MENINGITIS TB
A. Pengertian
bakterial memasuki area secara langsung sebagai akibat cedera traumatik atau secara tidak
langsung bila dipindahkan dari tempat lain di dalam tubuh ke dalam cairan serebrospinal
(CSS). Berbagai agens dapat menimbulkan inflamasi pada meninges termasuk bakteri,
Meningitis adalah infeksi yang terjadi pada selaput otak (termasuk durameter,
arachnoid, dan piameter) (Harold, 2005). Meningitis adalah peradangan pada selaput
meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada
B. Etiologi
C. Klasifikasi
a. Asepsis
Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan
iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma, leukimia,
atau darah di ruang subarakhnoid. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis
bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada
kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh korteks serebri dan lapisan otak.
Mekanisme atau respons dari jaringan otak terhadap virus bervariasi bergantung
b. Sepsis
melalui kontak langsung, yang mencakup droplet dan sekret dari hidung dan
tenggorok yang membawa kuman (paling sering) atau infeksi dari orang lain.
Akibatnya, banyak yang tidak berkembang menjadi infeksi tetapi menjadi pembawa
(carrier). Insiden tertinggi pada meningitis disebabkan oleh bakteri gram negatif
yang terjadi pada lansia sama seperti pada seseorang yang menjalani bedah saraf
c. Tuberkulosa
umumnya dihubungkan dengan satu atau dua jalan, yaitu melalui salah satu aliran
darah sebagai konsekuensi dari infeksi-infeksi bagian lain, seperti selulitis, atau
melalui penekanan langsung seperti didapat setelah cedera traumatik tulang wajah.
Dalam jumlah kecil pada beberapa kasus merupakan iatrogenik atau hasil sekunder
prosedur invasif seperti lumbal pungsi) atau alat-alat invasif (seperti alat pemantau
2. Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan
otak, yaitu :
a. Meningitis Serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang
b. Meningitis Purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula
D. Patofisiologi/ Pathway
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan
septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Faktor
predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel
sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh
imunologis.
Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran
mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung
yang menyokong perkembangan bakteri. Organisme masuk ke dalam aliran darah dan
menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks yang dapat
menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami
gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat
purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke
terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier otak),
edema serebral dan peningkatan TIK. Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin
Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan
sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan
kontak dengan penderita tuberkulosis, biasanya memiliki TB aktif atau riwayat batuk
lama, berkeringat malam dan penurunan berat badan beberapa hari sampai beberapa bulan
Gejala meningitis tuberkulosis sangat bervariasi, gejala awal biasanya mirip dengan
infeksi umum lainnya yaitu berupa kelemahan umum (malaise), demam yang tidak terlalu
tinggi, nyeri kepala yang hilang timbul dan muntah. Setelah gejala awal berlangsung
selama sekitar 2 minggu timbul gejala nyeri kepala yang persisten dan nyeri tengkuk yang
kranial dan defisit neurulogik fokal (parese pada nervus kranial dan hemiparese).
Inflamasi arteri pada basis kranii disertai penyempitan dan pembentukan trombus pada
lumennya menimbulkan iskemik dan infark serebri dengan berbagai defisit neurologi
sebagai akibatnya. Saraf kranial II, III, IV, VI, VII dan VIII sering mengalami kompresi
oleh eksudat yang kental. Pada stadium lanjut terjadi gerakan involunter, hemiplegi,
atau koma, gerakan involunter, paralise, deserebrasi atau rigiditas dengan atau tanpa tanda
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada meningitis tuberkulosis meliputi pemeriksaan Rontgent
thorax, CT-scan, MRI.
Pada klien dengan meningitis tuberkulosis umumnya didapatkan gambaran
tuberkulosis paru primer pada pemeriksaan rontgent thoraks, kadang-kadang disertai
dengan penyebaran milier dan kalsifikasi. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan dan
MRI dapat terlihat adanya hidrosefalus, inflamasi meningen dan tuberkoloma.
Gambaran rontgent thoraks yang normal tidak menyingkirkan diagnosa meningitis
tuberkulosis.
b. Tes Tuberkulin
Tuberkulin hanya mendeteksi reaksi hipersensitifitas lambat, tidak menandakan
adanya infeksi aktif sehingga penggunaannya untuk mendiagnosis infeksi aktif dan
meningitis tuberkulosis masih kurang sensitif. Namun pemeriksaan tuberkulin yang
positif pada anak memiliki nilai diagnostik, sementara pada orang dewasa hanya
menandakan adanya riwayat kontak dengan antigen tuberkulosis, dan dapat
memberikan arah untuk pemeriksaan selanjutnya.
c. Cairan Serebrospinal
Pemeriksaan cairan serebrospinal merupakan diagnostik yang efektif untuk
mendiagnosis meningitis tuberkulosis. Gambaran cairan serebrospinal yang
karakteristik pada meningitis tuberculosis adalah:
1) Cairan jernih sedikit kekuningan atau xantocrom.
2) Pleositosis yang moderat biasanya antara 100-400 sel/mm3 dengan predominan
limfosit.
3) Kadar glukosa yang rendah 30-45 mg/dL atau kurang dari 50% nilai glukosa
darah.
4) Peningkatan kadar protein.
d. Bakteriologi
Identifikasi basil tuberkulosis pada cairan serebrospinal memiliki akurasi yang sangat
tinggi hingga 100% dalam mendiagnosis meningitis tuberkulosis. Untuk
mendiagnosis basil tersebut dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan apus langsung
BTA dengan metode Ziehl-Neelsen dan dengan cara kultur pada cairan serebrospinal.
e. Pemeriksaan Biokimia
Pemeriksaan ini untuk mengukur sifat tertentu dari mycobacterium atau respon tubuh
penderita terhadap mycobacterium. Yang tergolong pemeriksaan biokimia antara lain:
1) Bromide Partition Test (BPT)
2) Adenosine Deaminase Activity (ADA)
3) Tuberculostearic Acid
f. Tes Immunologis
Yang mendeteksi antigen atau antibody mikobakterial dalam cairan serebrospinal,
metoda yang sering digunakan dalam tes imunologis antara lain:
1) ELISA (enzym linked immuno sorbent assay)
2) Polymerase Chain Reaction (PCR)
G. Penatalaksanaan Medik
posisi klien, perawatan kandung kemih, dan defekasi serta perawatan umum lainnya
bentuk tuberkulosis yang lain. Syarat terpenting adalah bahwa pilihan OAT harus
dapat menembus sawar darah otak dalam konsentrasi yang cukup untuk mengeliminir
basil intra dan ekstraselular. Beberapa obat yang biasa digunakan untuk meningitis
tuberkulosis adalah :
/ hari.
5) Streptomisin, diberikan intra muskular selama 3 bulan dengan dosis 30-50 mg /
kg BB / hari.
10 mg setiap 4-6 jam, pemberian dexametason ini terutama jika terdapat oedema
otak, apabila keadaan membaik maka dosis dapat diturunkan secara bertahap.
Efek samping berat yaitu terjadi hepatitis dan terjadi pada kira-kira 0,5% dari kasus.
Bila terjadi maka pengobatan dihentikan, dan setelah pemeriksaan faal hati kembali
(1) Tanda-tanda keracunan saraf tepi, kesemutan, anastesia dan nyeri otot
Efek samping berat jarang terjadi seperti : sesak nafas yang kadang-kadang disertai
Efek samping ringan seperti : gatal-gatal, kemerahan, demam, nyeri tulang, nyeri
Efek samping utama adalah hepatitis, dapat terjadi nyeri sendi dan kadang-kadang
d) Hidrocepalus yang berat dan retardasi mental, tuli, kebutaan karena atrofi nervus II
(optikus)
e) Pada meningitis dengan septikemia menyebabkan suam kulit atau luka di mulut,
konjungtivitis.
f) Epilepsi
i) Keterlambatan bicara
I. Fokus Pengkajian
I. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dalam proses keperawatan dimana pada tahap ini
pemeriksaan fisik, laporan teman sejawat, catatan keperawatan atau tim kesehatan
keperawatan yang merupakan masalah klien. Tahap pengkajian ini terdiri dari :
a. Pengumpulan data
1) Identitas
a) Identitas klien
menyebabkan gizi yang kurang sehingga daya tahan tubuh klien rendah dan
2) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Pada umumnya klien dengan meningitis keluhan yang paling utama adalah
Pengkajian meliputi keluhan pada saat datang ke rumah sakit dan keluhan pada
P: Provokatif/paliatif
keluhan. Nyeri kepala pada penyakit meningitis biasanya disebabkan oleh adanya
iritasi meningen. Nyeri di rasakan bertambah bila beraktivitas dan berkurang jika
beristirahat.
Q : Quantity / Quality
Seberapa berat keluhan dan bagaimana rasanya serta berapa sering keluhan itu
R: Region / Radasi
Lokasi keluhan dirasakan dan juga arah penyebaran keluhan sejauh mana.
S : Scale
Intensitas keluhan dinyatakan dengan keluhan ringan, sedang dan berat. Nyeri
kepala pada klien meningitis sangat berat (skala : 5), dikarenakan adanya iritasi
T : Timing
Kapan keluhan dirasakan, seberapa sering, apakah berulang-ulang, dimana hal ini
/ infeksi saluran nafas kronis, batuk berdahak atau tanpa dahak (dahak berdarah /
tidak). Riwayat kontak dengan penderita TBC. Apakah klien punya riwayat
trauma kepala atau tulang belakang. Riwayat infeksi lain seperti Otitis media dan
mastoiditis.
Kaji riwayat keluarga apakah ada keluarga klien yang menderita penyakit yang
sama dengan klien, riwayat demam disertai kejang. Adanya penyakit menular
seperti TBC.
3) Pemeriksaan fisik
a) Sistem pernafasan
Suara jantung lemah, adanya peningkatan tekanan darah atau penurunan tekanan
darah dan peningkatan frekuensi denyut nadi. Pada kasus lebih lanjut akral
menjadi dingin, terjadi sianosis dan capillary refil time (CRT) lebih dari 3 detik.
c) Sistem Percernaan
Pada sistem pencernaan ditemukan keluhan mual dan muntah serta anoreksia
bahkan ditemukan adanya kerusakan nervus kranial pada nervus vagus yang
d) Sistem Perkemihan
Pada sistem urinaria dapat terjadi retensi urine dan inkontinensia urine. Pada
kondisi lebih lanjut akan terjadi albuminuria karena proses katabolisme terutama
e) Sistem Muskuloskeletal
motorik, kelemahan tubuh, massa otot, dan perlu di kaji rentang gerak dari
ekstremitas.
f) Sistem Integumen
kesadaran sehingga klien harus berbaring lama di tempat tidur dan dapat terjadi
Gangguan yang muncul pada klien meningitis yang berkaitan dengan sistem
selaput otak dan parenkim otak yang merupakan pusat sistem persarafan.
dan kerusakan pada saraf kranial yaitu nervus vagus yang mengakibatkan
penurunan reflek menelan, nervus kranial lain yang umum terkena adalah nervus
I, III, IV, VI, VIII. Pada penyakit meningitis terdapat tanda yang khas yaitu
dan laseque positif. Selain itu gejala awal yang sering terjadi pada meningitis
adalah sakit kepala dan demam yamg diakibatkan dari iritasi meningen, juga
didapat adanya manifestasi perubahan perilaku yang umum terjadi, yaitu letargik,
tidak responsif dan koma. Kejang sekunder dapat terjadi juga akibat area fokal
kortikal yang peka. Alasan yang tidak diketahui, klien meningitis juga mengalami
a) Nutrisi
Biasanya klien kehilangan nafsu makan, mual, muntah, anoreksia dan bila
b) Eliminasi
Istirahat tidur terganggu akibat adanya sesak nafas, nyeri kepala hebat akibat
d) Personal hygiene
5) Data psikologis
Pada umumnya klien merasa takut akan penyakitnya, cemas karena perawatan lama
di rumah sakit dan perasaan tidak bebas di rumah sakit akibat hospitalisasi.
Konsep diri klien: persepsi klien terhadap tubuhnya dapat berubah akibat perubahan
bentuk dan fungsi tubuh, klien merasa tidak berharga, rendah diri dan kehilangan
peran.
Ideal diri klien banyak yang tidak tercapai. Sebagian besar penyakit meningitis dapat
6) Data sosial
Perlu dikaji tentang tidak tanggapnya terhadap aktifitas disekitarnya baik ketika di
rumah atau di rumah sakit. Klien biasanya menjadi tidak peduli dan lebih banyak
7) Data spiritual
penerimaan mengenai keadaan sakit serta keyakinan yang dianut oleh klien ataupun
keluarga klien.
8) Data Penunjang
a) Laboratorium
(1) Pemeriksaan darah leukosit meningkat bila terjadi infeksi.
adalah :
(c) Biokimia:
- Kalium meningkat
- Klorida menurun
- Glukosa menurun
- Protein meningkat
b) Radiologi dengan thorak foto melihat kemungkinan adanya penyakit saluran nafas
c) Foto tulang wajah untuk melihat adanya skelet dan rongga sinus yang mengalami
sinusitis.
J. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan proses invasi kuman patogen.
oedema serebral.
4) Nyeri berhubungan dengan adanya proses infeksi pada susunan saraf pusat.
proses inflamasi.
11) Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama.
K. Fokus Intervensi
secara sistematis dan spesifik disesuaikan dengan kondisi, situasi dan lingkungan klien.
a. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan proses invasi kuman patogen
secara hematogen.
Kriteria :
1 2 3
1 Berikan Pada fase awal
. tindakan isolasi sebagai meningitis
tindakan pencegahan meningokokus atau
infeksi ensepalitis
lainnya, isolasi mungkin
diperlukan sampai
organismenya
1 2 3
diketahui/dosis
antibiotik yang cocok
telah diberikan untuk
menurunkan resiko
penyebaran pada orang
lain.
oedema serebral.
Kriteria :
c. Resiko tinggi terhadap injuri / trauma berhubungan dengan adanya kejang akibat
L. DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6.
Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.