PENDAHULUAN
1.LatarBelakang Masalah
Meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya merupakan salah satu indikator positif
meningkatnya kesadaran hukum dalam masyarakat. Sisi negatifnya adalah adanya
kecenderungan meningkatnya kasus malpraktek dikalangan kedokteran, diadukan atau bahkan
dituntut pasien yang akibatnya seringkali membekas bahkan mencekam para tenaga
kedokteran yang pada gilirannya akan mempengaruhi proses pelayanan kesehatan dimasa yang
akan datang. Masalahnya tidak setiap upaya pelayanan kesehatan hasilnya selalu memuaskan
semua pihak terutama pasien, yang pada gilirannya dengan mudah menimpakan beban kepada
pasien bahwa telah terjadi malpraktek. Kasus malpraktek yang sering dipahami sebagai
kelalayan dokter juga harus dianalisis lebih dalam terkait alat-alat kedokteran yang menjadi
penunjang keberhasilan pada proses pelayanan kesehatan. Terkait kasus-kasus yang muncul
mengenai malpraktek, kasus yang baru-baru ini terjadi adalah dugaan kasus malpraktek Mauren
di Rumah Sakit Awal Bros Tangerang Banten. Mengingat semakin maraknya kemunculan kasus-
kasus malpraktek yang terjadi akhir-akhir ini bersamaan dengan semakin meningkatnya
kemajuan dalam pelayanan medis, maka kasus malpraktek ini harus dikaji sebagai sebuah kasus
kriminalitas yang terjadi akibat suatu kelalayan dan propesionalitas tenaga kedokteran.
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi
yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktek” mempunyai arti
“pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang
salah”. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk
menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi. Sedangkan
difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari seseorang dokter atau tenaga
keperawatan (perawat danbidan) untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu
pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien
atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama” (Valentin v. La Society de
Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
1. Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan
tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni :
a. Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan
tercela.
b. Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan
(intensional), kecerobohan (reklessness) atau kealpaan (negligence).
i. Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional):
a. Pasal 322 KUHP, tentang Pelanggaran Wajib Simpan Rahasia Kebidanan, yang berbunyi:
2. Ayat (1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena
jabatan atau pencahariannya, baik yang sekarang, maupun yang dahulu diancam dengan pidana
penjara paling lama sembi Ian bulan atau denda paling banyak enam ratu rupiah. Ayat (2) Jika
kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut ata
pengaduan orang itu.
b. Pasal 346 sampai dengan pasal 349 KUHP, tentang Abortus Provokatus. Pasal 346 KUHP
Mengatakan: Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
c. Pasal 348 KUHP menyatakan: Ayat (1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau
me¬matikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun enam bulan. Ayat (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan
matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
d. Pasal 349 KUHP menyatakan: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan
kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam
pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
e. Pasal 351 KUHP, tentang penganiayaan, yang berbunyi: Ayat (1) Penganiayaan diancam
dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga
ratus rupiah. Ayat (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan
pidana penjara paling lama lima tahun. Ayat (3) Jika mengakibatkan mati, dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun. Ayat (4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak
kesehatan. Ayat (5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
· Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya melakukan tindakan medis
tanpa persetujuan pasien informed consent.
a. Pasal 347 KUHP menyatakan: Ayat (l) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan dan
me¬matikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun. Ayat (2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut,
dikenakart pidana penjara paling lama lima belas tahun.
b. Pasal 349 KUHP menyatakan: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan
kejahatan yang tersebut pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam
pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
· Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang hati-hati melakukan
proses kelahiran.
a. Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal karena lalai menyebabkan
mati atau luka-luka berat.
b. Pasal 359 KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati : Barangsiapa karena
kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau kurungan paling lamasatu tahun.
c. Pasal 360 KUHP, karena kelalaian menyebakan luka berat: Ayat (1) Barangsiapa karena
kealpaannya menyebakan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lamasatu tahun. Ayat (2)
Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa
sehinga menimbulkan penyakit atau alangan menjalankan pekerjaan, jabatan atau
pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.
d. Pasal 361 KUHP, karena kelalaian dalam melakukan jabatan atau pekerjaan (misalnya:
dokter, bidan, apoteker, sopir, masinis dan Iain-lain) apabila melalaikan peraturan-
peraturan pekerjaannya hingga mengakibatkan mati atau luka berat, maka mendapat
hukuman yang lebih berat pula. Pasal 361 KUHP menyatakan: Jika kejahatan yang
diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pen¬caharian,
maka pidana ditambah dengan pertiga, dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk
menjalankan pencaharian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat
memerintahkan supaya putusnya diumumkan. Pertanggung jawaban didepan hukum pada
criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat
dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
2. Civil malpractice
Seorang bidan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban
atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji).
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula
dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah
sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya
(bidan) selama bidan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
3. Administrative malpractice
Bidan dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala bidan tersebut telah
melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power,
pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan,
misalnya tentang persyaratan bagi bidan untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat
Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban bidan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka
tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.
Namun, jika kesalahan tersebut ternyata tidak sekedar pelanggaran kode etik tetapi juga
dapat dikategorikan malpraktik maka MKEK tidak diberikan kewenangan oleh undang-undang
untuk memeriksa dan memutus kasus tersebut.
Lembaga yang berwenang memeriksa dan memutus kasus pelanggaran hukum hanyalah
lembaga yudikatif. Dalam hal ini lembaga peradilan. Jika ternyata terbukti melanggar hukum
maka dokter yang bersangkutan dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Baik secara pidana
maupun perdata. Sudah saatnya pihak berwenang mengambil sikap proaktif dalam menyikapi
fenomena maraknya gugatan malpraktik. Dengan demikian kepastian hukum dan keadilan dapat
tercipta bagi masyarakat umum dan komunitas profesi. Dengan adanya kepastian hukum dan
keadilan pada penyelesaian kasus malpraktik ini maka diharapkan agar para dokter tidak lagi
menghindar dari tanggung jawab hokum profesinya.
3.5 Malpraktek Ditinjau dari Sudut Pandang Agama
Ditinjau dari Sudut Pandang Agama. Adapun agama–agama memandang malpraktek,
khususnya yang menyebabkan kematian atau bisa pasien kehilangan nyawanya. Menurut
pandangan Islam. Dikatakan bahwa jatah hidup itu merupakan ketentuan yang menjadi hak
prerogatif Tuhan, biasanya disebut juga haqqullâh (hak Tuhan), bukan hak manusia (haqqul
âdam). Artinya, meskipun secara lahiriah atau tampak jelas bahwa saya menguasai diri saya
sendiri, tapi saya sebenarnya bukan pemilik penuh atas diri saya sendiri. Untuk itu, saya harus
juga tunduk pada aturan-aturan tertentu yang kita imani sebagai aturan Tuhan. Atau, meskipun
saya memiliki diri saya sendiri, tetapi saya tetap tidak boleh membunuh diri.
Dari sini dapat kita katakana bahwa, sebagai individu saja kita tidak berhak atas diri atau
kehidupan yang kita miliki, apalagi kehidupan orang lain. Karena itu maka setiap tindakan yang
oada akhirnya menghilangkan hidup atau nyawa seseorang bisa dianggap sebagai satu tindakan
yang melanggar hak prerogatif Tuhan. Dengan demikian segala macam tindakan malpraktek
adalah suatu pelanggaran.
BAB VI
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Atas dasar beberapa uraian yang telah disebutkan di muka kiranya dapat diambil suatu
kesimpulan sehubungan dengan masalah malpraktek bidan, adalah sebagai berikut:
1. Kasus malapraktek merupakan suatu kasus yang menarik, yang sering dialami oleh masyarakat,
dan yang sekaligus merupakan manifestasi dari kemajuan teknologi kesehatan dengan berbagai
peralatannya yang canggih. Sementara itu dengan semakin banyaknya kasus malpraktek yang
disidangkan di Pengadilan dan bermunculannya berita-berita tentang malpraktek tenaga medis di
mass media karena kegagalannya dalam berpraktek sehingga mengakibatkan cidera-nya atau
meninggalkan pasien, menunjukkan bahwa tingkat kesadaran hukum masyarakat mulai
meningkat, sehingga perpaduan antara kedua hal tersebut di atas akan menimbulkan suatu
perbenturan atau sengketa.
2. Sedangkan altrnatif untuk menyelesaikan sengketa itu sendiri, untuk sementara waktu ini belum
memadai, sehingga kasus-kasus malpraktek dijumpai kandas di pemeriksaan sidang pengadilan.
Oleh sebab sangst diperlukan adanya suatu pemikiran-pemikiran yang jernih dari para arsitek
hukum untuk mene-mukan alternatif apa yang dapat dipakai dalam menghadapi kasus-kasus
malpraktek tersebut, sebab kasus ini sangat banyak berkaitan dengan kepentingan masyarakat,
khususnya bagi yang merasa dirugikannya.
4.2 Saran
1. Kiranya pihak aparat penegak hukum, sebagai pencari penegakan hukum yang aktif di dalam
masyarakat, kiranya dapat berperan aktif dan melihat dengan jeli indikasi-indikasi kasus
malapraktek ini.
2. Selanjutnya, sebagai rangkaian dalam keaktifannya dalam mencari penegakan hukum, Kejaksaan
sebagai Penuntut Umum dan sebagai pengawasan penyidik sesuai dengan isi KUHP, dapat
meningkatkan peranannya dengan jalan membina kerja sama yang erat dengan pihak penyidik
(polisi) untuk dapat membongkar kasus-kasus malapraktek yang selama ini masih banyak yang
ter-tutup, baru kemudian tugas bagi hakim untuk lebih teliti dan obyektif dalam mengambil
vonisnya.
3. Perlu juga untuk menambah pengetahuan bagi para penegak hukum ini, khususnya pengetahuan
dalam bidang kebidanan, sehingga jika terjadi kasus malapraktek mereka dapat menyidik,
menuntut dan memutus perkara dengan tepat sesuai dengan kemampuan/pengetahuannya. Hal ini
dapat ditempuh dengan cara mengadakan seminar-seminar atau diberikan semacam pendidikan
khusus yang menyangkut masalah kebidanan, khususnya hal-hal yang sangat erat kaitannya
dengan kejadian-kejadian yang timbul di sekitar malapraktek. Atau minimal mereka diberikan
suatu pegangan/pedoman tentang hokum untuk profesi bidan dan segala aspeknya. Dari hal ini
diharapkan agar nantinya setiap kasus malpraktek dapat benar-benar diselesaikan dengan tuntas.
4. Diharapkan tenaga medis akan lebih waspada dan hati-hati dalam melaksanakan tugasnya,
masyarakat menjadi aman dan puas atas pelayanannya dan penegak hukum dapat lancar dalam
bertugas, akhirnya penegakan hukum dapat berjalan sebagaimana kita harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ameln, F., 1991, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya, Jakarta.
Mariyanti, Ninik, 1988, Malpraktek Kedokteran, Bina Aksara, Jakarta.
http://nonameface.wordpress.com/2010/02/06/poin-poin-penting-undang-undang-kesehatan-no-
36-th-2009/
http://www.kksp.or.id/?pilih=lihatdl&id=30
http://bataviase.co.id/node/590966
http://ikpreg1b.blogspot.com/2011/01/kasus-malpraktek-dalam kesehatan.html
http://lahasmile.com/62468/kasus-maureen-harus-diproses-hukum.html
http://arsipberita.com/arsip/kasus-maureen-global-medika.html
http://www.indonesiaheadlines.com/index.php?id=1440285