Disusun Oleh:
2. Objektif
a. Data Klinik
N 80 92 64 64 56 68 68
RR 18-20 24 20 20 20 24 28
b. Data Laboratorium
Tanggal
Pemeriksaan Satuan Normal Keterangan
10 11
Hb g/dL 13-18 15,2 Normal
B. Dasar Teori
1. Patofosiologi
Hipertensi
Penyakit
BPH terjdi pada usia yang semakin tua (>45 tahun), dimana fungsi testis sudah
kardiovaskul
menurun. Akibat penurunan
er fungsi testis ini menyebabkan ketidakseimbangan hormon
testosteron dan dehidrotestosteron sehingga memacu pertumbuhan atau pembesaran prostat.
Hormon androgen yang memperantarai pertumbuhan prostat pada semua usia adalah
dihirosteron (DHT), DHT dibentuk dalam prostat dari testosteron. Meskipun produksi
androgen menurun pada pria lansia, tetapi prostat menjadi lebih sensitif terhadap DHT. Pada
pria estrogen dipropduksi dalam jumlah kecil dan memperlihatkan kepekaannya pada
kelenjar prostat dan berpengaruh terhadap DHT. Jumlah estrogen yang meningkat
dihubungkan dengan penuaan atau relatif meningkat dihubungkan dengan jumlah testosteron
yang berkontribusi terhadap hiperplasia prostat.
Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi
inkontinensia paradoks. Retensi kronik 16 menyebabkan refluk vesiko ureter, hidroureter,
hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada
waktu miksi penderita harus mengejan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau
hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan terbentuknya batu endapan
didalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan
hematuria. Batu tersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk akan
mengakibatkan pielonefritis (Sjamsuhidajat dan De jong, 2005).
Berdasarkan diagnosis pasien dalam kasus ini, terdapat hubungan antara BPH, HHD
dan IHD. BPH merupakan penyebab utama dan HHD dan IHD merupakan penyebab kedua
atau komplikasi penyakit BPH. Ketika ginjal mengalami kerusakan karena adanya retensi
urin yang disebabkan oleh BPH, akan menyebabkan adanya komplikasi terhadap kejadian
hipertensi. Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara, karena adanya
hipovolemia oleh karena retensi air dan natrium. Hipervolemia menyebabkan curah jantung
meningkat dan mengakibatkan hipertensi. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa
menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal
sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah
dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Tekanan darah adalah hasil
perkalian dari curah jantung dengan tahanan perifer. Pada gagal ginjal, volum cairan tubuh
meningkat sehingga meningkatkan curah jantung. Keadaan ini meningkatkan tekanan darah.
Selain itu, kerusakan nefron akan memacu sekresi renin yang akan mempengaruhi tahanan
perifer sehingga semakin meningkat.
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung
jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot
polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya
regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, Bare,
2002).
Komplikasi IHD dapat terjadi ketika berkurangnya pasokan darah pada otot jantung
yang menyebabkan nyeri di bagian tengah dada dengan intensitas yang beragam dan dapat
menjalar ke lengan serta rahang. Lumen pembuluh darah jantung biasanya menyempit karena
plak aterosklerosis. IHD juga dapat terjadi bila tanpa adanya penyumbatan koroner, yaitu
ketika perfusi koroner dari suatu daerah jantung yang terisolasi menjadi demikian rendah
sehingga beberapa otot jantung menjadi tidak berfungsi. Kemudian karena otot yang tidak
berfungsi menyebabkan berkurangnya pompa ventrikel dan berdilatasi dan mencuri aliran
darah dari otot sekitar. Sebagai akibatnya, karena kebutuhan oksigen yang lebih besar tetapi
penyediaan oksigen yang lebih sedikit, otot sekitar ini juga tidak berfungsi jika ia juga
mempunyai aliran darah koroner yang terbatas. Proses tersebut berlangsung terus sampai
semua otot jantung di dalam daerah di mana penyediaan darahnya buruk menjadi tidak
berfungsi dan mengalami infark (Andrew Selwyn dan Wugene Braunwald, 2002).
Gambar 2. Pembesaran kelenjar Prostat (BPH)
(NKUDIC, 2014)
2. Guideline Terapi
- Algoritma BPH (AUA Guideline, 2010)
Gambar 3. Algoritma Terapi BPH
Penatalaksanaan umum pasien BPH yaitu dengan pemberian obat
golongan alfa bloker, 5-alfa reduktase inhibitor atau kombinasi terapi
antimuskarinik dan pembedahan. Pemilihan dengan alfa bloker dilakukan jika
pasien mempunyai komplikasi hipertensi, diperlukan monitoring tekanan
darah dan diberikan edukasi mengenai efek samping utama terapi. Pilihan
terapi dapat menggunakan obat terazosin atau doxazosin dengan penggunaan
kurang dari empat minggu untuk mencapai target pengobatan.
N 80 92 64 64 56 68 68
RR 18-20 24 20 20 20 24 28
Data Laboratorium
10 11
Pemeriksaan Penunjang
Nama Pemeriksaan Hasil
Tanggal EKG (+)
Pemasangan DC
3. Assesment
- Terapi yang diberikan RS
Tanggal
Obat Dosis Freq
10/2 11/2 12/2 13/2 14/2 15/2
Amlodipin 5 mg
ISDN 5 mg
Irbesartan 300 mg
Furosemid
Valsartan
IVFD RL
- Assessment
4. Plan
Tujuan terapi :
1. Mengatasi BPH
2. Mencegah terjadinya komplikasi yang lebih serius akibat BPH
3. Mengurangi kebutuhan untuk dilakukan operasi prostat
4. Mengurangi nyeri dan menghilangkan perkembangan penyakit
5. Mengontrol tekanan darah
6. Mengurangi atau mencegah gejala yang membatasi aktivitas karena IHD, serta
mencegah kejadian CHD seperti kejadian CHD seperti infark miokard, aritmia
dan gagal jantung dan meningkatkan harapan hidup pasien.
(Dipiro, 2008)
Terapi non-farmakologi:
1. Perubahan gaya hidup meliputi pembatasan asupan cairan dekat waktu tidur,
menghindari asupan kafein dan alkohol
2. Rajin membersihkan alat kelamin
3. Mengurangi berat badan, penurunan TD yang signifikan diikuti dengan
penurunan berat badan pada pasien obesitas atau overweight dengan
hipertensi.
4. Jangan menunda berkemih
5. Berhenti merokok, tobacco akan meningkatkan tekanan darah.
( Dipiro, 2008; Chobanian et al, 2003)
Terapi Rekomendasi
Tanggal
Obat Dosis Freq
10/2 11/2 12/2 13/2 14/2 15/2
Amlodipin 5 mg
ISDN 5 mg 1xsehari
IVFD RL 12 tpm
Doxazosin 2 mg
Klasifikasi pengobatannya :
Doxazosin memiliki efek samping yang lebih rendah dan merupakan pilihan
terbaik dalam terapi LUTS yang berkaitan dengan BPH (AUA Guideline, 2010).
Selain itu, keunggulan utama dari doxazosin adalah onset yang cepat dan doxazosin
dapat meningkatkan laju aliran urin dan menghilangkan gejala obstruktif dan iritasi
pada BPH (Medscape, 2015). Doxazosin secara signifikan dapat menurunkan LDL (-
18mg/dl p=0,013) dan kadar trigliserida (-12 mg/dl p=0,003) sehingga resiko terhadap
kardiovaskuler lebih kecil (Zusman, 2004).
Tanda klinis pertama iskemia miokard biasanya angina pectoris, istilah yang
digunakan untuk menggambarkan nyeri dada mencekik (chest pain) dialami oleh
banyak pasien dengan Ischemic Heart Disease. Obat antiangina dapat secara efektif
meredakan atau mencegah akut episode iskemik dengan meningkatkan suplai oksigen
miokard, penurunan kebutuhan oksigen miokard, atau keduanya (O'Rourke, 2002).
Nitrogliserin dan isosorbid dinitrat digunakan untuk meringankan gejala
serangan akut dan menjadi first line therapy. Nitrat merelaksasikan otot polos
pembuluh darah menyebabkan pelebaran vena dan arteri . Vasodilatasi ini
menyebabkan pengumpulan darah vena dan penurunan aliran balik vena ke jantung
(preload), penurunan tekanan arteri sistemik dan paru (setelah beban), dan
mengurangi curah jantung. Sehingga dapat mengurangi nyeri angina (Vasodilators
Coronary Summary, 2014).
Nitrat organik digunakan secara ekstensif untuk mengobati angina dan infark
miokard. Nitrat berguna meningkatkan aliran darah koroner (yaitu, meningkatkan
pasokan oksigen) dengan membalik dan menghambat vasospasme koroner. Selain itu
juga dapat mengurangi preload pada jantung dengan memproduksi pelebaran vena,
yang menurunkan permintaan miokard oksigen. Obat ini juga mengurangi resistensi
sistemik vaskular (tergantung dosis) dan tekanan arteri, yang selanjutnya mengurangi
kebutuhan oksigen miokard. Secara bersama-sama, akan meningkatkan suplai oksigen
atau permintaan rasio dan dengan demikian mengurangi rasa sakit angina (Klabunde,
2015).
Kondisi hipokalemia disini perlu diperhatikan maka diberikan terapi infus RL.
Infus Ringer Laktat merupakan larutan isotonik 0,9 % larutan yang mengandung
kalsium klorida, KCl, NaCl, natrium laktat dan sangat sering digunakan untuk
resusitasi cairan setelah kehilangan darah akibat trauma, operasi, atau luka bakar.
Digunakan untuk menginduksi pengeluaran urin pada pasien dengan gagal ginjal atau
BPH. Ringer laktat digunakan karena oleh-produk dari metabolisme laktat di hati
melawan asidosis, yang merupakan ketidakseimbangan kimia yang terjadi akibat
kehilangan cairan akut atau gagal ginjal (DailyMed, 2015). Hipokalemia berat
sebaiknya diperbaiki dengan penambahan suplemen K+. Serum K+ harus sering
diperiksa dan dipertahankan antara 4,0 dan 5,5 mEq/l (mmol/l) (Ahmed et al., 2007).
Dosis IV larutan Ringer Laktat biasanya untuk resusitasi cairan tingkat biasa
bisa digunakan hingga 30 ml / kg berat badan / jam. Larutan ringer laktat tidak cocok
untuk terapi pemeliharaan (yaitu, cairan maintenance) karena kandungan natrium (130
mEq/L) dianggap terlalu rendah. Selain itu, apabila laktat diubah menjadi penggunaan
jangka panjang bikarbonat akan menyebabkan pasien menjadi alkalosis
(DailyMed.com, 2015).
Dower Chateter merupakan salah satu tipe kateter yang berupa selang yang
dimasukkan kedalam uretra melalui genitalia. Dower kateter termasuk kedalam
kateter indwelling (foley kateter) atau kateter menetap, yang mana kateter ini tetap di
tempat untuk periode waktu tertentu sampai klien mampu berkemih dengan tuntas dan
spontan. Kateter ini biasa diganti sekitar 4 hari sekali (Rumahorbo, 2000). Penggunaan
foley kateter, pasien akan mendapatkan akses ke kandung kemih dan isinya. Sehingga
memungkinkan pasien untuk mengeluarkan isi kandung kemih dengan indikasi
retensi urin atau obstruksi kandung kemih. Foley kateter ini biasa digunakan untuk
pasien dengan usia lebih dari 65 tahun. Penggunaan kateter ini dapat membantu
pelebaran saluran kemih, memudahkan pasien agar tidak perlu buang air kecil ke
kamar mandi.
Pemasangan kateter urin ini dapat menimbulkan resiko Urinary Tract Infection
(UTI) apabila cara pemasangan dan perawatannya tidak sesuai dengan prosedur dan
tidak dilakukan secara steril. Untuk menghindari infeksi yaitu dengan pemberian
antibiotik yang biasa digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih seperti
ciprofloxacin (Blondeau,2004).
- Monitoring
Jadwal
No Parameter Baseline 10 11 12 13 14 15
pemantauan
1 Tekanan 130/80 mmHg Setiap hari
darah
- Informasi
1. Lakukan pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sadapan dalam 10 menit
2. Pemantauan rutin TTV terutama TD
3. Pemantauan penggunaan Dower Catheter (DC)
- Diskusi
Dial : Di ppt disebutkan bahwa doxazosin efek sampingnya lebih rendah, lebih
rendah jika dibandingkan dengan obat apa? Selain efek sampingnya lebih rendah
pertimbangan apa lagi yang dipilih?
Jawaban :
D. KESIMPULAN
Problem medik pasien sesuai diagnosa adalah BPH, HHD dan IHD. Terdapat
beberapa DRP pada pengobatan pasien, yaitu perlunya terapi tambahan untuk
mengobati BPH dengan penambahan doxazosin dan penambahan antibiotik
ciprofloxacin untuk mencegah infeksi karena penggunaan Dower Catheter (DC).
Terapi yang tidak diperlukan yaitu pemberian valsartan tidak digunakan, diberikan
irbesartan saja karena efek samping yang lebih sedikit. Pemberian infus dekstrose
tidak digunakan, hanya diberikan infus RL dan suplemen kalium karena pasien
mengalami status hipokalemia. Serta terapi yang tidak efektif pemberian lasik inj.
atau furosemide diganti dengan diuretik Tiazid, karena ada indikasi hipokalemia dan
tiazid digunakan sebagai terapi rekomendasi untuk pasien HTN dengan resiko tinggi
CVD.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed A, Zannad F, Love TE., 2007, A propensity-matched study of the association of low
serum potassium levels and mortality in chronic heart failure, Eur Heart J, 28:1334-
43.
Anonim, 2015, LACTATED RINGERS (sodium chloride, sodium lactate, potassium chloride
and calcium chloride) injection, solution
http://dailymed.nlm.nih.gov/dailymed/drugInfo diakses pada tanggal 7 Mei 2015.
AUA Guideline, 2010, Algorithm for the Management of Benign Prostatic Hyperplasia:
Diagnosis and Treatment Recommendations with α-blockers.
Baradero, Dayrit, Siswadi. 2007. Seri Asuhan keperawatan Klien Gangguan Sistem
Reproduksi dan Seksualitas. Jakarta: EGC
Blondeau, 2004,
Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al, 2003, Seventh report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure. Hypertension. 42 : 1206-52.
Cohn, Jay N., Kowey, Peter R., Whelton, Paul K.., and Prisant, L. Michael, 2000, New
Guidelines for Potassium Replacement in Clinical Practice, ARCH intern Med 160 :
2429-2436.
Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Wells, B. G., Posey, L. M., 2008, Pharmacotherapy A
Pathophysiologic Approach, Seventh Edition, The McGraw-Hill Companies, New
York.
Ernst, M.E and Marvin Moser, 2009, Use Diuretics in Patients with Hypertention, The New
England Journal of Medicine, Massachusetts Medical Society, 361:2153-64.
Kemenkes RI, 2011, Pedoman Interpretasi Data Klinik, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Klabunde, Richard, E., 2015, Cardiovascular Pharmacology Concepts,
http://cvpharmacology.com/vasodilator/nitro Diakses pada tanggal 19 Mei 2015.
Nalbantgil, S., Nalbantgil, I., and Onder, R., 2000, Clinically Additive Effect Between
Doxazosinand Amlodipine in the Treatment of Essential Hypertension, American
Journal of Hypertension, 13:921–926
Nicoll, D., J. McPhee, S., Pignone, M., Chou, T. M., Detmer, W. M., 2001, Pocket to
Diagnostic Tests, Third Edition., McGraw-Hill Companies, San Fransisco.
O'Rourke, Stephen T., 2002, Nitro vasodilators: Pharmacology and Use in the Treatment of
Rumahorbo, Hotmo, 2000, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System Endokrin,
Jakarta: EGC.
Zusman R., 2004, Patients with Uncontrolled Hypertension or Concomitant Hypertension and
Benign Prostatic Hyperplasia:review, Clin. Cardiol, 27: 63–69.
Lampiran 1
• Amlodipin
• Doxazosin
(Zusman, 2004).
• Diuretik Tiazid
• ISDN
(O'Rourke, 2002).
• Ciprofloxacin
(Blondeau,2004).
Lampiran 2
1. Identitas
N 80 92 64 64 56 68 68
RR 18-20 24 20 20 20 24 28
Pemeriksaan Penunjang
Tanggal
Obat Dosis Freq
10/2 11/2 12/2 13/2 14/2 15/2
Amlodipin 5 mg
ISDN 5 mg
Irbesartan 300 mg
Furosemid
Valsartan
IVFD RL
Assessment
Tanggal
Obat Dosis Freq
10/2 11/2 12/2 13/2 14/2 15/2
Amlodipin 5 mg
ISDN 5 mg 1xsehari
IVFD RL 12 tpm
doxazosin 2 mg
Monitoring
Jadwal
No Parameter Baseline 10 11 12 13 14 15
pemantauan
1 Tekanan 130/80 mmHg Setiap hari
darah
Informasi
1. Lakukan pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sadapan dalam 10 menit
2. Pemantauan rutin TTV terutama TD
3. Pemantauan penggunaan Dower Catheter (DC)