Anda di halaman 1dari 20

1

BAB 1. LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang


keperawatan komplementer adalah cabang ilmu keperawaratan yang
menerapkan pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif yang berfungsi sebagai terapi suportif untuk mengontrol gejala,
meningkatkan kualitas hidup, dan berkontribusi terhadap penatalaksanaan pasien
secara keseluruhan, diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas,
keamanan dan efektifitas yang tinggi berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik tapi
belum diterima dalam kedokteran konvensional.
Terapi Komplementer merupakan metode penyembuhan yang caranya berbeda
dari pengobatan konvensional di dunia kedokteran, yang mengandalkan obat kimia
dan operasi, yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan. Banyak terapi modalitas
yang digunakan pada terapi komplementer mirip dengan tindakan keperawatan
seperti teknik sentuhan, masase dan manajemen stress. Terapi komplementer
merupakan terapi tambahan bersamaan dengan terapi utama dan berfungsi sebagai
terapi suportif untuk mengontrol gejala, meningkatkan kualitas hidup, dan
berkontribusi terhadap penatalaksanaan pasien secara keseluruhan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan, definisi pengobatan komplementer
tradisional alternatif adalah pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan
kualitas, keamanan dan efektifitas yang tinggi berlandaskan ilmu pengetahuan
biomedik tapi belum diterima dalam kedokteran konvensional. Dalam
penyelenggaraannya harus sinergi dan terintegrasi dengan pelayanan pengobatan
konvensional dengan tenaga pelaksananya dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan
2

lainnya yang memiliki pendidikan dalam bidang pengobatan komplementer


tradisional-alternatif.
Menurut WHO (World Health Organization), Pengobatan komplementer
adalah pengobatan non-konvensional yang bukan berasal dari negara yang
bersangkutan. Jadi untuk Indonesia, jamu misalnya, bukan termasuk pengobatan
komplementer tetapi merupakan pengobatan tradisional. Pengobatan tradisional yang
dimaksud adalah pengobatan yang sudah dari zaman dahulu digunakan dan
diturunkan secara turun-temurun pada suatu negara. Tapi di Philipina misalnya, jamu
Indonesia bisa dikategorikan sebagai pengobatan komplementer. Bagi perawat yang
tertarik mendalami terapi komplementer dapat memulai dengan tindakan-tindakan
keperawatan atau terapi modalitas yang berada pada bidang keperawatan yang
dikuasai secara mahir berdasarkan perkembangan teknologi terbaru.
Perkembangan terapi komplementer saat ini sangat pesat dan bayak dilakukan
di masyarakat, diantaranya terapi relaksasi otot. Relaksasi progressif adalah metode
yang terdiri dan peregangan dan relaksasi sekelompok otot dan memokuskan pada
perasaan rileks. Hal ini dapat mengurangi ketegangan dan kejemuan otot yang
biasanya menyertai nyeri. Relaksasi otot progresif merupakan salah satu jenis terapi
komplementer yang memiliki banyak manfaat untuk beberapa jenis masalah
kesehatan. Sehingga pada makalah ini penulis tertarik untuk membahas tentang
relaksasi otot.

1.2 Tujuan
1.2.1 Mahasiswa Mampu menjelaskan tentang sejarah relaksasi otot
1.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pengertian relaksasi otot
1.2.3 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang tujuan dan manfaat relaksasi otot
1.2.4 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang indikasi dan kontraindikasi relaksasi
otot
1.2.5 Mahasiswa mampu menjelaskan tentang prosedur pelaksanaan relaksasi otot
3

1.3 Manfaat
Sebagai bahan kajian untuk meningkatkan asuhan keperawatan bagi
masyarakat, khususnya dengan memanfaatkan terapi komplementer daam pemberian
asuhan. Bagi mahasiswa untuk menambah pengetahuan tentang terapi komplementer
sehingga nantinya dapat memanfaatkan terapi komplementer untuk diaplikasikan di
masyarakat.
4

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Singkat


Relaksasi adalah salah satu teknik di dalam terapi perilaku. Dalam sejarahnya
metode relaksasi mengalami dua fase yang berbeda. Fase pertama dimulai oleh
Jacobson pada tahun 1908. Hasil-hasil penelitiannya dilaporkan dalam jurnaljurnal
ilmiah dan pada tahun 1938 ia menulis buku yang berjudul “Progressive
Relaxation”. Fase kedua pengembangan metode relaksasi yang dilakukan oleh
Wolpe seorang profesor psikiatri pada Temple University of Eastern Pensylvania
Psychiatry Institute di Amerika, yaitu dengan memodifikasi prosedur metode
relaksasi yang sebelumnya
telah dikembangkan oleh Jacobson (Muhana, 1993 dalam Purwanto 2006)
Penggunaan relaksasi dalam bidang klinis telah dimulai semenjak awal abad 20,
ketika Edmund Jacobson melakukan riset dan dilaporkannya dalam sebuah buku
Progressive Relaxation yang diterbitkan oleh Chicago University Press pada tahun
1938. Dalam bukunya Jacobson menjelaskan mengenai hal-hal yang dilakukan
seseorang pada saat tegang dan rileks. Pada saat tubuh dan pikiran rileks, secara
otomatis ketegangan yang seringkali membuat otot-otot mengencang- akan diabaikan.
Penelitian Jacobson ini dilanjutkan oleh para pengikutnya diantaranya Benson (dalam
Miltenberger, 2004), Benson dan Klipper (dalam Kazdin, 2001), kemudian Bernstein
and Borkovec (dalam Miltenberger, 2004).
Relaksasi ada beberapa macam. Miltenberger (2004) mengemukakan 4 macam
relaksasi, yaitu relaksasi otot (progressive muscle relaxation), pernafasan
(diaphragmatic breathing), meditasi (attention-focussing exercises), dan relaksasi
perilaku (behavioral relaxation training). Dalam relaksasi otot, individu akan diberi
kesempatan untuk mempelajari bagaimana cara menegangkan sekelompok otot
tertentu kemudian melepaskan ketegangan itu. Bila sudah dapat merasakan keduanya,
5

klien mulai belajar membedakan sensasi pada saat otot dalam keadaan tegang dan
rileks. Untuk mendapatkan manfaat maksimal, kemampuan membedakan tegang dan
rileks ini perlu dipelajari. Kazdin (2001) mengatakan pada awalnya individu belajar
satu persatu gerakan relaksasi yang diperlukan oleh sekelompok otot melalui petunjuk
tertulis maupun instruksi yang direkam melalui kaset. Setelah tiap gerakan dikuasai
dengan baik, relaksasi dapat dilakukan sehingga menghasilkan kondisi rileks yang
lebih dalam.

2.2. Definisi
Relaksasi progressif adalah metode yang terdiri dan peregangan dan relaksasi
sekelompok otot dan memokuskan pada perasaan rileks. Hal ini dapat mengurangi
ketegangan dan kejemuan otot yang biasanya menyertai nyeri. Menurut ahli fisiologis
dan psikologis Edmun Jacobson yang menjadi pelopor relaksasi progressif, Relaksasi
progressif adalah cara yang efektif untuk relaksasi dan mengurangi kecemasan.
Jacobson percaya, jika kita bisa belajar mengistirahatkan otot-otot kita melalui suatu
cara yang tepat, maka hal ini akan diikuti relaksasi mental atau pikiran. Teknik yang
digunakan Jacobson terdiri dari peregangan dan pengenduran berbagai kelompok otot
di seluruh tubuh dalam sekuen yang teratur. Jacobson terus menyempurnakan dan
mengembangkan teknik relaksasi progressif ini, dan berbagai kalangan telah
menggunakan untuk mengatasi barbagai keluhan yang berhubungan dengan stress
seperti kecemasan, tukak lambung, hipertensi, dan insomnia. Latihan relaksasi
progressif yang dilaksanakan 20-30 menit, satu kali sehari secara teratur selama satu
minggu cukup efektif dalam menurunkan insomnia. (Jacobson,1974 dalam Davis,
2005).
Menurut Edmun Jacobson dalam bukunya yang berjudul “Progresive Relaxation”
pada tahun 1929 menjelaskan bahwa teknik relaksasi progressif ini dirancang untuk
menghilangkan ketegangan otot dengan cara mengerutkan berbagai kelompok otot
ditubuh dan melepaskan tegangan secara perlahan- lahan. Teknik ini didasarkan pada
keyakinan bahwa tubuh berespon pada ansietas yang merangsang, pikiran dan
6

kejadian dengan pengalaman subjektif terhadap stress/ ansietas (Davis, 2005).


Ketidaksadaran terhadap adanya ketegangan di otot dapat menurun keletihan otot,
peredaran darah yang buruk, kejang, dan kekakuan serta akan memperparah problem
nyeri (Neville, 1995). Relaksasi otot yang dalam menurunkan ketegangan fisiologis
dan berlawanan dengan ansietas sehingga akan menurunkan denyut nadi, tekanan
darah, dan frekuensi pernafasan. Respon relaksasi mempunyai efek penyembuhan
yang memberi kesempatan untuk beristirahat dan stress lingkungan eksternal dan
stress internal dan pikiran. Hal ini menghindari penggunaan semua tenaga vital saat
bereaksi terhadap stressor, respon relaksasi, mengembalikan proses fisik, mental dan
emosi (Davis, 2005).
Relaksasi otot progresif merupakan pengaktifan dari saraf parasimpatis yang
menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem saraf simpatis dan
menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan oleh saraf simpatis. Masing-
masing saraf parasimpatis dan simpatis saling berpengaruh maka dengan
bertambahnya salah satu aktivitas sistem yang satu akan menghambat atau menekan
fungsi yang lain (Utami, 1991).
Relaksasi adalah teknik yang dapat digunakan semua orang untuk menciptakan
mekanisme batin dalam diri seseorang dengan membentuk pribadi yang baik,
menghilangkan berbagai bentuk pikiran yang kacau akibat ketidak berdayaan
seseorang dalam mengendalikan ego yang dimilikinya, mempermudah seseorang
mengontrol diri, menyelamatkan jiwa dan memberikan kesehatan bagi tubuh. Teknik
relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi yang dilakukan dengan cara fokus
pada kontraksi dan relaksasi otot-otot tubuh. Teknik relaksasi progresif adalah teknik
relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan imajinasi, ketakutan/sugesti.
Berdasarkan keyakinan bahwa tubuh manusia berespon pada kecemasan dan kejadian
yang merangsang pikiran dengan ketegangan otot (Davis, 2005).

2.3. Tujuan
7

menurut Jacobson & Wolpe (dalam Utami, 2002), teknik relaksasi semakin
sering digunakan karena terbukti efektif mengurangi ketegangan dan kecemasan,
membantu orang yang mengalami insomnia (Friedman et.al. 1991), dan asma
(Huntley, et.al., 2002). Di Indonesia, penelitian tentang relaksasi ini juga sudah cukup
banyak dilakukan. Prawitasari (1988) menjelasakan bahwa relaksasi bermanfaat
untuk mengurangi keluhan fisik, relaksasi otot progresif juga ini bermanfaat untuk
mengukur efektivitas latihan relaksasi dan terapi kognitif untuk mengurangi
kecemasan berbicara di muka umum, selanjutnya relaksasi juga efektif dalam
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi ringan serta menurunkan
ketegangan pada siswa penerbang (Utami (1991), Karyono, (1994)).
Terapi otot progresif ini menurut Dewi (2011) relaksasi otot progresif memiliki
tujuan, antara lain:
a. Membuat individu lebih mampu menghindari reaksi berlebihan akibat stres
psikologi;
b. Menurunkan tekanan darak sistolik dan diastolik pada penderita hipertensi;
c. Mengurangi tingkat kecemasan;
d. Mengurangi perilaku yang sering terjadi selama periode stres psikologinya,
misalnya naiknya jumlah rokok yang dihisap, konsumsi slkohol, pemakaian
onat-obatan, dan makan yang berlebihan;
e. Meningkatkan hubungan sosial dan ketegangan;
f. Meningkatkan hubungan interpersonal.

2.4. Manfaat
Manfaat terapi relaksasi telah dibuktikan menurut beberapa penelitian memliki
manfaat diantaranya:
a. Valentine, Rosalina, dan Saparwati (2014) menjelaskan bahwa ada pengaruh
teknik relaksasi otot progresif terhadap penurunan tekanan darah pada lansia
dengan hipertensi di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten
Semarang;
8

b. Autaryani, Widodo (Tanpa Tahun) menyebutkan bahwa setelah diberikan


terapi relaksasi otot progresif pada kelompok perlakuan lansia di Posyandu
Lansia Desa Gonilan, Kartasura mengalami penurunan tingkat insomnia;
c. Ari, dan Pratiwi (Tanpa Tahun) menyebutkan bahwa terdapat pengaruh
relaksasi progresif terhadap tingkat kecemasan pasien skizofrenia di RSJD
Surakarta;
d. Resti (2014) menyebutkan bahwa terapi relaksasi otot progresif dapat
menurunkan stres serta tingkat gejala keseringan stres pada penderita Asma.
e. Widyastuti, Henny, dan Surasta (Tanpa Tahun) menyebutkan bahwa perbedaan
yang signifikan antara terapi musik dengan teknik relaksasi progresif terhadap
kualitas tidur lansia di Banjar Peken Desa Sumerta Kaja.

2.5. Indikasi dan Kontraindikasi


Indikasi terapi relaksasi otot progresif yaitu pada pasien dengan klien dengan
darah tinggi/hipertensi, klien dengan stres/ketegangan/kecemasan, klien dengan asma
dan klien dengan insomnia. Kontraindikasi untuk terapi ini pada klien dengan
gangguan neuromuskuler, seperti fraktur, kelemahan otot wajah, ekstremitas.

2.6. Mekanisme Relaksasi Progresif


Relaksasi adalah teknik yang dapat digunakan semua orang untuk menciptakan
mekanisme batin dalam diri seseorang dengan membentuk pribadi yang baik,
menghilangkan berbagai bentuk pikiran yang kacau akibat ketidak berdayaan
seseorang dalam mengendalikan ego yang dimilikinya, mempermudah seseorang
mengontrol diri, menyelamatkan jiwa dan memberikan kesehatan bagi tubuh. Teknik
relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi yang dilakukan dengan cara fokus
pada kontraksi dan relaksasi otot-otot tubuh. Teknik relaksasi progresif adalah teknik
relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan imajinasi, ketakutan/sugesti.
Berdasarkan keyakinan bahwa tubuh manusia berespon pada kecemasan dan kejadian
yang merangsang pikiran dengan ketegangan otot (Davis, 2005). Teknik relaksasi
9

progresif adalah memusatkan perhatian pada suatu aktivitas otot, dengan


mengidentifikasi otot yang tegang kemudian menurun ketegangan dengan melakukan
teknik relaksasi, untuk mendapatkan perasaan relaksasi.

2.7. Hal-hal yang perlu diperhatikan


Sebelum memulai relaksasi ada yang perlu diperhatikan antara lain adalah
lingkungan fisik (psycal setting) sehingga individu dapat berlatih dengan tenang.
Lingkungan fisik tersebut antara lain :
1. Kondisi Ruangan
Kondisi ruangan yang digunakan harus tenang, segar, dan nyaman. Untuk
menghindari dan mengurangi cahaya dari luar sebaiknya jendela dan pintu
ditutup. Penerangan ruangan sebaiknya remang-remang saja dan dihindari
adanya sinar langsung yang mengenai mata individu
2. Kursi
Dalam latihan relaksasi perlu digunakan kursi yang dapat memudahkan
individu untuk menggerakan otot dengan kosentrasi penuh. Berdasarkan
pengalaman yang ada dengan menggunakan kursi malas, sofa, dan kursi yang
ada sandarannya akan mempermudah individu dalam melakukan relaksasi.
Latihan rileksasi dapat juga dilakukan dengan berbaring ditempat tidur
3. Pakaian
Pada waktu rileksasi sebaiknya gunakan pakaian yang longgar, dan hal-hal
yang menganggu jalannya relaksasi (kacamata, jam tangan, gelang, sepatu dan
ikat pinggang) dilepas terlebih dahulu
Selain itu untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam relaksasi, ada 3 hal yang
harus diperhatikan, yaitu: posisi yang nyaman, pikiran yang tenang, lingkungan
yang nyaman. Sehingga relaksasi progresif yang diberikan pada klien yang
mengalami gangguan istirahat tidur mampu meningkatkan relaksasi otot-otot
besar yang memberikan kenyamanan pada klien sehingga klien mendapatkan
pemenuhan kebutuhan istirahat tidurnya sesuai kualitas dan kuantitas
kebutuhannya. Terjadinya gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur diduga
10

sebagai akibat dari peningkatan aktivitas RAS, dopamine dan noreprineprine atau
sebagai akibat dari penurunan aktivitas sistem batang otak. (Davis, 1987). Dalam
melaksanakan teknik relaksasi progresif juga harus memperhatikan empat
komponen utama, yaitu lingkungan yang tenang (menghindarkan sebanyak
mungkin kebisingan dan gangguan-gangguan), posisi yang nyaman (duduk tanpa
ketegangan otot), sikap yang dapat diubah (mengosongkan semua pikiran dari
alam sadar), keadaan mental (fisiologis) sehingga akan kooperatif saat
pelaksanaan (Taylor, 1997).

2.8. Prosedur Pelaksanaan


Gerakan pertama ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan dengan
cara menggenggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan. Model diminta
membuat kepalan ini semakin kuat, sambil merasakan sensasi ketegangan yang
terjadi. Pada saat kepalan dilepaskan, model dipandu untuk merasakan rileks selama
10 detik. Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga model dapat
membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan relaks yang dialami.
Prosedur serupa juga dilatihkan pada tangan kanan.
Gerakan kedua adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian belakang.
Gerakan ini dilakukan dengan cara menekuk kedua lengan ke belakang pada
pergelangan tangan sehingga otot-otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah
menegang, jari-jari menghadap ke langit-langit.
Gerakan ketiga adalah untuk melatih otot-otot Biceps. Otot biceps adalah otot
besar yang terdapat di bagian atas pangkal lengan. Gerakan ini diawali dengan
menggenggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan kemudian membawa kedua
kepalan ke pundak sehingga otot-otot biceps akan menjadi tegang.
Gerakan keempat ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Relaksasi untuk
mengendurkan bagian otot-otot bahu dapat dilakukan dengan cara mengangkat kedua
bahu setinggi-tingginya seakan-akan bahu akan dibawa hingga menyentuh kedua
11

telinga. Fokus perhatian gerakan ini adalah kontras ketegangan yang terjadi di bahu,
punggung atas, dan leher.
Gerakan kelima sampai ke delapan adalah gerakan-gerakan yang ditujukan
untuk melemaskan otot-otot di wajah. Otot-otot wajah yang dilatih adalah otot-otot
dahi, mata, rahang, dan mulut. Gerakan untuk dahi dapat dilakukan dengan cara
mengerutkan dahi dan alis sampai ototototnya terasa dan kulitnya keriput. Gerakan
yang ditujukan untuk mengendurkan otot-otot mata diawali dengan menutup keras-
keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di sekitar mata dan otot-otot yang
mengendalikan gerakan mata. Gerakan ini bertujuan untuk mengendurkan ketegangan
yang dialami oleh otot-otot rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan
menggigit gigi-gigi sehingga ketegangan di sekitar otot-otot rahang. Gerakan 8 ini
dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-
kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan di sekitar mulut.
Gerakan kesembilan dan gerakan kesepuluh ditujukan untuk merilekskan otot-
otot leher bagian depan maupun belakang. Gerakan diawali dengan otot leher bagian
belakang baru kemudian otot leher bagian depan. Model dipandu meletakkan kepala
sehingga dapat beristirahat, kemudian diminta untuk menekankan kepala pada
permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga model dapat merasakan
ketegangan di bagian belakang leher dan punggung atas. Sedangkan gerakan ke
sepuluh bertujuan untuk melatih otot leher bagian depan. Gerakan ini dilakukan
dengan cara membawa kepala ke muka, kemudian model diminta untuk
membenamkan dagu ke dadanya. Sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah
leher bagian muka.
Gerakan 11 bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini dapat
dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi, kemudian punggung
dilengkungkan, lalu busungkan dada. Kondisi tegang dipertahankan selama 10 detik,
kemudian rileks. Pada saat rileks, letakkan tubuh kembali ke kursi, sambil
membiarkan otot-otot menjadi lemas.
12

Gerakan berikutnya adalah gerakan 12, dilakukan untuk melemaskan otototot


dada. Pada gerakan ini, model diminta untuk menarik nafas panjang untuk mengisi
paru-paru dengan udara sebanyak-banyaknya. Posisi ini ditahan selama beberapa saat,
sambil merasakan ketegangan di bagian dada kemudian turun ke perut. Pada saat
ketegangan dilepas, model dapat bernafas normal dengan lega. Sebagaimana dengan
gerakan yang lain, gerakan ini diulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan
perbedaan antara kondisi tegang dan rileks. Setelah latihan otot-otot dada, gerakan 13
bertujuan untuk melatih otot-otot perut. Gerakan ini dilakukan dengan cara menarik
kuat-kuat perut ke dalam, kemudian menahannya sampai perut menjadi kencang dank
eras. Setelah 10 detik dilepaskan bebas, kemudian diulang kembali seperti gerakan
awal untuk perut ini.
Gerakan 14 dan 15 adalah gerakan-gerakan untuk otot-otot kaki. Gerakan ini
dilakukan secara berurutan. Gerakan 14 bertujuan untuk melatih otot-otot paha,
dilakukan dengan cara meluruskan kedua belah telapak kaki sehingga otot paha terasa
tegang. Gerakan ini dilanjutkan dengan mengunci lutut, sedemikian sehingga
ketegangan pidah ke otot-otot betis. Sebagaimana prosedur relaksasi otot, model
harus menahan posisi tegang selama 10 detik baru setelah itu melepaskannya. Setiap
gerakan dilakukan masing-masing dua kali. Berikut SOP (Standart Operasional
Procedure) dari teknik relaksasi otot progresif.
13

2.9. Standar Operasional Prodedur (SOP)


Berikut ini SOP (Standart Operasional Procedure) dari teknik relaksasi otot
progresif.

SOP TEKHNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF

NO DOKUMEN: - NO. REVISI: - HALAMAN:


PROSEDUR
TANGGAL TERBIT: DITETAPKAN OLEH:
TETAP
1. PENGERTIAN Teknik relaksasi otot progresif adalah teknik
relaksasi yang dilakukan dengan cara fokus pada
kontraksi dan relaksasi otot-otot tubuh.
2. TUJUAN Mengurangi ketegangan dengan cara
melemaskan badan.
3. INDIKASI Klien darah tinggi/hipertensi
klien dengan stres/ketegangan/kecemasan
klien dengan asma
klien dengan insomnia
4. KONTRAINDIKASI Gangguan neuromuskuler seperti fraktur,
kelemahan otot wajah, ekstremitas
5. PERSIAPAN 1. Bina hubungan saling percaya
2. Jelaskan kepada klien tentang prosedur
KLIEN
tindakan yang akan dilakukan
3. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
6. PERSIAPAN ALAT 1. Siapkan 1 kursi yang memiliki bantalan dan
DAN BAHAN tempat untuk bersandar
2. Siapkan 1 kursi sebagai penyangga kaki
7. TAHAP KERJA
1. Beri salam, perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat.
2. Panggil klien dengan nama kesukaan klien.
3. Jelaskan kepada klien tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan.
4. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya.
5. Jaga privasi klien.
6. Cuci tangan dengan air bersih
14

7. Langkah awal yang dilakukan adalah sebuah ruang (dapat tertutup


atau terbuka) yang memungkinkan udara bebas keluar masuk sangat
dianjurkan dalam latihan relaksasi. Kursi yang dapat fleksibel naik
dan turun.
a. Gerakan pertama
Ditujukan untuk melatih otot tangan yang dilakukan dengan cara
menggenggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan. Klien
diminta membuat kepalan ini semakin kuat.
b. Gerakan kedua
Adalah gerakan untuk melatih otot tangan bagian belakang. Gerakan
ini dilakukan dengan cara menekuk kedua lengan ke belakang pada
pergelangan tangan sehingga otot-otot di tangan bagian belakang
dan lengan bawah menegang, jari-jari menghadap ke langit-langit.
c. Gerakan ketiga
Adalah untuk melatih otot-otot Biceps. Otot biceps adalah otot besar
yang terdapat di bagian atas pangkal lengan. Gerakan ini diawali
dengan menggenggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan
kemudian membawa kedua kepalan ke pundak sehingga otot-otot
biceps akan menjadi tegang.
d. Gerakan keempat
Ditujukan untuk melatih otot-otot bahu. Relaksasi untuk
mengendurkan bagian otot-otot bahu dapat dilakukan dengan cara
mengangkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan bahu akan
dibawa hingga menyentuh kedua telinga. Fokus perhatian gerakan
ini adalah kontras ketegangan yang terjadi di bahu, punggung atas,
dan leher.
e. Gerakan kelima
Adalah gerakan-gerakan yang ditujukan untuk melemaskan otot-otot
diwajah. Otot-otot wajah yang dilatih adalah otot-otot dahi, mata,
rahang, dan mulut. Gerakan untuk dahi dapat dilakukan dengancara
mengerutkan dahi dan alis sampai otot-ototnya terasa dan kulitnya
keriput.
15

f. Gerakan keenam
Gerakan yang ditujukan untuk mengendurkan otot-otot mata diawali
dengan menutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan
ketegangan disekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan
gerakan mata.
g. Gerakan ketujuh
Bertujuan untuk mengendurkan ketegangan yang dialami oleh otot-
otot rahang dengan cara mengatupkan rahang, diikuti dengan
menggigit gigi-gigi sehingga ketegangan di sekitar otot-otot rahang.
h. Gerakan kedelapan
Ini dilakukan untuk mengendurkan otot-otot sekitar mulut. Bibir
dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan dirasakan ketegangan
di sekitar mulut.
i. Gerakan kesembilan
Ditujukan untuk merilekskan otot-otot leher bagian depan maupun
belakang. Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru
kemudian otot leher bagian depan. Klien dipandu meletakkan kepala
sehingga dapat beristirahat, kemudian diminta untuk menekankan
kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa sehingga
klien dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher dan
punggung atas.
j. Gerakan kesepuluh
Sedangkan gerakan kesepuluh bertujuan untuk melatih otot leher
bagian depan. Gerakan ini dilakukan dengan cara membawa kepala
ke muka, kemudian klien diminta untuk membenamkan dagu ke
dadanya. Sehingga dapat merasakan ketegangan di daerah leher
bagian muka.
k. Gerakan kesebelas
Bertujuan untuk melatih otot-otot punggung. Gerakan ini dapat
dilakukan dengan cara mengangkat tubuh dari sandaran kursi,
kemudian punggung dilengkungkan, lalu busungkan dada. Kondisi
tegang dipertahankan selama 10 detik, kemudian rileks.Pada saat
16

rileks, letakkan tubuh kembali ke kursi, sambil membiarkan otot-


otot menjadi lemas.
l. Gerakan kedua belas
Dilakukan untuk melemaskan otot-otot dada. Pada gerakan ini, klien
diminta untuk menarik nafas panjang untuk mengisi paru-paru
dengan udara sebanyak-banyaknya. Posisi ini ditahan selama
beberapa saat, sambil merasakan ketegangan di bagian dada
kemudian turun ke perut. Pada saat ketegangan dilepas, klien dapat
bernafas normal dengan lega. Sebagaimana dengan gerakan yang
lain, gerakan ini diulangi sekali lagi sehingga dapat dirasakan
perbedaan antara kondisi tegang dan rileks.
m. Gerakan ketiga belas
Bertujuan untuk melatih otot-otot perut. Gerakan ini dilakukan
dengan cara menarik kuat-kuat perut ke dalam, kemudian
menahannya sampai perut menjadi kencang dan keras. Setelah 10
detik dilepaskan bebas, kemudian diulang kembali seperti gerakan
awal untuk perut ini. Gerakan 14 dan 15 adalah gerakan-gerakan
untuk otot-otot kaki.Gerakan ini dilakukan secara berurutan.
n. Gerakan keempat belas
Bertujuan untuk melatih otot-otot paha, dilakukan dengan cara
meluruskan kedua belah telapak kaki sehingga otot paha terasa
tegang. Gerakan ini dilanjutkan dengan mengunci lutut, sedemikian
sehingga ketegangan pidah ke otot-otot betis. Sebagaimana prosedur
relaksasi otot, klien harus menahan posisi tegang selama 10 detik
baru setelah itu melepaskannya. Setiap gerakan dilakukan masing-
masing dua kali
11. Evaluasi respon klien.
12. Berikan reinforcement positif.
13. Lakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya.
14. Akhiri pertemuan dengan cara yang baik.
8. HASIL:
Klien akan merasa rileks dan tingkat stres menurun
17

9. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN


jika klien tidak kuat untuk melakukan relaksasi sebaiknya tindakan
dihentikan atau diberikan waktu untuk istirahat
18

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Relaksasi merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang didasarkan pada
cara kerja sistem syaraf simpatetis dan parasimpatetis. Relaksasi dibagi menjadi 4
macam, yaitu relaksasi otot (progressive muscle relaxation), pernafasan
(diaphragmatic breathing), meditasi (attention-focussing exercises), dan relaksasi
perilaku (behavioral relaxation training). Teknik relaksasi semakin sering dilakukan
karena terbukti efektif mengurangi ketegangan dan kecemasan, membantu orang
yang mengalami insomnia dan asma.

3.2 Saran
3.2.1 saran bagi mahasiswa
Diharapkan mahasiswa menambah wawasan mengenai terapi komplementer
yang dapat diterapkan pada masyarakat sehingga dapat mengaplikasikan untuk
mengabdi kepada masyarakat demi meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
3.2.2 saran bagi institusi pendidikan
Bagi institusi pendidikan diharapkan meningkatkan kurikulum atau
menambahkan terapi komplementer sebagai mata ajar, selain itu juga tenaga pendidik
diambilkan dari terapis yang telah berpengalaman sehingga dapat menularkan
ilmunya kepada peserta didik yang nantinya dapat mengembangkan keilmuan terapi
komplementer seperti melalui pendidikan dan penelitian
3.2.3 saran bagi tenaga kesehatan
Bagi tenaga kesehatan agar menerapkan dan mengembangkan terapi
komplementer sebagai alternative dalam memberikan asuhan keperawatan, karena
seiring perkembangan jaman terapi komplementer pun semakin diminati oleh
masyarakat.
19

DAFTAR PUSTAKA

Austaryani, Nessma Putri, dan Widodo, Arif. Tanpa Tahun. Pengaruh Terapi
Relaksasi Otot Progresif Terhadap Perubahan Tingkat Insomnia pada Lansia
di Posyandu Lansia Desa Gonilan, Kartasura. [serial online]
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/3623/NESMA
%20PUTRI-ARIF%20WIDODO%20Fix.pdf?sequence=1
Ari, Purwaningtyas Lisa Dwi, dan Pratiwi, Arum. Tanpa Tahun. Pengaruh Relaksasi
Progresif Terhadap Tingkat Kecemasan pada Pasien Skizofrenia di Rumah
Sakit Jiwa Daerah Surakarta. [serial online]
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/3644/PURWANI
NGTYAS-ARUM%20PRATIWI%20fix%20bnget.pdf?sequence=1
Carlson, N. R., 1994, Physiology of Behavior. Edisi 5. Boston: Allyn & Bacon

Davis, Martha. 2005. Relaxation Therapy. [serial online] http://www.mayday.coh.org.

Dewi, Diahwati. 2001. Serba-serbi Manfaat dan GangguanTidur. Jakarta: Pionir


Jaya.

Friedman, L., Bliwise, D.L., Yesavage, J.A., and Salom, S.R., 1991, A Peliminary
Study Comparing Sleep Restriction Therapy and Relaxation Treatments for
Insomnia in Older Adults, Journal of Gerontology, Vol 46, No. 1. pp. 1-8.

Huntley, A., White, A. R., and Ernst, E., 2002, Relaxation Therapies for Asthma: A
Systematic Review, Thorax, Vol 57., No. 2., pp. 127-131.

Karyono. 1994. Efektivitas Relaksasi dalam Menurunkan Tekanan Darah pada


Penderita Hypertensi Ringan. Tesis. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana UGM.

Kazdin, A. E., 2001, Behavior Modification in Applied Settings. Edisi 3. Belmont,


CA: Wadsworth/Thompson Learning.

Miltenberger, R. G.(2004), Behavior Modification, Principles and Procedures. Edisi


3. Belmont, CA: Wadsworth/Thompson Learning.

Prawitasari. J.E. (1988), Pengaruh Relaksasi terhadap Keluhan Fisik. Laporan


Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Resti, Indriana Bil. 2014. Teknik Realaksasi Otot Progresif Untuk Mengurangi Stres
Pada Penderita Asma. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan Vol. 02, No. 01, Januari
20

2014. [serial online]


http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jipt/article/viewFile/1766/1854_umm_scie
ntific_journal.pdf.

Utami, M.S. (1991), Efektivitas Relaksasi dan Terapi Kognitif untuk Mengurangi
Kecemasan Berbicara di Muka Umum. Tesis, Yogyakarta: Fakultas Psikologi
UGM.

Valentine, Dian Ary, Rosalina, dan Saparwati, Mona. 2014. Pengaruh Teknik
Relaksasi Otot Progresif Terhadap Tekanan Darah pada Lansia Dengan
Hipertensi di Kel.Pringapus, Kec. Pringapus Kab. Semarang. [serial online]
http://perpusnwu.web.id/karyailmiah/documents/3547.pdf
Widyastuti, Henny, Achjar, dan Surasta, Wayan. Tanpa Tahun. Perbedaan Efektifitas
Terapi Musik dengan Teknik Relaksasi Progresif Terhadap Peningkatan
Kualitas Tidur Lansia di Banjar Peken Desa Sumerta Kaja. [serial online]
http://ojs.unud.ac.id/index.php/coping/article/download/6127/4618

Anda mungkin juga menyukai