Disusun oleh :
1. Nova Tryanasari
2. Novi Handayani
3. Nur Khifdhiati
4. Nurul Khafiqoh
Semester 5
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “BAYI BARU
LAHIR BERMASALAH” sebagai tugas dari mata kuliah “Emergency Obstetric Maternal &
Neonatal”
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna,
baik dalam segi penulisan, penyajian maupun tekniknya karena keterbatasan dari penyusunan
maupun sumber data.Namun dalam hal ini penyusun juga berusaha semaksimal mungkin untuk
mendekati kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini.
Tidak lupa penyusun ucapkan terimah kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
bimbingan dan bantuanya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Dengan ini pula penyusun sampaikan mohon maaf apabila dalam pembuatan makalah ini
banyak terdapat kesalahan, karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya
membangun untuk lebih menyempurnakan makalah ini.Harapan penyusun, makalah ini dapat
bermanfaat dan menambah pengetahuan.
Selanjutnya penyusun berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun
pribadi, teman-teman dan pembaca budiman.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir yang bermasalah secara tepat
2. Tujuan Khusus
a. Memahami tentang bayi baru lahir yang mengalami masalah
b. Mengidentifikasi Diagnosa Pada / Masalah Kebidanan Berdasarkan data.
c. Menentukan Kebutuhan Segera.
d. Merencanakan tindakan, melaksanakan, dan mengevaluasi .
C. MANFAAT PENULISAN
Untuk Mahasiswa
Dengan adanya Asuhan Kebidanan ini , diharapkan mahasiswa mampu menggali
potensi dan meningkatkan ketrampilan guna mencapai bidang profesional .
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. ASFIKSIA NEONATORUM
1. Pengertian
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Hutchinson, 1967). Keadaan ini disertai
dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat
pada penderita asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat
adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Gabriel Duc, 1971).
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran
dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas
atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan terjadi asfiksia janin atau neonatus.
Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir.
Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin,
karena itu penilaian janin selama masa kehamilan, persalinan memegang peranan yang
sangat penting untuk keselamatan bayi. Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan
atau persalinan hampir selalu disertai anoksia/hipoksia janin dan berakhir dengan
asfiksia neonatus dan bayi mendapat perawatan yang adekuat dan maksimal pada saat
lahir.
2. Etiologi
Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi, adalah :
a. Faktor ibu
Hipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia
ibu ini dapat terjadi kerena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau
anastesia dalam.
Gangguan aliran darah uterus dapat mengurangi aliran darah pada uterus yang
menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering
ditemukan pada keadaan ; gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni,
atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, hipotensi mendadak pada ibu karna
perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi dan lain-lain.
b. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.
Asfiksi janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya
solusio plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain.
c. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan gangguan aliran darah dalam pembuluh
darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan
aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher,
kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dan lain-lain.
d. Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena ; pemakaian obat
anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan
depresi pusat pernafasan janin, trauma yang terjadi pada persalinan mosalnya
perdarahan intra cranial, kelainan kongenital pada bayi masalnya hernia
diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernafasan,hipoplasia paru dan lain-lain.
B. IKTERUS NEONATORUM
1. Pengertian
Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena
peningkatan bilirubin. Biasanya mulai tampak pada kadar bilirubin serum > 5 mg/dL.
2. Klasifikasi Ikterus
a. Ikterus Fisiologis
1) Ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncaknya antara
hari ke 2-4 dan menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir
2) Tidak mempunyai dasar patologik
3) Kadar bilirubin indirect tidak melebihi 10mg/dL pada neonatus cukup bulan
dan 12 mg/dL untuk neonatus lebih bulan
4) Kecepatan Peningkatan kadar bilirubin serum tidak melebihi 5mg/dL perhari
5) Tidak mempunyai potensi menjadi kern-icterus ( suatu kerusakan otak akibat
perlengketan bilirubin indirect pada otak )
b. Ikterus Patologis
1) Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama pertama kelahiran
2) Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5mg/dL atau lebih setiap 24 jam\
3) Kadar bilirubin direc < 2mg/dL
4) Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang
bulan >10 mg/dL
3. Penilaian Ikterus
Penilaian Ikterus berdasarkan kremer :
a. Derajat I : apabila warna kuning dari kepala sampai leher ( kadar bilirubin
5 mg % )
b. Derajat II : apabila warna kuning dari kepala, badan sampai dengan
umbilicus ( kadar bilirubin 9 mg % )
c. Derajat III : apabila warna kuning dari kepala, badan, paha , sampai dengan
lutut ( kadar bilirubin 11 mg % )
d. Derajat IV : apabila warna kuning dari kepala, badan, ekstremitas sampai
dengan pergelangan tangan dan kaki ( kadar bilirubin 12 mg % )
e. Derajat V : apabila warna kuning dari kepala, badan, semua ekstremitas
sampai dengan ujung jari ( kadar bilirubin 16 mg % )
4. Penatalaksanaan
a. Terapi sinar
Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut
dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin
mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi foto kimia yaitu isomerisasi. Juga terdapat
konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya bernama lumirubin yang dengan
cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak
degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin
plasma tak terkonjugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang diekskresikan
lewat urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan
secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk foto oksidan
saja yang bisa diekskresikan lewat urin.
Komplikasi terapi sinar adalah :
b. Tranfusi tukar
1) Dilakukan apabila setelah fototerapi tidak ada perbaikan kadar bilirubin
2) Kadar bilirubin > 20mg/dL
Komplikasi tranfusi tukar :
Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis
Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung
Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis
Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih
Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan
Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia
C. BBLR
1. Pengertian
Bayi berat lahir rendah ( BBLR ) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat
lahir kurang dari 2500 gram. Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, bayi
berat lahir rendah dibedakan menjadi :
a. Bayi berat lahir rendah ( BBLR ), berat lahir 1500 – 2500 gram
b. Bayi berat lahir sangat rendah ( BBLSR ), berat lahir < 1500 gram
c. Bayi berat lahir ekstrim rendah ( BBLER ), berat lahir < 1000 gram
Bayi berat lahir rendah mungkin premature ( kurang bulan ), mungkin juga cukup
bulan. BBLR sangat rentan terhadap hipotermia dan infeksi.
2. Penanganan
Mempertahankan suhu tubuh dengan ketat karena BBLR mudah mengalami hipotermi.
Mencegah infeksi dengan ketat
Pengawasan nutrisi / ASI
Penimbangan ketat
D. HIPOTERMI
1. Pengertian
Suhu normal bayi baru lahir 36,5 ̊ C- 37,5 ̊ C. Gejala awal hipotermi suhu kurang
dari 36 ̊ C, atau kaki dan tangan teraba dingin. Apanila suhu tubuh dingin maka bayi
mengalami hipotermi sedang ( 32 ̊ C-36 ̊ C ), hipotermi kuat suhu tubuh kurang dari 32 ̊
C. Untuk mengukur suhu dingin dibutuhkan termometer ukuran rendah yaitu 25 ̊ C.
Mekanisme kehilangan panas pada bayi :
a. Radiasi : dari objek ke panas bayi,
Contoh : timbangan bayi dingin tanpa alas
b. Evaporasi : karena penguapan cairan yang melekat pada kulit,
Contoh : air ketuban pada tubuh bayi baru lahir tidak cepat dikeringkan
c. Konduksi : panas tubuh diambil oleh suatu permukaan yang melekat di tubuh,
Contoh : pakaian bayi yang basah tidak cepat diganti
d. Konveksi : penguapan dari tubuh ke udara
Contoh : angin disekitar tubuh bayi baru lahir.
2. Gejala hipotermia :
Bayi tidak mau minum
Bayi tampak lesu atau mengantuk saja
Tubuh bayi teraba dingin
Dalam keadaan berat, denjut jantung bayi menurun dan kulit tubuh bayi mengeras
(sklerema ).
E. HIPERTERMI
1. Penilaian hipertermi bayi baru lahir
Suhu tubuh bayi > 37,5 0 C
Frekuensi pernafasan bayi > 60 x / menit
Tanda-tanda dehidrasi yaitu berat badan menurun, turgor kulit kurang, air kemih
berkurang
2. Penanganan hipertermi bayi baru lahir
Bayi dipindahkan ke ruangan yang sejuk dengan suhu kamar sekitar 26 – 28 0 C
Tubuh bayi diseka dengan kain basah sampai suhu tubuh bayi normal ( jangan
menggunakan air es )
Berikan cairan dekstrose : NaCl = 1 : 4 secara IV sampai dehidrasi teratasi
Antibiotika diberikan apabila ada infeksi
F. TETANUS NEONATORUM
1. Pengertian
Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada ( bayi berusia
kurang 1 bulan ) yang disebabkan oleh Clostridium tetani, yaitu kuman yang
mengeluarkan toksin ( racun ) dan menyerang system saraf pusat.
Spora kuman masuk ke dalam tubuh bayi melalui tali pusat, yang dapat terjadi
saat pemotongan tali pusat ketika bayi lahir maupun pada saat perwatannya sebelum
terlepasnya tali pusat. Masa inkubasi 3 – 28 hari, rata-rata 6 hari.
Factor resiko terjadinya tetanus neonatorum :
a. Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil tidak dilakukan, atau tidak lengkap, atau tidak
sesuai ketentuan program
b. Pertolongan persalinan tidak memenuhi syarat “ 3 Bersih “
c. Perawatan tali pusat tidak memenuhi persyaratan kesehatan
Rumah sakit :
a. Sama seperti penanganan di atas
b. Umur lebih dari 24 jam ditambah Bikarbonas Natrikus 1,5 % ( 4 : 1 )
c. Diazepam 8-10 mg/kg IV diganti tiap 6 jam
d. ATS 10.000 U/hari IM
e. Ampisillin 100 mg/kg IV atau prokain Penisilin 50.000 U/kg/ IM selama 3 hari
G. KEJANG
1. Prinsip dasar
Kejang pada bayi baru lahir sering kali tidak dikenali karena bentuknya berbeda dengan
kejang pada anak atau orang dewasa. Hal ini disebabkan karena ketidakmatangan
organisasi korteks pada BBL. Manifestasi kejang pada bayi baru lahir dapat berupa
tremor, hiperaktif, kejang-kejang, tiba-tiba menangis melengking, tonus otot hilang
disertai atau tidak dengan hilangnya kesadaran, gerakan yang tidak menentu, nistagmus
atau mata mengedip-ngedip paroksismal, gerakan seperti mengunyah atau menelan
bahkan apnea.
2. Etiologi
a. Komplikasi perinatal,
Hipoksia – iskhemik ensefalopati. Biasanya terjadi pada 24 jam pertama
kelahiran.
Trauma susunan saraf pusat. Dapat terjadi pada persalinan sungsang, ekstraksi
cunam atau vacum berat
Perdarahan intrakranial
b. Kelainan metabolisme
Hipoglikemia
Hipokalsemia
Hipernatremia
Hiponatremia
Hiperbilirubin
c. Infeksi
Dapat disebabkan oleh bakteri dan virus termasuk TORCH.
d. Ketergantungan obat
e. Penyebab yang tidak diketahui ( 3-25 % )
3. Penilaian
a. Anamnesis tentang :
Riwayat kehamilan ( premature, imunisasi TT, ibu dengan DM )
Riwayat persalinan ( persalinan pervaginam dengan tindakan, persalinan
presipitatus, gawat janin )
Riwayat kelahiran ( trauma lahir, asfiksia, pemotongan tali pusat dengan alat )
b. Pemeriksaan kelainan fisik bayi baru lahir
Kesadaran ( normal, apatis, somnolen, sopor, koma )
Suhu tubuh ( normal, hipertermi atau hipotermia )
Tanda-tanda infeksi lainnya
c. Penilaian kejang
Bentuk kejang
Gerakan bola mata yang abnormal, nistagmus, kedipan mata paroksismal,
gerakan mengunyah, gerakan otot-otot muka, timbulnya apnu, remor, gerakan
klonik sebagian ekstremitas, tubuh kaku.
Lama kejang
Apakah pernah terjadi sebelumnya
4. Penanganan
a. Bayi diletakkan ditempat yang hangat
b. Jalan nafas bayi dibersihkan dengan tindakan penghisapan lender
c. Bila bayi apnea, beri Oksigen dengan kecepatan 2 liter / menit
d. Pemasangan infuse
e. Beri obat anti kejang Diazepam 0,5 mg/kg supositoria / IM setiap 2 menit sampai
kejang teratasi. Kemudian ditambah luminal ( fenobarbital ) 30 mg IM/IV
f. Nilai kondisi bayi tiap 15 menit
g. Bila kejang sudah teratasi, beri cairan infuse dekstrose 10 % dengan kecepatan 60
ml/kgbb/hari
h. Lakukan anamnesis mengenai keadaan bayi untuk mencari factor penyebab kejang
i. Bila kejang sudah teratasi, ambil bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk
mencari factor penyebab kejang
j. Obat diberikan sesuai dengan hasil penilaian ulang
k. Apabila kejang masih berulang, diazepam dapat diberikan lagi sampai 2 kali
DAFTAR PUSTAKA
Saifudin, Abdul Bari. 2008. Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Saifudin, Abdul Bari. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo