Abstract
This writing to determine the level of development of the financial capacity of Makassar in order
to support the implementation of regional autonomy and Local Revenue Contribution to the
Budget Revenue and Expenditure Makassar fiscal year 2007-2011. The results of the study, the
ratio of the regional of financial independence obtained an average yield of 18.30% on the
pattern of relationships are instructive. The ratio of the degree of fiscal decentralization and
routine capability index ratio shows the ability of local finance is less, amounting to 15.39% and
24.99%. In harmony ratio, routine expenditure is greater than the gap of development
expenditure amounted to 25.60%. The ratio of growth, overall experience negative growth, due
to an increase in local revenue and total revenue not followed by construction spending growth,
but it is followed by the growth of expenditures. Local Revenue Contribution to the Budget
Revenue and Expenditure, still less, amounting to 15,39%. By looking at the results of the
analysis, development of the financial ability of the city of Makassar in the implementation of
regional autonomy were deemed to be lacking.
Keywords: Regional autonomy, financial, Makassar City
Abstrak
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat perkembangan kemampuan keuangan Kota
Makassar dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan konstribusi Pendapatan
Asli Daerah terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Makassar tahun
anggaran 2007-2011. Hasil penelitian, rasio kemandirian keuangan daerah yang memperoleh
hasil rata-rata sebesar 18,30% atau berada pada pola hubungan instruktif. Rasio derajat
desentralisasi fiskal dan rasio indeks kemampuan rutin yang menunjukkan kemampuan
keuangan daerah masih kurang, yaitu sebesar 15,39% dan 24,99%. Pada rasio keserasian,
pengeluaran belanja rutin lebih besar dibandingkan dengan belanja pembangunan dengan gap
sebesar 25,60%. Rasio pertumbuhan, secara keseluruhan mengalami pertumbuhan yang
negatif, karena peningkatan pendapata asli daerah dan total pendapatan daerah tdak diikuti
oleh pertumbuhan belanja pembangunan, tetapi diikuti oleh pertumbuhan belanja rutin.
Konstribusi PAD terhadap APBD, masih kurang, yaitu sebesar 15,39%. Dengan melihat hasil
analisis tersebut, perkembangan kemampuan keuangan Kota Makassar dalam rangka
pelaksanaan otonomi daerah dianggap masih kurang.
Kata kunci: Otonomi Daerah, Keuangan, kota Makassar
23
Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah
Tahun 2007-2011 di Kota Makassar (Ermhita Savitry, Hasrat Arief Saleh, Indar Arifin)
24
Government: Jurnal Ilmu Pemerintahan, Volume 4, Nomor 1, Januari 2011
pajak” dari hasil penerimaannya. Berdasarkan juga memiliki sumber pendapatan yang
UU No. 17 tahun 2000 daerah akan potensial untuk dioptimalkan
memperoleh bagian 20%, hanya sebagai pemberdayaannya. Sebagai kota, Makassar
objek pajak perorangan, namun sebagai memiliki beberapa potensi yang dapat
objek badan usaha, daerah tidak dijadikan sumber penerimaan Pendapatan
memperolehnya. Perusahaan besar belum Daerah, yaitu: (1) PAD yang terdiri dari Pajak
memberikan konstribusi apa-apa kecuali Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan
ekses keberadaannya di daerah dan resiko Milik Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan
sosial yang dialami masyarakat setempat. Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-lain
Dampak dari munculnya permasalahan Pendapatan Asli Daerah Yang Sah. (2) Dana
diatas adalah daerah akan tetap selalu Perimbangan yang terdiri dari Bagi Hasil
menggantungkan diri pada bantuan Pajak, Bagi Hasil Bukan Pajak, Dana Alokasi
pemerintah pusat yang tentunya tidak Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Bagi Hasil
menguntungkan bagi pemerintah pusat Pajak dan Bantuan Keuangan dari Pemerintah
karena daerah dianggap sebagai beban, dan Provinsi. (3) Lain-lain Pendapatan Yang Sah .
bagi pemerintah daerah sendiri hal ini Total Pendapatan Asli Daerah Kota
merupakan faktor yang menghambat Makassar tahun 2009 sebesar Rp
kemandirian daerah dalam mengurus rumah 170.698.725.818,79. Pada tahun 2010
tangganya sendiri. Daerah akan kesulitan meningkat menjadi Rp 210.068.212.205,64
dalam mengelola sumber-sumber atau sebesar 18,74% jika dibandingkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD). dengan tahun 2009. Kemudian pada tahun
Pengukuran tingkat kemampuan keuangan 2011 sebesar Rp 351.692.552.587,60 atau
daerah yang banyak dilakukan saat ini antara meningkat 40,27% dari tahun sebelumnya.
lain dengan melihat rasio antara PAD dengan Total dana perimbangan pada tahun 2009
APBD. Prinsipnya, semakin besar sumbangan sebesar Rp 833.834.215.606 tahun 2010
PAD kepada APBD akan menunjukkan sebesar Rp 861.280.547.227 dan tahun 2011
semakin kecil ketergantungan daerah kepada sebesar Rp 905.873.927.525.
pemerintah pusat. satu hal yang perlu dicatat Jika dipersentasekan, maka total dana
adalah peningkatan PAD bukan berarti perimbangan dari tahun 2009 ke tahun 2010
daerah harus berlomba-lomba membuat meningkat sebesar 3,19% dan pada tahun
pajak baru, tetapi diharapkan daerah 2011 meningkat lagi sebesar 4,92% dari total
memiliki tingkat kejelian yang tinggi dan dana perimbangan tahun 2010. Sedangkan
kemampuan dalam melihat dan total lain-lain pendapatan yang sah pada
memanfaatkan sumber-sumber potensial tahun 2009 sebesar Rp 211.184.779.475
yang dimiliki. Sebaliknya, ketidakmampuan tahun 2010 sebesar Rp 380.188.360.973,21
pemerintah daerah dalam melihat dan atau meningkat sebesar 44,45%. Dan pada
memanfaatkan sumber-sumber pendapatan tahun 2011 meningkat menjadi sebesar Rp
potensial yang ada dapat mengakibatkan 417.004.035.010,37 atau naik sebesar 19,28%
rendahnya kemampuan keuangan daerah dari total lain-lain pendapatan yang sah pada
yang pada akhirnya akan menghambat tahun 2010.
kelancaran pelaksanaan otonomi daerah. Berdasarkan tren diatas, dapat dilihat
Kota Makassar merupakan kota terbesar bahwa terjadi peningkatan jumlah dari tahun
keempat di Indonesia dan terbesar di ke tahun dalam kurun waktu 2009-2011 baik
Kawasan Timur Indonesia (KTI). Sebagai salah dari jumlah PAD, Dana Perimbangan, dan
satu daerah otonom yang terdiri dari 14 Lain-lain Pendapatan yang Sah Kota
kecamatan dan 143 kelurahan , Makassar Makassar. Sebagai daerah otonom, Kota
25
Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah
Tahun 2007-2011 di Kota Makassar (Ermhita Savitry, Hasrat Arief Saleh, Indar Arifin)
26
Government: Jurnal Ilmu Pemerintahan, Volume 4, Nomor 1, Januari 2011
27
Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah
Tahun 2007-2011 di Kota Makassar (Ermhita Savitry, Hasrat Arief Saleh, Indar Arifin)
untuk mengatasi ketimpangan fiskal vertikal ditambah dengan jumlah pinjaman (jika ada)
(antara pusat dan daerah), mengatasi ketim- yang diperoleh oleh pemerintah Kota Makas-
pangan fiskal horizontal, serta guna mencapai sar.
standar pelayanan untuk masyarakat. Komponen Dana Alokasi Umum
Ketimpangan fiskal horizontal muncul aki- merupakan komponen penyumbang terbesar
bat tidak seimbangannya kapasitas fiskal dae- terhadap pendapatan dari pihak ekstern. Hal
rah dengan kebutuhan fiskalnya. Dengan kata ini dipengaruhi oleh bobot daerah, yang
lain, kemampuan daerah untuk menghasilkan dinilai berdasarkan indeks penduduk, indeks
pendapatan asli daerah tidak mampu me- luas daerah, indeks harga bangunan, dan
nutupi kebutuhan belanja daerah. Sesuai indaks kemiskinan relatif yang dikemudian
dengan PP No 55 tahun 2005 pasal 2, “Dana dibagi 4 (empat) dan dikalikan dengan
perimbangan mencakup Dana Bagi Hasil, Da- pengeluaran daerah rata-rata. Berbeda
na Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khu- dengan pemberian Dana Alokasi Khusus
sus”Jumlah dana perimbangan ditetapkan (DAK) yang hanya mempertimbangkan untuk
setiap tahun dalam APBN. pembiayaan kebutuhan yang bersifat khusus,
Pembagian dana untuk daerah melalui misalnya kebutuhan beberapa jenis
bagi hasil berdasarkan daerah penghasil prasarana baru, pembangunan jalan di
cenderung menimbulkan ketimpangan antar kawasan terpencil, dan sebagainya.
daerah dengan mempertimbangkan kebu- Komponen terbesar kedua adalah dana
tuhan dan potensi daerah. Alokasi DAU bagi penyesuian. Dana penyesuaian adalah dana
daerah yang potensi fiskalnya besar namun yang dialokasikan untuk membantu daerah
kebutuhan fiskalnya kecil akan memperoleh dalam rangka melaksanakan kebijakan
alokasi DAU yang relatif kecil. Sebaliknya dae- tertentu Pemerintah dan DPR sesuai
rah yang memiliki potensi fiskalnya kecil na- peraturan perundangan, yang terdiri atas
mun kebutuhan fiskalnya besar akan mem- dana insentif daerah, Dana Tambahan
peroleh alokasi DAU yang relatif besar. Penghasilan Guru Pegawai Negeri Sipil
Dengan maksud melihat kemampuan APBD Daerah (PNSD), dana-dana yang dialihkan
dalam membiayai kebutuhan-kebutuhan dae- dari Kementerian Pendidikan Nasional ke
rah dalam rangka pembangunan daerah yang Transfer ke Daerah, berupa Tunjangan Profesi
dicerminkan dari penerimaan umum APBD Guru dan Bantuan Operasional Sekolah
dikurangi dengan belanja pegawai. Ketim- (BOS), Dana Penyesuaian Infrastruktur
pangan ekonomi antara satu provinsi dengan Daerah, dan sebagainya. , selama lima tahun
provinsi lain tidak dapat dihindari dengan terakhir rasio kemandirian keuangan daerah
adanya desentralisasi fiskal. Disebabkan oleh Kota Makassar, hanya pada tahun kelimalah
minimnya sumber pajak dan Sumber Daya (tahun 2011) yang mencapai hasil sebesar
Alam yang kurang dapat digali oleh 25,54% dengan pola hubungan konsultatif.
Pemerintah Daerah. Untuk menanggulangi Pola hubungan ini menggambarkan bahwa
ketimpangan tersebut, Pemerintah Pusat campur tangan pemerintah pusat sudah
berinisiatif untuk memberikan subsidi berupa mulai berkurang, karena daerah dianggap
DAU kepada daerah. Bagi daerah yang tingkat sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi
kemiskinannya lebih tinggi, akan diberikan daerah. Akan tetapi, apabila dilihat secara
DAU lebih besar dibanding daerah yang kaya keseluruhan maka dapat disimpulkan bahwa
dan begitu juga sebaliknya. rasio kemandirian keuangan daerah selama
Rincian tentang komponen sumber-sum- lima tahun pada Kota Makassar memiliki rata-
ber pendapatan dari pihak ekstern berupa rata tingkat kemandirian masih rendah dan
bantuan bantuan pemerintah pusat/provinsi, dalam kategori kemampuan keuangan kurang
28
Government: Jurnal Ilmu Pemerintahan, Volume 4, Nomor 1, Januari 2011
29
Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah
Tahun 2007-2011 di Kota Makassar (Ermhita Savitry, Hasrat Arief Saleh, Indar Arifin)
30
Government: Jurnal Ilmu Pemerintahan, Volume 4, Nomor 1, Januari 2011
Rasio keserasian yang digunakan dalam daerah tahun anggaran 2007-2011 dianggap
analisis ini menggunakan rumus sebagai masih kurang. Hal ini dapat dilihat berdasar-
berikut: Rasio Belanja Operasional= (Total kan hasil perhitungan rasio: a. Rasio ke-
Belanja Operasi)/(Total Belanja APBD) Rasio mandirian keuangan daerah selama lima ta-
Belanja Modal= (Total Belanja Modal)/(Total hun terakhir yang menghasilkan jumlah rata-
Belanja APBD) ratanya sebesar 18,30% dengan pola hub-
Belanja Operasional yang kemudian dalam ungan yang instruktif. Dari hasil tersebut, ter-
Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 disebut gambar dengan jelas masih besarnya
sebagai belanja rutin, yang telah dibahas ketergantungan pemerintah Kota Makassar
pada rasio Indeks Kemampuan Rutin (IKR), terhadap sumber-sumber dana bantuan dari
dan belanja modal yang kemudian diubah pihak ekstern, baik dari pemerintah pusat
menjadi belanja pembangunan. maupu dari pemerintah provinsi, dengan
Belanja Pembangunan disusun atas dasar komponen bantuan terbesar adalah Dana
kebutuhan nyata masyarakat sesuai dengan Alokasi Umum (DAU) dan Dana Penyesuaian.
tuntutan dan dinamika yang berkembang b. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal, selama
untuk meningkatkan pelayanan dan 5 (lima) tahun menunujukkan angka rata-rata
kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. sebesar 15,39% dengan kemampuan keu-
Dalam pembangunan daerah, masyarakat angan yang tergolong kurang. Hasil ini
perlu dilibatkan dalam proses menunjukkan bahwa pemerintah Kota Ma-
perencanaannya, sehingga kebutuhan kassar belum mampu membiayai penge-
mereka dapat dijabarkan dalam kebijakan- luarannya sendiri. Pemerintah Kota Makassar
kebijakan yang akan ditetapkan berdasarkan masih bergantung kepada pemerintah pusat
prioritas dan kemampuan daerah. dalam hal pembiayaan pengeluaran. c. Ber-
Belanja pembangunan terdiri dari dua dasarkan kemampuan PAD untuk membiayai
komponen, yaitu: pengeluaran rutin daerah, yang sering dise-
Belanja barang dan jasa. Belanja ini but juga dengan Rasio IKR (Indeks Kemam-
merupakan semua pengeluaran Pemerintah puan Rutin) rata-rata hanya sebesar 24,99%
Daerah yang tidak berhubungan secara dengan pola kemampuan keuangan yang
langsung dengan aktivitas atau pelayanan masih berada dalam interval 20,01% - 40,00%
publik. Kelompok belanja barang dan jasa yang dinilai kurang. Artinya, PAD Kota Makas-
terdiri atas: Belanja barang dan belanja sar belum mampu membiayai belanja rutin
pemeliharaan yang merupakan pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah kota. d. Ber-
pemerintah daerah untuk penyediaan barang dasarkan hasil perhitungan rasio keserasian,
dan jasa dan pemeliharaan barang daerah pemerintah Kota Makassar masih lebih
yang tidak berhubungan langsung dengan memprioritaskan belanja rutin daripada bel-
pelayanan publik. anja pembangunan. Hasil rata-rata dari rasio
Belanja Modal merupakan pengeluaran pembangunan sebesar 37,20% dan rasio bel-
Pemerintah Daerah yang manfaatnya anja rutin sebesar 62,80%. Terdapat kesen-
melebihi satu tahun anggaran dan akan jangan sebesar 25,60%. Angka-angka ini
menambah aset atau kekayaan daerah dan menunjukkan bahwa pemerintah kota belum
selanjutnya akan menambah belanja seperti memperhatikan pembangunan daerah. Hal
biaya operasi dan pemeliharaan. ini disebabkan keterbatasan dana yang di-
miliki oleh pemerintah kota sehingga
KESIMPULAN pemerintah kota lebih berkonsentrasi pada
Tingkat kemampuan keuangan daerah Ko- pemenuhan belanja rutin dan penghematan
ta Makassar dalam pelaksanaan otonomi pada belanja lainnya. e. Berdasarkan rasio
31
Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah
Tahun 2007-2011 di Kota Makassar (Ermhita Savitry, Hasrat Arief Saleh, Indar Arifin)
pertumbuhan (growth ratio), PAD Kota Ma- sesuai potensi dan kewenangan yang ada
kassar mengalami pertumbuhan ditiap peri- berdasarkan ketentuan peraturan perun-
ode tahun anggaran (2007-2011), Total Pen- dang-undangan yang berlaku, dengan tetap
dapatan Daerah juga mengalami pertum- mengedepankan pertimbangan aspek keadi-
buhan pada tiga tahun terakhir (2009-2011), lan dan kemampuan masyarakat. Optimal-
sama halnya dengan belanja rutin yang juga isasi pengelolaan pendapatan daerah dil-
mengalami pertumbuhan pada tahun 2009- akukan dengan mensinergikan program in-
2011, namun belanja pembangunan men- tensifikasi dan ekstensikasi sumber-sumber
galami penurunan dari tahun 2008-2010 yang pendapatan daerah.
kemudian mengalami kenaikan pada tahun
2011. Dari hasil perhitungan tersebut, dapat DAFTAR PUSTAKA
disimpulkan bahwa kondisi pertumbuhan
APBD Kota Makassar menunjukkan rata-rata Adi, Priyo Hari. (2012). Jurnal Studi Pem-
yang negatif, karena pertumbuhan PAD dan bangunan Interdisiplin
TDP tidak diikuti oleh pertumbuhan belanja
pembangunan, melainkan diikuti oleh belanja Badan Perencanaan dan Pembangunan Na-
rutin. Berdasarkan Rasio Pertumbuhan, sional, Direktorat Pengembangan
secara keseluruhan mengalami Konstribusi Otonomi Daerah. (2003).
Pendapatan Asli Daerah Kota Makassar ter- Dalam Angka (2010). Makassar: Badan Pusat
hadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Statistik Kota Makassar.
Daerah tahun anggaran 2007-2011 dinilai
masih sangat rendah, yaitu 15,39%, 2. Kon- Bastian, Indra. (2007). Audit Sektor Publik.
stribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap Jakarta: Salemba Empat.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kota Makassar dalam menunjang pelaksa- Bella, Rohana. (2002). Potensi Objek Penda-
naan otonomi daerah tahun anggaran 2007- patan Asli Daerah (Retribusi) Kota
2011 masih relatif kecil. Berdasarkan hasil Makassar. Makassar: Badan
perhitungan konstribusi PAD, hasil rata-rata Penelitian dan Pengembangan
yang diperoleh adalah sebesar 15,39%. Daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Artinya, rata konstribusi PAD terhadap APBD
selama lima tahun hanya sebesar 15,39%. Brannen, Julia. (1996). Memadu Metode
Angka yang sangat rendah, namun merupa- Penelitian Kualitatif & Kuantitatif.
kan angka tertinggi pencapaian konstribusi Samarinda: Pustaka Pelajar.
PAD, karena sebelumnya, hasil rata-rata han-
ya berkisar satu digit, yaitu berada 9,00%- Djaenuri, Aries, dkk. (2003). Sistem
10,00%. Rendahnya konstribusi PAD terhadap Pemerintahan Daerah. Jakarta:
Total Pendapatan APBD, mengharuskan Pusat Penerbitan Universitas Ter-
pemerintah kota lebih memperketat aturan buka.
yang ada, serta lebih lihai mencari sumber-
sumber pendanaan alternatif. Salah satunya Farian, Endi. (2010). Skripsi. Analisis Perkem-
adalah pendirian Badan Usaha Milik Daerah bangan Kemampuan Keuangan
(BUMD) sektor potensial yang berbentuk Pe- Daerah dalam Mendukung
rusahaan Daerah. Pelaksanaan Otonomi Daerah di
Pemerintah Kota Makassar harus beru- Kabupaten X
paya peningkatan pendapatan daerah melalui
optimalisasi pengelolaan pendapatan daerah
32
Government: Jurnal Ilmu Pemerintahan, Volume 4, Nomor 1, Januari 2011
Halim, Abdul. (2009). Problem Desentralisasi Peraturan Menteri Dalam Negeri RI. (2007).
dan Keuangan Pemerintahan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Pusat-Daerah Peluang dan Nomor 59 Tahun 2007 tentang
Tantangan dalam Pengelolaan Perubahan Peraturan Menteri Dalam
Sumber Daya Daerah. Negeri Nomor 13 Tahun 2006
Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana tentang Pedoman Pengelolaan
UGM. Keuangan Daerah. Bandung:
Fokusmedia.
Haris, Syamsuddin. (2007). Desentralisasi dan
Otonomi Daerah: Desentralisasi, Rosidin, Utang. (2010). Otonomi Daerah dan
Demokratisasi, dan Akuntabilitas Desentralisasi. Bandung: CV
Pemerintah Daerah. Jakarta: LIPI Pustaka Setia.
Press.
Saragih, Juli Panglima. (2003). Desentralisasi
Kaho, Josef Riwu. (1991). Prospek Otonomi Fiskal dan Keuangan Daerah da-
Daerah di Negara Republik Indo- lam Otonomi. Jakarta: Ghalia In-
nesia: Identifikasi Beberapa donesia.
Faktor yang Mempengaruhi
Penyelenggaraannya. Jakarta: CV. Sarwono, Jonathan. (2011). Mixed Methods:
Rajawali. Cara Menggabung Riset Kuanti-
(2010). Prospek Otonomi Daerah di Negara tatif dan Riset Kualitatif secara
Republik Indonesia (Identifikasi Benar. Jakarta: Elex Media Kom-
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi putindo.
Penyelenggaraan Otonomi Daerah).
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Soendari, Tjutju. (2012). Metode Penelitian
Deskriptif.
Ladjin, Nurjanna. (2008). Tesis. Analisis Ke- Ulum, Ihyaul. 2009. Audit Sektor Publik Suatu
mandirian Fiskal di Era Otonomi Pengantar. Malang: Bumi Aksara.
Daerah (studi kasus di Provinsi
Sulawesi Tengah). Undang-Undang RI. (2009). Undang-Undang
Pemerintah Kota Makassar. Informasi Republik Indonesia Nomor 28
Laporan Penyelenggaraan Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
Pemerintahan Daerah (ILPPD) Ko- dan Retribusi Daerah.
ta Makassar Tahun 2009.
Undang-Undang RI. (2004). Undang-Undang
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Republik Indonesia Nomor 32
(2010). Peraturan Daerah Nomor Tahun 2004 tentang Pemerintah
10 tahun 2010 tentang Pajak Daerah.
Daerah.
Undang-Undang RI. 2004. Undang-Undang
Peraturan Pemerintah RI. (2000). Peraturan Republik Indonesia Nomor 33
Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Tentang Pengelolaan dan Keuangan antara Pusat dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
Daerah.
33
Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah
Tahun 2007-2011 di Kota Makassar (Ermhita Savitry, Hasrat Arief Saleh, Indar Arifin)
34