BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan akan air bersih di daerah pedesaan dan pinggiran kota untuk air
minum, memasak, mencuci dan sebagiannya harus diperhatikan. Air adalah materi
esensial di dalam kehidupan. Tidak ada satu pun mahluk hidup yang berada di
planet bumi ini, yang tidak membutuhkan air. Di dalam sel hidup, baik pada
tumbuh–tumbuhan ataupun pada hewan (termasuk di dalam nya manusia) akan
terkandung sejumlah air, yaitu lebih dari 75 % kandungan sel tumbuh–tumbuhan
atau lebih dari 67 % kandungan sel hewan terdiri dari air. Jika kandungan tersebut
kurang, misalnya dehidrasi pada manusia yang di akibatkan muntaber, kalau tidak
cepat di tanggulangi akan mengakibatkan kematian, tanaman yang lupa tidak di
siram pun akan layu dan kalau di biarkan akan mati (Suriawiria, 2005).
Air merupakan kebutuhan yang paling utama bagi makhluk hidup.
Manusia dan makhluk hidup lainnya sangat bergantung dengan air demi
mempertahankan hidupnya. Air yang digunakan untuk konsumsi sehari-hari harus
memenuhi standar kualitas air bersih. Kualitas air bersih dapat ditinjau dari segi
fisik, kimia, mikrobiologi dan radioaktif. Namun kualitas air yang baik ini tidak
selamanya tersedia di alam sehingga diperlukan upaya perbaikan, baik itu secara
sederhana maupun modern. Jika air yang digunakan belum memenuhi standar
kualitas air bersih, akibatnya akan menimbulkan masalah lain yang dapat
menimbulkan kerugian bagi penggunanya. Air juga banyak mendapat
pencemaran. Berbagai jenis pencemar air berasal dari :
a. Sumber domestik (rumah tangga), perkampungan, kota, pasar, jalan, dan
sebagainya.
b. Sumber non-domestik (pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan,
serta sumber-sumber lainnya.
Semua bahan pencemar diatas secara langsung ataupun tidak langsung
akan mempengaruhi kualitas air. Berbagai usaha telah banyak dilakukan agar
kehadiran pencemaran terhadap air dapat dihindari atau setidaknya diminimalkan.
Masalah pencemaran serta efisiensi penggunaan sumber air merupakan masalah
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air
Air merupakan kebutuhan yang paling utama bagi makhluk hidup.
Manusia dan makhluk hidup lainnya sangat bergantung dengan air demi
mempertahankan hidupnya. Air yang digunakan untuk konsumsi sehari -hari
harus memenuhi standar kualitas air bersih. Kualitas air bersih dapat ditinjau dari
segi fisik, kimia, mikrobiologi, dan radioaktif. Namun kualitas air yang baik ini
tidak selamanya tersedia di alam sehingga diperlukan upaya perbaikan, baik itu
secara sederhana maupun modern. Jika air yang digunakan belum memenuhi
standar kualitas air bersih, akibatnya akan menimbulkan masalah lain yang dapat
menimbulkan kerugian bagi penggunanya.
Menurut Peraturan Pemerintah no 82 tahun 2001 tentang pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air bahwa yang dimaksud dengan air
adalah semua air yang terdapat pada, diatas, ataupun di bawah permukaan tanah,
termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut
yang berada di darat. Air adalah salah satu di antara pembawa penyakit yang
berasal dari tinja untuk sampai kepada manusia. Supaya air yang masuk ketubuh
manusia baik berupa makanan dan minuman tidak menyebabkan penyakit, maka
pengolahan air baik berasal dari sumber, jaringan transmisi atau distribusi adalah
mutlak diperlukan untuk mencegah terjadinya kontak antara kotoran sebagai
sumber penyakit dengan air yang diperlukan (Sutrisno, 2004).
Semua bahan pencemar diatas secara langsung ataupun tidak langsung akan
mempengaruhi kualitas air. Berbagai usaha telah banyak dilakukan agar kehadiran
pencemaran terhadap air dapat dihindari atau setidaknya diminimalkan. Masalah
pencemaran serta efisiensi penggunaan sumber air merupakan masalah pokok. Hal
ini mengingat keadaan perairan-alami di banyak negara yang cenderung menurun,
baik kualitas maupun kuantitasnya.
4
untuk industri (air ketel, air pendingin, atau pemanas) adanya kesadahan dalam air
tidaklah dikehendaki. Kesadahan yang tinggi bisa disebabkan oleh adanya kadar
residu terlarut yang tinggi dalam air.
6. Senyawa-senyawa kimia yang beracun
Kehadiran unsur arsen (As) pada dosis yang rendah sudah merupakan
racun terhadap manusia sehingga perlu pembatasan yang agak ketat (± 0,05 mg/l).
Kehadiran besi (Fe) dalam air bersih akan menyebabkan timbulnya rasa dan bau
ligam, menimbulkan warna koloid merah (karat) akibat oksidasi oleh oksigen
terlarut yang dapat menjadi racun bagi manusia.
4. Sand Filter
Penyaring yang digunakan adalah rapid sand fliter (filter saringan cepat).
Sand filter jenis ini berupa bak yang berisi pasir kwarsa yang berfungsi untuk
menyaring flok halus dan kotoran lain yang lolos dari klarifier. Air yang masuk ke
filter ini telah dicampur terlebih dahulu dengan klorin dan tawas.
Media penyaring biasanya lebih dari satu lapisan, yaitu pasir kwarsa dan
batu dengan mesh tertentu. Air mengalir ke bawah melalui media tersebut. Zat-zat
padat yang tidak larut akan melekat pada media, sedangkan air yang jernih akan
terkumpul di bagian dasar dan mengalir keluar melalui suatu pipa menuju
reservoir.
5. Reservoir
Reservoir berfungsi sebagai tempat penampungan air bersih yang telah
disaring melalui filter, air ini sudah menjadi air yang bersih yang siap digunakan
dan harus dimasak terlebih dahulu untuk kemudian dapat dijadikan air minum.
2.6 Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan solid-liquid menggunakan pengendapan
secara gravitasi untuk menyisihkan suspense. Pada umumnya sedimentasi
digunakan pada pengolahan air minum, pengolahan air limbah, dan pada
pengolahan air limbah tingkat lanjutan (Yulianti, 2012). Pada pengolahan air
minum, terapan sedimentasi khususnya untuk:
1. Pengendapan air permukaan, khususnya untuk pengolahan dengan filter
pasir cepat.
2. Pengendapan flok hasil koagulasi-flokulasi, khususnya sebelum disaring
dengan filter pasir cepat.
3. Pengendapan flok hasil penurunan kesadahan menggunakan soda-kapur.
4. Pengendapan lumpur pada penyisihan besi dan mangan. Pada pengolahan
air limbah, sedimentasi umumnya digunakan untuk :
a. Penyisihan grit, pasir, atau silt (lanau).
b. Penyisihan padatan tersuspensi pada clarifier pertama.
c. Penyisihan flok/lumpur biologis hasil proses activated sludge pada
clarifier akhir.
9
c. Settling tipe III: pengendapan pada lumpur biologis, dimana gaya antar
partikel saling menahan partikel lainnya untuk mengendap.
d. Settling tipe IV: terjadi pemampatan partikel yang telah mengendap yang
terjadi karena berat partikel.
efisien pada ketinggian bak yang relatif kecil. Karena tidak memungkinkan untuk
membuat bak yang luas dengan ketinggian minimum, atau membagi ketinggian
bak menjadi beberapa kompartemen, maka alternatif terbaik untuk meningkatkan
efisiensi pengendapan bak adalah dengan memasang tube settler pada bagian atas
bak pengendapan untuk menahan flok–flok yang terbentuk. Faktor-faktor yang
dapat meningkatkan efisiensi bak pengendapan adalah:
Luas bidang pengendapan;
Penggunaan baffle pada bak sedimentasi;
Mendangkalkan bak;
Pemasangan plat miring.
3. Sedimentasi Tipe III dan IV
Sedimentasi tipe III adalah pengendapan partikel dengan
konsentrasi yang lebih pekat, dimana antar partikel secara bersama-sama saling
menahan pengendapan partikel lain di sekitarnya. Karena itu pengendapan terjadi
secara bersama-sama sebagai sebuah zona dengan kecepatan yang konstan. Pada
bagian atas zona terdapat interface yang memisahkan antara massa partikel yang
mengendap dengan air jernih. Sedimentasi tipe IV merupakan kelanjutan dari
sedimentasi tipe III, di mana terjadi pemampatan (kompresi) massa partikel
hingga diperoleh konsentrasi lumpur yang tinggi. Sebagai contoh sedimentasi tipe
III dan IV ini adalah pengendapan lumpur biomassa pada final clarifier setelah
proses lumpur aktif. Tujuan pemampatan pada final clarifier adalah untuk
mendapatkan konsentrasi lumpur bomassa yang tinggi, keperluan resirkulasi
lumpur ke dalam reaktor lumpur aktif.
Gambar 2.4 Pengendapan pada Final Klarifier untuk Proses Lumpur Aktif
13
(a) (b)
Gambar 2.5 Bak Sedimentasi Berbentuk Segiempat: (a) Denah, (b) Potongan
Memanjang
2. Lingkaran (circular)-center feed
Pada bak ini air masuk melalui pipa menuju inlet bak dibagian tengah bak,
kemudian air mengalir horizontal dari inlet menuju outlet disekeliling bak,
sementara partikel mengendap ke bawah. Secara tipikal bak persegi mempunyai
rasio panjang : lebar antara 2:1 – 3:1.
(a) (b)
Gambar 2.6 Bak Sedimentasi Berbentuk Lingkaran-center feed (a) Denah,
(b) Potongan Melintang
14
(a) (b)
d. Zona outlet
Dalam zona ini, air yang partikelnya telah terendapkan terkumpul pada
bagian melintang bak dan siap mengalir keluar bak.
Perbedaan antara padatan tersuspensi total (TSS) dan padatan terlarut total
(TDS) adalah berdasarkan prosedur penyaringan. Padatan selalu diukur sebagai
berat kering dan prosedur pengeringan harus diperhatikan untuk menghindari
kesalahan yang disebabkan oleh kelembaban yang tertahan atau kehilangan bahan
akibat penguapan atau oksidasi (Yayan dkk, 2009).
Prinsip analisa TSS sebagai berikut: Contoh uji yang telah homogen
disaring dengan kertas saring yang telah ditimbang. Residu yang tertahan pada
saringan dikeringkan sampai mencapai berat konstan pada suhu 103ºC sampai
dengan 105ºC. Kenaikan berat saringan mewakili padatan tersuspensi total (TSS).
Jika padatan tersuspensi menghambat saringan dan memperlama penyaringan,
diameter pori-pori saringan perlu diperbesar atau mengurangi volume contoh uji.
Untuk memperoleh estimasi TSS, dihitung perbedaan antara padatan terlarut total
dan padatan total.
(A−B)
TSS (mg/L) = x1000 ...................................... (1)
V
Dengan:
A = berat kertas saring + residu kering (mg)
B = berat kertas saring (mg)
V = volume (mL)
17
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Percobaan
Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran TDS, TSS, dan TS
Jumlah Waktu TDS Efisiensi TSS Efisiensi TS Efisiensi
Plate Detensi (gr) (gr) (%) (gr) (%)
(%)
(menit)
6 60 0,156 35 0,46 57,79 0,459 39,77
8 150 0,171 28,87 0,63 42,20 0,801 65,48
4.2 Pembahasan
Pada percobaan ini, digunakan sampel air dari waduk LPPM UR sebagai
bahan dalam pengolahan air. Langkah yang pertama harus dilakukan adalah
menghitung TDS dan TSS dari sampel air waduk LPPM UR. TDS dapat diukur
menggunakan alat TDS meter, sedangkan TSS diukur menggunakan metode
gravimetri. Berdasarkan hasil pengukuran, didapatkan TDS dan TSS dari sampel
air waduk LPPM UR adalah sebesar 1200 mg/L dan 1,09 gram.
Setelah itu sampel air yang sudah berada di tangki ditambahkan tawas
sebanyak 1 kg dan diaduk selama 20 menit. Tawas ini digunakan sebagai bahan
koagulan yang bertujuan untuk menjernihkan air dan mengikat partikel-partikel
air hingga menggumpal dan mengendap. Kemudian sampel air yang telah
ditambahkan tawas diukur TDS dan TSS nya, sehingga didapatkan TDS nya
sebesar 858 mg/L dan TSS nya sebesar 0,82 gram.
Percobaan ini menggunakan proses sedimentasi dengan variabel jumlah
plate dan waktu detensi. Percobaan ini menggunakan bak sedimentasi dan bak
equilisasi. Sampel air mengalir horizontal dari inlet menuju outlet sementara
partikel mengendap ke bawah.
Pada percobaan pertama dengan menggunakan 8 plate dan waktu detensi
selama 150 menit, didapatkan TDS sebesar 854 mg/L dengan efisiensi 28,87%
dan TSS sebesar 0,63 gram dengan efisiensi 42,20%. Sedangkan pada percobaan
kedua dengan menggunakan 6 plate dan waktu detensi selama 60 menit,
20
didapatkan TDS sebesar 782 mg/L dengan efisiensi 35%dan TSS sebesar 0,46
gram dengan efisiensi 57,79%.
70
60
50
40
Efisiensi
30
TDS
20 TSS
10
0
0 2 4 6 8 10
Jumlah Plate
Gambar 4.1 Hubungan Jumlah Plate dengan Efisiensi TDS dan TSS
70
60
50
40
Efisiensi
30 TDS
20 TSS
10
0
0 50 100 150 200
Waktu Detensi
Gambar 4.2 Hubungan Waktu Detensi dengan Efisiensi TDS dan TSS
Pada Gambar 4.1 dan 4.2 dapat dilihat bahwa waktu detensi dan jumlah
plat berpengaruh terhadap efisiensi dari TDS dan TSS. Gambar 4.1 menunjukkan
semakin banyak jumlah plat maka nilai efisiensi dari TDS dan TSS menurun.
Untuk jumlah plate 6 buah efisiensi TDS dan TSS nya sebesar 35% dan 57,79%.
Sedangkan untuk jumlah plate 8 buah efisiensi TDS dan TSS nya sebesar 28,87%
dan 42,20%. Hal ini berarti proses sedimentasi akan efektif jika jumlah plate
yang digunakan semakin banyak karena plate akan memperluas bidang
21
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Proses sedimentasi merupakan proses pemisahan solid-liquid
menggunakan pengendapan secara gravitasi untuk menyisihkan suspensi.
2. Semakin banyak jumlah plate detensi maka nilai efisiensi dari TDS dan
TSS menurun, karena plate akan memperluas bidang pengendapan
sehingga proses fisika dari sedimentasi dapat berlangsung lebih efektif.
3. Semakin lama waktu detensinya maka semakin naik nilai dari efisiensi
TDS dan TSS nya, karena semakin banyak partikel padat yang akan
mengendap sehingga proses pengolahan air tersebut berjalan cukup
efektif.
4. Efisiensi pengendapan pada proses pengolahan air dengan jumlah plate 8
dan waktu detensi 150 menit yaitu sebesar 39,77%%, dengan efisiensi
pengendapan TSS sebesar 42,20% dan TDS 28,75%, sedangkan efisiensi
pengendapan pada proses pengolahan air dengan jumlah plate 6 dan waktu
detensi 60 menit yaitu sebesar 65,48%, dengan efisiensi pengendapan TSS
sebesar 57,79% dan TDS 35%.
5.2 Saran
1. Sebaiknya praktikan lebih teliti saat memeriksa alat dan bahan dalam
proses pengolahan air.
2. Sebaiknya praktikan lebih memahami prosedur pengolahan air sehingga
tidak terjadi kesalahan pada saat proses berlangsung.
23
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN
A.1 Nilai TSS, TDS dan TS dari Air Waduk LPPM (Cin/Awal)
Volume 200 ml
Berat kertas saring kosong = 1,10 gr
Berat kertas saring + sampel = 2,19 gr
Berat sampel (TSS)
= (Berat kertas saring+ sampel) – Berat kertas saring kosong
= 2,19 gr − 1,10 gr
= 1,09 gr
TDS
𝑚𝑔 1𝑔 1 𝑙𝑖𝑒𝑡𝑟
= 1200 mg/liter = 1200𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟 × 1000 𝑚𝑔 × 200 ml × 1000 𝑚𝑙
= 0,24 gr
TS
= TSS + TDS = 1,09 gr + 0,24 gr = 1,33 gr
A.2 Nilai TSS, TDS dan TS dari Air Waduk LPPM + Tawas (Cin/Awal)
Volume 200 ml
Berat kertas saring kosong = 1,08 gr
Berat kertas saring + sampel = 1,9 gr
Berat sampel (TSS)
= (Berat kertas saring + sampel) – Berat kertas saring kosong
= 1,9 gr − 1,08 gr
= 0,82 gr
TDS
𝑚𝑔 1𝑔 1 𝑙𝑖𝑒𝑡𝑟
= 858 mg/liter = 858𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟 × 1000 𝑚𝑔 × 200 ml × 1000 𝑚𝑙
= 0,172gr
TS
= TSS + TDS = 0,82 gr + 0,172 gr = 0,992 gr
25
= 0,171gr
TS
= TSS + TDS = 0,63 gr + 0,171 gr = 0,801 gr
A.4 Variabel Perlakuan dengan Waktu Tinggal 1 jam (6 plat) (CoutII)
Volume 200 ml
Berat kertas saring kosong = 1,07 gr
Berat kertas saring + sampel = 1,53 gr
Berat sampel (TSS)
= (Berat kertas saring + sampel) – Berat kertas saring kosong
= 1,53 gr − 1,07 gr
= 0,46 gr
TDS
𝑚𝑔 1𝑔 1 𝑙𝑖𝑒𝑡𝑟
= 782 mg/liter = 782𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟 × 1000 𝑚𝑔 × 200 ml × 1000 𝑚𝑙
= 0,156gr
TS
= TSS + TDS = 0,46 gr + 0,156 gr = 0,459 gr
26
A.5 Efisiensi
C in−C out
1. Efisiensi Cout I = x 100%
C in
1,33−0,801
= X 100%
1,33
= 39,77%
C in−C out
2. Efisiensi Cout II = x 100%
C in
1,33−0,459
= X 100%
1,33
= 65,48%
C in−C out
3. Efisiensi TSS pada 2 ½ Jam = x 100%
C in
1,09−0,63
= X 100%
1,09
= 42,20%
C in−C out
4. Efisiensi TTS pada 1 Jam = x 100%
C in
1,09−0,46
= X 100%
1,09
= 57,79%
C in−C out
5. Efisiensi TDS pada 2 ½ Jam = x 100%
C in
0,24−0,171
= X 100%
0,24
= 28,75%
C in−C out
6. Efisiensi TDS pada 1 Jam = x 100%
C in
0,24−0,156
= X 100%
0,24
= 35%
27
LAMPIRAN B
DOKUMENTASI