Anda di halaman 1dari 18

UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH

IMPLEMENTASI DANA ALOKASI UMUM YANG DITERIMA


KABUPATEN KEDIRI PROVINSI JAWA TIMUR TA. 2014

Disusun oleh:
Nikesari Puji Utari
1406646894

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI NEGARA


PROGRAM EKSTENSI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
DEPOK
2016
DAFTAR ISI

BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................3
KERANGKA TEORI...........................................................................................................3
2.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah.......................................................................3
2.2 Pengertian Dana Alokasi Umum............................................................................3
2.3 Penerapan Dana Alokasi Umum............................................................................4
2.4 Profil Kabupaten Kediri.........................................................................................5
BAB III.................................................................................................................................7
PEMBAHASAN..................................................................................................................7
3.1 Hasil Pelaksanaan Pembangunan Kabupaten Kediri.............................................7
3.2 Implementsi Dana Alokasi Umum.........................................................................8
BAB IV................................................................................................................................1
PENUTUP............................................................................................................................1
4.1 Kesimpulan............................................................................................................1
4.2 Saran.......................................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan Undang undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah Daerah,


Pemeritah Daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah tangganya sendiri
dengan sedikit bantuan dari pemerintah pusat. Pemerintah daerah mempunyai hak dan
kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber - sumber keuangan yang dimilikinya
sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang berkembang di daerah. Undang -
undang tersebut memberikan penegasan bahwa daerah memiliki kewenangan untuk
menentukan alokasi sumber daya ke dalam belanja - belanja dengan menganut asas
kepatutan, kebutuhan dan kemampuan daerah. Pemerintah Daerah bersama - sama dengan
Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga legislatif terlebih dahulu menentukan
Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas & Plafon Anggaran Sementara (PPAS)
sebagai pedoman dalam pengalokasian sumber daya dalam Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD).
Dan pada UU No. 33 Tahun 2004 pasal 157 dinyatakan bahwa salah satu
pendapatan daerah adalah Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH),
Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Pengalokasian sumber
daya ke dalam anggaran belanja modal sebenarnya dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan publik akan sarana dan prasarana umum yang disediakan oleh pemerintah
daerah, namun adanya kepentingan politik dari lembaga legislatif yang terlibat dalam
penyusunan proses anggaran menyebabkan alokasi belanja modal sering tidak efektif
dalam memecahkan masalah di masyarakat.
Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal
dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja modal ini didasarkan pada
kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas
pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan
kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah seharusnya mengubah komposisi
belanjanya. dimana Pemanfaatan belanja lebih baik dialokasikan untuk hal - hal
produktif, misalnya untuk melakukan aktivitas pembangunan, kemudian penerimaan

1
pemerintah hendaknya lebih banyak untuk program - program layanan publik, pendapat
ini menyiratkan pentingnya mengalokasikan belanja untuk berbagai kepentingan publik.
Dalam kesempatan kali ini penulis menyusun makalah yang berjudul “Implementasi
Dana Alokasi Umum yang diterima Kabupaten Kediri Pemerintah Provinsi Jawa Timur
TA. 2014”.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan dari penulisan makalah ini ialah didasari penulis akan pertanyaan
Bagaimana Implementasi Dana Alokasi Umum yang diterima Kabupaten Kediri
Pemerintah Provinsi Jawa Timur mampu memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahannya .

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk mengetahui Apakah Dana Alokasi
Umum yang diterima Kabupaten Kediri Pemerintah Provinsi Jawa Timur tersebut untuk
memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pemerintahannya .

2
BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah & Belanja Daerah

Pendapatan Asli Daerah dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang


pemerintah daerah bahwa daerah telah di beri wewenang untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri sehingga masing-masing daerah berupaya untuk meningkatkan
secara optimal Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersumber dari pajak daerah, retribusi
daerah, laba perusahaan daerah dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah Menurut
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah. Pasal 1 adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. Kepada pemerintah
daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah dengan potensi daerah dengan
mewujudkan desentrasilasi.
Pendapatan Daerah sesuai UU No.33 Tahun 2004 Belanja Daerah menurut (Halim,
2000:199) adalah semua kewajiban atau pengeluaran kas daerah dalam peroide tahun
anggaran bersangkutkan yang mengurangi kekayaan pemerintah daerah. Belanja Daerah
dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
propinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang
ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Belanja penyelenggaraan urusan wajib
diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal
berdasarkan urusan wajib pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.

2.2 Pengertian Dana Alokasi Umum

Sebagai daerah otonom, pemerintah daerah sangat bergantung kepada dana


perimbangan dari pemerintah pusat diantaranya berupa bagi hasil pajak, bagi hasil SDA,
Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Alokasi Umum
(DAU) yang merupakan sumbangsih utama dalam pembiayaan APBD sebagian besar
terserap untuk belanja pegawai sehingga belanja untuk proyek-proyek pembangunan

3
menjadi sangat minim. Kendalanya yang dihadapi pemerintah daerah dalam menjalankan
otonomi daerah adalah rendahnya pendapatan yang bersumber dari Pendapatan Asli
Daerah.Dampaknya menyebabkan pemerintah daerah rendah dalam kemandirian
mengelola keuangan daerah meskipun sebagian besar pengeluaran untuk rutin maupun
pembangunan tersebut didanai dari Dana Alokasi Umum (DAU).
Menurut PP Nomor 55 Tahun 2005 “Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang
berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah
untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”. Dari
pendapat mengenai pengertian Dana Alokasi Umum (DAU) di atas dapat disimpulkan
bahwa Dana Alokasi Umum merupakan dana transfer dari pemerintah pusat yang berasal
dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan dialokasikan ke setiap daerah
dalam pelaksanaan desentralisasi dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk
membiayai kebutuhan pengeluaran dan belanja pada daerah Transfer dari pemerintah
pusat ini cukup signifikan sehingga pemerintah daerah dengan leluasa dapat
menggunakannya untuk peningkatan pelayanan publik
Proporsi DAU untuk daerah provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan
perimbangan wewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. Dana Alokasi Umum
termasuk sebagai transfer tak bersyarat (unconditional grant) atau block grant yang
merupakan jenis transfer di tingkat pemerintahan yang tidak dikaitkan dengan program
pengeluaran manapun. Dana ini digunakan oleh setiap pemerintah daerah dalam
memenuhi kebutuhan daerah dalam menjalankan kegiatan pelayanan public.
Pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 104 Tahun 2000 Pasal 15,diterangkan bahwa
penggunaan DAU tersebut bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan daerah
dalam rangka penyediaan pelayanan dasar pada masyarakat. Dana ini penting karena
menjamin tercapainya standar Pelayanan Publik minimum pada daerah dibawah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dana ini timbul karena konsekuensi dari tidak
meratanya kemampuan keuangan dan ekonomi pada daerah. Dana tersebut juga memiliki
tujuan untuk mengurangi kesenjangan keuangan horizontal tingkat daerah, serta pada
kesenjangan pemerintahan bersifat vertikal antara pusat maupun daerah, demi
terwujudnya stabilitas pada perkonomian di daerah dan negara.

4
2.3 Penerapan Dana Alokasi Umum

Setiap daerah memperoleh besaran DAU yang tidak sama, karena harus
dialokasikan atas dasar besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) dan alokasi dasar. Celah
fiskal merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal
capacity). Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.
Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan
fungsi layanan dasar umum. Kebutuhan pendanaan daerah diukur secara berturut-turut
dari jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi, produk domestik
regional bruto per kapita, dan indeks pembangunan manusia. Alokasi DAU bagi daerah
yang potensi fiskalnya besar, tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU
relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal
besar, akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut
menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal.
Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari pendapatan
dalam negeri neto yang ditetapkan dalam APBN. Pendapatan dalam negeri neto adalah
penerimaan negara yang berasal dari pajak dan bukan pajak setelah dikurangi dengan
penerimaan negara yang dibagihasilkan kepada daerah. Jumlah DAU 26% ini merupakan
jumlah DAU untuk seluruh provinsi dan kabupaten/kota. Proporsi DAU antara provinsi
dan kabupaten/kota dihitung dari perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota. Dalam hal penentuan proporsi ini
belum dapat dihitung secara kuantitatif. Proporsi DAU antara DAU provinsi dan
kabupaten/kota ditetapkan dengan imbangan 10% dan 90%. Jumlah keseluruhan DAU
ditetapkan dalam APBN setiap tahun dan bersifat final.

2.4 Profil Kabupaten Kediri

Kota Kediri adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini terletak
130 km sebelah barat daya Surabaya dan merupakan kota terbesar ketiga di Jawa Timur
setelah Surabaya dan Malang menurut jumlah penduduk. Kediri dikenal merupakan pusat
perdagangan utama untuk gula dan industri rokok terbesar di Indonesia. Di kota ini juga,
pabrik rokok kretek Gudang Garam berdiri dan berkembang. Pada tahun 2010, Kediri
dinobatkan sebagai peringkat pertama Indonesia yaitu Most Recommended City for
Investment berdasarkan survei oleh SWA yang dibantu oleh Business Digest, unit bisnis

5
riset grup SWA. Wilayah Kabupaten Kediri terletak di bagian selatan Provinsi Jawa
Timur yaitu terletak antara 1110 47’ 05” s/d 1120 18’ 20” Bujur Timur dan 70 36’ 12” s/d
80 0’ 32” Lintang Selatan, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
 Sebelah Utara :Kabupaten Jombang & Nganjuk.
 Sebelah Selatan :Kabupaten Blitar & Tulungagung.
 Sebelah Timur :Kabupaten Malang & Jombang.
 Sebelah Barat :Kabupaten Nganjuk & Tulungagung.
Kabupaten Kediri memiliki luas wilayah sebesar 1.386,05 Km2 atau 138.605 Ha
yang terbagi menjadi 26 kecamatan, serta 343 desa dan 1 kelurahan. Sebelum tahun 2004
Kabupaten Kediri terbagi menjadi 23 kecamatan dan berdasarkan Peraturan Daerah
Nomor 19 Tahun 2004 dibentuk tiga kecamatan baru yang merupakan pemekaran
dari tiga kecamatan, yaitu :
 Kecamatan Kayen Kidul, pemekaran dari KecamatanPagu.
 Kecamatan Badas, pemekaran dari Kecamatan Pare.
 Kecamatan Ngasem, pemekaran dari Kecamatan Gampengrejo.

Lambang & Semboyan

“ Djojo Ing Bojo “ (Mengalahkan Marabahaya)


Visi :
Menata Kota Kediri lebih sejahtera, berkeadilan, berdaya saing, berakhlak dan tanpa
korupsi
Misi :
1. Mewujudkan pemerintahan yang bersih, transparan , akuntabel, efektif dan
efisien dengan memperluas partisipasi public dalam pembangunan
2. Mewujudkan Kota Kediri yang indah nyaman dan ramah lingkungan
3. Mewujudkan masyarakat yang agamis, bermoral, sejahtera, berbudaya dan
sebagai Pusat Pendidikan
4. Memperkuat ekonomi kerakyartan menuju terwujudnya Kota Kediri sebagai Pusat
Perdagangan , Jasa, Wisata dan Industri Kreatif

6
Visi Pembangunan Kota :
Gambar 1. Sumber : kedirikota.go.id

7
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Hasil Pelaksanaan Pembangunan Kabupaten Kediri

Secara geologis, karakteristik wilayah Kabupaten Kediri dapat diklasifikasikan


menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu :
 Bagian Barat Sungai Brantas, merupakan perbukitan lereng Gunung Wilis dan Gunung
Klotok, sebagian besar merupakan daerah kurang subur.
 Bagian Tengah, merupakan dataran rendah yang sangat subur, melintas aliran Sungai
Brantas dari selatan ke utara yang membelah wilayah Kabupaten Kediri.
 Bagian Timur Sungai Brantas, merupakan perbukitan kurang subur yang membentang
dari Gunung Argowayang di bagian utara dan Gunung Kelud di bagian selatan.
Kondisi lahan suatu wilayah dapat digambarkan melalui proporsi guna lahannya.
Dari total wilayah Kabupaten Kediri seluas 138.605 Ha, guna lahan dengan luasan yang
paling besar adalah guna sawah sebesar 47.580 Ha atau sekitar 34,33% dari total luas
wilayah. Kemudian untuk guna lahan bangunan dan pekarangan memiliki luas sebesar
28.178 Ha (±20,33%), untuk guna lahan ladang/tegal sebesar 26.714 Ha (±19,27%), guna
lahan hutan sebesar 17.735 Ha (±12,80%), serta guna lahan kering lainnya dengan total
seluas 18.398 Ha (±13,27%).
Aspek kependudukan merupakan aspek penting dalam melaksanakan
pembangunan, dalam artian penduduk merupakan faktor utama yang dapat bertindak
sebagai subjek maupun objek dalam pembangunan. Penduduk Kabupaten kediri
jumlahnya sebesar ±1.603.041 jiwa dengan luas wilayah 1.386,05 Km² maka kepadatan
penduduk rata-rata adalah 1.157 jiwa per Km.
Pelaksanaan pembangunan daerah di wilayah Kabupaten Kediri secara umum
menunjukkan perkembangan yang progresif, dengan ditandainya pemerataan
pembangunan antar wilayah.Pertumbuhan ekonomi Kabupaten kediri apabila dilihat per
sektor maka sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah sektor Pengangkutan
dan Komunikasi selanjutnya sektor tertinggi kedua adalah Perdagangan, Hotel dan

8
Restoran. Satuan Wilayah Pengembangan Kabupaten Kediri terdiri dari beberapa Sub
Satuan Wilayah Pengembangan (SSWP), meliputi:
a) SSWP A terdiri dari Kecamatan Grogol, Tarokan, danBanyakan, berpusat di perkotaan
Grogol sebagai PKLp,dengan kegiatan utama yang dikembangkan meliputi pertanian,
pendidikan, industri kecil/menengah, dan perdagangan;
b) SSWP B terdiri dari Kecamatan Ngadiluwih, Mojo, Kras, Kandat, dan Ringinrejo,
berpusat di perkotaan Ngadiluwih sebagai PKLp, dengan kegiatan utama yang
dikembangkan meliputi pertanian, perdagangan, pariwisata, pendidikan,dan industri
kecil/menengah;
c) SSWP C terdiri dari Kecamatan Ngancar dan Wates,berpusat di perkotaan Wates
sebagai PKLp, dengan kegiatan utama yang dikembangkan meliputi pertanian,
perhubungan, perdagangan, industri kecil, dan pariwisata;
d) SSWP D terdiri dari Kecamatan Ngasem, Gampengrejo,Gurah, Pagu, Kayenkidul, dan
Plosoklaten, berpusat diKecamatan Ngasem sebagai PKL, dengan kegiatan utama yang
dikembangkan meliputi perdagangan,industri, pusat pemerintahan, pemasaran/jasa,
pertanian, pendidikan, dan pariwisata;
e) SSWP E terdiri dari Kecamatan Pare, Badas, Puncu,Kepung, dan Kandangan, berpusat
di perkotaan Paresebagai PKL, dengan kegiatan utama yang dikembangkan meliputi
pertanian, industri, perdagangan, pariwisata, perhubungan, dan pendidikan;
f) SSWP F yang terdiri dari Kecamatan Papar, Plemahan, Kunjang, dan Purwoasri,
berpusat di perkotaan Papar sebagai PKLp, dengan kegiatan yang dikembangkan meliputi
pertanian, perdagangan, transportasi, dan industri; dan
g) SSWP G terdiri dari Kecamatan Semen, berpusat di perkotaan Semen sebagai PKLp,
dengan kegiatan yang dikembangkan meliputi perdagangan, industri kecil, pariwisata, dan
pertanian.

3.2 Implementsi Dana Alokasi Umum

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan daerah yang bersumber dari hasil
pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Hal ini bertujuan untuk memberikan
keleluasan kepada Pemerintah Daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan
otonomi daerah sebagai perwujudan azas Desentralisasi. (UU Nomor 33 Tahun 2004).

9
Belanja Daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah. Hal tersebut diwujudkan dalam
bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak, serta mengembangkan sistem
jaminan sosial. Dalam belanja daerah tersebut perlu mempertimbangkan analisis standar
belanja, standar harga, tolak ukur kinerja, dan standar pelayanan minimal yang diterapkan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
DAU (Dana Alokasi Umum) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU dialokasikan
untuk provinsi dan kabupaten/kota. DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan
keuangan antardaerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan
keuangan antardaerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan
dan potensi daerah.
DAU untuk suatu Kabupaten/Kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian
jumlah DAU untuk Kabupaten/Kota yang ditetapkan APBN dengan porsi
Kabupaten/Kota yang bersangkutan, Seperti yang terlihat dalam Ringkasan APBD yang
dimiliki oleh Pemerintah Kota Kediri memperoleh Dana Alokasi Umum sebesar Rp.
634.431.169.000,- dimana jumlah tersebut cukup besar mengingat luas wilayah yang
dimiliki Kota Kediri. Melalui DAU, pemerintah bertujuan untuk menciptakan pemerataan
kemampuan keuangan antardaerah yang berdasarkan pertimbangan kebutuhan dan
potensi daerah, sehingga daerah dapat membelanjakan dana tersebut untuk kebutuhan-
kebutuhan daerahnya. Dalam DAU ini tidak terdapat batasan mengenai bagaimana dana
tersebut dibelanjakan, sehingga daerah dapat dengan leluasa memanfaatkan dana tersebut
untuk kebutuhan yang diinginkan.
Dalam Ringkasan APBD Tahun Anggaran 2014 tersebut terlihat penggunaan
Anggaran digunakan untuk Belanja Dadrah yang terbagi menjadi Belanja Langsung dan
Tidak langsung. Namun, masalah yang muncul adalah kemampuan daerah dalam
mengelola DAU. Apabila daerah kurang mampu mengelola dana tersebut, maka tidak
menutup kemungkinan yang terjadi adalah semakin meningkatnya ketergantungan daerah
pada dana perimbangan ini. Pengelolaan terhadap DAU sebaiknya dilakukan dengan
selektif agar dananya tidak sia-sia dan bermanfaat bagi publik. Pemanfaatan DAU yang

10
dominan untuk belanja pegawai negeri sipil daerah dapat berdampak pada berkurangnya
alokasi belanja modal, berkurangnya alokasi dana untuk penciptaan lapangan pekerjaan,
ataupun berkurangnya alokasi dana untuk program penanggulangan kemiskinan. Oleh
karena itu, sebaiknya pemanfaatan DAU dibuat seimbang dengan belanja lainnya atau
mengkaji kembali alokasi yang sangat penting bagi daerah, namun tidak pula melupakan
belanja pegawai/penggajian pegawai sebagai suatu keharusan daerah untuk
mengembangkan potensi sumber daya manusia.

11
12
1
2
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Terdapat pengaruh yang signifikan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota
Kediri terhadap Belanja Daerah Kota Kediri. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Kediri
memiliki hubungan yang sangat erat dengan Belanja Daerah Kota Kediri. Unsur terbesar
dari perolehan Pendapatan Daerah Kota Kediri bukan berasal dari PAD, tetapi mayoritas
dari Dana Perimbangan seperti Dana Alokasi Umum dari Pemerintah Pusat, besarnya
perolehan DAU yang diterima Kabupaten Kediri diharapkan menjadi sebuah modal
dalam rangka menciptakan pemanfaatan yang lebih baik seperti dalam kepentingan
pembangunan/ infrastruktur. Dengan demikian, DAU menjadi penting bagi suatu daerah
sebagai salah satu pendapatan daerah yang dapat digunakan sebagai modal untuk
memenuhi kebutuhan daerah. hal tersebut digunakan acuan oleh Pemerintah Kota Kediri
dalam menentukan kebijakan penyusunan APBD atau kebijakan yang berhubungan
dengan keuangan daerah, terutama kebijakan belanja daerah.

4.2 Saran

Hendaknya, Pemerintah Kota Kediri terus berupaya untuk bisa mendongkrak nilai
PAD sebagai komponen utama pemasukan pendapatan daerah, bukan yang selama ini
terjadi, karena sebagian besar pendapatan daerah Kota Kediri berasal dari dana
perimbangan pemerintah pusat. Dan penerimaan Dana Alokasi Umum menjadi sebuah
modal dalam rangka menciptakan pemanfaatan yang lebih baik seperti dalam kepentingan
pembangunan/ infrastruktur, hal ini akan memiliki dampak yang besar bagi masyarakat
dengan tersedianya pelayanan publik yang lebih baik maupun mengurangi pengangguran
dengan penyerapan tenaga kerja di sejumlah sentra-sentra lapangan kerja.

1
DAFTAR PUSTAKA

Republik Indonesia. 2004. “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun


2004 tentang Pemerintah Daerah”.

Republik Indonesia. 2004. “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun


2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemberintah Daerah”.

Repubik Indonesia. 2005.“Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun


2005 tentang Pengelolahan Keuangan Daerah”

Yani, Ahmad. 2009. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di
Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

www.kotakediri.go.id diakses 11 Oktober 2016

Anda mungkin juga menyukai