bentuk Ijtihad
Bentuk ijtihad dapat dikelompokkan menjadi tida macam, yaitu sebagai berikut.

1. Ijma’
Ijma’ adalah kesepakatan para ulama mujtahid dalam memutuskan suatu perkara atau
hukum. Ijama dilakukan untuk merumuskan suatu hukum yang tidak disebutkan
secara khusus dalam kitab Al Quran dan Sunah.
2. Qiyas
Qiyas adalah mempersamakan hukum suatu maslah yang belum ada kedudukan
hukumnya dengan maslah lama yang pernah karena ada alasan yang sama.
3. Maslahah Mursalah
Maslahah Mursalah merupakan cara dalam menetapkan hukum yang berdasarkan
atas pertimbangan kegunaan dan manfaatnya.
Dilihat dari prosesnya, ijtihad dapat dibagai menjadi dua. Pertama, ijtihad insya’i yang
dilakukan oleh seseorang untuk menyimpulkan hukum mengenai peristiwa baru yang belum
pernah diselesaikan oleh hujtahid sebelumnya.
Kedua, ijtihad tarjihi atau ijtihad intiqa’i yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok
orang untuk memilih pendapat para mujtahidin terdahulu mengenai masalah tertentu.
Kemudian, menyelesaikan pendapat mana yang memiliki dalil lebih kuat serta relevan
dengan kondisi saat ini.

 IJMA’
a. Ijma’ menurut bahasa
Pengertian ijma’ secara etimologi[2] ada dua macam,yaitu:
Ijma’ berarti kesepakatan atau konsensus, pengertian ini dijumpai dalam
surat yusuf ayat 15,yaitu:
‫فلما ذهبوا به و اجمعواان يجعلوه في غيبت الجب‬
Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkannya ke dasar sumur.
Pengertian etimologi kedua dari ijma’ adalah ‫(العجز علي شيء‬ketetapan hati untuk
melakukan sesuatu). Pengertian kedua ini ditemukan dalam surat yunusayat 71, yaitu:
‫فاجمعوا امركم وشركاءكم‬
makabulatkanlah keputusanmu dan kumpulkanlah sekutu-sekutumu…
b. Ijma’ menurut istilah
Secara terminologi,ada beberapa rumusan ijma’ yang dikemukakan oleh ulama ushul
fiqh.[3]Ibrahim Ibnu Siyar Al-Nazzam,seorang tokoh mu’tazilah, merumuskan ijma’ dengan
”setiap pendapat yang didukung oleh hujjah, sekalipun pendapat itu munculdari seseorang.”
Akan tetapi, rumusan al-Nazzam ini tidak sepaham dengan pengertian etimologi di atas.
MACAM-MACAM IJMA’[7]
a. Macam ijma’ berdasarkan caranya
Ditinjau dari cara menghasilkan hukumnya, ijma’ dibagi menjadi dua, yakni:
Ijma’qauli, yaitu ijma’ dimana para mujtahid menetapkan pendapat baik secara lisan
maupun tulisan yang menerangkan persetujuan atas pendapat mujtahid lainnya. Ijma’ qauli
disebut juga ijma’ qath’i.
Ijma’ sukuti, yaitu suatu kesepakatan para ulama dalam menetapkan hukum suatu
masalah, kesepakatan yang mendapat tantangan (hambatan) di antara mereka atau salah
seorang di antara mereka tenang (diam) saja dalam mengambil suatu keputusan.Ijma’ sukuti
disebut juga ijma’ dzanni.
Tentang ijma’ sukuti, ulama berbeda pendapat bolehkah ijma’sukuti menjadi hujjah
atau tidak.
KEHUJJAHAN IJMA’
Jumhul ulama berpendapat bahwa ijma’ adalah hujjah yang Qorh’I sebagai
sumber hukumIslam yang ke-3 setelah al-Qur’an dan as-Sunnah, dengan dasar kehujjahan
sebagai berikut:
a. Firman Allah surat An-Nisa’ ayat 59:[8]
“Hai orang yang beriman! Taatilah Allah, taatilah Rasul dan Ulil Amri kamu. Maka
jika kamu berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul …”
Allah memerintahkan untuk mentaati Ulil Amri. yang dimaksud ulil amri disini ada
dua penafsiran yaitu ulil amri fiddunya adalah penguasa atau pemerintah, dan ulil amri fiddin
adalah mujtahid atau para ulama, sehingga dari ayat ini berarti juga memerintahkan untuk taat
kepada para ulama mengenai suatu keputusan hukum yang disepakati mereka.
b. Hadis Rasulullah SAW.
Beberapa hadis yang menunjukkan terpeliharanya umat dari kesalahan dan
kesesatan, yaitu hadis yang saling memperkokoh dan diterima oleh umat, serta mutawatir
maknanya sehingga dijadikan hujjah.
Seperti hadis Nabi berikkut ini:
Artinya:
“sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat atas kesesatan.” (H.R. Ibn Majjah: Kitab al-
Fitan, No. 395)

Anda mungkin juga menyukai