1.2 Tujuan
1.2.1 Mahasiswa Mampu menjelaskan tentang sejarah relaksasi otot
1.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pengertian relaksasi otot
1.2.3 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang tujuan dan manfaat relaksasi otot
1.2.4 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang indikasi dan kontraindikasi relaksasi
otot
1.2.5 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang prosedur pelaksanaan relaksasi otot
3
1.3 Manfaat
Sebagai bahan kajian untuk meningkatkan asuhan keperawatan bagi
masyarakat, khususnya dengan memanfaatkan terapi komplementer daam pemberian
asuhan. Bagi mahasiswa untuk menambah pengetahuan tentang terapi komplementer
sehingga nantinya dapat memanfaatkan terapi komplementer untuk diaplikasikan di
masyarakat.
4
BAB 2. PEMBAHASAN
klien mulai belajar membedakan sensasi pada saat otot dalam keadaan tegang dan
rileks. Untuk mendapatkan manfaat maksimal, kemampuan membedakan tegang dan
rileks ini perlu dipelajari. Kazdin (2001) mengatakan pada awalnya individu belajar
satu persatu gerakan relaksasi yang diperlukan oleh sekelompok otot melalui petunjuk
tertulis maupun instruksi yang direkam melalui kaset. Setelah tiap gerakan dikuasai
dengan baik, relaksasi dapat dilakukan sehingga menghasilkan kondisi rileks yang
lebih dalam.
2.2. Definisi
Relaksasi progressif adalah metode yang terdiri dan peregangan dan relaksasi
sekelompok otot dan memokuskan pada perasaan rileks. Hal ini dapat mengurangi
ketegangan dan kejemuan otot yang biasanya menyertai nyeri. Menurut ahli fisiologis
dan psikologis Edmun Jacobson yang menjadi pelopor relaksasi progressif, Relaksasi
progressif adalah cara yang efektif untuk relaksasi dan mengurangi kecemasan.
Jacobson percaya, jika kita bisa belajar mengistirahatkan otot-otot kita melalui suatu
cara yang tepat, maka hal ini akan diikuti relaksasi mental atau pikiran. Teknik yang
digunakan Jacobson terdiri dari peregangan dan pengenduran berbagai kelompok otot
di seluruh tubuh dalam sekuen yang teratur. Jacobson terus menyempurnakan dan
mengembangkan teknik relaksasi progressif ini, dan berbagai kalangan telah
menggunakan untuk mengatasi barbagai keluhan yang berhubungan dengan stress
seperti kecemasan, tukak lambung, hipertensi, dan insomnia. Latihan relaksasi
progressif yang dilaksanakan 20-30 menit, satu kali sehari secara teratur selama satu
minggu cukup efektif dalam menurunkan insomnia. (Jacobson,1974 dalam Davis,
2005).
Menurut Edmun Jacobson dalam bukunya yang berjudul “Progresive Relaxation”
pada tahun 1929 menjelaskan bahwa teknik relaksasi progressif ini dirancang untuk
menghilangkan ketegangan otot dengan cara mengerutkan berbagai kelompok otot
ditubuh dan melepaskan tegangan secara perlahan- lahan. Teknik ini didasarkan pada
keyakinan bahwa tubuh berespon pada ansietas yang merangsang, pikiran dan
6
2.3. Tujuan
7
menurut Jacobson & Wolpe (dalam Utami, 2002), teknik relaksasi semakin
sering digunakan karena terbukti efektif mengurangi ketegangan dan kecemasan,
membantu orang yang mengalami insomnia (Friedman et.al. 1991), dan asma
(Huntley, et.al., 2002). Di Indonesia, penelitian tentang relaksasi ini juga sudah cukup
banyak dilakukan. Prawitasari (1988) menjelasakan bahwa relaksasi bermanfaat
untuk mengurangi keluhan fisik, relaksasi otot progresif juga ini bermanfaat untuk
mengukur efektivitas latihan relaksasi dan terapi kognitif untuk mengurangi
kecemasan berbicara di muka umum, selanjutnya relaksasi juga efektif dalam
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi ringan serta menurunkan
ketegangan pada siswa penerbang (Utami (1991), Karyono, (1994)).
Terapi otot progresif ini menurut Dewi (2011) relaksasi otot progresif memiliki
tujuan, antara lain:
a. Membuat individu lebih mampu menghindari reaksi berlebihan akibat stres
psikologi;
b. Menurunkan tekanan darak sistolik dan diastolik pada penderita hipertensi;
c. Mengurangi tingkat kecemasan;
d. Mengurangi perilaku yang sering terjadi selama periode stres psikologinya,
misalnya naiknya jumlah rokok yang dihisap, konsumsi slkohol, pemakaian
onat-obatan, dan makan yang berlebihan;
e. Meningkatkan hubungan sosial dan ketegangan;
f. Meningkatkan hubungan interpersonal.
2.4. Manfaat
Manfaat terapi relaksasi telah dibuktikan menurut beberapa penelitian memliki
manfaat diantaranya:
a. Valentine, Rosalina, dan Saparwati (2014) menjelaskan bahwa ada pengaruh
teknik relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah pada lansia
dengan hipertensi di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang;
8
sebagai akibat dari peningkatan aktivitas RAS, dopamine dan noreprineprine atau
sebagai akibat dari penurunan aktivitas sistem batang otak. (Davis, 1987). Dalam
melaksanakan teknik relaksasi progresif juga harus memperhatikan empat
komponen utama, yaitu lingkungan yang tenang (menghindarkan sebanyak
mungkin kebisingan dan gangguan-gangguan), posisi yang nyaman (duduk tanpa
ketegangan otot), sikap yang dapat diubah (mengosongkan semua pikiran dari
alam sadar), keadaan mental (fisiologis) sehingga akan kooperatif saat
pelaksanaan (Taylor, 1997).
telinga. Fokus perhatian gerakan ini adalah kontras ketegangan yang terjadi di bahu,
punggung atas, dan leher.
Gerakan kelima sampai ke delapan adalah gerakan-gerakan yang ditujukan
untuk melemaskan otot-otot di wajah. Otot-otot wajah yang dilatih adalah otot-otot
dahi, mata, rahang, dan mulut. Gerakan untuk dahi dapat dilakukan dengan cara
mengerutkan dahi dan alis sampai ototototnya terasa dan kulitnya keriput. Gerakan
yang ditujukan untuk mengendurkan otot-otot mata diawali dengan menutup keras-
keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di sekitar mata dan otot-otot yang
mengendalikan gerakan mata. Gerakan ini bertujuan untuk mengendurkan ketegangan
yang dialami oleh otot-otot rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan
menggigit gigi-gigi sehingga ketegangan di sekitar otot-otot rahang. Gerakan 8 ini
dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-
kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di sekitar mulut.
Gerakan kesembilan dan gerakan kesepuluh ditujukan untuk merilekskan otot-
otot leher bagian depan maupun belakang. Gerakan diawali dengan otot leher bagian
belakang baru kemudian otot leher bagian depan. Model dipandu meletakkan kepala
sehingga dapat beristirahat, kemudian diminta untuk menekankan kepala pada
permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga model dapat merasakan
ketegangan di bagian belakang leher dan punggung atas. Sedangkan gerakan ke
sepuluh bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan. Gerakan ini dilakukan
dengan cara membawa kepala ke muka, kemudian model diminta untuk
membenamkan dagu ke dadanya. Sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah
leher bagian muka.
Gerakan 11 bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini dapat
dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi, kemudian punggung
dilengkungkan, lalu busungkan dada. Kondisi tegang dipertahankan selama 10 detik,
kemudian rileks. Pada saat rileks, letakkan tubuh kembali ke kursi, sambil
membiarkan otot-otot menjadi lemas.
12
f. Gerakan keenam
Gerakan yang ditujukan untuk mengendurkan otot-otot mata diawali
dengan menutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan
ketegangan disekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan
gerakan mata.
g. Gerakan ketujuh
Bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh otot-
otot rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan
menggigit gigi-gigi sehingga ketegangan di sekitar otot-otot rahang.
h. Gerakan kedelapan
Ini dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut. Bibir
dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan
di sekitar mulut.
i. Gerakan kesembilan
Ditujukan untuk merilekskan otot-otot leher bagian depan maupun
belakang. Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru
kemudian otot leher bagian depan. Klien dipandu meletakkan kepala
sehingga dapat beristirahat, kemudian diminta untuk menekankan
kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga
klien dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan
punggung atas.
j. Gerakan kesepuluh
Sedangkan gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih otot leher
bagian depan. Gerakan ini dilakukan dengan cara membawa kepala
ke muka, kemudian klien diminta untuk membenamkan dagu ke
dadanya. Sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah leher
bagian muka.
k. Gerakan kesebelas
Bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini dapat
dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi,
kemudian punggung dilengkungkan, lalu busungkan dada. Kondisi
tegang dipertahankan selama 10 detik, kemudian rileks.Pada saat
16
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Relaksasi merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang didasarkan pada
cara kerja sistem syaraf simpatetis dan parasimpatetis. Relaksasi dibagi menjadi 4
macam, yaitu relaksasi otot (progressive muscle relaxation), pernafasan
(diaphragmatic breathing), meditasi (attention-focussing exercises), dan relaksasi
perilaku (behavioral relaxation training). Teknik relaksasi semakin sering dilakukan
karena terbukti efektif mengurangi ketegangan dan kecemasan, membantu orang
yang mengalami insomnia dan asma.
3.2 Saran
3.2.1 saran bagi mahasiswa
Diharapkan mahasiswa menambah wawasan mengenai terapi komplementer
yang dapat diterapkan pada masyarakat sehingga dapat mengaplikasikan untuk
mengabdi kepada masyarakat demi meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
3.2.2 saran bagi institusi pendidikan
Bagi institusi pendidikan diharapkan meningkatkan kurikulum atau
menambahkan terapi komplementer sebagai mata ajar, selain itu juga tenaga pendidik
diambilkan dari terapis yang telah berpengalaman sehingga dapat menularkan
ilmunya kepada peserta didik yang nantinya dapat mengembangkan keilmuan terapi
komplementer seperti melalui pendidikan dan penelitian
3.2.3 saran bagi tenaga kesehatan
Bagi tenaga kesehatan agar menerapkan dan mengembangkan terapi
komplementer sebagai alternative dalam memberikan asuhan keperawatan, karena
seiring perkembangan jaman terapi komplementer pun semakin diminati oleh
masyarakat.
19
DAFTAR PUSTAKA
Austaryani, Nessma Putri, dan Widodo, Arif. Tanpa Tahun. Pengaruh Terapi
Relaksasi Otot Progresif Terhadap Perubahan Tingkat Insomnia pada Lansia
di Posyandu Lansia Desa Gonilan, Kartasura. [serial online]
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/3623/NESMA
%20PUTRI-ARIF%20WIDODO%20Fix.pdf?sequence=1
Ari, Purwaningtyas Lisa Dwi, dan Pratiwi, Arum. Tanpa Tahun. Pengaruh Relaksasi
Progresif Terhadap Tingkat Kecemasan pada Pasien Skizofrenia di Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta. [serial online]
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/3644/PURWANI
NGTYAS-ARUM%20PRATIWI%20fix%20bnget.pdf?sequence=1
Carlson, N. R., 1994, Physiology of Behavior. Edisi 5. Boston: Allyn & Bacon
Friedman, L., Bliwise, D.L., Yesavage, J.A., and Salom, S.R., 1991, A Peliminary
Study Comparing Sleep Restriction Therapy and Relaxation Treatments for
Insomnia in Older Adults, Journal of Gerontology, Vol 46, No. 1. pp. 1-8.
Huntley, A., White, A. R., and Ernst, E., 2002, Relaxation Therapies for Asthma: A
Systematic Review, Thorax, Vol 57., No. 2., pp. 127-131.
Resti, Indriana Bil. 2014. Teknik Realaksasi Otot Progresif Untuk Mengurangi Stres
Pada Penderita Asma. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan Vol. 02, No. 01, Januari
20
Utami, M.S. (1991), Efektivitas Relaksasi dan Terapi Kognitif untuk Mengurangi
Kecemasan Berbicara di Muka Umum. Tesis, Yogyakarta: Fakultas Psikologi
UGM.
Valentine, Dian Ary, Rosalina, dan Saparwati, Mona. 2014. Pengaruh Teknik
Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tekanan Darah pada Lansia Dengan
Hipertensi di Kel.Pringapus, Kec. Pringapus Kab. Semarang. [serial online]
http://perpusnwu.web.id/karyailmiah/documents/3547.pdf
Widyastuti, Henny, Achjar, dan Surasta, Wayan. Tanpa Tahun. Perbedaan Efektifitas
Terapi Musik dengan Teknik Relaksasi Progresif Terhadap Peningkatan
Kualitas Tidur Lansia di Banjar Peken Desa Sumerta Kaja. [serial online]
http://ojs.unud.ac.id/index.php/coping/article/download/6127/4618