Anda di halaman 1dari 22

PENGGUNAAN SISTEM MANAJEMEN BIAYA

UNTUK EFISIENSI
Untuk memenuhi tugas pemaparan materi pertemuan ke 3
Dosen : MG Kentris Indarti, S.E., M.Si., Ak.

DISUSUN OLEH :

1751030003 MUCHAMMAD HENRY TEGUH PRAKOSA


1751030004 NAURMA ISLAMY SARIDEWI
1751030006 SRI AGUSTINA BASUKI
1751030007 SITI SUNDARI

PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI (PPAK)


UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manajemen bila ditinjau sebagai suatu proses adalah merupakan

suatu rangkaian tahap kegiatan yang diarahkan pada pencapaian

tujuan dengan memanfaatkan semaksimal mungkin sumber-sumber

yang ada dan tersedia agar segala sesuatunya dapat dilakukan

dengan seefisiensi mungkin.


Jika berbicara mengenai efisiensi, maka tidak terlepas dari

permasalahan manajemen biaya. Sistem manajemen biaya terdapat

dua kata yaitu sistem dan manajemen biaya. Sistem yang berarti

struktur dan proses (elemen – elemen yang dibuat menjadi sebuah

sistem). Sementara manajemen biaya itu sendiri adalah proses yang

sistematis dari segala kegiatan aktivitas perusahaan yang memerlukan

biaya tidak sedikit/banyak demi kepentingan organisasi/perusahaan

dimasa yang akan datang.


Sistem manajemen biaya adalah suatu kerangka kerja suatu

perusahaan/aktivitas perusahaan yang salalu dibarengi dengan biaya

untuk operasional perusahaan yang menunjang masa depan

perusahaan.
Penggunaan sistem manajemen biaya bagi perusahaan

sangatlah penting dan dibutuhkan dalam kelangsungan/ keberhasilan

perusahaan yang akan datang dengan mengoptimalisasikan segala

sesuatunya baik dari dalam internal perusahaan maupun dari luar

perusahaan yang dilakukan secara efektif dan seefisiensi mungkin.

Rumusan Masalah

2
Tujuan

3
BAB II

PEMBAHASAN

Activity Based Management (ABM)

Aktivitas merupakan hal yang utama dalam pengendalian dan

penilaian performance lingkungan yang dinamis. Akuntansi aktivitas

merupakan pendekatan yang paling tepat dalam lingkungan yang

dinamis dan perusahaan ditutut untuk melakukan continoues


improvement (perbaikan terus). Akuntansi aktivitas menekankan pada
perbaikan proses. Proses adalah sekumpulan aktivitas yang

menentukan kinerja suatu pekerjaan tertentu. Perbaikan proses berarti

perbaikan bagaimana suatu aktivitas dilakukan. Oleh karena itu yang

diperlukan adalah pengelolaan aktivitas bukan biayanya. Untuk itulah

muncul pendekatan yang dikenal dengan Activity Based Management

(ABM).
Menurut Mulyadi (2007; 731), Activity-Based Management (ABM)

adalah pendekatan manajemen yang memusatkan pengelolaan pada

aktivitas dengan tujuan untuk melakukan improvement berkelanjutan

terhadap value yang dihasilkan bagi customer, dan laba yang

dihasilkan dari penyedia value tersebut.


Sedangkan menurut Blocher (2007; 239), Activity–Based
Management (ABM) analisis aktivitas yang digunakan untuk

memperbaiki nilai produk atau jasa bagi pelanggan dan meningkatkan

keuntungan perusahaan. Activity Based Management (ABM) adalah

pengelolan aktivitas untuk meningkatkan nilai (value) yang diterima

oleh pelanggan dan untuk meningkatkan laba melalui peningkatan nilai

(value) tersebut. Dengan Activity Based Management (ABM), suatu

perusahaan dapat melakukan evaluasi biaya dan nilai (value) darn

4
suatu aktivitas proses sehingga akan terjadi perbaikan posisi kompetitif

dan meningkatnya efisiensi proses.


Activity–Based Management menekankan pada biaya

berdasarkan aktivitas atau Activity-Based Costing (ABC) dan analisis

nilai proses. Jadi, terdapat 2 dimensi pada Activity Based


Management (ABM), yaitu :
1. Dimensi biaya (cost dimension)
Memberikan informasi biaya mengenai sumber daya, aktivitas,

produk dan pelanggan (serta biaya-biaya lain yang diperlukan),

dimana biaya-biaya sumber daya dapat ditelusuri ke aktivitas-

aktivitas dan kemudian di aktivitas tersebut dibebankan ke

pelanggan. Dengan demikian, dimensi ini merefleksikan kebutuhan

untuk membagi sumber daya biaya terhadap aktivitas dan biaya

aktivitas terhadap objek biaya seperti pelanggan dan produk agar

dapat menganalisis keputusan critical. Keputusan tersebut

termasuk penetapan harga, pengadaan produk dan penetapan

prioritas untuk usaha perbaikan.


2. Dimensi Proses (process dimension)
Memberikan informasi mengenai aktivitas apa saja yang

dilaksanakan, mengapa aktivitas tersebut dilaksanakan dan

seberapa baik pelaksanaannya. Dimensi ini menjelaskan mengenai

akuntansi pertanggungjawaban berdasarkan aktivitas dan lebih

memfokuskan pertanggungjawaban aktivitas bukan pada biaya

serta menekankan pada maksimalisasi kinerja sistem secara

menyeluruh bukan pada kinerja secara individu. Dengan demikian

dimensi ini merefleksikan kebutuhan untuk suatu kategori informasi

yang baru mengenai kinerja aktivitas. Informasi ini menunjukkan

apa yang menyebabkan pemicu biaya dan bagaimana pengukuran

kinerjanya.

5
Activity Based Management (ABM) ini merupakan pendekatan
manajemen yang berfokus untuk dapat :
1. Meningkatkan nilai yang diterima oleh pelanggan dari setiap

aktivitas yang dilakukan.


2. Menentukan aktivitas perusahaan yang merupakan aktivitas

value added dan aktivitas non-value added.


3. Meningkatkan value added activity dan mengurangi bahkan

menghilangkan non-value added activity.


4. Memperbaiki laba dengan memberikan nilai pelanggan.

Adapun sebuah perusahaan menggunakan Activity Based

Management (ABM) ini dengan maksud untuk:


1. Mengurangi harga produk dan mengoptimalkan desain produk.

2. Mengurangi biaya-biaya perusahaan.


3. Membantu perusahaan dalam mempertimbangkan peluang

bisnis baru.

Faktor-faktor yang mendukung keberhasilan penerapan Activity

Based Management (ABM) antara lain :


1. Budaya organisasi
Mencerminkan kerangka berfikir dari karyawan termasuk

perilaku, nilai, keyakinan yang dianut karyawan. Budaya

organisasi menunjukkan keterlibatan, kerja sama, serta

partisipasi yang tinggi dari seluruh karyawan. Budaya organisasi

sangatlah mendukung keberhasilan dari penerapan ABM di

suatu organisasi.
2. Top Management Support and Commitment
Penerapan suatu sistem manajemen biaya yang baru seperti

ABM dan ABC membutuhkan waktu dan sumber daya, oleh

karena itu dukungan dan peran serta top manajer sangatlah

diperlukan untuk keberhasilan penerapannya


3. Change Process

6
Perubahan bisa terjadi apabila diterapkannya suatu proses yang

sudah dirancang menghasilkan perubahan tersebut. Perbaikan

dari proses yang sudah ada sangatlah mendukung keberhasilan

penerapannya. Elemen-elemen dari proses diantaranya daftar

dari aktivitas, sekumpulan tujuan, dan tingkatan lanjutan.


4. Continuing Education
Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengikuti

pelatihan serta meningkatkan keahlian mereka terhadap

lingkungan kerja yang cepat sangatlah penting. Keberhasilan

penerapan dari program manajemen biaya yang baru

membutuhkan keahlian, peran serta dan kerjasama dari

karyawan suatu organisasi.

Tujuan penting dari ABM adalah untuk mengidentifikasi dan

menghilangkan aktivitas dan biaya tak bernilai tambah. Aktivitas yang

tidak bernilai tambah adalah operasi yang (1) tidak perlu dan tidak

penting (2) perlu tapi tidak efisien dan tidak dapat dikembangkan.

Biaya yang tidak bernilai tambah adalah hasil dari beberapa aktivitas,

biaya dari beberapa aktivitas yang bisa dihilangkan tanpa mengurangi

kualitas produk, daya guna, dan nilai yang dirasakan. Berikut adalah

lima langkah yang menyediakan strategi untuk menghilangkan biaya

tak bernilai tambah pada perusahaan manufaktur dan jasa, yaitu :


1. Mengidentifikasi aktivitas, langkah pertama adalah analisis

aktivitas, yang mengidentifikasi semua aktivitas penting

organisasi.
2. Mengidentifikasi aktivitas tak bernilai tambah, tiga kriteria untuk

menentukan aktivitas yang bernilai tambah adalah:


a. Apakah aktivitas tersebut perlu?
b. Apakah aktivitas tersebut efisien?

7
c. Apakah aktivitas tersebut kadang bernilai tambah, kadang

tidak ?
3. Memahami rantai aktivitas, akar masalah, dan pemicunya, dalam

mengidentifikasi aktivitas yang tidak bernilai tambah, sangat

penting untuk memahami jalan dimana aktivitas terhubung

bersama. Pengerjaan ulang unit yang rusak adalah kegiatan

non-nilai tambah. Pengerjaan ulang ini dipicu oleh identifikasi

produk cacat selama inspeksi. Akar penyebab ulang,

bagaimanapun, bisa berbaring di salah satu dari sejumlah

kegiatan sebelumnya. Mungkin spesifikasi bagian adalah

kesalahan. Atau vendor diandalkan dipilih. Mungkin bagian-

bagian yang salah diterima. Atau kegiatan produksi yang harus

disalahkan. Satu set kegiatan yang saling berhubungan (seperti

yang digambarkan di atas) disebut proses. Kadang-kadang

analisis aktivitas ini disebut sebagai analisis nilai proses (PVA).


4. Menetapkan ukuran kinerja, dengan pengukuran kenerja secara

terus-menerus dan membandingkan kinerja dengan tolak ukur,

perhatian manajemen mungkin terarah pada aktivitas yang tidak

perlu dan tidak efisien.


5. Melaporkan biaya yang tidak berlilai tambah, biaya tak bernilai

tambah harus disoroti pada laporan pusat biaya. Dengan

mengedintifikasi akktivitas tak bernilai tambah, dan melaporkan

biayanya, manajemen dapat bekerja keras untuk

mengembangkan proses dan menghilangkan biaya tak bernilai

tambah.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk penerapan ABM

adalah sebagai berikut :


1. Mengidentifikasi aktivitas-aktivitas

8
2. Membedakan antara aktivitas bernilai tambah dan tidak bernilai

tambah untuk produk atau jasa tertentu


3. Menelusuri arus produk atau jasa melalui aktivitas
4. Membebankan nilai-nilai waktu dan biaya pada setiap aktivitas
5. Menentukan keterkaitan antara aktivitas-aktivitas dengan

fungsi-fungsi dan lintas fungsi


6. Membuat arus produk atau jasa lebih efisien
7. Mengurangi atau meniadakan aktivitas-aktivitas tidak bernilai

tambah
8. Menganalisa dua atau lebih aktivitas yang saling berhubungan

untuk menentukan trade off diantara aktivitas-aktivitas tersebut

agar mengarah pada pengurangan biaya


9. Penyempurnaan berkesinambungan

Quality Cost

Quality cost adalah biaya-biaya yang timbul dalam penanganan


masalah kualitas (mutu), baik dalam rangka meningkatkan kualitas

maupun biaya yang timbul akibat kualitas yang buruk ( cost of poor

quality). dengan kata lain, biaya kualitas (quality cost) adalah semua
biaya yang timbul dalam manajemen kualitas (quality management).
Feigenbaum (1991) dalam bukunya yang berjudul “ Total Quality

Control” menyebutkan bahwa Biaya Kualitas terdiri dari 3 kategori


utama, yaitu Biaya Pencegahan (Preventive Cost), Biaya Penilaian

(Appraisal Cost) Biaya Kegagalan (Failure Cost). Biaya Kegagalan

kemudian dibagi lagi menjadi 2 jenis yaitu Biaya Kegagalan Internal

(Internal Failure Cost) dan Biaya Kegagalan Eksternal (External Failure

Cost).
Biaya Pencegahan (Preventive Cost) adalah biaya yang
dikeluarkan dalam mencegah terjadi kegagalan pada proses

pertamanya seperti Biaya Pelatihan ( Training Cost) dan Biaya

Perencanaan Kualitas (Quality Planning). Biaya Peniliaian (Appraisal

9
Cost) adalah biaya yang timbul saat melakukan penyaringan atau
pendeteksian kegagalan produk seperti Biaya Pengujian, Inspeksi dan

Proses Audit. Sedangkan Biaya Kegagalan adalah Biaya yang timbul

akibat buruknya kualitas ataupun kegagalan produk yang tidak

memenuhi standar pelanggan (Customer). Dalam Biaya Kegagalan ini,

terdapat lagi biaya kegagalan Internal yang terjadi akibat buruknya

kualitas selama proses produksi dan Biaya Kegagalan Eksternal yang

terjadi akibat kegagalan produk yang telah dijual.

Kategori Contoh Biaya yang perlu dikeluarkan


Biaya 1. Biaya Pelatihan (Training Cost)
2. Proses Capability Studies (Penelitian Kapabilitas
Pencegahan (Preventive
Proses)
Cost)
3. Vendor Survey
4. Quality Planning and Design
Biaya Penilaian(Appraisal 1. Segala Jenis Pengujian (testing) dan Inspeksi
2. Pembelian Peralatan Pengujian dan Inspeksi
Cost)
3. Peninjauan Kualitas dan Audit (Quality Audit and

Review)
4. Biaya Laboratorium
Biaya Kegagalan(Failure 1. Biaya Scrap dan pengerjaan ulang (Rework)
2. Biaya Perubahan Desain (Design Change)
Cost)Internal
3. Biaya Kelebihan Persedian (Excess Inventory

Cost)
4. Biaya Pembelian Bahan
Biaya Kegagalan(Failure 1. Biaya Purna Jual / Jaminan (Warranty)
2. Biaya Pengembalian Produk (Return and Recall)
Cost)Eksternal
3. Biaya Penangan Keluhan Pelanggan
4. Biaya Ganti Rugi

Pengukuran, Pelaporan dan Pengendalian Biaya Kualitas

1) Pengukuran Biaya Kualitas


Ada beberapa atribut atau dimensi yang dapat digunakan untuk

menunjukkan harapan konsumen akan suatu produk yaitu:


a. Performance

10
Menunjukkan bagaimana suatu produk konsisten dalam

melaksanakan fungsinya
b. Aesthetics
Berhubungan dengan penampilan atau keindahan suatu produk
c. Serviceability
Berhubungan dengan kemudahan untuk perbaikan dan

pemeliharaan produk
d. Features atau quality of design
Menunjukkan karakteristik produk yang membedakan produk dengan

produk lain
e. Retiability
Menjelaskan kualitas dari profitabilitas kemampuan produk untuk

memberikan fungsi selam jangka periode waktu tertentu


f. Durability
Menunjukan jangka waktu suatu produk dapat berfungsi dengan

baik
g. Quality of conformance
Menunjukan bagaimana suatu produk dapat memenuhi spesifikasi

yang telah ditetapkan


h. Fitness of use
menunjukan kemampuan produk untuk memberikan manfaat yang

dijanjikan

Produk dikatakan berkualitas apabila memenuhi 2 hal yaitu:

a. Mutu rancangan (quality of design)


b. Mutu kesesuaian (quality of conformance)

Biaya kualitas adalah biaya yang muncul karena adanya

aktivitas kualitas yang muncul karena rendahnya kualitas produk yang

dihasilkan oleh perusahaan atau kemungkinan adanya kualitas produk

yang rendah.

Aktivitas kualitas yang dilakukan perusahaan diklasifikasikan

menjadi 2 jenis yaitu:

11
a. Aktivitas pengendalian yang merupakan aktivitas untuk

mencegah atau mendeteksi terjadinya produk yang kurang

baik
b. Aktivitas karena kegagalan yang merupakan aktivitas yang

dilakukan perusahaan untuk merespon adanya produk yang

kualitasnya rendah

Biaya kualitas terdiri dari 4 jenis biaya yaitu:


a. Prevention cost atau biaya pencegahan adalah biaya yang

terjadi dalam upaya mencegah adanya produk dengan kualits

tidak baik
b. Apprisial cost atau biaya pengukuran adalah biaya yang terjadi

untuk menentukan suatau produk memenuhi karakteristik yang

ditetapkan atau sesuai dengan permintaan konsumen


c. Internal failure cost atau biaya kegagalan internal adalah biaya

atau kerugian ang terjadi karena produk tidak memenuhi

spesifikasi yang telah ditetapkan dan produk belum sampai

konsumen
d. External failure cost atau biaya kegagalan eksternal adalah

biaya atau kerugian yang terjadi karena produk tidak memenuhi

spesifikasi yang telah ditetapkan dan produk sudah sampai

konsumen

Biaya kualitas dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis biaya yaitu:


a. Observable quality cost yaitu bioaya kualita yang dapat

diketahui jumlahnya dari catatan yang terdapat dalam system

akuntansi yang digunakan perusahaan


b. Hidden quality cost adalah merupakan biaya atau krugian yang

muncul karena rendahnya kualitas tetapi jumlah biaya ini tidak

dapat diketahui dari catatan akuntansi perusahaan. Jumlah

biaya kualitas merupakan penjumlahan baik Observable quality

12
cost maupun Hidden quality cost. Untuk menentukan jumlah
hidden quality cost diperlukan estimasi. Estimasi dapat

dilakukan dengan cara berikut:


i. Multiplier method, penentuan hidden quality cost dengan
cara yang sangat sederhana yaitu dengan

mengamsumsikan bahwa total biaya kegagalan eksternal

adalah biaya eksternal yang dapat diukur dikalikan

dengan multiplier tertentu


ii. Market Researsh method, penentuan hidden quality cost
dengan melakukan penelitian pasar
iii. Taguchi Quality loss Function, penentuan hidden quality
cost dengan mengasumsikan bahwa fungsi biaya

kualitas adalah merupakan fungsi kuadrat.


2) Pelaporan dan Penggunaan Biaya Kualitas
Biaya kualitas perlu dilaporkan agar dapat membantu manajemen

dalam meningkatkan perencanaan, pengendalian serta pengambilan

keputusan yang berkaitan dengan kualitas. Terdapat 2 cara pelaporan

biaya kualitas yaitu dengan Quality cost report serta Analisis.


3) Produktivitas: Pengukuran dan Kontrol
Produktivitas adalah berkaitan dengan menghasilkan output secara

efisien, dan secara khusus membahas hubungan output dan input yang

digunakan untuk menghasilkan output.

Efisiensi produktif total adalah titik di mana dua kondisi terpenuhi:


a) untuk setiap campuran input yang akan menghasilkan output

yang diberikan, tidak lebih dari setiap masukan yang digunakan

daripada yang diperlukan untuk menghasilkan output


b) mengingat campuran yang memenuhi kondisi pertama,

campuran paling mahal yang dipilih.

Pengukuran Produktivitas Parsial: Mengukur produktivitas untuk satu

input pada suatu waktu.

13
Ukur parsial = Output /

Masukan

Mengukur Produktivitas Operasional: mengukur Partial mana kedua

input dan output yang dinyatakan dalam istilah fisik.


Mengukur Produktivitas keuangan: ukuran Partial mana kedua input

dan output yang dinyatakan dalam dolar.


Pengukuran Produktivitas yang Berkaitan dengan Laba
Untuk periode berjalan, menghitung biaya input yang akan digunakan

dalam tidak adanya perubahan produktivitas, dan membandingkan biaya ini

dengan biaya dari input benar-benar digunakan. Perbedaan biaya adalah

jumlah di mana keuntungan berubah karena perubahan produktivitas.


Untuk menghitung masukan yang akan digunakan (PQ), gunakan

rumus berikut:

PQ = Output Periode Berjalan / Rasio Produktivitas Periode

dasar

Just in time

Persediaan merupakan salah satu aset paling mahal. Harus ada

keseimbangan antara investasi persediaan dan tingkat pelayanan

konsumen. Karena itu timbul konsep yang disebut Just In Time atau

disebut juga Sistem produksi tepat waktu.


Just In Time (JIT) adalah suatu konsep dimana bahan baku
yang digunakan untuk aktifitas produksi didatangkan dari pemasok

(suplier) tepat pada waktu bahan itu dibutuhkan oleh proses produksi,

sehingga akan sangat menghemat bahkan meniadakan biaya

persediaan barang, penyimpanan barang dan stocking cost. Sistem

produksi tepat waktu/Just In Time (JIT) adalah suatu sistem produksi

yang dirancang untuk mendapatkan kualitas, menekan biaya, dan

14
mencapai waktu penyerahan seefisien mungkin dengan menghapus

seluruh jenis pemborosan yang terdapat dalam proses produksi

sehingga perusahaan mampu menyerahkan produknya (baik barang

maupun jasa) sesuai kehendak konsumen tepat waktu.


Prinsip dasar Just In Time adalah peningkatan kemampuan

perusahaan secara terus menerus untuk merespon perubahan dengan

minimisasi pemborosan.
Just In Time mempunyai empat aspek pokok, yaitu :
1) Semua aktivitas yang tidak bernilai tambah terhadap produk atau jasa

harus dieliminas
2) Adanya komitmen untuk selalu meningkatkan mutu yang lebih tinggi
3) Selalu diupayakan penyempurnaan yang berkesinambungan dalam

meningkatkan efisiensi kegiatan


4) Menekankan pada penyederhanaan aktivitas dan meningkatkan

pemahaman terhadap aktivitas yang bernilai tambah


Tujuan dari adanya manajemen menggunakan dan

mengembangkan konsep manajemen Just In Time dalam perusahaan

dapat dirangkum atas beberapa aspek. Adapun tujuan tersebut

diantaranya:
1) Meningkatkan efisiensi proses produksi
Biaya persediaan ini sangat tinggi, berkisar antara 20 persen–40

persen dari harga barang pertahun. Efisiensi didapat juga dengan cara

mendesain pabrik sedemikian rupa sehingga proses produksi dapat

dilakukan dengan lebih cepat dan aman.


2) Meningkatkan daya kompetisi
Hal ini dianggap salah satu tujuan yang paling penting, yaitu suatu

tujuan strategis, karena peningkatan efisiensi berarti penurunan biaya

dan ini memungkinkan perusahaan untuk tetap bertahan dalam

persaingan pasar.
3) Meningkatkan mutu barang
Mutu tinggi dari suku cadang atau komponen yang dipasok oleh

pemasok pada gilirannya akan meningkatkan mutu barang yang

15
diproduksi oleh perusahaan. Kemitraan penjual pembeli

memungkinkan melakukan pengendalian mutu suku cadang atau

komponen dengan lebih murah dan lebih handal.


4) Mengurangi pemborosan
Pengurangan pemborosan terutama dalam bentuk barang yang

terbuang, karena pada hakekatnya pemborosan adalah biaya.

Penerapan Just In Time dalam berbagai bidang fungsional

perusahaan :
1) Pembelian Just In Time
Pembelian Just In Time adalah sistem penjadwalan pengadaan

barang dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan

penyerahan segera untuk memenuhi permintaan atau penggunaan.


Pembelian Just In Time dapat mengurangi waktu dan biaya yang

berhubungan dengan aktivitas pembelian dengan cara:


a) Mengurangi jumlah pemasok sehingga perusahaan dapat

mengurangi sumber-sumber yang dicurahkan dalam negosiasi

dengan pamasoknya.
b) Mengurangi atau mengeliminasi waktu dan biaya negosiasi

dengan pemasok.
c) Memiliki pembeli atau pelanggan dengan program pembelian

yang mapan.
d) Mengeliminasi atau mengurangi kegiatan dan biaya yang tidak

bernilai tambah.
e) Mengurangi waktu dan biaya untuk program-program

pemeriksaan mutu.

Penerapan pembelian Just In Time dapat mempunyai pengaruh

pada sistem akuntansi biaya dan manajemen dalam beberapa cara

sebagai berikut:
a) Ketertelusuran langsung sejumlah biaya dapat ditingkatkan.
b) Perubahan “cost pools” yang digunakan untuk

mengumpulkan biaya.

16
c) Mengubah dasar yang digunakan untuk mengalokasikan biaya

sehingga banyak biaya tidak langsung dapat diubah menjadi

biaya langsung.
d) Mengurangi perhitungan dan penyajian informasi mengenai

selisih harga beli secara individual.


e) Mengurangi biaya administrasi penyelenggaraan sistem

akuntansi.

2) Produksi Just In Time


Produksi Just In Time adalah sistem penjadwalan produksi

komponen atau produk yang tepat waktu, mutu, dan jumlahnya

sesuai dengan yang diperlukan oleh tahap produksi berikutnya atau

sesuai dengan memenuhi permintaan pelanggan.


Produksi Just In Time dapat mengurangi waktu dan biaya produksi

dengan cara:
a) Mengurangi atau meniadakan barang dalam proses dalam

setiap workstation (stasiun kerja) atau tahapan pengolahan

produk (konsep persediaan nol).


b) Mengurangi atau meniadakan “Lead Time” (waktu tunggu)

produksi (konsep waktu tunggu nol).


c) Secara berkesinambungan berusaha sekeras-kerasnya untuk

mengurangi biaya setup mesin-mesin pada setiap tahapan

pengolahan produk (workstation).


d) Menekankan pada penyederhanaan pengolahan produk

sehingga aktivitas produksi yang tidak bernilai tambah dapat

dieliminasi.
Perusahaan yang menggunakan produksi JIT dapat meningkatkan

efisiensi dalam bidang:


a) Lead time (waktu tunggu) pemanufakturan
b) Persediaan bahan, barang dalam proses, dan produk selesai
c) Waktu perpindahan
d) Tenaga kerja langsung dan tidak langsung
e) Ruangan pabrik

17
f) Biaya mutu
g) Pembelian bahan

Keuntungan dan kelemahan Just In Time


Keuntungan Just In Time :
1) Seluruh system yang ada dalam perusahaan dapat berjalan lebih

efisien
2) Pabrik mengeluarkan biaya yang lebih sedikit untuk memperkerjakan

para staffnya
3) Barang produksi tidak harus selalu di cek, disimpan atau diretur

kembali
4) Kertas kerja dapat lebih simple
5) Penghematan yang telah di lakukan dapat digunakan untuk

mendapat profit yang lebih tinggi misalnya, dengan mengadakan

promosi tambahan

Kelemahan Just In Time :


Satu kelemahan sistem Just In Time adalah, tingkatan order

ditentukan oleh data permintaan historis. Jika permintaan naik

melebihi dari rata-rata perencanaan historis maka inventori akan

habis dan akan mempengaruhi tingkat pelayanan konsumen.

Pengimplementasian konsep Just In Time dalam perusahaan juga

tidak mudah. Kegiatan produksi akan terhenti dan tenggang waktu

pengiriman tidak terpenuhi apabila salah satu komponen bahan

penting hilang atau ditemukan cacat. Sedangkan pemasok harus

mampu menyerahkan bhan baku yang bebas dari cacat pada waktu

dan jumlah yang tepat.

Lean Production

Lean Production (produksi ramping) adalah praktik produksi


yang mempertimbangkan segala pengeluaran sumber daya yang ada

untuk mendapatkan nilai ekonomis terhadap pelanggan tanpa adanya

18
pemborosan, dan pemborosan inilah yang menjadi target untuk

dikurangi. Lean selalu melihat nilai produk dari sudut pandang

pelanggan, dimana nilai sebuah produk didefinisikan sebagai sesuatu

yang mau dibayar oleh pelanggan.


Beberapa tujuan lean production
1) Mengeliminasi pemborosan yang terjadi dalam bentuk waktu, usaha

dan material pada saat melakukan proses produksi.


2) Memproduksi produk sesuai pesanan dari konsumen.
3) Mengurangi biaya seiring dengan meningkatkan kualitas produk

yang dihasilkan.
Beberapa prinsip yang mendasari pandangan unutk penerapan

sistem lean production yaitu :


1) Mengidentifikasi nilai produk berdasarkan pada pandangan dari para

pelanggan, di mana pelanggan menginginkan produk (barang atau

jasa) dengan kualitas yang superior, harga kompetitif dan

pengiriman yang tepat waktu. Perusahan harus berpikir melalui

sudut pandang pelanggan dalam melakukan desain produk, proses

produksinya serta pemasarannya.


2) Membuat dan melakukan identifikasi terhadap aliran proses produk

sehingga kegiatan yang dilakukan dalam memproses produk dapat

diamati secara detail. Umumnya banyak perusahaan tidak

melakukan pembuatan aliran prses produk melainkan aliran proses

pertimbangan apakah memberikan nilai tambah kepada produk yang

dibuat.
3) Menghilangkan pemborosan yang tidak berniali tambah dari semua

aktivitas yang terdapat dalam proses value stream tersebut dengan

menganalisa value stream yang telah dibuat.


4) Mengorganisasikan agar material, informasi dan produk mengalir

dengan lancar dan efisien sepanjang proses value stream dengan

menggunakan sistem tarik (full system).

19
5) Secara terus-menerus dan berkesinambungan melakukan

peningkatan dan perbaikan dengan cara mencari teknik-teknik dan

alat peningkatan agar mencapai keunggulan dan peningkatan terus-

menerus.

20
BAB III

PENUTUP

21
DAFTAR PUSTAKA

Iai; Akuntansi Manajemen Lanjutan; Jakarta


Hansen, Don R; Mowen, Maryanne M. 2006. Cost Management:Accounting

And Control. Fifth Edition. South Western Cengage Learning.


Blocher, Eward J; Stout, David E; And Cokins, Gary. 2010. Cost Management :

A Strategic Emphasis. Fifth Edition. Mc-Graw-Hill.

22

Anda mungkin juga menyukai