Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PERILAKU ASERTIF PELAJAR

A. PERILAKU
1. Pengertian Perilaku
Perilaku menurut Ngalim Purwanto, perilaku adalah “perbuatan atau sikap sebagai
respon atau reaksi terhadap suatu rangsangan atau stimulus. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia perilaku merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu
objek dengan cara-cara tertentu, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang
menghendaki adanya respon. Menurut R. Sutarno menjelaskan bahwa perilaku adalah
tingkah laku yang senantiasa diarahkan kepada suatu objek yakni benda, manusia,
peristiwa, pemandangan, lembaga, norma, nilai dan sebagainya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah segala aktivitas
manusia dalam bentuk perubahan. Tindakan dan kegiatan yang nyata baik disadari
maupun tidak disadari yang merupakan hasil belajar. Tingkah laku secara umum juga
disebut akhlak, perangai atau kelakukan. Jadi yang dimaksud dengan perilaku adalah
segala aktivitas baik dalam bentuk perbuatan atau tindakan, ucapan atau dengan kata lain
adalah akhlak individu yang terangkum dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan
hasil proses pembelajaran.

2. Macam-Macam Perilaku
Perilaku merupakan suatu aktivitas dari pada manusia baik yang dapat diamati
secara langsung maupun tidak. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua
makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia
berprilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing.
Menurut pendapat Skinner yang dikutip oleh Ngalim Purwanto, perilaku merupakan
respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena
perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap oganisme, dan kemudian
organisme tersebut merespon, maka teori ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus
Organisme Respons. Respon ini dibedakan menjadi dua, yaitu
a) Respondent respons atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-
rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut eliciting stimulation
karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap.
b) Operant respons atau Instrumental respon, yakni respon yang timbul dan
berkembang kemusian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini
disebut reinforcing stimulation atau reinforcement, karena memperkuat respons.
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu:
a. Perilaku tertutup (covert behaviour) Respons seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk terselubung atau tertutup (covert) respons atau reaksi terhadap stimulus ini
masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan dan sikap yang terjadi pada
orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh
orang lain.
b. Perilaku terbuka (overt behaviour) Respons seseorang terhadap stimulus dalam
bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan yang dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

3. KARAKTERISTIK PERILAKU
Menurut Syaikh M. Jamaluddin Mahfudzh, karakteristik tingkah laku yang positif
dan matang dapat dibedakan sebagai berikut ini:
a. Mampu menguasai diri
b. Berani memikul tanggung jawab dan menghargainya
c. Mau bekerja sama
d. Mampu saling mencintai dan mempercayai
e. Mampu saling memberi dan menerima
f. Bisa diajak bekerja sama dan mendorong perkembangan dan kemajuan
g. Mampu memperhatikan orang lain
h. Mampu menghadapi pergumulan, ketakutan, kegelisahan, dan perasaan bersalah
i. Menikmati kepercayaan diri dan kemampuan menarik orang lain berbuat hal yang
sama
j. Fleksibel dalam menghadapi kenyataan
Tingkah laku positif dengan semua karakteristik ini mampu mewujudkan adaptasi
pribadi dan sosial bagi seseorang. Sehingga seseorang memiliki kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan masyarakat. Selain tingkah laku positif, siswa juga mempunyai
tingkah laku yang negatif.

4. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBENTUKAN PERILAKU


Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan perilaku, antara lain:
a. Faktor dari dalam (intrinsik), meliputi:
1) Intelegensi
Setiap orang mempunyai intelegensi yang berbeda-beda. Perbedaan
intelegensi ini berpengaruh dalam daya serap terhadap norma-norma dan nilai-
nilai sosial. seseorang yang mempunyai intelegensi tinggi umumnya tidak
kesulitan dalam bergaul, belajar, dan berinteraksi di masyarakat. Sebaliknya
seseorang yang intelegensinya di bawah normal akan mengalami berbagai
kesulitan dalam belajar di sekolah maupun menyesuaikan diri di masyarakat.
Akibatnya terjadi penyimpangan-penyimpangan, seperti malas belajar,
emosional, bersikap kasar, tidak bisa berpikir logis. Contohnya, cara seseorang
dalam mengambil keputusan.
2) Jenis kelamin
Cara seseorang berperilaku dapat juga terjadi karena faktor perbedaan
jenis kelamin. Anak laki-laki biasanya cenderung sok berkuasa dan menganggap
remeh pada anak perempuan. Contohnya dalam keluarga yang sebagian besar
anaknya perempuan, jika terdapat satu anak laki-laki biasanya minta
diistimewakan, ingin dimanja
3) Umur
Umur memengaruhi pembentukan sikap dan pola tingkah laku seseorang.
Makin bertambahnya umur diharapkan seseorang bertambah pula
kedewasaannya, makin mantap pengendalian emosinya, dan makin tepat segala
tindakannya.
4) Kedudukan dalam keluarga
Dalam keluarga yang terdiri atas beberapa anak, sering kali anak tertua
merasa dirinya paling berkuasa dibandingkan dengan anak kedua atau ketiga.
Anak bungsu mempunyai sifat ingin dimanjakan oleh kakak-kakaknya maupun
orang tuanya. Jadi, susunan atau urutan kelahiran kadang akan menimbulkan
pola tingkah laku dan peranan dari fungsinya dalam keluarga.
b. Faktor dari luar (ekstrinsik), meliputi:
1) Peran keluarga
Keluarga sebagai unit terkecil dalam kehidupan sosial sangat besar
perananya dalam membentuk pertahanan seseorang terhadap serangan penyakit
sosial sejak dini. Orang tua yang sibuk dengan kegiatannya sendiri tanpa
mempedulikan bagaimana perkembangan anak-anaknya merupakan awal dari
rapuhnya pertahanan anak terhadap serangan penyakit sosial.
Sering kali orang tua hanya cenderung memikirkan kebutuhan lahiriah
anaknya dengan bekerja keras tanpa mempedulikan bagaimana anak-anaknya
tumbuh dan berkembang dengan alasan sibuk mencari uang untuk memenuhi
kebutuhan anaknya. Alasan tersebut sangat rasional dan tidak salah, namun
kurang tepat, karena kebutuhan bukan hanya materi saja tetapi juga nonmateri.
Kebutuhan nonmateri yang diperlukan anak dari orang tua seperti perhatian
secara langsung, kasih sayang, dan menjadi teman sekaligus sandaran anak untuk
menumpahkan perasaannya.
Kesulitan para orang tua untuk mewujudkan keseimbangan dalam
pemenuhan kebutuhan lahir dan batin inilah yang menjadi penyebab awal
munculnya kenakalan remaja yang dilakukan anak dari dalam keluarga yang
akhirnya tumbuh dan berkembang hingga meresahkan masyarakat. Misalnya,
seorang anak yang tumbuh dari keluarga yang tidak harmonis.
Kasih sayang dan perhatian anak tersebut cenderung diabaikan oleh orang
tuanya. Oleh sebab itulah, ia akan mencari bentuk-bentuk pelampiasan dan
pelarian yang kadang mengarah pada hal-hal yang menyimpang. Seperti masuk
dalam anggota genk, mengonsumsi minuman keras dan narkoba, dan lain-lain. Ia
merasa jika masuk menjadi anggota genk, ia akan diakui, dilindungi oleh
kelompoknya. Di mana hal yang demikian tersebut tidak ia dapatkan dari
keluarganya.
2) Peran masyarakat
Pertumbuhan dan perkembangan kehidupan anak dari lingkungan keluarga
akhirnya berkembang ke dalam lingkugan masyarakat yang lebih luas.
Ketidakmampuan keluarga memenuhi kebutuhan rohaniah anak mengakibatkan
anak mencari kebutuhan tersebut ke luar rumah. Ini merupakan awal dari
sebuah petaka masa depan seseorang, jika di luar rumah anak menemukan
sesuatu yang menyimpang dari nilai dan norma sosial.
Pola kehidupan masyarakat tertentu kadang tanpa disadari oleh para
warganya ternyata menyimpang dari nilai dan norma sosial yang berlaku di
masyarakat umum. Masyarakat yang sebagian besar warganya hidup
mengandalkan dari usaha prostitusi, maka anak-anak di dalamnya akan
menganggap prostitusi sebagai bagian dari profesi yang wajar. Demikian pula
seseorang yang tumbuh dan berkembang di lingkungan masyarakat penjudi atau
peminum minuman keras, maka akan membentuk sikap dan pola perilaku
menyimpang
3) Pergaulan
Pola tingkah laku seorang anak tidak bisa terlepas dari pola tingkah laku
anak-anak lain di sekitarnya. Anak-anak lain yang menjadi teman
sepergaulannya sering kali memengaruhi kepribadian seorang anak. Dari teman
bergaul itu, anak akan menerima norma-norma atau nilai-nilai sosial yang ada
dalam masyarakat. Apabila teman bergaulnya baik, dia akan menerima konsep-
konsep norma yang bersifat positif. Namun apabila teman bergaulnya kurang
baik, sering kali akan mengikuti konsep-konsep yang bersifat negatif. Akibatnya
terjadi pola tingkah laku yang menyimpang pada diri anak tersebut. Misalnya di
suatu kelas ada anak yang mempunyai kebiasaan memeras temannya sendiri,
kemudian ada anak lain yang menirunya dengan berbuat hal yang sama. Oleh
karena itu, menjaga pergaulan dan memilih lingkungan pergaulan yang baik itu
sangat penting.
4) Media massa
Berbagai tayangan di televisi tentang tindak kekerasan, film - film yang
berbau pornografi, sinetron yang berisi kehidupan bebas dapat memengaruhi
perkembangan perilaku individu.
Anak-anak yang belum mempunyai konsep yang benar tentang norma-
norma dan nilai-nilai sosial dalam masyarakat, sering kali menerima mentah-
mentah semua tayangan itu. Penerimaan tayangan-tayangan negatif yang ditiru
mengakibatkan perilaku menyimpang.

B. PERILAKU ASERTIF
1. Pengertian Perilaku Asertif
Kata asertif berasal dan bahasa Inggris yaitu "to assert" yang berarti positif yaitu
menyatakan sesuatu dengan terus-terang atau tegas serta bersikap positif.12 Perilaku
asertif merupakan terjemahan dari assertif behavior yang mengandung arti suatu tindakan
atau perilaku yang dinyatakan dengan sopan untuk meminta seseorang berbuat sesuatu
agar melakukan apa yang dikehendaki, meminta sesuatu pada orang lain disertai dengan
sikap yang sopan, sesuai dengan norma, tenang, dewasa, dan masuk akal.
Menurut Pevena dan Mavrodiev, perilaku asertif merupakan pengekspresian
karakter personal. Sedangkan menurut Eskin, asertif merupakan kemampuan social yang
sangat penting dalam mencapai kesejahteraan diri. Menurutnya, perilaku asertif adalah
hak individual dengan mengekspresikan langsung perasaan, hasrat, keinginan, dan
pikiran dalam konteks interpersonal.
Perilaku asertif menurut Daniel R. Ames adalah refleksi bagaimana seseorang
melihat, menjamin, membela, mengejar ketertarikan atau keinginan personal. Tidak jauh
berbeda, Kirst Laura juga mendefinisikan perilaku asertif sebagai kemampuan
komunikasi interpersonal dasar yang dipelajari secara natural yang mana dapat membantu
individu dalam bersosialisasi. Jadi terbentuknya perilaku asertif diperkuat dengan adanya
hubungan timbal balik antar teman, lingkungan maupun masyarakat.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan perilaku asertif adalah sikap atau perilaku
yang menyangkut ekspresi, keinginan-keinginan, kebutuhankebutuhan, serta perasaan-
perasaan secara tepat, jujur, relatif terbuka, dan langsung mengarah ke tujuan. Adapun
ciri-ciri dari perilaku asertif adalah penuh percaya diri dan teguh pada pendirian serta
tidak ada perasaan cemas terhadap orang lain tanpa mengesampingkan, menyakiti
ataupun mengecilkan hati orang lain, dan tidak melanggar hak-hak orang lain baik
melalui gerakan-gerakan tubuh seperti mimik, postur tubuh, gerak tubuh, nada dan
tekanan suara, serta tindakan tanpa perasaan cemas dan mencemaskan orang lain.
Seseorang yang asertif tidak merasa malu dalam suatu pertemuan dan dapat menjalin
hubungan yang baik dengan orang yang belum dikenalnya dan juga menunjukkan
perasaan yang positif terhadap sesuatu maupun pada orang lain.

2. ASPEK PERILAKU ASERTIF


Menurut Galassi dan Galassi ada tiga aspek perilaku asertif, yaitu:
a. Mengungkapkan Perasaan Positif (Expressing Positive Feelings).
Yaitu dengan memberikan pujian dan mengungkapkan penghargaan pada orang
lain, meminta pertolongan, termasuk didalamnya meminta kebaikan hati seseorang
untuk mengubah perilakunya, mengungkapkan perasaan suka, cinta, sayang kepada
orang yang disenangi serta memulai dan terlibat percakapan yang diindikasikan oleh
frekuensi senyuman dan gerakan tubuh yang mengindikasi reaksi perilaku, respon,
kata-kata yang menginformasikan tentang diri atau bertanya langsung.
b. Afirmasi Diri (Self Affirmations).
Yaitu dengan mempertahankan hak, menolak permintaan, dan mengungkapkan
pendapat.
c. Mengungkapkan Perasaan Negatif (Expressing Negative Feelings).
Yaitu dengan mengungkapkan ketidaksenangan dan mengungkapkan
kemarahan.
Eisler mengungkapkan komponen perilaku asertif, antara lain:
a. Complain
Berkaitan dengan usaha seseorang untuk menolak atau tidak sependapat dengan orang
lain.
b. Duration of Raply
Merupakan lamanya waktu bagi seseorang untuk mengatakan apa yang
dikehendakinya dan menerangkannya pada orang lain.
c. Loudness
Berbicara dengan suara jelas merupakan cara yang terbaik dalam berkomunikasi
secara efektif dengan orang lain.
d. Request for new Behaviour
Meminta munculnya perilaku yang baru pada orang lain dengan mengungkapkan
fakta atau perasaan dengan tujuan agar situasi berubah sesuai dengan yang
diinginkan.
e. Affect
Dalam berkomunikasi, pesan yang disampaikan akan lebih asertif jika tidak monoton.
f. Latency of respon
Adalah jarak waktu antara akhir ucapan seseorang sampai giliran kita untuk mulai
bicara. Biasanya, sedikit jeda sesaat sebelum menjawab secara umum lebih asertif
daripada yang tidak terdapat jeda.
g. Non verbal
Berupa kontak mata, ekspresi muka, jarak fisik, sikap badan, isyarat tubuh.
Sedangkan, menurut Radius (Reputrawati, 1996) aspek-aspek asertivitas19 adalah:
a. Menolak hal-hal yang tidak sesuai dengan dirinya.
b. Mampu mengekspresikan perasaan positif dengan baik.
c. Jujur, terbuka, dan memberikan penghargaan pada orang lain tanpa menyakiti atau
mengesampingkan ataupun mengecilkan arti orang lain.
d. Percaya diri (Self confidence).
e. Mampu berkomunikasi atau berbicara.
f. Mengajukan permintaan dan bantuan pada orang lain tanpa rasa enggan.

3. PEMBENTUKAN PERILAKU ASERTIF


Menurut Rees dan Graham, munculnya perilaku asertif karena adanya unsur-unsur.
a. Kejujuran (Honesty)
Perilaku asertif akan sulit diwujudkan jika seseorang tidak jujur karena dengan
kejujuran, orang lain akan mengerti, memahami, dan menghormati apa yang
dipikirkan dan dirasakan oleh orang yang bersangkutan.
b. Tanggung Jawab (Responsibility)
Hal ini berarti seseorang bertanggung jawab atas pilihan atau keputusannya tanpa
rnenyalahkan orang lain atas apa yang terjadi pada dirinya. Dengan rasa tanggung
jawab terhadap apa yang akan terjadi pada dirinya. maka seseorang akan dapat
merubah hal-hal yang tidak diinginkannya.
c. Kesadaran diri (Self-awareness)
Ketika seseorang akan belajar asertif; sebelumnya ia harus lebih dulu mengenal
dirinya sendiri, agar lebih memperhatikan perilaku yang dimunculkan dan
memikirkan cara-cara yang diinginkannya.
d. Percaya diri (Self confident)
Menurut Bandura (Martani dan Adiyanti, 1991) percaya diri adalah sebagai suatu
keyakinan seseorang untuk mampu berperilaku sesuai dengan yang diharapkan dan
diinginkan. Seseorang yang memiliki rasa percaya diri yang rendah akan
menghambat perilaku asertifnya karena ada perasaan atau anggapan bahwa hal-hal
yang negatif akan terjadi jika ia melakukan sesuatu sehingga tidak yakin bahwa
perilaku tersebut justru akan membawa pada perubahan yang positif. Seseorang yang
asertif, dengan percaya diri yang dimilikinya akan merasa yakin bahwa perilakunya
akan membawa perubahan positif yang diinginkannya.

4. CIRI-CIRI PERILAKU ASERTIF


Menurut Fensterheim dan Baer, seseorang yang asertif adalah seseorang yang
penuh semangat, menyadari siapa dirinya, dan apa yang diinginkannya. Selanjutnya
dikatakan bahwa seseorang yang asertif memiliki ciri-ciri:
a. Merasa bebas untuk mengemukakan emosi yang dirasakanmelalui kata dan tindakan.
b. Dapat berkomunikasi dengan sernua orang, baik dengan orang yang telah maupun
dengan yang belum dikenalnya.
c. Mempunyai pandangan aktif tentang hidup, karena orang asertif cenderung mengejar
apa yang diinginkan dan berusaha agar sesuatu itu terjadi serta sadar akan dirinya
bahwa ia tidak dapat selalu menang.
d. Bertindak dengan cara yang dihormatinya, artinya dengan menerima keterbatasannya
sehingga kegagalan tidak membuatnya kehilangan harga diri.
Ciri-ciri asertif menurut Zukir, yaitu:
a. Mempunyai kemampuan untuk jujur dan langsung. Yaitu mengatakan suatu
perasaan, kebutuhan, ide dan mengembangkan apa yang ada dalam dirinya tanpa
mengesampingkan orang lain.
b. Bersifat terbuka, apa adanya dan mampu bertindak demi kepentingannya.
c. Mampu mengambil inisiatif demi kebutuhannya.
d. Bersedia meminta inisiatif demi kebutuhannya.
e. Bersedia meminta informasi dan bantuan dari orang lain bilamana membutuhkan
dan membantu ketika orang lain memerlukan pertolongan.
f. Dalam menghadapi konflik dapat menyesuaikan dan mencari penyesuaian yang
memuaskan kedua belah pihak.
g. Mempunyai kepuasan diri, harga diri, dan kepercayaan diri.

5. KATEGORI PERILAKU ASERTIF


Christoff dan Kelly menyimpulkan ada tiga kategori perilaku asertif yaitu:
a. Asertif penolakan,
yaitu ucapan untuk memperhalus, misalnya: maaf!
b. Asertif pujian,
yaitu mengekspresikan perasaan positif, misalnya; menghargai, menyukai,
mencintai, mengagumi, memuji, bersyukur.
c. Asertif permintaan,
yaitu asertif yang terjadi jika seseorang meminta orang lain melakukan sesuatu yang
memungkinkan kebutuhan atau tujuan seseorang tercapai tanpa tekanan dan paksaan.

6. MANFAAT PERILAKU ASERTIF


Bower dan Bower (Prabana, 1997), orang asertif akan dapat melakukan:
a. Dapat mengekspresikan kesenangan-kesenangan dan minat pribadi secara spontan
b. Membicarakan dirinya pada orang lain (prestasi atau keiebihan) pada saat yang
diperlukan tanpa melakukan monopoli.
c. Bersikap ramah dan bersahabat pada orang lain (dapat menyapa dengan sikap rigan
tanpa malu-malu).
d. Menerima pujian dengan cara yang ramah.
e. Menggunakan ekspresi wajah dan perubahan nada suara sesuai dengan kata-kata
yang disampaikan
f. Dapat menyatakan ketidaksetujuan secara hahis misalnya dengan mengangkat alis,
menggelengkan kepala atau mengubali topik pembicaraan.
g. Berani meminta penjelasan atas petunjuk ataupenjelasan yang niernbingungkan.
h. Berani menanyakan alasan pada permintaan seseorang yang kurang masuk akal atau
kurang beralasan.
i. Berani secara aktif menyatakan ketidaksetujuan yang telah diyakini sebelumnya
pada pendapat seseorang.
j. Berani rnenuntut hak dan untuk diperlakukan adit tanpa disertai kemarahan bila
merasa kurang diperlakukan adil.
k. Bila mempunyai keluhan, berani memperjuangkan dengan gigih sampai memperoleh
kepuasan.
l. Mampu untuk memberikan alasan pada setiap pendapat yang bertujuan untuk
mendebat, bila hal tersebut tidak mengenakkan.

7. FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU ASERTIF


Menurut Rathus dan Nevid, faktor yang mempengaruhi perkembangan asertif adalah:
a. Jenis kelamin
Laki-laki lebih tegas dan perempuan lebih bersikap pasif terhadap halhal yang
kurang berkenan dengan dirinya.
b. Kepribadian
Seseorang dengan kepribadian ekstrovert atau terbuka, lebih spontan, percaya diri
dalam bersikap, sehingga mudah dalam hubungan interpersonal. Sebaliknya,
seseorang dengan kepribadian introvert atau tertutup memiliki ciri-ciri pendiam,
cenderung membuat rencana sebelum melakukan sesuatu, menahan diri dan menaruh
prasangkaprasangka terhadap orang lain.
c. Intelegensi
Intelegensi ini mempengaruhi cara seseorang untuk merumuskan dan
mengungkapkan buah pikirannya secara jelas sehingga dapat dipahami oleh orang
lain dan berkomunikasi dengan lancar.
d. Kebudayaan
Kebudayaan mempunyai peran yang besar dalam mendidik perilaku asertif karena
sikap hidup, adat istiadat dan kebudayaan sudah dikenalkan keluarga sejak kecil.
e. Pola asuh
Pola asuh terbagi menjadi tiga, yaitu pola asuh otoriter, demokratis dan permisif.
Anak yang diasuh secara otoriter biasanya akan menjadi remaja yang pasif dan
sebaliknya bila diasuh secara permisif terbiasa utuk mendapatkan segalanya dengan
mudah dan cepat sehingga ada kecenderungan untuk bersikap agresif. Lain halnya
dengan pola asuh demokratis, pola ini mendidik anak untuk mempunyai kepercayaan
diri yang besar, dapat mengkomunikasikan segala keinginannya secara wajar dan
tidak memaksakan kehendak.
f. Usia
Pada anak kecil, perilaku asertif belum terbentuk. Struktur kognitif yang ada belum
memungkinkan mereka untuk menyatakan apa yang diinginkan dengan bahasa
verbal yang baik dan jelas. Pada masa remaja dan dewasa, perilaku asertif menjadi
lebih berkembang sedangkan pada usia tua tidak begitu jelas perkembangan atau
penurunannya.

Anda mungkin juga menyukai