Sipadan dan ligitan adalah adalah tanah yang di sengketakan oleh indonesia dan
malaysia,tanah ini adalah milik indonesia tetapi selalu di akui oleh malaysia yang
serakah dan tidak mau mengalah untuk merebutkan tanah itu.akhir – akhir ini
selalu di perdebatkan oleh para menteri dan para masyarakat indonesia karena
yang tak terima tanah milik indonesia yang kaya akan hasil alam dan tambangnya
dan sekaligus pulau yang esotic di ambil secara percuma oleh malaysia.
persengketaan Indonesia dan Malaysia atas pemilikan terhadap kedua pulau yang
berada di Selat Makassar yaitu pulau Sipadan (luas: 50.000 meter²) dengan
koordinat: 4°6′52.86″N 118°37′43.52″E dan pulau Ligitan (luas: 18.000 meter²)
dengan koordinat: 4°9′N 118°53′E.Sikap Indonesia semula ingin membawa masalah
ini melalui Dewan Tinggi ASEAN namun akhirnya sepakat untuk menyelesaikan
sengketa ini melalui jalur hukum Mahkamah Internasional.
Setelah hampir 30 tahun, perundingan tiba pada jalan buntu, karena baik
Indonesia yang bertahan pada posisi dan argumentasi bahwa kedua pulau
tersebut telah menjadi bagian wilayahnya sejak masa penjajahan Belanda,
maupun Malaysia yang juga meyakini kedaulatannya atas pulau-pulau tersebut
sejak masa colonial Inggris, tetap bertahan pada posisi masing-masing. Pada
1997 kedua belah pihak sepakat menempuh jalan hukum yaitu dengan
menyerahkan sengketa tersebut kepada Mahkamah Internasional.
Sikap pihak Indonesia yang ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi
ASEAN dan selalu menolak membawa masalah ini ke ICJ kemudian melunak.
Dalam kunjungannya ke Kuala Lumpur pada tanggal 7 Oktober 1996, Presiden
Soeharto akhirnya menyetujui usulan PM Mahathir tersebut yang pernah
diusulkan pula oleh Mensesneg Moerdiono dan Wakil PM Anwar Ibrahim,
dibuatkan kesepakatan “Final and Binding,” pada tanggal 31 Mei 1997, kedua
negara menandatangani persetujuan tersebut. Indonesia meratifikasi pada
tanggal 29 Desember 1997 dengan Keppres Nomor 49 Tahun 1997 demikian pula
Malaysia meratifikasi pada 19 November 1997.
B. Rumusan Masalah
Tahun Peristiwa
1969 Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan muncul pertama kali pada
perundingan mengenai batas landas kontinen antara RI dan
Malaysia di Kuala Lumpur (9-12 September 1969). Hasil
Kesepakatan: kedua pihak agar menahan diri untuk tidak
melakukan kegiatan-kegiatan yang menyangkut kedua pulau itu
sampai penyelesaian sengketa.
1970 Malaysia melakukan tindakan sepihak dengan menerbitkan peta
yang memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam wilayah
nasionalnya, dan beberapa tahun kemudian melakukan
pembangunan dan pengelolaan fasilitas-fasilitas wisata di
kedua pulau itu.
1989 Pembahasan sengketa oleh Presiden RI Soeharto dan PM
Malaysia Mahathir Muhammad di Yogyakarta, tahun 1989.
Hasil kesimpulan: sengketa mengenai kedua pulau tersebut
sulit untuk diselesaikan dalam kerangka perundingan bilateral.
1997 Kedua pihak sepakat untuk mengajukan penyelesaian sengketa
tersebut ke Mahkamah Internasional dengan menandatangani
dokumen “Special Agreement for the Submission to the
International Court of Justice on the Dispute between
Indonesian and Malaysia concerning the Sovereignty over
Pulau Ligitan and Pulau Sipadan” di Kuala Lumpur pada tanggal
31 Mei 1997.
1998 Pada tanggal 2 November 1998, kesepakatan khusus yang telah
ditandatangani itu kemudian secara resmi disampaikan kepada
Mahkamah Internasional, melalui suatu “joint letter” atau
notifikasi bersama.
2000 Proses argumentasi tertulis (“written pleadings“) dari kedua
belah pihak dianggap rampung pada akhir Maret 2000 di
Mahkamah Internasional. Argumentasi tertulis itu terdiri atas
penyampaian “memorial”, “counter memorial“, dan “reply” ke
Mahkamah Internasional.
2002 Proses penyelesaian sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan di
Mahkamah Internasional memasuki tahap akhir, yaitu proses
argumentasi lisan (“oral hearing“), yang berlangsung dari
tanggal 3-12 Juni 2002. Pada kesempatan itu, Menlu Hassan
Wirajuda selaku pemegang kuasa hukum RI, menyampaikan
argumentasi lisannya (“agent’s speech“), yang kemudian diikuti
oleh presentasi argumentasi yuridis yang disampaikan Tim
Pengacara RI. Mahkamah Internasional kemudian menyatakan
bahwa keputusan akhir atas sengketa tersebut akan
ditetapkan pada Desember 2002.
Pada tanggal 17 Desember 2002, Mahkamah Internasional di
Den Haag menetapkan Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi
bagian dari wilayah kedaulatan Kerajaan Malaysia atas dasar
“efektivitas” karena Malaysia telah melakukan upaya
administrasi dan pengelolaan konservasi alam di kedua pulau
tersebut.
Pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan dibawa ke ICJ, kemudian
pada hadi Selasa 17 Desember 2002 ICJ mengeluarkan keputusan tentang kasus
sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligitan antara Indonesia dengan Malaysia.
Dari pernyataan diatas yang menjadi penyebab utama kekalahan Indonesia adalah
Indonesia kurang memiliki data dan bukti historis yang dapat menunjukan bahwa
Belanda juga memiliki kehendak dan tindakan menjalankan fungsi negara yang
malahan lebih kuat dari Inggris pada masanya. Lebih dari itu,sebenarnya
Mahkamah Internasional sudah mengetahui kalau Belanda adalah pemilik pulau itu
dahulunya. Tetapi, belanda tidak pernah melakukan tindakan yang nyata apapun di
Pulau itu. Justru sebaliknya Inggris-lah yang banyak melakukan pembangunan dan
invasi di kedua pulau itu. Kemudian, Mahkamah Internasional menolak pembelaan
dan argumen Indonesia yang bersandar pada konvensi 1891. Argumen ini hanya
mengatur batasan wilayah di Kalimantan (darat) tidak di perairan. Jauh dari pada
itu Konvensi 1891, hanya menarik 3 mil dari titik pantai (kalau sekarang 12 mil)
dan penarikan 3 mil itu tidak sampai ke sipadan dan Ligitan.
Dengan memperhatikan posisi dan letak Sipadan dan Ligitan serta ambisi
strategis/ekonomis Belanda adalah sulit dibayangkan kalau Belanda tidak
melakukan kegiatan pengawasan dan pemanfaatan kedua pulau tersebut pada
waktu itu. Disamping itu, nampaknya Indonesia memang agak mengabaikan
Sipadan dan Ligitan. Sebelum 1969 barangkali karena Indonesia tidak menyadari
keberadaan posisi kedua pulau itu, atau mungkin juga karena terlalu banyak
persoalan yang dihadapi. Tetapi sesudah tahun 1969 pada saat mulai muncul
sengketa klaim, meskipun disepakati status quo atas Sipadan dan Ligitan, justru
Malaysia tetap melanjutkan kegiatannya berupa penangkapan ikan, pariwisata,
dan kehadiran penduduk yang terus meni
KESIMPULAN
Bila kita melihat kebelakang tentang upaya-upaya Indonesia yang telah dilakukan
sejak tahun 1960-an untuk menyelesaikan sengketa pulau Sipadan Ligitan, maka
sebenarnya upaya-upaya tersebut cukup intensif, namun masih terdapat berbagai
kekurangan-kekurangan, antara lain :