Anda di halaman 1dari 14

1.

HIRARKI PEKERJAAN DAN PELAYANAN KEFARMASIAN


UUD 1945
KETETAPAN MPR
UNDANG UNDANG / PERPPU
PERATURAN PEMERINTAH / PRESIDEN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN

1. UUD 1945
2. UU 36/’09 tentang Kesehatan
3. UU 44/’09 tentang Rumah Sakit
4. PP 51/’09 tentang Pekerjaan Kefarmasian
a. PMK 1799/’010 tentang Industri Farmasi
b. PMK 16/’013 tentang Perubahan atas PMK 1799/’010 tentang Industri Farmasi
c. PMK 72/’016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
d. PMK Nomor HK.02.02/’010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Pemerintah
e. PMK 1175/’010 tentang Izin Produksi Kosmetika
f. PMK 1148/’011 tentang Pedagang Besar Farmasi
g. PMK 889/’011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian
h. PMK 31/’016 tentang Perubahan atas PMK 889/’011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian
i. PMK 63/’013 tentang Perubahan atas PMK 1175/’010 tentang Izin Produksi Kosmetika
j. PMK 35/’014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
k. PMK 35/’016 tentang Perubahan atas PMK 35/’014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek
l. PMK 34/’014 tentang Perubahan atas PMK 1148/’011 tentang Pedagang Besar Farmasi
m. PMK 30/’017 tentang Perubahan atas PMK 1148/’011 tentang Pedagang Besar Farmasi
n. PMK 70/’016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
o. PMK 36/’016 tentang Perubahan atas PMK 70/’016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas
p. PMK 10/’013 tentang Impor dan Ekspor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
q. PMK 007/’012 tentang Registrasi Obat Tradisional
r. PMK 006/’012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional
s. PMK 3/’015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi
t. PMK 003/’010 tentang Saintifikasi Jamu dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan
u. PerKaBPOM No 5/’016 tentang Penarikan dan Pemusnahan Obat Tradisional yang Tidak Memenuhi
Persyaratan
v. PerKaBPOM No HK.03.42.06.10.4556 tentang Petunjuk Operasional Pedoman Cara Pembuatan
Kosmetik yang Baik
w. PerKaBPOM No 40/’013 tentang Pedoman Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat Mengandung
Prekursor Farmasi
II. Uraian

Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (PP No. 51 Tahun 2009; PMK 889 tahun 2011;
PMK 31 tahun 2016 )

Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (PMK No. 72 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit)

Tugas Pasal Terkait Isi Peraturan Contoh

Pengendalian UU No.36 Tahun 2009 Pasal 98 Pekerjaan kefarmasian harus Apoteker penanggung jawab
mutu Sediaan (1) dan Pasal 105 (1); dilakukan dalam rangka menjaga bagian pemastian mutu
Farmasi mutu sediaan farmasi yang memastikan bahwa produk
PP 72 Tahun 1998 Pasal 2; beredar. yang akan didistribusikan telah
memenuhi persyaratan mutu
PP 51 Tahun 2009 Pasal 3
Sediaan farmasi yang berupa obat dan standar yang berlaku.
dan bahan baku obat harus
menuhi syarat farmakope Pembuatan obat sesuai
Indonesia atau buku standar persyaratan dalam Farmakope
lainnya.
Terjadinya kasus Vaksin Palsu
Sediaan farmasi dan alkes yang dan Obat Kadaluwarsa
diproduksi dan diedarkan harus menunjukkan masih kurangnya
memenuhi persyaratan mutu, pengawasan pekerjaan
keamanan, dan kemanfaatan. kefarmasian di Indonesia.

Pekerjaan Kefarmasian dilakukan


berdasarkan pada nilai ilmiah,
keadilan, kemanusiaan,
keseimbangan, dan perlindungan
serta keselamatan pasien atau
masyarakat yang berkaitan
dengan Sediaan Farmasi yang
memenuhi standar dan
persyaratan keamanan, mutu, dan
kemanfaatan.

Pelaksanaan PP 51 Tahun 2009 Pasal 34 Pekerjaan kefarmasiaan dalam Obat-obatan narkotika dan
pengadaan, produksi, distribusi, psikotropika hanya dapat dibeli
dan pelayanan sediaan farmasi di apotek dengan adanya resep
harus dilakukan oleh tenaga dokter.
kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk
itu. Ketentuan tersebut ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah

Fasilitas Produksi Sediaan


Farmasi berupa industri farmasi
obat, industri bahan baku obat,
industri obat tradisional, pabrik
kosmetika dan pabrik lain yang
memerlukan Tenaga Kefarmasian
untuk menjalankan tugas dan
fungsi produksi dan pengawasan
mutu.

Izin Praktik PMK 889 Tahun 2011 Pasal 17 1) Setiap tenaga kefarmasian
yang akan menjalankan
pekerjaan kefarmasian wajib
memiliki surat izin sesuai
tempat tenaga kefarmasian
bekerja.
2) Surat izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a. SIPA bagi Apoteker
penanggung jawab di fasilitas
pelayanan kefarmasian;
b. SIPA bagi Apoteker
pendamping di fasilitas
pelayanan kefarmasian;
c. SIKA bagi Apoteker yang
melakukan pekerjaan
kefarmasian di fasilitas
produksi atau fasilitas
distribusi/penyaluran; atau
d. SIKTTK bagi Tenaga Teknis
Kefarmasian yang melakukan
pekerjaan kefarmasian pada
fasilitas kefarmasian.
Pengamanan UU No.36 Tahun 2009 Pasal Pengamanan penggunaan bahan Hanya apoteker yang berhak
113 (1): yang mengandung zat adiktif mengakses lemari penyimpanan
diarahkan agar tidak mengganggu NPP.
PP 72 Tahun 1998 Pasal 36; dan membahayakan kesehatan
perseorangan, keluarga, Pengujian kembali obat yang
masyarakat, dan lingkungan. tidak memenuhi persyaratan.

Untuk melindungi masyarakat


dari bahaya yang disebabkan oleh
penggunaan sediaan farmasi dan
alkes yang tidak memenuhi
persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan dilakukan pengujian
kembali sediaan farmasi dan
alkes yang diedarkan.

Pengadaan UU No.36 Tahun 2009 Pasal 98 Pemerintah berkewajiban Apoteker di rumah sakit
(4); membina, mengatur, melakukan pekerjaan
mengendalikan, dan mengawasi manajerial dalam bidang
UU No. 44 Tahun 2009; pengadaan obat dan
pengadaan, penyimpanan, memastikan rumah sakit tidak
PP 51 Tahun 2009 Pasal 6; promosi, dan pengedaran kelebihan atau kekurangan
obat.
PMK No. 72 Tahun 2016 Pengadaan Sediaan Farmasi harus
dapat menjamin keamanan, mutu,
manfaat dan khasiat Sediaan
Farmasi.

Penyelenggaraan Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit
harus menjamin ketersediaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai
yang aman, bermutu, bermanfaat,
dan terjangkau.

Penyimpanan UU No.36 Tahun 2009 Pasal 98 Apoteker secara berkala


(4); memeriksa kondisi
penyimpanan obat apakah
PP 51 Tahun 2009 Pasal 1 sesuai dengan persyaratan
penyimpanan masing-masing
obat, bahan baku obat, dll.

Pendistribusian UU No.36 Tahun 2009 Pasal 98 Sediaan farmasi dan alat Ekspor obat dilakukan sesuai
atau penyaluran (4): kesehatan yang dimasukkan dan prosedur oleh eksportir yang
obat dikeluarkan dari Indonesia harus berizin.
PP 72 Tahun 1998 Pasal 17; memenuhi persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan. Apoteker di PBF memastikan
PP 51 Tahun 2009 pasal 1
bahwa pendistribusian obat
telah memenuhi persyaratan
Cara Distribusi Obat yang Baik.

Pengelolaan obat UU No.36 Tahun 2009 Pasal 37 Pengelolaan perbekalan Dilakukan proses pemeliharaan
(2); kesehatan yang berupa obat mutu sesuai prosedur.
esensial dan alat kesehatan dasar
PP 72 Tahun 1998 Pasal 34; tertentu dilaksanakan dengan Apoteker di apotek mengawasi
memperhatikan kemanfaatan, pengelolaan obat dari mulai
PP 51 Tahun 2009 Pasal 1;
harga, dan faktor yang berkaitan penentuan obat apa yang akan
PMK No. 58 Tahun 2014 Pasal dengan pemerataan. dipesan hingga obat apa saja
3 (2); yang telah dijual ke pasien.

PMK No 72 Tahun 2016


Dalam rangka menjamin sediaan
farmasi dan alkes memenuhi
persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan diselenggarakan
upaya pemeliharaan mutu sediaan
farmasi dan alat kesehatan

Standar Pelayanan Kefarmasian


di Apotek meliputi standard
pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai
Pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:

a. pemilihan;

b. perencanaan kebutuhan;

c. pengadaan;

d. penerimaan;

e. penyimpanan;

f. pendistribusian;

g. pemusnahan dan penarikan;

h. pengendalian; dan

i. administrasi.

Pelayanan obat UU No.36 Tahun 2009 Pasal 23 Tenaga kesehatan berwenang Pasien yang datang ke fasilitas
atas resep dokter (1) dan Pasal 24 (1); untuk menyelenggarakan pelayanan farmasi dan
pelayanan kesehatan dan harus membawa resep dokter dilayani
PP 51 Tahun 2009 Pasal 1; memenuhi ketentuan kode etik, langsung oleh Apoteker dan
standar profesi, hak pengguna bukan tenaga teknis
PMK No 72 Tahun 2016;
pelayanan kesehatan, standar kefarmasian.
PMK No 36 Tahun 2016; PMK pelayanan, dan standar prosedur
No 70 Tahun 2016 operasional.
Standar Pelayanan Kefarmasian
di Apotek meliputi standar
pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan farmasi klinik
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b meliputi:

a. pengkajian dan pelayanan


Resep;

b. penelusuran riwayat
penggunaan Obat;

c. rekonsiliasi Obat;

d. Pelayanan Informasi Obat


(PIO);

e. konseling;

f. visite;

g. Pemantauan Terapi Obat


(PTO);

h. Monitoring Efek Samping


Obat (MESO);

i. Evaluasi Penggunaan Obat


(EPO);

j. dispensing sediaan steril; dan

k. Pemantauan Kadar Obat dalam


Darah (PKOD);

Pelayanan UU No.36 Tahun 2009 Pasal 63 Pelaksanaan pengobatan dan/atau Apoteker menjawab pertanyaan
informasi obat (4); perawatan berdasarkan ilmu pasien seputar obat yang
kedokteran atau ilmu diresepkan dan terapi yang
PP 51 Tahun 2009 Pasal 1 keperawatan hanya dapat diterima.
dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan
kewenangan
Pengembangan UU No.36 Tahun 2009 Pasal 27 Tenaga kesehatan dalam Apoteker yang melakukan
obat, bahan obat, (2) dan Pasal 167 ayat 1; melaksanakan tugasnya inovasi terhadap sediaan yang
dan obat berkewajiban mengembangkan telah beredar sehingga dapat
tradisional PP 51 Tahun 2009 Pasal 1 dan meningkatkan pengetahuan mempercepat aksi atau
dan ketrampilan yang dimiliki. menurunkan efek samping
penggunaan serta melakukan
Pengelolaan kesehatan yang penelitian mengenai zat aktif
diselenggarakan oleh Pemerintah, baru yang berpotensi sebagai
pemerintah daerah dan/atau bahan obat dan obat tradisional.
masyarakat melalui ilmu
pengetahuan dan teknologi di
bidang kesehatan dilakukan
secara terpadu dan saling
mendukung guna menjamin
tercapainya derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya.

Sanksi UU No. 36 Tahun 2009 pasal Setiap orang yang tidak memiliki
198 keahlian dan kewenangan untuk
melakukan praktik kefarmasian
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 108 dipidana dengan pidana
denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).

2. Bidang Kefarmasian diatur dengan sangat ketat, walaupun sudah banyak peraturan perundangan yang
disusun dan ditetapkan oleh negara, mengapa masih diperlukan disusun dan ditetapkan peraturan
perundangan khusus dalam bidang kefarmasian?

Karena Pekerjaan Kefarmasian mencakup pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi,
hingga sediaan farmasi sampai ketangan konsumen dan bahkan setalah digunakan harus tetap
dipastikan mutunya karena berhubungan langsung dengan keselamatan hidup manusia. sehingga sangat
diperlukan adanya aturan khusus yang mengatur tentang bidang kefarmasian.

Sebutkan 5 alasan, jelaskan dan berikan contoh peraturan perundangan dengan alasan tersebut!
NO ALASAN CONTOH PER-UU-AN
1 Perintah dari UU PP 51 tahun 2009

2 Belum Tersedianya Pelayanan & Sediaan PMK NOMOR 35 TAHUN 2014 tentang Standar
Farmasi, Alat Kesehatan Dan Pkrt Secara Baik Pelayanan Kefarmasian di apotek
& Benar
3 Belum Terjaminnya Pelayananan Keamanan, PerKa BPOM No. HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012
Mutu dan Khasiat/Kemanfaatan Secara Baik & tentang CPOB
Benar
4 Belum Terjangkaunya Pelayanan, Sediaan PMK No. 1189 Tahun 2010 tentang produksi Alkes
Farmasi, Alat Kesehatan Dan PKRT Bagi dan PKRT
Masyarakat Secara Baik & Benar
5 Belum Terlindunginya Masyarakat Terhadap PP 72 tahun 1998 tentang pengamanan sediaan
Penggunaan Yang Tidak Memenuhi Standar farmasi dan alat kesehatan
Dan Persyaratan Secara Baik & Benar
6 Banyaknya Akibat Yang Muncul Dari UU no. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
Penggunaan Yang Salah Dan Penyalahgunaan
3. Apa yang dimaksud dengan praktik kefarmasian?
a. Jelaskan pengertian dan ruang lingkupnya
b. Siapa saja yang diperbolehkan melaksanakan praktik
kefarmasian? Tuliskan peraturan perundangan yang
mendasarinya!
Jawab:

a. Praktik kefarmasian adalah kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi tugas farmasis
dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Ruang lingkup Pekerjaan Kefarmasian
adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat,
bahan obat dan obat tradisional.
b. Praktik kefarmasian dilakukan oleh: pekerjaan kefarmasian dilakukan oleh tenaga
kefarmasian, yang termasuk dalam tenaga kefarmasian adalah Apoteker dan TTK (PP 51
pasal 1 ayat 3)
Yang termasuk sebagai TTK adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani
Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis
Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. (PP 51 pasal 1 ayat 6)

4. Banyak aspek yang diatur dalam rangka pengamanan sediaan farmasi

Aspek yang Penjelasan Contoh penerapan Kemungkinan Pelanggaran


diatur
Persyaratan Produk Sediaan farmasi dan UU N0. 36 tahun 2009 Adanya produksi dan distribusi
alat kesehatan yang Pasal 105 Ayat 1 sediaan yang tidak memenuhi
diproduksi dan/atau Sediaan farmasi yang berupa standar mutu, keamanan, khasiat
diedarkan harus bahan obat dan obat sesuai serta tidak terjangkau
memenuhi persyaratan dengan persyaratan dalam
mutu, keamanan, dan buku farmakope atau buku
kemanfaatan standar lainnya yang
ditetapkan oleh Menteri.
Sarana dan Proses Merupakan aspek yang PMK 1799 tahun 2010 Adanya produksi obat dan bahan
Produksi mengatur bagiamana pasal 2 (1) Proses obat diluar industri farmasi dan
suatu sediaan farmasi pembuatan obat dan/atau IRS sesuai pasal 2 ayat 2 dan 3
dibuat, dimana harus PMK 1799. Yang kemudian
bahan obat hanya dapat
dibuat dan bagimana diedarkan pada masyarakat atau
cara pembuatannya. dilakukan oleh Industri masuk pasar illegal.
Farmasi. (Kecuali Intalasi
Rumah sakit dalam keadaan
tertentu diatur dalam ayatu 2
dan 3 pasal yg sama.

Izin Edar Untuk memastikan obat PerKa BPOM 24 /17 Adanya penngedaran Obat yang
yang beredar memenuhi tentang Registrasi Pasal 3 tidak terdaftar ataupun pemalsuan
syarat khasiat, Obat yang akan diedarkan NIE obat yang diedarkan.
keamanan, dan mutu wajib untuk memiliki izin
edar kecuali untuk
pemasukan Obat untuk
penggunaan khusus
Penandaan dan Iklan Iklan Obat adalah setiap PKBPOM Nomor 8 tahun 2017 Adanya pelabelan atau penandaan
keterangan atau tentang Pedoman Pengawasan yang tidak sesuai dengan
pernyataan mengenai Periklanan Obat kandungan obat sehingga dapat
obat dalam bentuk membahayakan.  kasus
Ayat 3
gambar, tulisan, atau bufanest spinal (As. Traneksamat)
bentuk lain yang Obat bebas dan Obat bebas
dilakukan dengan terbatas dapat diiklankan
berbagai cara untuk pada: media cetak; media
pemasaran dan/atau elektronik; dan media luar
perdagangan obat. ruang.

5. Sebutkan dan jelaskan 4 (empat) standar yang harus dimiliki dan dilaksanakan Apoteker
dalam rangka melaksanakan praktik kefarmasian proses produksi dan distribusi sediaan
farmasi. Sebutkan dasar hukumnya

NO Jenis Standar Penjelasan, Isi utama standar & dasar hukum


1 Sertifikasi CPOB (Cara pembuatan Obat yang Sertifikat yang diberikan oleh BPOM kepada industry
baik) farmasi untuk memproduksi sediaan yang dilaporkan
jika lulus audit.
(PerKa BPOM HK.03.1.33.12.12.8195 thn 2012
tentang CPOB)
2 Compendium terkait jenis sediaan farmasi Standar acuan terhadap jenis sediaan farmasi dalam
dalam ruang lingkup kerjanya (Farmakope, ruang ligkup kerjanya untuk memastikan mutu sesuai
Farmakope Herbal, Codex cosmetic, dengan spesifikasi.
compendium alkes) UU No. 36 2009 pasal 105 ayat 1
3 CDOB (Cara Distribusi Obat yang baik) Cara distribusi obat untuk memastikan obat tersebut
terjamin mutunya sepanjang jalur distribusi atau
penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaan
PerKa BPOM No. 03.1.34.11.12.7542

6. Sebutkan dan jelaskan 4 (empat) jenis perizinan aspek farmasi yang harus dimiliki
Apoteker dalam rangka melaksanakan praktik kefarmasian dalam proses produksi dan
distribusi sediaan farmasi. Sebutkan dasar hukumnya

NO Jenis Izin Penjelasan, Isi utama standar & dasar hukum


1 Izin Industri Farmasi Izin industry farmasi ini merupakan izin yang
diberikan oleh menteri kesehatan kepada insudtri
farmasi untuk melakukan pembuatan obat atau bahan
obat.
PMK 1799 tahun 2010 tentang industry farmasi
2 Izin Produksi Produksi obat dan bahan obat hanya dapat dilakukan
diindutri farmasi yang memiliki setdaknya satu
peralatan produksi yang telah tersertifikasi CPOB.
PMK 1799 2010 tentang industry farmasi. Aturan
utntuk pelaksanaan CPOB sebagai acuan dalam
produksi diatur dalam PerKa BPOM tahun 2012
tentang CPOB
3 Izin Edar Izin yang diperlukan untuk mengedarkan sediaan
farmasi, dimana semua sediaan farmasi yang akan
diedarkan harus melakukan Registrasi
PerKa BPOM 24 tahun 2017 tentang Tatalaksana
Registrasi Obat.
4

7. Sebutkan dan Jelaskan 3 perbedaan proses untuk memperoleh NOMOR IZIN EDAR
antara Obat dengan Obat Tradisional / Kosmetika (PILIH SALAH SATU) dengan
menuliskan referensi peraturan perundang-undangan dan kebijakan turunannya yang
dipakai!
Perbedaan Obat dan Kosmetik dalam memperoleh izin edar

Tahapan yang Tahapan Memperoleh Izin Tahapan Memperoleh Izin Referensi Per-UU-an
berbeda Edar Obat Edar Obat Tradisional atau
Kosmetik
Jenis izin edar Obat yang akan di edarkan di Kosmetika hanya dapat  Permenkes 1010’08
Indonesia wajib memiliki izin diedarkan setelah mendapat  PerkaBPOM No
edar dan harus dilakukan izin edar berupa Notifikasi HK.03.1.23.10.11.084
81 Tahun 2011
Registrasi
 PerKBPOM 24/’17
Kosmetik (Permenkes
1176/’10)

Tata Cara a. Registrasi terdiri dari 2 tahap Pendaftaran dilakukan secara Obat: PerKaBPOM
registrasi atau yaitu tahap praregistrasi dan online dengan mengisi No. 24/’17
pendaftran tahap registrasi. template melalui sistem
b. Dilakukan dengan mengisi Kosmetik:
produk elektronik di website BPOM
formulir dan melampirkan PerKaBPOM No.
dokumen praregistrasi dan HK.03.1.23.12.10.11983
dokumen registrasi
c. Registrasi dapat dilakukan Th. 2010 Pasal 7
secara elektronik atau manual

Kriteria Produk  Syarat Keamanan Syarat Keamanan Permenkes 1010/’08


Obat harus memiliki khasiat dan Keamanan yang dinilai Pasal 4
mutu yang meyakinkan dari bahan kosmetika
dibuktikan dengan uji klinis dan yang digunakan dan
dibuat sesuai kaidah CPOB kosmetika yang dihasilkan PerKaBPOM No.
 Syarat Bahan HK.03.1.23.12.10.1198
Syarat Penandaan
Penandaan berisi informasi yang Bahan kosmetika yang 3 Th. 2010 Pasal 2
lengkap dan obyektif yang dapat digunakan sesuai dengan
menjamin penggunaan obat Kodeks Kosmetika
secara tepat, rasional dan aman; Indonesia, standar lain yang
diakui, dan ketentuan
 Syarat Khusus peraturan
Diberlakukan untuk psikotropika
perundangundangan
dan kontrasepsi
 Syarat Penandaan
penandaan yang berisi
informasi lengkap, obyektif,
dan tidak menyesatkan
Syarat Klaim

Kemanfaatan yang dinilai dari


kesesuaian dengan tujuan
penggunaan dan klaim yang
dicantumkan

8. Sebutkan dan Jelaskan 3 perbedaan kebutuhan dokumen/produk untuk memperoleh NOMOR


IZIN EDAR antara Obat dengan Obat Tradisional / Kosmetika (PILIH SALAH SATU)
dengan menuliskan referensi peraturan perundang-undangan dan kebijakan turunannya yang
dipakai!

Jenis Dokumen / Dokumen / produk Dokumen / produk Obat Referensi Per-UU-an


produk yang diperlukan Obat Tradisional atau Kosmetik
Bagian I Bagian I : dokumen Bagian I : Dokumen PerKaBPOM No.
Dokumen Administrasi administratif, informasi Administrasi 24/’17 Pasal 27
produk dan label Bagian II: Data Mutu dan
Bagian II : dokumen Keamanan Bahan Kosmetika
mutu Bagian III: Data Mutu PerKaBPOM No.
Bagian III : dokumen Kosmetika 14/’17 Tentang
nonklinik Bagian IV: Data Keamanan Dokumen Informasi
Bagian IV : dokumen dan Kemanfaatan Kosmetika Produk
klinik
Yang membedakan: Dokumen yang yang diperlukan untuk sediaan obat adalah dokumen
yang menjamin mutu obat dan keamanannya. Obat dibutuhkan data hingga data klinik obat
sedangkan kosmetik hanya melakukan pengujian mutu bahan baku tanpa ada dokumen klinik.

9. Sebutkan dan Jelaskan 3 perbedaan muatan Perundang-undangan yang mengatur Narkotika,


Psikotropika, dan Prekursor dalam melaksanakan praktik kefarmasian dengan menuliskan
referensi peraturan perundang-undangan dan kebijakan turunannya yang dipakai!

Aspek Pembeda Narkotika Psikotropika Prekursor


Produksi UU No. 35 Tahun 2009 UU No.5 Tahun 1997 tentang Pp No. 44 Tahun 2010
tentang Narkotika Psikotropika tentang Prekursor
Pasal 11 Pasal 5 Pasal 7 ayat 1
Menteri memberi izin Psikotropika hanya dapat Prekursor hanya dapat
khusus untuk diproduksi oleh pabrik obat diproduksi oleh industri
memproduksi Narkotika yang telah memiliki izin yang telah memiliki izin
kepada Industri Farmasi sesuai dengan ketentuan sesuai dengan ketentuan
tertentu yang telah peraturan perundang- peraturan perundang-
memiliki izin sesuai undangan yang berlaku. undangan.
dengan ketentuan Pasal 7 Pasal 7 ayat 3
peraturan perundang- Psikotropika yang diproduksi Prekursor untuk industri
undangan setelah untuk diedarkan berupa obat farmasi harus memenuhi
dilakukan audit oleh harus memenuhi standar standar Farmakope
Badan Pengawas Obat dan/atau persyaratan Indonesia dan standar
dan Makanan. farmakope Indonesia atau lainnya.
baku standar lainnya

Peredaran 1. 1. 1.
UU No. 35 Tahun 2009 UU No. 5 Tahun 1997 tentang Pp No. 44 Tahun 2010
tentang Narkotika Psikotropika tentang Prekursor
Pasal 40 Pasal 13 Pasal 14
(1) Industri Farmasi Psikotropika yang digunakan (1) Prekursor u/ industri
tertentu hanya dapat untuk kepentingan ilmu non farmasi yg
menyalurkan Narkotika pengetahuan hanya dapat diproduksi dalam
kepada: disalurkan oleh pabrik obat negeri hanya dapat
PBF tertentu; apotek; dan pedagang besar farmasi disalurkan kepada
sarana penyimpanan kepada lembaga penelitian industri non farmasi,
sediaan farmasi dan/atau lembaga pendidikan distributor, dan
pemerintah tertentu; dan atau diimpor secara langsung pengguna akhir.
RS oleh lembaga penelitian (2) Prekursor u/
dan/atau lembaga pendidikan industri non farmasi yg
yang bersangkutan diimpor hanya dapat
disalurkan kepada
industri non farmasi, dan
pengguna akhir.
(3) Prekursor u/ industri
farmasi hanya dapat
disalurkan kepada
industri farmasi dan
distributor.

2. 2. 2.
UU No. 35 Tahun 2009 UU No. 5 Tahun 1997 tentang Pp No. 44 Tahun 2010
tentang Narkotika Psikotropika tentang Prekursor
Pasal 39 Pasal 14 Pasal 14
Narkotika hanya dapat Penyerahan psikotropika PBBBF, distributor atau
disalurkan oleh Industri dalam rangka peredaran importir terdaftar dapat
Farmasi, PBF, dan hanya dapat dilakukan oleh menyalurkan Prekursor
sarana penyimpanan apotek, rumah sakit, kepada lemaga iptek.
sediaan farmasi puskesmas, balai pengobatan,
pemerintah sesuai dan dokter.
dengan ketentuan
dalam UU ini dan
memiliki izin khusus
penyaluran Narkotika
dari Menteri.
3. 3. 3.
PMK No. 3 Tahun 2015 PMK No. 3 Tahun 2015 PMK No. 3 Tahun 2015
Penyaluran Narkotika Penyaluran Psikotropika Penyaluran Prekursor
dalam bentuk bahan dalam bentuk bahan baku Farmasi berupa
baku hanya dapat hanya dapat dilakukan oleh zat/bahan pemula/bahan
dilakukan oleh PBF yang memiliki izin kimia atau produk
perusahaan PBF milik sebagai IT Psikotropika antara/produk ruahan
Negara yang memiliki kepada Industri Farmasi hanya dapat dilakukan
Izin Khusus Impor dan/atau Lembaga Ilmu oleh PBF yang memiliki
Narkotika kepada Pengetahuan. izin IT Prekursor
Industri Farmasi Farmasi kepada Industri
dan/atau Lembaga Ilmu Farmasi dan/atau
Pengetahuan Lembaga Ilmu
Pengetahuan
Impor dan Ekspor PMK No. 10 tahun 2013 PMK No. 10 tahun 2013 PMK No. 10 tahun 2013
Pasal 3 Pasal 4 Pasal 4
Impor dan Ekspor Impor Psikotropika dan/atau Impor Psikotropika
Narkotika hanya dapat Prekursor Farmasi hanya dan/atau Prekursor
dilakukan oleh 1 (satu) dapat dilakukan oleh Industri Farmasi hanya dapat
perusahaan PBF milik Farmasi, PBF, atau Lembaga dilakukan oleh Industri
negara yang telah Ilmu Pengetahuan Farmasi, PBF, atau
memiliki izin khusus Pasal 20 Lembaga Ilmu
sebagai importir dari Ekspor Psikotropika dan/atau Pengetahuan
Menteri Prekursor Farmasi hanya Pasal 20
dapat dilakukan oleh Industri Ekspor Psikotropika
Farmasi atau PBF dan/atau Prekursor
Farmasi hanya dapat
dilakukan oleh Industri
Farmasi atau PBF
PP No. 44 tahun 2010
Pasal 10
Impor dan ekspor
Prekursor hanya dapat
dilakukan oleh badan
usaha yang memiliki izin
usaha importir atau
eksportir.

10. Jelaskan, berikan contoh dan tuliskan referensi peraturan perundangan yang
mendasarinya dari hal terkait narkotika dan psikotropika di bawah ini:
Istilah Pengertian Contoh
pelaksanaan/penggunaan
Rencana Kebutuhan UU No. 35 tahun 2009 Pencatatan dan perencaan
Suatu perencanaan yang dibuat kebutuhan narkotika di apoter RS
untuk menjamin ketersediaan selama satu tahun.
Narkotika untuk pelayanan
Untuk keperluan ketersediaan
Narkotika sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), disusun rencana
kebutuhan tahunan Narkotika.
Transito UU 35 09 Pasal 1 (12) Pengangkutan narkotika dari
Transito Narkotika adalah singapura menuju timor leste dan
pengangkutan Narkotika dari suatu singgah di Jakarta
negara ke negara lain dengan
melalui dan singgah di wilayah
Negara Republik Indonesia yang
terdapat kantor pabean dengan atau
tanpa berganti sarana angkutan.
Penyalahgunaan Pasal 1 ayat 15
Penyalah Guna adalah orang yang
menggunakan Narkotika
tanpa hak atau melawan hukum.
Penyalahgunaan adalah
penggunaan narkotika tanpa hak
dan melawan hukum.
Rehabilitasi 16. Rehabilitasi Medis adalah suatu
proses kegiatan pengobatan
secara terpadu untuk membebaskan
pecandu dari
ketergantungan Narkotika.
17. Rehabilitasi Sosial adalah suatu
proses kegiatan pemulihan
secara terpadu, baik fisik, mental
maupun sosial, agar
bekas pecandu Narkotika dapat
kembali melaksanakan
fungsi sosial dalam kehidupan
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai