OLEH :
P07120014029
NI WAYAN SUPARTINI
P07120014031
KELAS 2.1
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
JURUSAN KEPERAWATAN
2015/2016
LAPORAN PENDAHULUAN
2. Penyebab
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaan tidak diketahui
secara pasti. Diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor – factor
tersebut antara lain :
Faktor Endogen
1. Berbagai jenis penyakit genetik : Kelainan kromosom
2. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
3. Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi,
penyakit jantung atau kelainan bawaan
Faktor eksogen : Riwayat kehamilan ibu
1. Sebelumnya ikut program KB oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa
resep dokter, (thalidmide, dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin,
jamu)
2. Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella
3. Pajanan terhadap sinar –X
Para ahli berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang
terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan. Apapun sebabnya, pajanan
terhadap faktor penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan,
oleh karena pada minggu ke delapan kehamilan pembentukan jantung janin
sudah selesai
3. Patofisiologi
Tetralogi fallot merupakan kelainan “Empat Sekawan“ yang terdiri dari defek
septum ventrikel, overriding aorta, stenosis infundibuler dan hipertrofi ventrikel
kanan. Secara anatomis sesungguhnya tetralogi fallot merupakan suatu defek ventrikel
subaraortik yang disertai deviasi ke anteriol septum infundibuler (bagian basal dekat
dari aorta). Devisiasi ini menyebabkan akar aorta bergeser ke depan (dekstroposisi
aorta), sehinnga terjadi overriding aorta terhadap septum interventrikuler, stenosis
pada bagian infundibuler ventrikel kanan dan hipoplasia arteri pulmonal. Pada
tetralogi fallot, overriding aorta biasanya tidak melebihi 50 %. Apabila overriding
aorta melebihi 50 %, hendaknya dipikirkan kemungkinan adanya suatu outlet ganda
ventrikel kanan.
Devisiasi septum infindibuler ke arah anteriol ini sesungguhnya merupakan
bagian yang paling esensial pada tetralogi fallot.Itulah sebabnya suatu defek septum
ventrikel dan overriding aorta yang disertai stenosis pulmonal valvuler misalnya,
tidak bisa disebut sebagai tetralogi fallot apabila tidak terdapat devisiasi septum
infundibuler ke anteriol. Kadang-kadang tetralogi fallot disertai pada adanya septum
antrium sekunder dan kelompok kelainan ini disebut sebagai tetralogi fallot
Betapapun tekanan dalam ventrilel kanan meninggi karena obstruksi
infundibuler, tapi dengan adanya defek septum ventrikel pada tetralogi fallot, daerah
didorong ke kiri masuk ke aorta, sehingga tekanan dalam ventrikel kanan, ventrikel
kiri dan aorta relative menjadi sama. Itulah sebabnya mungkin mengapa pada tetralogi
fallot jarang terjadi gagal jantung kongestif, berbeda dengan stenosis pulmonal yang
berat tanpa disertai defek septum ventrikel, gagal jantung kongestif bisa saja melebihi
tekanan sistemik
Sianosis merupakan gejala tetralogi fallot yang utama.Berat ringanya sianosis
ini tergantung dari severitas stenosis infindibuler yang terjadi pada tetralogi fallot dan
arah pirau interventrikuler.Sianosis dapat timbul semenjak lahir dan ini menandakan
adanya suatu stenosis pulmonal yang berat atau bahkan atresia pulmonal atau bisa
pula sianosois timbul beberapa bulan kemudian pada stenosis pulmonal yang ringan.
Sianosis biasanya berkembang perlahan-lahan dengan bertambahnya usia dan ini
menandakan adanya peningkatan hipertrofi infindibuler pulmonal yang memperberat
obstruksi pada bagian itu
Stenosis infindibuler merupakan beban tekanan berlebih yang kronis bagi
ventrkel kanan, sehingga lama-lama ventrikel kanan mengalami hipertrofi. Disamping
itu, dengan meningkatnya usia dan meningkatnya tekanan dalam ventrikel kanan,
kolateralisasi aorta pulmonal sering tumbuh luas pada tetralogi fallot, melalui cabang-
cabang mediastinal, brokhial, esophageal, subklavika dan anomaly arteri lainya.
Kolateralisasi ini disebut MAPCA ( major aorta pulmonary collateral arteries )
4. Gejala
1. Sianosis
Obstruksi aliran darah keluar ventrikel kanan hipertropi infundibulum
meningkat obstruksi meningkat disertai pertumbuhan yang semakin
meningkat sianosis.
2. Dispnea
Terjadi bila penderita melakukan aktifitas fisik.
3. Serangan-serangan dispnea paroksimal (serangan-serangan anoksia biru)
Semakin bertambah usia, sianosis bertambah berat umum pada pagi hari.
4. Keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan
Gangguan pada pertambahan tinggi badan terutama pada anak, keadaan gizi
kurang dari kebutuhan normal, pertumbuhan otot-otot dari jaringan subkutan
terlihat kendur dan lunak, masa pubertas terlambat.
5. Denyut pembuluh darah normal
Jantung baisanya dalam ukuran normal, apeks jantung jela sterlihat, suatu
getaran sistolis dapat dirasakan di sepanjang tepi kiri tulang dada, pada celah
parasternal 3 dan 4.
6. Bising sistolik
Terdengar keras dan kasar, dapat menyebar luas, tetapi intensitas terbesar pada
tepi kiri tulang dada
5. Pemerikasaan fisik
Adanya Sianosis terutama pada bibir dan kuku, dapat terjadi sianosi menetap (
morbus sereleus )
Pada awalnya BBL belum ditemukan sianotik , bayi tampak biru setelah tumbuh
Berat badan bayi tidak bertambah
Clubbing finger tampak setelah usia 6 bulan
Auscultasi didapatkan murmur pada batas kiri sternum tengah sampai bawah
Dispnea de’effort dan kadang disertai kejang periodic (spells) atau pingsan
Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung lambat
Serangan sianosis mendadak ( blue spells / cyanotic spells , paroxysmal
hyperpnea , hypoxia spells ) ditandai dengan dyspnea, napas cepat dan dalam,
lemas, kejang, sinkop bahkan sampai koma dan kematian.
Anak akan sering Squatting (jongkok) setelah anak dapat berjalan, setelah
berjalan beberapa lama anak akan berjongkok dalam beberapa waktu sebelum ia
berjalan kembali.
Pada auskultasi terdengar bising sistolik yang keras didaerah pulmonal yang
semakin melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi.
Bunyi jantung I normal. Sedang bunyi jantung II tunggal dan keras.
Bentuk dada bayi masih normal, namun pada anak yang lebih besar tampak
menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan.
Ginggiva hipertrofi,gigi sianotik
Setelah melakukan aktifitas, anak selalu jongkok ( squanting ) untuk
mengurangi hipoksi dengan posisi knee chest
6. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat
saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-
18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA menunjukkan peningkatan
tekanan partial karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen
(PO2) dan penurunan PH. Pasien dengan Hg dan Ht normal atau
rendah mungkin menderita defisiensi besi.
Radiologis
Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak
ada pembesaran jantung, gambaran khas jantung tampak apeks jantung
terangkat sehingga seperti sepatu.
Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula
hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal.
Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel
kanan, penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-
paru
Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek septum
ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan mendeteksi
stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan saturasi oksigen,
peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan pulmonalis normal atau
rendah
7. Tindakan penanganan
Pada penderita yang mengalami serangan sianosis maka terapi ditujukan untuk
memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara :
Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah
Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau IV untuk menekan pusat
pernafasan dan mengatasi takipneu.
Bikarbonas natrikus 1 Meq/kg BB IV untuk mengatasi asidosis
Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian disini tidak begitu tepat
karena permasalahan bukan karena kekurangan oksigen, tetapi karena
aliran darah ke paru menurun. Dengan usaha diatas diharapkan anak tidak
lagi takipnea, sianosis berkurang dan anak menjadi tenang.
Pemberian Propanolo l 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk
menurunkan denyut jantung sehingga seranga dapat diatasi. Dosis total
dilarutkan dengan 10 ml cairan dalam spuit, dosis awal/ bolus diberikan
separohnya, bila serangan belum teratasi sisanya diberikan perlahan dalam
5-10 menit berikutnya
Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Obat ini bekerja
meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan juga sedative
Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam
penganan serangan sianotik. Penambahan volume darah juga dapat
meningkatkan curah jantung, sehingga aliran darah ke paru bertambah dan
aliran darah sistemik membawa oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.
Lakukan selanjutnya :
1. Propanolol oral 2-4 mg/kg/hari dapat digunakan untuk serangan sianotik
2. Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi
3. Hindari dehidrasi
8. Komplikasi
Komplikasi dari gangguan ini antara lain :
1. Penyakit vaskuler pulmonel
2. Deformitas arteri pulmoner kanan
3. Perdarahan hebat terutama pada anak dengan polistemia
4. Emboli atau thrombosis serebri, resiko lebih tinggi pada polisistemia, anemia,
atau sepsis
5. Gagal jantung kongestif jika piraunya terlalau besar
6. Oklusi dini pada pirau
7. Hemotoraks
8. Sianosis persisten
9. Efusi pleura
10. Trombosis Pulmonal
11. Anemia relative
2. Diagnose Keperawatan
a. Resiko penurunan cardiac output b/d adanya kelainan structural jantung.
b. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan pemenuhan O2 terhadap kebutuhan
tubuh.
c. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d oksigenasi tidak adekuat,
kebutuhan nutrisi jaringan tubuh, isolasi social.
d. Resiko infeksi b/d keadaan umum tidak adekuat.
Arthur C. Guyton and John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta :
EGC
Carpenito J.Lynda. 2001. Diagnosa Keperawatan,edisi 8. Jakarta : EGC
Doengoes, Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3.
Jakarta : EGC
Ngastiah.1997.Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC
Nelson, 1992. Ilmu Kesehatan anak. Jakarta : EGC
Sacharin,Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi II. Jakarta : EGC
Samik, Wahab. 1996. Kardiologi anak Nadas. Yogyakarta : Gadjah Mada Ununiversity
Press
Sudigdo & Bambang.1994. Buku Ajar kardiologi Anak. Jakarta : IDAI
Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler . 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien
Edisi 3. Jakarta : EGC
Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak: Textbook of Pediatrics Edisi 12. Jakrta : EGC
Sylvia A. Price. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit Edisi 4. Jakarta
: EGC
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN “AP”
DENGAN PENYAKIT TETRALOGI FALLOT (TF)
DI RUANG A RSUD SEJAHTERA
Tanggal 4-6 Pebruari 2016
A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal 4 Februari 2016 pada pukul 09.00 WITA. Pasien
dirawat di Ruang A RSUD Sejahtera dengan nomor CM. 134485. Informasi
didapatkan melalui pasien, keluarga pasien, dan catatan medis pasien. Teknik
pengumpulan data melalui wawancara/anamnesa, observasi, dan pemeriksaan fisik.
I. IDENTITAS
A. Anak
1. Nama : “AP”
2. Anak yang ke : 1 (pertama)
3. Tanggal lahir/umur: 4 tahun
4. Jenis kelamin : Laki-laki
5. Agama : Hindu
B. Orang tua
1. Ayah
a. Nama : “NW” ayah kandung
b. Umur : 30 tahun
c. Pekerjaan : Wiraswasta
d. Pendidikan : SMA
e. Agama : Hindu
f. Alamat : Jl. Nusa Indah, No. 7, Denpasar, Bali
2. Ibu
a. Nama : “NA” ibu kandung
b. Umur : 29 tahun
c. Pekerjaan : Wiraswasta
d. Pendidikan : SMA
e. Agama : Hindu
f. Alamat : Jl. Nusa Indah, No. 7, Denpasar, Bali
II. ALASAN DIRAWAT
a) Keluhan Utama :
Keluarga pasien mengatakan pasien mengalami sesak napas dan lemas sejak 2
hari yang lalu.
b) Riwayat Penyakit :
Keluarga pasien mengatakan pasien menderita penyakit gangguan jantung sejak ia
lahir.
Imunisasi ( 1 – 5 tahun)
Imunisasi Umur Tgl diberikan Reaksi Tempat
Imunisasi
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Analisa Data
No Hari/tanggal Data Fokus Data Standar Diagnosa
Dx Keperawatan
1. Kamis, 4 DS : keluarga pasien Risiko
Februari mengatakan Denyut nadi klien penurunan
2016 pasien kembali normal, cardiac
mengalami yaitu 90 – 140 output
sesak nafas x/mnt.
DO : klien tampak Klien tidak terlihat
pucat, lemah pucat.
dan mengalami Klien tidak terlihat
sianosis pada lemah.
tubuhnya. TD = Tidak mengalami
110/60 mmHg, sianosis pada
suhu = 37 ͦC, R tubuhnya.
= 28 x/ menit,
N= 80 x/menit
2 Kamis, 4 DS : keluarga pasien Melakukan aktivitas Intoleran
Februari mengatakan sesuai dengan batas aktivitas
2016 pasien tidak bisa kemampuan.
melakukan Pasien tidak lemas
aktivitas sehari-
harinya karena
pasien merasa
lemas.
DO : pasien tampak
lemas. TD =
110/60 mmHg,
suhu = 37 ͦC, R
= 28 x/ menit,
N= 80 x/menit
2. Analisa Masalah
1) P : Risiko penurunan cardiac output
E : Kelainan struktural jantung
S : Keluarga pasien mengatakan pasien mengalami sesak nafas, klien tampak
pucat, lemah dan mengalami sianosis pada tubuhnya. TD = 110/60 mmHg,
suhu = 37 ͦC, R = 28 x/ menit, N= 80 x/menit
2) P : Intoleran Aktivitas
E : Ketidakseimbangan pemenuhan O2 terhadap kebutuhan tubuh
S :Keluarga pasien mengatakan pasien tidak bisa melakukan aktivitas sehari-
harinya karena pasien merasa lemas, pasien tampak lemas. TD = 110/60
mmHg, suhu = 37 ͦC, R = 28 x/ menit, N= 80 x/menit
3. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko penurunan cardiac output berhubungan dengan kelainan struktural
jantung, ditandai dengan keluarga pasien mengatakan pasien mengalami sesak
nafas, klien tampak pucat, lemah dan mengalami sianosis pada tubuhnya. TD
= 110/60 mmHg, suhu = 37 ͦC, R = 28 x/ menit, N= 80 x/menit
b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan pemenuhan O2
terhadap kebutuhan tubuh ditandai dengan Keluarga pasien mengatakan pasien
tidak bisa melakukan aktivitas sehari-harinya karena pasien merasa lemas,
pasien tampak lemas. TD = 110/60 mmHg, suhu = 37 ͦC, R = 28 x/ menit, N=
80 x/menit
C. PERENCANAAN
1. Prioritas Diagnosa Keperawatan
a. Risiko penurunan cardiac output berhubungan dengan kelainan struktural
jantung, ditandai dengan keluarga pasien mengatakan pasien mengalami
sesak nafas, klien tampak pucat, lemah dan mengalami sianosis pada
tubuhnya. TD = 110/60 mmHg, suhu = 37 ͦC, R = 28 x/ menit, N= 80
x/menit
b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan pemenuhan O2
terhadap kebutuhan tubuh ditandai dengan Keluarga pasien mengatakan
pasien tidak bisa melakukan aktivitas sehari-harinya karena pasien merasa
lemas, pasien tampak lemas. TD = 110/60 mmHg, suhu = 37 ͦC, R = 28 x/
menit, N= 80 x/menit
2. Intervensi Keperawatan
NO HARI/TGL DX TUJUAN INTERVENSI RASIONALISASI
1 Selasa, 4 Risiko penurunan Setelah diberikan 1. Kaji frekuensi 1.Memonitor adanya
Februari 2016 cardiac output asuhan nadi, RR, TD perubahan sirkulasi
berhubungan keperawatan secara teratur jantung sedini
dengan kelainan selama 2 x 24 setiap 4 jam. mungkin.
struktural jantung, jam, diharapkan 2. Catat bunyi 2.Mengetahui
ditandai dengan penurunan jantung. adanya perubahan
keluarga pasien cardiac output 3. Kaji irama jantung.
mengatakan pasien pada klien dapat perubahan 3.Pucat
mengalami sesak diatasi, dengan warna kulit menunjukkan
nafas, klien kriteria hasil : terhadap adanya penurunan
tampak pucat, Denyut nadi sianosis dan perfusi perifer
lemah dan klien pucat. terhadap tidak
mengalami kembali 4. Pantau intake adekuatnya curah
sianosis pada normal, dan output jantung. Sianosis
tubuhnya. TD = yaitu 90 – setiap 24 jam. terjadi sebagai
110/60 mmHg, 140 x/mnt. 5. Batasi aktifitas akibat adanya
suhu = 37 ͦC, R = Klien tidak secara obstruksi aliran
28 x/ menit, N= 80 terlihat adekuat. darah pada
x/menit pucat. 6. Berikan ventrikel.
Klien tidak kondisi 4.Ginjal berespon
terlihat psikologis untuk menurunkna
lemah. lingkungan curah jantung
D. IMPLEMENTASI
E. EVALUASI
S : keluarga pasien
mengatakan pasien sudah
tidak lemas lagi, pasien
sudah bisa bangun dari
tempat tidur.
O : TD = 100/60 mmHg, N=
90 x/ menit
R= 20/ menit, S= 36 ͦ C
A : masalah teratasi, Tujuan
tercapai
P : Pertahankan kondisi
pasien