Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI 3

FARMAKOTERAPI PASIEN BPH, HHD DAN IHD

Disusun Oleh:

1. Larasati Kartika G1F012007


2. Deni Lastanto G1F012015
3. Siti Rochmah Wargianti G1F012023
4. Fajar Mulia Budiman G1F012031
5. Abdul Khalim G1F012041
6. Hilda Fatma Kumala G1F012049
7. Aliya Nurjanah G1F012059
8. Deasy Tiara H G1F012069
9. Rizka Prihantono G1F012077
10. Satya Agustian G1F012085

Dosen Pembimbing Praktikum: Ika Mustikaningtyas., M.Sc., Apt.


Asisten Praktikum: Herlin

LABORATORIUM FARMASI KLINIK


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015

FARMAKOTERAPI PASIEN BPH, HHD DAN IHD


A. Kasus
1. Subjective
Nama Pasien : Tn.SR
Alamat : Rawalo
No. RM : 543xxx
Umur : 83 Tahun
BB : -
TB : -
Status Jaminan : -
MRS : 10/ 02/ 2014
KRS : 15/ 02/ 2014
Riwayat MRS : BAK tidak lancar sejak 5 hari yang lalu, air kencing menetes,
terkadang harus mengedan, nyeri saat BAK.
Riwayat Penyakit : -
Riwayat Obat : -
Riwayat Lifestyle : -
Alergi : -
Diagnosa : BPH, HHD, IHD

2. Objektif
a. Data Klinik

TTV Nilai Tanggal


Normal
10/2 11/2 12/2 13/2 14/2 15/2
TD 130/80 180/90 100/70 100/60 110/60 110/60 140/90

N 80 92 64 64 56 68 68

RR 18-20 24 20 20 20 24 28

Suhu 36-37 35,4 36,3 36,1 36,3 36,5 36,6

b. Data Laboratorium

Tanggal
Pemeriksaan Satuan Normal Keterangan
10 11
Hb g/dL 13-18 15,2 Normal

Leukosit uL 3200- 7170 Normal


10.000

Hct % 39-49 42 Normal

Eritrosit 106/uL 3,8-5,0 4,9 Normal

Trombosit /uL 170.000- 241000 Normal


380.000

MCV fL 80-100 86,1 Normal

MCH Pg 28-34 31,1 Normal

MCHC % 32-36 36,2 Normal

RDW % 10-15 17 Meningkat, adanya gangguan


suplai darah karena iskemik

MPV Fl 6,5-11.5 9,9 Normal

Basofil % 0-2 0,3 Normal

Eosinofil % 0-6 0,1 Normal

Batang % 0-5 0,6 Normal

Segmen % 36-73 84,2 Meningkat, menandakan


adanya infeksi bakteri

Limfosit % 15-45 7 Menurun, menandakan rentan


terkena infeksi.

Monosit % 0-10 7,8 Normal

Ureum Mg/dL 10-50 49,9 Normal

Kreatinin Mg/dL 0,6-1,3 0,91 Normal

SGPT U/L 5-35 30 Normal

SGOT U/L 5-35 45 Meningkat, menandakan


tingginya metabolik di jantung,
adanya iskemik dan gangguan
dijantung sebelah kanan.

GDS mg/dL ≤200 101 Normal

Na mEq/L 135-144 136 Normal

K mEq/L 3,6-4,8 2,9 Menurun, menandakan kondisi


hipokalemia
Cl mEq/L 97-106 90 Menurun

(Kemenkes, 2011; Nicoll, et al., 2001)

B. Dasar Teori
1. Patofosiologi

Gambar 1. Patofisiologi BPH, HHD dan IHD

Hipertensi
Penyakit
BPH terjdi pada usia yang semakin tua (>45 tahun), dimana fungsi testis sudah
kardiovaskul
menurun. Akibat penurunan
er fungsi testis ini menyebabkan ketidakseimbangan hormon
testosteron dan dehidrotestosteron sehingga memacu pertumbuhan atau pembesaran prostat.
Hormon androgen yang memperantarai pertumbuhan prostat pada semua usia adalah
dihirosteron (DHT), DHT dibentuk dalam prostat dari testosteron. Meskipun produksi
androgen menurun pada pria lansia, tetapi prostat menjadi lebih sensitif terhadap DHT. Pada
pria estrogen dipropduksi dalam jumlah kecil dan memperlihatkan kepekaannya pada
kelenjar prostat dan berpengaruh terhadap DHT. Jumlah estrogen yang meningkat
dihubungkan dengan penuaan atau relatif meningkat dihubungkan dengan jumlah testosteron
yang berkontribusi terhadap hiperplasia prostat.

Hiperplasia prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk


dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang
terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik
terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-
beda. Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada
saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran
prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostad meningkat, serta otot destrusor
menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor
disebut fase kompensasi, keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi atau terjadi
dekompensasi sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa mengosongkan vesika urinaria
dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin. Urin yang statis akan menjadi alkalin dan
media yang baik untuk pertumbuhan bakteri ( Baradero, dkk 2007).

Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat mengakibatkan aliran


urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin yang menetes, kencing terputus-putus
(intermiten), dengan adanya obstruksi maka pasien mengalami kesulitan untuk memulai
berkemih (hesitansi). Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika urinarianya
mengalami iritasi dari urin yang tertahan tertahan didalamnya sehingga pasien merasa bahwa
vesika urinarianya tidak menjadi kosong setelah berkemih yang mengakibatkan interval
disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi), dengan adanya gejala iritasi pasien
mengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyeri saat berkemih /disuria
( Purnomo, 2011).

Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi
inkontinensia paradoks. Retensi kronik 16 menyebabkan refluk vesiko ureter, hidroureter,
hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada
waktu miksi penderita harus mengejan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau
hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan terbentuknya batu endapan
didalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan
hematuria. Batu tersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk akan
mengakibatkan pielonefritis (Sjamsuhidajat dan De jong, 2005).

Berdasarkan diagnosis pasien dalam kasus ini, terdapat hubungan antara BPH, HHD
dan IHD. BPH merupakan penyebab utama dan HHD dan IHD merupakan penyebab kedua
atau komplikasi penyakit BPH. Ketika ginjal mengalami kerusakan karena adanya retensi
urin yang disebabkan oleh BPH, akan menyebabkan adanya komplikasi terhadap kejadian
hipertensi. Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara, karena adanya
hipovolemia oleh karena retensi air dan natrium. Hipervolemia menyebabkan curah jantung
meningkat dan mengakibatkan hipertensi. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa
menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal
sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah
dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Tekanan darah adalah hasil
perkalian dari curah jantung dengan tahanan perifer. Pada gagal ginjal, volum cairan tubuh
meningkat sehingga meningkatkan curah jantung. Keadaan ini meningkatkan tekanan darah.
Selain itu, kerusakan nefron akan memacu sekresi renin yang akan mempengaruhi tahanan
perifer sehingga semakin meningkat.

Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung
jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot
polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya
regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, Bare,
2002).

Komplikasi IHD dapat terjadi ketika berkurangnya pasokan darah pada otot jantung
yang menyebabkan nyeri di bagian tengah dada dengan intensitas yang beragam dan dapat
menjalar ke lengan serta rahang. Lumen pembuluh darah jantung biasanya menyempit karena
plak aterosklerosis. IHD juga dapat terjadi bila tanpa adanya penyumbatan koroner, yaitu
ketika perfusi koroner dari suatu daerah jantung yang terisolasi menjadi demikian rendah
sehingga beberapa otot jantung menjadi tidak berfungsi. Kemudian karena otot yang tidak
berfungsi menyebabkan berkurangnya pompa ventrikel dan berdilatasi dan mencuri aliran
darah dari otot sekitar. Sebagai akibatnya, karena kebutuhan oksigen yang lebih besar tetapi
penyediaan oksigen yang lebih sedikit, otot sekitar ini juga tidak berfungsi jika ia juga
mempunyai aliran darah koroner yang terbatas. Proses tersebut berlangsung terus sampai
semua otot jantung di dalam daerah di mana penyediaan darahnya buruk menjadi tidak
berfungsi dan mengalami infark (Andrew Selwyn dan Wugene Braunwald, 2002).
Gambar 2. Pembesaran kelenjar Prostat (BPH)

(NKUDIC, 2014)

2. Guideline Terapi
- Algoritma BPH (AUA Guideline, 2010)
Gambar 3. Algoritma Terapi BPH
Penatalaksanaan umum pasien BPH yaitu dengan pemberian obat
golongan alfa bloker, 5-alfa reduktase inhibitor atau kombinasi terapi
antimuskarinik dan pembedahan. Pemilihan dengan alfa bloker dilakukan jika
pasien mempunyai komplikasi hipertensi, diperlukan monitoring tekanan
darah dan diberikan edukasi mengenai efek samping utama terapi. Pilihan
terapi dapat menggunakan obat terazosin atau doxazosin dengan penggunaan
kurang dari empat minggu untuk mencapai target pengobatan.

- Algoritma Hipertensi ( JNC 7, 2013)


Gambar 4. Guideline HHD
Manajemen terapi untuk pasien hipertensi yang pertama dengan modifikasi
gaya hidup. Jika target pengobatan tidak tercapai, maka diberikan obat
antihipertensi berdasarkan ada tidaknya indikasi tentang suatu penyakit. Pasien
ini didiagnosa penyakit kardiovaskuler yaitu Iskemik jantung. Oleh karena itu,
manajemen terapi hipertensi pasien ini diberikan pilihan terapi berupa THIAZ,
BB, ACEI, dan CCB untuk menurunkan tekanan darah pasien.

- Algoritma IHD (Dipiro 7)


Gambar 5. Algoritma IHD
Angina merupakan gejala awal terjadinya IHD, oleh karena itu,
manajemen terapi berdasarkan algoritma diatas, menngunakan obat golongan
sublingual nitrogliserin, jika ada riwayat angina diberikan pilihan terapi CCB
dan Terapi nitrat kerja lama.

C. Penatalaksanaan Kasus dan Pembahasan


1. Subjective

Nama Pasien : Tn.SR


Alamat : Rawalo
No. RM : 543xxx
Umur : 83 Tahun
BB : -
TB : -
Status Jaminan : -
MRS : 10/ 02/ 2014
KRS : 15/ 02/ 2014
Riwayat MRS : BAK tidak lancar sejak 5 hari yang lalu, air kencing menetes,
terkadang harus mengedan, nyeri saat BAK.
Riwayat Penyakit : -
Riwayat Obat : -
Riwayat Lifestyle : -
Alergi : -
Diagnosa : BPH, HHD, IHD
2. Objektif
Data Klinik

TTV Nilai Tanggal


Normal 10/2 11/2 12/2 13/2 14/2 15/2
TD 130/80 180/90 100/70 100/60 110/60 110/60 140/90

N 80 92 64 64 56 68 68

RR 18-20 24 20 20 20 24 28

Suhu 36-37 35,4 36,3 36,1 36,3 36,5 36,6

Data Laboratorium

Pemeriksaan Satuan Normal Tanggal Keterangan

10 11

Hb g/dL 13-18 15,2 Normal

Leukosit uL 3200- 7170 Normal


10.000

Hct % 39-49 42 Normal

Eritrosit 106/uL 3,8-5,0 4,9 Normal

Trombosit /uL 170.000- 241000 Normal


380.000

MCV fL 80-100 86,1 Normal

MCH Pg 28-34 31,1 Normal

MCHC % 32-36 36,2 Normal

RDW % 10-15 17 Meningkat, adanya gangguan


suplai darah karena iskemik

MPV Fl 6,5-11.5 9,9 Normal

basofil % 0-2 0,3 Normal

Eosinofil % 0-6 0,1 Normal

Batang % 0-5 0,6 Normal

Segmen % 36-73 84,2 Meningkat, menandakan adanya


infeksi bakteri

Limfosit % 15-45 7 Menurun, menandakan rentan


terkena infeksi.

Monosit % 0-10 7,8 Normal

Ureum Mg/dL 10-50 49,9 Normal

Kreatinin Mg/dL 0,6-1,3 0,91 Normal

SGPT U/L 5-35 30 Normal

SGOT U/L 5-35 45 Meningkat, menandakan


tingginya metabolik di jantung,
adanya iskemik dan gangguan
dijantung sebelah kanan.

GDS mg/dL ≤200 101 Normal

Na mEq/L 135-144 136 Normal

K mEq/L 3,6-4,8 2,9 Menurun, menandakan kondisi


hipokalemia

Cl mEq/L 97-106 90 Menurun

(Kemenkes, 2011; Nicoll, et al., 2001)


Pasien Tn. SR masuk rumah sakit dengan keluhan BAK tidak lancar sejak 5
hari yang lalu, air kencing menetes, terkadang harus mengedan, nyeri saat BAK.
Pasien didiagnosis menderita BPH, HHD dan IHD. Pasien tersebut menderita BPH
yang dapat menyebabkan munculnya penyakit lain seperti hipertensi. Pasien memiliki
penyakit hipertensi yang diperkuat oleh tekanan darah yang tinggi ketika hari pertama
masuk rumah sakit, tekanan darah pasien yaitu 180/90 menurut JNC 7, pasien tersebut
termasuk kedalam hipertensi grade 2. Tekanan darah yang tinggi tersebut
menyebabkan komplikasi penyakit lain yaitu kardiovaskuler seperti iskemik jantung.
Data klinik dan data laboratorium merupakan data pendukung ditegakkannya
diagnosis BPH, HHD dan IHD :
1. TD meningkat saat MRS, menyebabkan iskemik karena laju aliran darah yang tidak
stabil.
2. SGOT meningkat, menandakan tingginya metabolik di jantung, adanya iskemik dan
gangguan dijantung.
3. RDW meningkat, adanya gangguan suplai darah karena iskemik.
4. Leukosit meningkat, menandakan rentannya terjadi infeksi. Begitupun dengan segmen
yang menurun, rentan terjadinya infeksi.
5. K menurun cukup drastis, perlu diperhatikan kondisi hipokalemia.
(Kemenkes, 2011; Nicoll, et al., 2001)

Pemeriksaan Penunjang
Nama Pemeriksaan Hasil
Tanggal EKG (+)
Pemasangan DC

3. Assesment
- Terapi yang diberikan RS

Tanggal
Obat Dosis Freq
10/2 11/2 12/2 13/2 14/2 15/2

IVFD D5% 10 tpm      

Lasik Inj 1 amp    

Amlodipin 5 mg     

ISDN 5 mg      
Irbesartan 300 mg  

Furosemid 

Valsartan      

IVFD RL   

- Assessment

No Assessment Problem Rekomendasi

Kebutuhan terapi tambahan Penyakit BPH belum Diberikan obat golongan


terobati alfa-blocker yaitu
1. doxazosin karena
memiliki efek samping
yang relatif lebih rendah
dari terazosin, aksi
kerjanya lebih cepat, dan
dapat meningkatkan
pengeluaran urine (AUA
Guideline, 2010)

Indikasi adanya Diberikan antibiotik gol


infeksi karena adanya flouroquinolone, yaitu
retensi urine pada ciprofloxacin. Dipilih
kandung kemih ciprofloxacin karena biasa
belum diberikan digunakan untuk Urinary
terapi Tract Infection (Blondeau,
2004)

2. Terapi yang tidak efektif Penggantian terapi Penggunaan furosemid


lasik injeksi dan diganti dengan diuretik
furosemid Tiazid, karena ada
indikasi hipokalemia dan
tiazid digunakan sebagai
terapi rekomendasi untuk
pasien HTN dengan
resiko tinggi CVD
(Balushi et al., 2012).

3. Terapi yang tidak diperlukan Penggunaan terapi Penggunaan valsartan


valsartan dan dihentikan. Baik valsartan
irbesartan dan irbesartan merupakan
golongan yang sama
namun irbesartan
memiliki efek samping
yang relatif rendah
dibanding valsartan
sehingga valsartan tidak
digunakan (Medscape,
2015)

4. Terapi yang tidak diperlukan Penggunaan infus Infus dekstrose tidak


dekstrose digunakan karena pasien
mengalami status
hypokalemia sehingga
pasien hanya
membutuhkan infur RL
saja untuk memulihkan
status kalium pasien
(Nicolle, et.al, 2001)

4. Plan

Tujuan terapi :

1. Mengatasi BPH
2. Mencegah terjadinya komplikasi yang lebih serius akibat BPH
3. Mengurangi kebutuhan untuk dilakukan operasi prostat
4. Mengurangi nyeri dan menghilangkan perkembangan penyakit
5. Mengontrol tekanan darah
6. Mengurangi atau mencegah gejala yang membatasi aktivitas karena IHD, serta
mencegah kejadian CHD seperti kejadian CHD seperti infark miokard, aritmia
dan gagal jantung dan meningkatkan harapan hidup pasien.
(Dipiro, 2008)

Terapi non-farmakologi:
1. Perubahan gaya hidup meliputi pembatasan asupan cairan dekat waktu tidur,
menghindari asupan kafein dan alkohol
2. Rajin membersihkan alat kelamin
3. Mengurangi berat badan, penurunan TD yang signifikan diikuti dengan
penurunan berat badan pada pasien obesitas atau overweight dengan
hipertensi.
4. Jangan menunda berkemih
5. Berhenti merokok, tobacco akan meningkatkan tekanan darah.
( Dipiro, 2008; Chobanian et al, 2003)

Berdasarkan algoritma yang didapat, maka kami merekomendasikan


pengobatan sebagai berikut :

Terapi Rekomendasi

Tanggal
Obat Dosis Freq
10/2 11/2 12/2 13/2 14/2 15/2

HCT 12,5 mg 2xsehari  

Amlodipin 5 mg     

ISDN 5 mg 1xsehari      

Irbesartan 150 mg 2xsehari      

IVFD RL 12 tpm      

Doxazosin 2 mg      

Ciprofloxacin 500 mg 2xsehari      

Suplemen Kalium 60-100      


mmol

Klasifikasi pengobatannya :

a. BPH : Doxazosin dan Ciprofloxacin.


b. HHD: Amlodipin, Irbesartan dan HCT
c. IHD: ISDN
d. Hipokalemia : Infus RL dan Suplemen Kalium

BPH awalnya terjadi k arena menurunnnya

Amlodipin dapat menurunkan tekanan darah pasien hipertensi dengan BPH.


Pemberian monoterapi amlodipin 10 mg dapat menurunkan tekanan darah hingga
142/90 mmHg sedangkan pemberian amlodipin (5 mg) bersama doxazosin (2 mg)
dapat menurunkan tekanan darah hingga 130/73 mmHg dari baseline 171/102 mmHg.
Pemberian kombinasi ini juga menurunkan efek samping obat karena pemberian dosis
relative lebih kecil. Selain itu pemberian kombinasi juga berpengaruh pada profil lipid
yaitu terjadi penurunan LDL dan peningkatan HDL. Perbedaan penurunan tekanan
darah dengan pemberian amlodipin, doxazosin dan kombinasi amlodipin-doxazosin
(Nalbantgil et al, 2000).

Doxazosin memiliki efek samping yang lebih rendah dan merupakan pilihan
terbaik dalam terapi LUTS yang berkaitan dengan BPH (AUA Guideline, 2010).
Selain itu, keunggulan utama dari doxazosin adalah onset yang cepat dan doxazosin
dapat meningkatkan laju aliran urin dan menghilangkan gejala obstruktif dan iritasi
pada BPH (Medscape, 2015). Doxazosin secara signifikan dapat menurunkan LDL (-
18mg/dl p=0,013) dan kadar trigliserida (-12 mg/dl p=0,003) sehingga resiko terhadap
kardiovaskuler lebih kecil (Zusman, 2004).

HCT mempunyai BA relative besar (60-70%) yang diberikan secara oral


dibandingkan diuretik lain. Kombinasi HCT dengan ARB/ACEI dapat meningkatkan
respon antihipertensi, kombinasi yang direkomendasikan yaitu irbesartan dengan
HCT (Ernst and Marvin, 2009). Bila dibandingkan dengan kombinasi valsartan/HCT,
irbesartan/HCT dinilai lebih baik karena dapat menurunkan SBP dan DBP lebih besar.
Dosis yang digunakan untuk kombinasi irbesartan/HCT yaitu 150/12.5 mg per hari
dan terbukti secara signifikan dapat menurunkan tekanan darah (Balushi et al., 2012).

Tanda klinis pertama iskemia miokard biasanya angina pectoris, istilah yang
digunakan untuk menggambarkan nyeri dada mencekik (chest pain) dialami oleh
banyak pasien dengan Ischemic Heart Disease. Obat antiangina dapat secara efektif
meredakan atau mencegah akut episode iskemik dengan meningkatkan suplai oksigen
miokard, penurunan kebutuhan oksigen miokard, atau keduanya (O'Rourke, 2002).
Nitrogliserin dan isosorbid dinitrat digunakan untuk meringankan gejala
serangan akut dan menjadi first line therapy. Nitrat merelaksasikan otot polos
pembuluh darah menyebabkan pelebaran vena dan arteri . Vasodilatasi ini
menyebabkan pengumpulan darah vena dan penurunan aliran balik vena ke jantung
(preload), penurunan tekanan arteri sistemik dan paru (setelah beban), dan
mengurangi curah jantung. Sehingga dapat mengurangi nyeri angina (Vasodilators
Coronary Summary, 2014).
Nitrat organik digunakan secara ekstensif untuk mengobati angina dan infark
miokard. Nitrat berguna meningkatkan aliran darah koroner (yaitu, meningkatkan
pasokan oksigen) dengan membalik dan menghambat vasospasme koroner. Selain itu
juga dapat mengurangi preload pada jantung dengan memproduksi pelebaran vena,
yang menurunkan permintaan miokard oksigen. Obat ini juga mengurangi resistensi
sistemik vaskular (tergantung dosis) dan tekanan arteri, yang selanjutnya mengurangi
kebutuhan oksigen miokard. Secara bersama-sama, akan meningkatkan suplai oksigen
atau permintaan rasio dan dengan demikian mengurangi rasa sakit angina (Klabunde,
2015).

Dalam rangka untuk mengurangi iskemia miokard dalam meredakan nyeri


angina, keseimbangan antara suplai oksigen miokard dan permintaan harus
dikembalikan dengan benar. Nitrogliserin menyebabkan relaksasi dari otot polos
pembuluh darah di kedua arteri dan vena, meskipun efek pada pembuluh darah
mendominasi pada dosis rendah. Dengan melebarkan pembuluh darah, nitrogliserin
meningkatkan vena kapasitansi dan mengurangi aliran balik vena ke jantung.
Penurunan yang dihasilkan di akhir diastolik ventrikel volume dan tekanan sehingga
mengurangi preload. Pelebaran arteri oleh nitrogliserin menurun resistensi pembuluh
darah perifer dan menyebabkan pengurangan afterload. Mengurangi preload dan
afterload hasil di menurun kiri ketegangan dinding ventrikel, penentu utama
kebutuhan oksigen miokard. Efek demikian, anti-iskemik dari yang nitrovasodilators
sebagian besar karena kemampuan mereka untuk mengurangi kerja miokard dan
konsumsi oksigen (O'Rourke, 2002).

Nitrovasodilators memiliki beberapa efek pada koroner sirkulasi, termasuk


pelebaran besar dan menengah-ukuran arteri koroner, meningkatkan aliran kolateral,
dan redistribusi mengalir ke daerah iskemik jantung. Dengan demikian, ini efek
menguntungkan terutama bertanggung jawab untuk kemampuan nitrovasodilators
untuk meningkatkan suplai oksigen miokard (O'Rourke, 2002).

Kondisi hipokalemia disini perlu diperhatikan maka diberikan terapi infus RL.
Infus Ringer Laktat merupakan larutan isotonik 0,9 % larutan yang mengandung
kalsium klorida, KCl, NaCl, natrium laktat dan sangat sering digunakan untuk
resusitasi cairan setelah kehilangan darah akibat trauma, operasi, atau luka bakar.
Digunakan untuk menginduksi pengeluaran urin pada pasien dengan gagal ginjal atau
BPH. Ringer laktat digunakan karena oleh-produk dari metabolisme laktat di hati
melawan asidosis, yang merupakan ketidakseimbangan kimia yang terjadi akibat
kehilangan cairan akut atau gagal ginjal (DailyMed, 2015). Hipokalemia berat
sebaiknya diperbaiki dengan penambahan suplemen K+. Serum K+ harus sering
diperiksa dan dipertahankan antara 4,0 dan 5,5 mEq/l (mmol/l) (Ahmed et al., 2007).

Dosis IV larutan Ringer Laktat biasanya untuk resusitasi cairan tingkat biasa
bisa digunakan hingga 30 ml / kg berat badan / jam. Larutan ringer laktat tidak cocok
untuk terapi pemeliharaan (yaitu, cairan maintenance) karena kandungan natrium (130
mEq/L) dianggap terlalu rendah. Selain itu, apabila laktat diubah menjadi penggunaan
jangka panjang bikarbonat akan menyebabkan pasien menjadi alkalosis
(DailyMed.com, 2015).

Suplemen kalium ditujukan untuk meningkatkan kadar kalium pasien. Melihat


kondisi hipokalemia pasien ketika masuk RS, karena dengan penggunaan infus RL
dirasa kurang cukup maka diberikan juga suplemen kalium. Keadaan hipokalemia
berkaitan dengan patogenesis dan menetapnya hipertensi. Pemberian suplemen
kalium (kalium klorida) pada dosis 60 mmol/hari hingga lebih besar dari 100
mmol/hari dapat secara signifikan menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik (-
4.4 mmHg dan -2.4 mmHg) (Cohn, et al., 2000).

Dower Chateter merupakan salah satu tipe kateter yang berupa selang yang
dimasukkan kedalam uretra melalui genitalia. Dower kateter termasuk kedalam
kateter indwelling (foley kateter) atau kateter menetap, yang mana kateter ini tetap di
tempat untuk periode waktu tertentu sampai klien mampu berkemih dengan tuntas dan
spontan. Kateter ini biasa diganti sekitar 4 hari sekali (Rumahorbo, 2000). Penggunaan
foley kateter, pasien akan mendapatkan akses ke kandung kemih dan isinya. Sehingga
memungkinkan pasien untuk mengeluarkan isi kandung kemih dengan indikasi
retensi urin atau obstruksi kandung kemih. Foley kateter ini biasa digunakan untuk
pasien dengan usia lebih dari 65 tahun. Penggunaan kateter ini dapat membantu
pelebaran saluran kemih, memudahkan pasien agar tidak perlu buang air kecil ke
kamar mandi.

Pemasangan kateter urin ini dapat menimbulkan resiko Urinary Tract Infection
(UTI) apabila cara pemasangan dan perawatannya tidak sesuai dengan prosedur dan
tidak dilakukan secara steril. Untuk menghindari infeksi yaitu dengan pemberian
antibiotik yang biasa digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih seperti
ciprofloxacin (Blondeau,2004).

Ciprofloxacin merupakan antibiotik golongan floroquinolon yang sering


digunakan untuk infeksi bakteri uropathogen dan terbukti bagus dalam efikasinya
pada Urinary Tract Infection (UTI). Ciprofloxacin merupakan antibiotik spektrum
luas yang mempunyai toleransi yang baik dan efektif untuk berbagai infeksi, meliputi
UTI, infeksi tulang, infeksi gastrointestinal, dan infeksi saluran seksual
(Blondeau,2004).

5. KIE dan Monitoring

 KIE pada perawat


- Melakukan pengecekan EKG pasien terkait diagnosis IHD yang pasien alami.
- Sediaan yang perlu diinjeksikan pada pasien adalah IVFD RL dengan,
sedangkan doxazosin, irbesartan, amlodipin, ISDN dan ciprofloxacin
merupakan tablet oral.
- Perlu dilakukan pengecekan tekanan darah pasien secara rutin untuk
menghindari hipotensi karena diberikan obat diuretik yang dikombinasikan
dengan alfa blocker dan kalsium channel blockker (CCB).
- Perlu dilakukan pengecekan nadi karena nadi meningkat menandakan pasien
pada keadaan kesakitan pada retensi urin.
- Melakukan pemeriksaan pada pemakaian kateter dan waktu melepasnya pada
hari ke 3-5.

 KIE pada pasien


- Memberikan informasi mengenai obat yang diterima pasien seperti cara
penggunaan, jadwal minum, dan lama pemakaian obat.
- Menginformasikan agar pasien cukup asupan cairan oral untuk membantu
menegakkan kembali tonus otot, pengenceran urin dan menurunkan
kerentanan infeksi saluran kemih dan pembentukan bekuan darah.
- Menginformasikan agar pasien menghindari mengangkat benda berat dan
aktivitas yang berat.
- Menginformasikan agar pasien berkemih sesegera mungkin, mencegah retensi
urin.
- Menghindari konsumsi kafein dan alkohol dan melakukan diet tinggi serat.

 KIE pada keluarga pasien


- Memberikan support dan motivasi kepada pasien untuk melaksanakan pola
hidup sehat pada pasien.
- Membantu mengawasi progres penyakit yang timbul.
- Membantu mengingatkan dan mengawasi pasien dalam mengonsumsi obat
secara rutin dan teratur mengenai cara minum obat, frekuensi, dan jadwal
minum obat.

- Monitoring

Jadwal
No Parameter Baseline 10 11 12 13 14 15
pemantauan
1 Tekanan 130/80 mmHg Setiap hari 
darah     

2 RR 18-20x/menit Setiap hari 


    

3 K 3,6-4,8 mEq/L Setiap 3 hari  


4 Cl 97-106 mEq/L Setiap 3 hari  

Pemeriksaan TD (Tekanan Darah) dan RR digunakan untuk memantau


progresivitas dari hipertensi atau iskemik. Jika nilai dari keduanya meningkat dari
nilai normal, menandakan laju darah yang tidak stabil yang akan memicu iskemik dan
kerja jantung. Nilai K digunakan untuk memantau status hipokalium pasien. Dimana
status kalium pasien menurun dari nilai normal cukup signifikan sehingga diperlukan
monitoring yang ketat. Pemeriksaan TD dan RR dilakukan setiap hari, dilakukan
secara rutin saat pergantian shift perawat. Sedangkan untuk pemeriksaan status K dan
Cl kami menyarankan agar dilakukan 3 hari sekali dengan pertimbangan keadaan dan
usia pasien yang sudah lanjut usia untuk.

- Informasi

1. Lakukan pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sadapan dalam 10 menit
2. Pemantauan rutin TTV terutama TD
3. Pemantauan penggunaan Dower Catheter (DC)

- Diskusi
 Dial : Di ppt disebutkan bahwa doxazosin efek sampingnya lebih rendah, lebih
rendah jika dibandingkan dengan obat apa? Selain efek sampingnya lebih rendah
pertimbangan apa lagi yang dipilih?

 Melati : Cara penggunaan Dower Kateter?

 Bibeh: Pasien kondisinya hipokalemia, apakah cukup hanya diberikan infus RL


saja? Terus atas pertimbangan apa digunakan HCT padahal pasien mengalami
hipokalemia?

 Dwi : Hubungan 3 penyakit tersebut bagaimana? Pakai Kombinasi 4 obat


hipertensi apakah tidak berbahaya?

 Winres: Di monitoring, ada bentukan pembekuan darah, maksudnya bagaimana?

Jawaban :

D. KESIMPULAN
Problem medik pasien sesuai diagnosa adalah BPH, HHD dan IHD. Terdapat
beberapa DRP pada pengobatan pasien, yaitu perlunya terapi tambahan untuk
mengobati BPH dengan penambahan doxazosin dan penambahan antibiotik
ciprofloxacin untuk mencegah infeksi karena penggunaan Dower Catheter (DC).
Terapi yang tidak diperlukan yaitu pemberian valsartan tidak digunakan, diberikan
irbesartan saja karena efek samping yang lebih sedikit. Pemberian infus dekstrose
tidak digunakan, hanya diberikan infus RL dan suplemen kalium karena pasien
mengalami status hipokalemia. Serta terapi yang tidak efektif pemberian lasik inj.
atau furosemide diganti dengan diuretik Tiazid, karena ada indikasi hipokalemia dan
tiazid digunakan sebagai terapi rekomendasi untuk pasien HTN dengan resiko tinggi
CVD.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmed A, Zannad F, Love TE., 2007, A propensity-matched study of the association of low
serum potassium levels and mortality in chronic heart failure, Eur Heart J, 28:1334-
43.

Anonim, 2014, Vasodilators Coronary Summary, Magellan Medicaid Administration, Inc

Anonim, 2015, LACTATED RINGERS (sodium chloride, sodium lactate, potassium chloride
and calcium chloride) injection, solution
http://dailymed.nlm.nih.gov/dailymed/drugInfo diakses pada tanggal 7 Mei 2015.

Anonim, 2015, Prostate, http://kidney.niddk.nih.gov/kudiseases/pubs/prostateenlargement/


diakses tanggal 7 Mei 2015.

AUA Guideline, 2010, Algorithm for the Management of Benign Prostatic Hyperplasia:
Diagnosis and Treatment Recommendations with α-blockers.

Balushi et al., 2012,

Baradero, Dayrit, Siswadi. 2007. Seri Asuhan keperawatan Klien Gangguan Sistem
Reproduksi dan Seksualitas. Jakarta: EGC

Blondeau, 2004,

Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al, 2003, Seventh report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure. Hypertension. 42 : 1206-52.

Cohn, Jay N., Kowey, Peter R., Whelton, Paul K.., and Prisant, L. Michael, 2000, New
Guidelines for Potassium Replacement in Clinical Practice, ARCH intern Med 160 :
2429-2436.

Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Wells, B. G., Posey, L. M., 2008, Pharmacotherapy A
Pathophysiologic Approach, Seventh Edition, The McGraw-Hill Companies, New
York.

Ernst, M.E and Marvin Moser, 2009, Use Diuretics in Patients with Hypertention, The New
England Journal of Medicine, Massachusetts Medical Society, 361:2153-64.

Kemenkes RI, 2011, Pedoman Interpretasi Data Klinik, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Klabunde, Richard, E., 2015, Cardiovascular Pharmacology Concepts,
http://cvpharmacology.com/vasodilator/nitro Diakses pada tanggal 19 Mei 2015.

Medscape References., 2015, drug-interactionchecker, diakses tanggal 06 Mei 2015.

Medscape, 2015, Alpha1-Adrenoceptor Antagonist Therapy, diakses tanggal 12 Mei 2015

Nalbantgil, S., Nalbantgil, I., and Onder, R., 2000, Clinically Additive Effect Between
Doxazosinand Amlodipine in the Treatment of Essential Hypertension, American
Journal of Hypertension, 13:921–926

Nicoll, D., J. McPhee, S., Pignone, M., Chou, T. M., Detmer, W. M., 2001, Pocket to
Diagnostic Tests, Third Edition., McGraw-Hill Companies, San Fransisco.

O'Rourke, Stephen T., 2002, Nitro vasodilators: Pharmacology and Use in the Treatment of

Myocardial Ischemia, American Journal of Pharmaceutical Education Vol. 66

Rumahorbo, Hotmo, 2000, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan System Endokrin,
Jakarta: EGC.

Zusman R., 2004, Patients with Uncontrolled Hypertension or Concomitant Hypertension and
Benign Prostatic Hyperplasia:review, Clin. Cardiol, 27: 63–69.
Lampiran 1

Alasan Pemilihan Terapi

• Amlodipin

(Nalbantgil et al, 2000).

• Doxazosin
(Zusman, 2004).

• Diuretik Tiazid

(Balushi et al., 2012).


(Balushi et al., 2012)

• ISDN

(O'Rourke, 2002).
• Ciprofloxacin

(Blondeau,2004).

Lampiran 2

Dokumen Farmasi Pasien (DFP)

1. Identitas

Nama Pasien : Tn.SR


Alamat : Rawalo
No. RM : 543xxx
Umur : 83 Tahun
BB : -
TB : -
Status Jaminan : -
MRS : 10/ 02/ 2014
KRS : 15/ 02/ 2014

2. Keluhan Utama (Subjective)


BAK tidak lancar sejak 5 hari yang lalu, air kencing menetes,
terkadang harus mengedan, nyeri saat BAK.
3. Riwayat Penyakit dahulu
-
4. Riwayat Pengobatan
-
5. Diagnosis
BPH, HHD dan IHD
6. Data Klinik (Objective)

TTV Nilai Tanggal


Normal 10/2 11/2 12/2 13/2 14/2 15/2
TD 130/80 180/90 100/70 100/60 110/60 110/60 140/90

N 80 92 64 64 56 68 68

RR 18-20 24 20 20 20 24 28

Suhu 36-37 35,4 36,3 36,1 36,3 36,5 36,6

Data Laboratorium (Objective)

Pemeriksaan Satua Normal Tanggal Keterangan


n
10 11

Hb g/dL 13-18 15,2 Normal

Leukosit uL 3200-10.000 7170 Normal

Hct % 39-49 42 Normal

Eritrosit 106/uL 3,8-5,0 4,9 Normal

Trombosit /uL 170.000- 241000 Normal


380.000

MCV fL 80-100 86,1 Normal

MCH Pg 28-34 31,1 Normal

MCHC % 32-36 36,2 Normal

RDW % 10-15 17 Meningkat, adanya gangguan suplai


darah karena iskemik

MPV fl 6,5-11.5 9,9 Normal

basofil % 0-2 0,3 Normal

Eosinofil % 0-6 0,1 Normal

Batang % 0-5 0,6 Normal

Segmen % 36-73 84,2 Meningkat, menandakan adanya


infeksi bakteri

Limfosit % 15-45 7 Menurun, menandakan rentan


terkena infeksi.

Monosit % 0-10 7,8 Normal

Ureum Mg/d 10-50 49,9 Normal


L

Kreatinin Mg/d 0,6-1,3 0,91 Normal


L

SGPT U/L 5-35 30 Normal

SGOT U/L 5-35 45 Meningkat, menandakan tingginya


metabolik di jantung, adanya iskemik
dan gangguan dijantung sebelah
kanan.

GDS mg/dL ≤200 101 Normal

Na mEq/ 135-144 136 Normal


L

K mEq/ 3,6-4,8 2,9 Menurun, menandakan kondisi


L hipokalemia

Cl mEq/ 97-106 90 Menurun


L

Pemeriksaan Penunjang

Nama Pemeriksaan Hasil


Tanggal EKG (+)
Pemasangan DC

Jadwal Penggunaan Obat dari Kasus

Tanggal
Obat Dosis Freq
10/2 11/2 12/2 13/2 14/2 15/2

IVFD D5% 10 tpm      

Lasik Inj 1 amp    

Amlodipin 5 mg     

ISDN 5 mg      
Irbesartan 300 mg  

Furosemid 

Valsartan      

IVFD RL   

Assessment

No Assessment Problem Rekomendasi

1. Kebutuhan terapi tambahan Penyakit BPH belum Diberikan obat golongan


terobati alfa-blocker yaitu
doxazosin karena
memiliki efek samping
yang relatif lebih rendah
dari terazosin, aksi
kerjanya lebih cepat, dan
dapat meningkatkan
pengeluaran urine (AUA
Guideline, 2010)

Indikasi adanya Diberikan antibiotik gol


infeksi karena adanya flouroquinolone, yaitu
retensi urine pada ciprofloxacin. Dipilih
kandung kemih ciprofloxacin karena biasa
belum diberikan digunakan untuk Urinary
terapi Tract Infection (Blondeau,
2004)

2. Terapi yang tidak efektif Penggantian terapi Penggunaan furosemid


lasik injeksi dan diganti dengan diuretik
furosemid Tiazid, karena ada
indikasi hipokalemia dan
tiazid digunakan sebagai
terapi rekomendasi untuk
pasien HTN dengan
resiko tinggi CVD
(Balushi et al., 2012).

3. Terapi yang tidak diperlukan Penggunaan terapi Penggunaan valsartan


valsartan dan dihentikan. Baik valsartan
irbesartan dan irbesartan merupakan
golongan yang sama
namun irbesartan
memiliki efek samping
yang relatif rendah
dibanding valsartan
sehingga valsartan tidak
digunakan (Medscape,
2015)

4. Terapi yang tidak diperlukan Penggunaan infus Infus dekstrose tidak


dekstrose digunakan karena pasien
mengalami status
hypokalemia sehingga
pasien hanya
membutuhkan infur RL
saja untuk memulihkan
status kalium pasien
(Nicolle, et.al, 2001)

Jadwal Penggunaan Obat Rekomendasi

Tanggal
Obat Dosis Freq
10/2 11/2 12/2 13/2 14/2 15/2

HCT 12,5 mg 2xsehari  

Amlodipin 5 mg     

ISDN 5 mg 1xsehari      

Irbesartan 150 mg 2xsehari      

IVFD RL 12 tpm      

doxazosin 2 mg      

Ciprofloxacin 500 mg 2xsehari      

Suplemen Kalium 60-100      


mmol

Monitoring

Jadwal
No Parameter Baseline 10 11 12 13 14 15
pemantauan
1 Tekanan 130/80 mmHg Setiap hari 
darah     

2 RR 18-20x/menit Setiap hari 


    
3 K 3,6-4,8 mEq/L Setiap 3 hari  
4 Cl 97-106 mEq/L Setiap 3 hari  

Informasi

1. Lakukan pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sadapan dalam 10 menit
2. Pemantauan rutin TTV terutama TD
3. Pemantauan penggunaan Dower Catheter (DC)

Anda mungkin juga menyukai