emosional terhadap individu yang subjektif, dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan
tidak diketahui penyebabnya secara khusus (Stuart & Sundeen, 1998). Kecemasan
adalah respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan
kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak
jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya dan
Berdasarkan teori yang telah dikemukakan oleh para ahli maka dapat disimpulkan
dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan tidak diketahui penyebabnya secara khusus
yang disertai perasaaan takut dan gelisah, ketidakpastian, tidak tentram, khawatir dan
Stuart dan sundeen (1998, dalam Nursalam, 2005), menyatakan bahwa faktor
Psikoanalitik ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen
kehilangan, yang menimbulkan kelemahan fisik. Sebagai contoh kecemasan anak yang
bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. e.
Kecemasan Menurut Kaplan dan sadock (1997, dalam Nursalam, 2005), menyatakan
bahwa faktor pencetus kecemasan meliputi : a. Faktor Psikososial Anak kecil, imatur dan
tergantung pada tokoh ibu, adalah terutama rentan terhadap kecemasan yang
berhubungan dengan perpisahan, sebagai contoh anak yang dirawat di rumah sakit
kehilangan ibu, takut kehilangan cinta ibu, takut cidera tubuh, takut akan impulsnya dan
takut akan cemas hukuman (punishing unxiety) dari superego dan rasa
bersalah.Sebagian besar anak mengalami cemas perpisahan didasarkan pada salah satu
atau lebih ketakutan – ketakutan tersebut. b. Faktor Belajar Kecemasan fobik dapat di
komunikasikan dari orang tua kepada anak– anak dengan modeling langsung. Jika orang
penuh ketakutan, anak kemungkinan memiliki adaptasi fobik terhadap situasi baru,
terutama pada lingkungan baru. Beberapa orang tua tampaknya mengajari anak–
dari bahaya yang diharapkan atau dengan membesar– besarkan bahaya. c. Faktor
Genetik Intensitas mana cemas perpisahan dialami oleh anak individual kemungkinan
biologis dari orang dewasa dengan 11 gangguan kecemasan adalah rentan terhadap
gangguan pada masa anak–anak. 4. Tanda dan Gejala Kecemasan Menurut Carpenito
(2007), menyatakan bahwa tanda dan gejala kecemasan antara lain: a. Fisiologis
frekwensi pernafasan dioferesis, dilatasi pupil, suara tremor perubahan nada, gelisah,
gemetar, berdebar – debar sering berkemih, diare, gelisah, insomnia, keletihan dan
ketidak berdayaan, gugup, kurang percaya diri, kehilangan kontrol. Ketegangan individu
juga sering memperlihatkan marah berlebihan, menangis, cenderung menyalahkan
orang lain, kontak mata buruk, kritisme pada diri sendiri, menarik diri, kurang inisiatif,
mencela diri reaksi baku. c. Kognitif Tidak dapat berkonsentrasi, mudah lupa, penurunan
kemampuan belajar, terlalu perhatian, orientasi pada masa lalu daripada kini atau masa
depan. 5. Kecemasan pada Anak akibat Hospitalisasi Derajat kecemasan yang tinggi,
terjadi pada anak usia antara tiga sampai lima tahun. Dalam jumlah tertentu kecemasan
adalah sesuatu yang normal. Stres utama dari masa bayi pertengahan sampai usia
prasekolah adalah kecemasan akibat perpisahan (Wong, 2003). Kecemasan yang timbul
pada anak tidak selalu bersifat patologi tetapi dapat juga disebabkan oleh proses
perkembangan itu sendiri atau karena tingkah laku yang salah satu dari orang tua.
Hospitalisasi adalah suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau
darurat, mengharuskan anak harus tinggal di rumah sakit, 12 menjalani terapi dan
terhadap hospitalisasi bersifat individual, dan sangat bergantung pada tahapan usia
tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya. Menurut Supartini (2004), berbagai
perasaan yang muncul pada anak prasekolah yang mengalami hospitalisasi yaitu
kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh dan rasa nyeri, marah,
sedih, takut serta rasa bersalah. Menurut Wong (2003), manifestasi cemas akibat
perpisahan pada anak antara lain: a. Fase Protes (Phase of Protest) Pada fase ini anak
menangis, menjerit / berteriak, mencari orang tua dengan pandangan mata, memegangi
orang tua, menghindari dan menolak bertemu dengan orang yang tidak dikenal secara
ferbal menyerang orang yang tidak dikenal, berusaha lari untuk mencari orang tuanya,
secara fisik berusaha menahan orang tua agar tetap tinggal. Sikap protes seperti
menangis mungkin akan berlanjut dan akhirnya akan berhenti karena keletihan fisik.
Pendekatan orang yang tidak dikenal akan memicu meningkatnya sikap protes. b. Fase
putus asa (Phase of Despair) Perilaku yang harus diobservasi pada fase ini adalah anak
tidak aktif, menarik diri dari orang lain, depresi, sedih, tidak tertarik terhadap
lingkungan, tidak komunikatif, perilaku memburuk, dan menolak untuk makan, minum
atau bergerak. c. Fase menolak (Phase of Denial) Pada fase ini secara samar-samar anak
dangkal dengan orang yang tidak dikenal atau perawat dan terlihat gembira. Fase ini
biasanya terjadi setelah berpisah dengan orang tua dalam jangka waktu yang lama. 13 6.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kecemasan pada Anak Menurut Perry dan
Potter (2005), faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan pada anak yang
mengalami hospitalisasi antara lain: a. Jenis kelamin Anak pada umur 3-6 tahun,
kecemasan lebih sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan laki-laki. Hal ini
karena laki-laki lebih aktif dan eksploratif sedangkan perempuan lebih sensitive dan
banyak menggunakan perasaan. Selain itu perempuan lebih mudah dipengaruhi oleh
tekanan-tekanan lingkungan daripada laki- laki, kurang sabar dan mudah mengggunakan
air mata. b. Umur Semakin tua seseorang semakin baik seseorang dalam mengendalikan
emosinya. c. Lama hari rawat Lama hari rawat dapat mempengaruhi seseorang yang
sedang dirawat juga keluarga dari klien tersebut (Utama, 2003). Kecemasan anak yang
dirawat di rumah sakit akan sangat terlihat pada hari pertama sampai kedua bahkan
sampai hari ketiga, dan biasanya memasuki hari keempat atau kelima kecemasan yang
dirasakan anak akan mulai berkurang. Kecemasan yang terjadi pada pasien dan orang
tua juga bisa dipengaruhi oleh lamanya seseorang dirawat. Kecemasan pada anak yang
sedang dirawat bisa berkurang karena adanya dukungan orang tua yang selalu
menemani anak selama dirawat, teman-teman anak yang datang berkunjung kerumah
sakit atau anak sudah membina hubungan yang baik dengan petugas kesehatan
(perawat, dokter) sehingga dapat menurunkan tingkat kecemasan anak. d. Lingkungan
rumah sakit Lingkungan rumah sakit dapat mempengaruhi kecemasan pada anak yang
mengalami hospitalisasi. Lingkungan rumah sakit merupakan lingkungan yang baru bagi
anak, sehingga anak sering merasa takut dan terancam tersakiti oleh tindakan yang akan
dilakukan kepada dirinya. 14 Lingkungan rumah sakit juga akan memberikan kesan
tersendiri bagi anak, baik dari petugas kesehatan (perawat, dokter), alat kesehatan, dan
teman seruangan dengan anak juga mempengaruhi kecemasan pada anak karena anak
yang mempengaruhi kecemasan pada anak yang dirawat dirumah sakit antara lain : a.
Lingkungan rumah sakit b. Bangunan rumah sakit c. Bau khas rumah sakit d. Obat-
bahwa kecemasan yang timbul pada anak yang mengalami hospitaalisasi dapat
terutama perubahan terhadap perasaan tidak nyaman dan terfokus pada kelangsungan
hidup. Reaksi ini timbul pada anak yang mengalami hospitalisasi karena sudah adanya
rasa percaya pada anak terhadap pemberi pelayanan kesehatan baik perawat maupun
bentuk anak mau menuruti perintah atau mau dilakukan inervensi guna penangan
masalah kesehatanya, seperti anak mau dilakukan injeksi, dipasang infus, minum obat
dan disfungsional. Reaksi ini timbul karena anak merasa tidak percaya 15 dan
berpersepsi bahwa orang lain akan melukai dirinya. Respon kecemasan destruktif pada
anak yang mengalami hospitalisasi dapat diwujudkan dalam bentuk penolakan terhadap
tindakan yang akan dilakukan pada anak, bahkan anak merasa ketakutan dan menangis
jika pemberi pelayanan kesehatan mendekat pada anak. 8. Upaya yang Dilakukan untuk
Mengatasi Kecemasan Anak Menurut Wong (2003), menyatakan bahwa intervensi yang
anak sebelum masuk rumah sakit. Upaya untuk mengatasi kecemasan pada anak antara
lain yaitu : a. Melibatkan orang tua anak, agar orang tua berperan aktif dalam perawatan
anak dengan cara membolehkan mereka untuk tinggal bersama anak selama 24 jam. Jika
tidak mungkin, beri kesempatan orang tua untuk melihat anak setiap saat dengan
sakit, agar anak tetap merasa nyaman dan tidak asing dengan lingkungan baru. c. Peran
dari petugas kesehatan rumah sakit (dokter, perawat), dimana diharapkan petugas
kesehatan khususnya perawat harus menghargai sikap anak karena selain orang tua
perawat adalah orang yang paling dekat dengan anak selama perawatan di rumah sakit.
Sekalipun anak menolak orang asing (perawat), namun perawat harus tetap
memberikan dukungan dengan meluangkan waktu secara fisik dekat dengan anak
mengajak bermain sesuai dengan tahap perkembangan anak untuk kepentingan terapi.
suatu alat ukur kecemasan yaitu Hospital Anxiety Depression Scale (HADS)
dikembangkan oleh Zigmond dan Snaith (1983) yang berisi 10 pertanyaan 16 tentang
kecemasan dan depresi pada anak yang mengalami hospitalisasi. HADS adalah skala
yang digunakan untuk menilai kecemasan dan depresi pada anak dengan skala data
ordinal/interval. Lima item pernyataan berhubungan dengan kecemasan dan lima item
yang lain berhubungan dengan depresi. Zigmond dan Snaith menciptakan ukuran hasil
khusus untuk menghindari ketergantungan pada aspek kondisi gejala somatik, maupun
gejala penyakit, misalnya untuk kelelahan dan insomnia atau hipersomnia. Hal ini,
diharapkan akan menciptakan alat untuk mendeteksi kecemasan dan depresi pada anak
item diberi penilaian angka (score) antara 0-1, yang artinya: Nilai 0 = tidak dialami oleh
responden Nilai 1 = dialami oleh responden Dari masing-masing nilai angka ( score ) dari
kuesioner ini telah diuji kembali validitas reliabilitasnya sebagai alat ukur kecemasan dan
depresi oleh Wong & Hockenberry et. al. (2009) dengan hasil HADS valid dengan
koefisien α cronbach 0.884 (0.829 untuk cemas dan 0.840 untuk depresi) serta stabil
sosial dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain,
lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak serta
17 suara (Wong, 2003). Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau
Fungsi Bermain Soetjiningsih (2001), menyatakan bahwa fungsi utama bermain adalah
fungsi otot. Misalnya, alat permainan yang digunakan untuk bayi yang mengembangkan
kemampuan sensoris-motorik dan alat permainan untuk anak usia toddler dan
prasekolah yang banyak membantu perkembangan aktivitas motorik baik kasar maupun
halus. b. Perkembangan Intelektual Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan
mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan objek. Pada saat bermain
pula anak akan melatih diri untuk memecahkan masalah. Pada saat anak bermain mobil-
mobilan, kemudian bannya terlepas dan anak dapat memperbaikinya maka ia telah
mencapai kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan imajinasinya semaksimal
mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi seperti ini akan semakin terlatih
akan belajar memberi dan menerima. Bermain dengan orang lain membantu anak untuk
tersebut. Pada saat melakukan aktivitas bermain, anak belajar berinteraksi dengan
teman, memahami bahasa lawan bicara, dan belajar tentang nilai sosial yang ada pada
kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada anak usia sekolah dan remaja. Meskipun
demikian, anak usia toddler dan prasekolah adalah tahapan awal bagi anak untuk
bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak
membongkar dan memasang satu alat permainan akan merangsang reativitas anak
untuk semakin berkembang. e. Perkembangan Kesadaran Diri Melalui bermain, anak
akan belajar mengenal kemampuannya dan membandingkannya dengan orang lain dan
tingkah lakunya terhadap orang lain. Misalnya, jika anak mengambil mainan temannya
perilakunya menyakiti teman. Dalam hal ini penting peran orang tua untuk menanamkan
nilai moral dan etika, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk memahami
dampak positif dan negatif dari perilakunya terhadap orang lain. 19 f. Perkembangan
Moral Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang
tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan mendapatkan
lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-aturan kelompok yang ada
dalam lingkungannya. Melalui kegiatan bermain anak juga akan belajar nilai moral dan
etika, belajar membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta belajar
mainan teman merupakan perbuatan yang tidak baik dan membereskan alat permainan
tindakan serta barang yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan kognitifnya, bagi
anak usia toddler dan prasekolah, permainan adalah media yang efektif u ntuk
itu, penting peran orang tua untuk mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas
bermain dan mengajarkan nilai moral, seperti baik/buruk atau benar/salah. g. Bermain
sebagai terapi Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai
perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan
nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena
menghadapi beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan
melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya
karena dengan melakukan permainan anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada
Hal tersebut terutama terjadi pada anak yang belum mampu mengekspresikannya
secara verbal. Dengan demikian, permainan adalah media komunikasi antar anak
dengan orang lain, termasuk dengan perawat atau petugas kesehatan 20 dirumah sakit.
Perawat dapat mengkaji perasaan dan pikiran anak melalui ekspresi nonverbal yang
ditunjukkan selama melakukan permainan atau melalui interaksi yang ditunjukkan anak
dengan orang tua dan teman kelompok bermainnya. Kegiatan bermain dirumah sakit
juga efektif dilakukan umtuk memantau tingkat perkembangan anak. Selain itu, apabila
ditujukan untuk meningkatkan sosial anak, permainan akan dapat menjalin hubungan
interpersonal antara anak dan perawat, anak dan orang tua, orang tua dengan perawat.
Mempengaruhi Aktifitas Bermain. Menurut Suhendi (2001), ada 5 (lima) faktor yang
Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak, yaitu sesuai dengan tahapan pertumbuhan
dan perkembangan anak. Tentunya permainan anak usia bayi tidak lagi efektif untuk
pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah. Demikian juga sebaliknya karena
pada dasarnya permainan adalah alat stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Berdasarkan hal tersebut, orang tua dan perawat harus mengetahui dan memberikan
jenis permainan yang tepat untuk setiap tahap pertumbuhan dan pekembangan anak. b.
Status kesehatan anak Untuk melakukan aktivitas bermain diperlukan energi, walaupun
demikian, bukan berarti anak tidak perlu bermain pada saat sedang sakit. Kebutuhan
bermain pada anak sama halnya dengan kebutuhan bekerja pada orang dewasa. Yang
penting pada saat kondisi anak sedang menurun atau anak terkena sakit, bahkan
dirawat di rumah sakit, orang tua dan perawat harus jeli memilihkan permainan yang
dapat 21 dilakukan anak sesuai dengan prinsip bermain pada anak yang sedang dirawat
di rumah sakit. c. Jenis kelamin anak Ada bebarapa pandangan tentang konsep gender
dalam kaitannya dengan permainan anak. Dalam melaksanakan aktivitas bermain tidak
membedakan jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Semua alat permainan dapat
digunakan oleh anak laki-laki atau perempuan untuk mengembangkan daya pikir,
imajinasi, kreativitas dan kemampuan sosial anak. Akan tetapi, ada pendapat lain yang
meyakini bahwa permainan adalah salah satu alat untuk membantu anak mengenal
identitas diri sehingga sebagian alat permainan anak perempuan tidak dianjurkan untuk
digunakan oleh anak laki-laki. Hal ini di latarbelakangi oleh alasan adanya tuntutan
perilaku yang berbeda antara laki-laki dan perempuan dan hal ini dipelajari melalui
yang baik untuk perkembangan anak salah satunya dipengaruhi oleh nilai moral, budaya
dan lingkungan fisik rumah. Fasilitas bermain tidak selalu harus yang dibeli di toko atau
mainan jadi, tetapi lebih diutamakan yang dapat menstimulus imajinasi dan kreativitas
anak, bahkan sering kali mainan tradisional yang dibuat sendiri atau berasal dari benda-
benda di sekitar kehidupan anak akan lebih merangsang anak untuk kreatif,
mempengaruhi ruang gerak anak untuk melakukan aktivitas fisik dan motorik.
Lingkungan rumah yang cukup luas untuk bermain memungkinkan anak mempunyai
cukup ruang gerak untuk bermain, berjalan, mondar-mandir, berlari, melompat dan
bermain dengan teman sekelompoknya. 22 e. Alat dan jenis permainan yang cocok atau
sesuai bagi anak Orang tua harus bijaksana dalam memberikan alat permainan untuk
anak. Pilih yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak. Label yang tertera pada
mainan harus dibaca terlebih dahulu sebelum membelinya, apakah mainan tersebut
sesuai dengan usia anak. Alat permainan tidak selalu harus yang dibeli di toko atau
mainan jadi, tetapi lebih diutama mainan tradisional yang dibuat sendiri dari atau
berasal dari benda-benda di sekitar kehidupan anak, akan lebih dimanipulasi, akan
dan aturan serta interaksi sosial dengan orang lain. 4. Klasifikasi Bermain Soetjiningsih
(2001), menyatakan bahwa ada beberapa jenis permainan, baik ditinjau dari isi
permainan, karakter sosial dan kelompok usia anak, antara lain: a. Berdasarkan isi
permainan 1) Social affective play Inti permainan ini adalah adanya hubungan
interpersonal yang menyenangkan antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan
orang tuanya atau orang lain. Permainan yang yang biasa dilakukan adalah “Cilukba”,
bercerita sambil tersenyum, tertawa, atau sekadar memberikan tangan pada bayi untuk
menggenggamnya , tetapi dengan diiringi bercerita sambil tersenyum dan tertawa. Bayi
akan mencoba berespons terhadap tingkahlaku orang tuanya atau orang dewasa
play Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada anak
membuat gunung - gunungan atau benda - benda apa saja yang dapat dibentuknya
dengan pasir. Bisa juga dengan menggunakan air anak akan melakukan macam-macam
permainan, misalnya memindah-mindahkan air ke botol, bak, atau tempat lain. Ciri khas
permainan ini adalah anak akan semakin asyik bersentuhan dengan alat permainan ini
dan dengan permainan yang dilakukannya sehingga susah dihentikan 3) Skill play Sesuai
motorik kasar dan halus. Misalnya, bayi akan terampil memegang benda-benda kecil,
memindahkan benda dari satu tempat ke tempat yang lain, dan anak akan terampil naik
yang di lakukan. Semakin sering melakukan latihan, anak akan semakin terampil. 4)
Games (permainan) Games atau permainan adalah jenis permainan yang menggunakan
alat tertentu yang menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini bisa dilakukan
oleh anak sendiri atau dengan temannya. Banyak sekali jenis permainan ini mulai dari
yang sifatnya tradisional maupun yang modern. Misalnya, ular tangga, congklak, dan
lainlain. 5) Unoccupied behaviour Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar-
apa saja yang ada di sekelilingnya. Jadi, sebenarnya anak tidak memainkan alat
permainan tertentu, dan situasi atau obyek yang ada di sekelilingnya yang di
gunakannya sebagai alat permainan. Anak tampak senang, gembira, dan asyik dengan
pada permainan ini anak memainkan peran sebagai orang dewasa, misalnya ibu guru,
ibunya, ayahnya, kakaknya, dan sebagainya yang ingin di tiru. Apabila anak bermain
dengan temannya, akan terjadi percakapan di antara mereka tentang peran orang yang
mereka tiru. Permainan ini penting untuk proses identifikasi anak terhadap peran
tertentu. b. Berdasarkan Karakter Sosial 1) Onlooker play Pada jenis permainan ini, anak
hanya mengamati temannya yang sedang bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut
berpartisipasi dalam permainan. Jadi, anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses
pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan temannya. 2) Solitary play
Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok permainan, tetapi anak
bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya, dan alat permainan tersebut
berbeda dengan alat permainan yang digunakan temannya, tidak ada kerja sama,
ataupun komunikasi dengan teman sepermainannya 3) Parallel play Pada permainan ini,
anak dapat menggunakan alat permainan yang sama, tetapi antara satu anak dengan
anak lainnya tidak terjadi kontak satu sama lain sehingga antara anak satu dengan anak
lain tidak ada sosialisasi satu sama lain. Biasanya permainan ini dilakukan oleh anak usia
toddler. 4) Associative play Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu
anak dengan anak lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang
memimpin permainan, dan tujuan permainan tidak jelas. Contoh permainan jenis ini
Cooperative play Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan
jenis ini, juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin permainan
dengan tujuan yang diharapkan dalam permainan tersebut. Misalnya, pada permainan
sepak bola, ada anak yang memimpin permainan, aturan main harus dijalankan oleh
anak dan mereka harus dapat mencapai tujuan bersama, yaitu memenangkan
kelompok usia anak 1) Anak usia bayi. Permainan untuk anak usia bayi dibagi menjadi
bayi usia 0 – 3 bulan, usia4 – 6 bulan, dan usia 7 – 9 bulan. 2) Anak usia toddler (>1
tahun sampai 3 tahun) Anak usia toddler menunjukkan karakteristik yang khas, yaitu
dankemampuannya untuk mandiri. Oleh karena itu, dalam melakukan permainan, anak
lebih bebas, spontan, dan menunjukkan otonomi baik dalam memilih mainan maupun
dalam aktivitas bermainnya. Anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar. Untuk itu
harusdiperhatikan keamanan dan keselamatan anak dengan cara tidak memberikan alat
permainan yang tajam dan menimbulkan perlukaan. Jenis alat permainan yang tepat
diberikan adalah boneka, pasir, tanah liat dan lilin warna-warni yang dapat dibentuk
benda macam-macam. 3) Anak usia prasekolah (>3 tahun sampai 6 tahun) Sejalan
kemampuan motorik kasar dan halus yang lebih matang dari pada anak usia toddler.
Anak sudah lebih aktif, kreatif dan imajinatif. Demikian juga kemampuan berbicara dan
berhubungan sosial dengan temannya semakin meningkat. 26 Untuk itu, jenis alat
cerita/dongeng, alat gambar dan permainan balok-balok besar. Ada beberapa macam
permainan anak prasekolah sebagaimana disebutkan Ahmadi (1977, dalam Yusuf, 2005),
yaitu : a) Permainan fungsi (permainan gerak) seperti: meloncat-loncat, naik, dan turun
tangga, berlari-lari, naik dan turun tangga , bermain tali dan bermain bola. b) Permainan
membuat kue dari tanah liat, membuat kue dari tanah liat membuat gunung pasir,
membuat kapal-kapalan dari kertas, membuat gerobak dari kulit jeruk, membentuk
pelepah daun pisang. d) Permainan prestasi, seperti sepak bola, bola voli, tenis meja dan
bola basket. e) Permainan reseptif dan apresiatif, seperti mendengarkan cerita atau
dogeng, melihat gambar, atau melihat orang melukis. 4) Anak usia sekolah (> 6 tahun
sampai 12 tahun) Kemampuan sosial anak usia sekolah semakin meningkat. Mereka
lebih mampu bekerja sama dengan teman sepermainannya. Seringkali pergaulan dengan
teman menjadi tempat belajar mengenal norma baik atau buruk. Dengan demikian,
permainan pada anak usia sekolah tidak hanya bermanfaat untuk meningkatkan
untuk terlibat dalam kelompok dan bekerja sama dengan sesamanya. Mereka belajar
norma kelompok sehingga dapat diterima dalam kelompoknya. Sisi lain manfaat
bermain bagi anak usia sekolah adalah mengembangkan kemampuannya untuk bersaing
27 secara sehat. Bagaimana anak dapat menerima kelebihan orang lain melalui
dibedakan menurut jenis kelaminnya. Anak laki-laki lebih tepat jika diberikan mainan
misalnya alat untuk memasak dan boneka. 5) Anak usia remaja (13 tahun sampai 18
tahun) Merujuk pada proses tumbuh kembang anak remaja, dimana anak remaja berada
dalam suatu fase peralihan, yaitu disatu sisi akan meninggalkan masa kanak-kanak dan
disisi lain masuk pada usia kewasadan bertindak sebagai individu. Oleh karena itu,
dikatakan bahwa anak remaja akan mengalami krisis identitas dan apabila tidak sukses
melewatinya, anak akan mencari kompensasinya pada hal yang berbahaya, seperti obat-
obatan terlarang dan lain-lain. Melihat karakteristik anak remaja perlu mengisi kegiatan
yang konstruktif, misalnya dengan melakukan permainan berbagai macam olah raga,
mendengarkan atau bermain musik serta melakukan kegiatan organisasi remaja yang
positif, seperti kelompok basket, sepak bola, karang taruna dan lain-lain. Prinsip
kegiatan bermain bagi anak remaja tidak hanya sekedar mencari kesenangan dan
menyalurkan minat, bakat dan aspirasi serta membantu remaja untuk menemukan
identitas pribadinya. Untuk itu alat permainan yang tepat bisa berupa berbagai macam
alat olah raga, alat musik dan alat gambar atau lukis. 28 C. Terapi Bermain. 1. Pengertian
Terapi bermain adalah media komunikasi antara anak dengan orang lain, termasuk
dengan perawat atau petugas kesehatan di rumah sakit (Supartini, 2004). Sedangkan
menurut Betz dan Sowden (2006) terapi bermain merupakan terapi untuk
mengembangkan mental anak dan untuk mengobati anak yang sedang dalam
perawatan. 2. Tujuan terapi bermain Menurut Supartini (2004), bermain sebagai terapi
perkembangan yang normal pada saat sakit anak mengalami gangguan dalam
rumah sakit, kegiatan sitimulasi pertumbuhan dan perkembangan masih harus tetap
keinginan, dan fantasi serta ide-idenya. Permainan adalah media yang sangat efektif
akan menstimulasi daya pikir, imajinasi dan fantasinya untuk menciptakan sesuatu
seperti yang ada dalam pikirannya. d. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stress
karena sakit dan dirawat di rumah sakit. Bermain dapat mengalihkan rasa sakit sehingga
dapat menurunkan rasa cemas, takut, nyeri, dan marah. 3. Manfaat bermain untuk anak
yang dirawat di rumah sakit. Perawatan anak di rumah sakit merupakan pengalaman
yang penuh dengan stres, baik bagi anak maupun orang tua. Beberapa bukti ilmiah
menunjukkan bahwa lingkungan rumah sakit itu sendiri merupakan penyebab stres bagi
anak dan orang tuanya, baik lingkungan fisik rumah sakit, petugas kesehatan, maupun
lingkungan sosial. Perasaan seperti takut, cemas, tegang, nyeri dan perasaan yang tidak
menyenangkan lainnya, 29 sering kali dialami anak. Untuk itu, anak memerlukan media
yang dapat mengekspresikan perasaan tersebut dan mampu bekerjasama dengan
petugas kesehatan selama dalam perawatan. Media yang paling efektif adalah melalui
kegiatan bermain. Permainan yang terapetik didasari oleh pandangan bahwa bermain
bagi anak merupakan aktifitas yang sehat dan diperlukan untuk kelangsungan tumbuh
perasaan pikiran anak, mengalihkan perasaan nyeri dan relaksasi. Dengan demikian,
kegiatan bermain harus menjadi bagian integral dari pelayanan kesehatan anak dirumah
sakit (Ahmadi, 2008). Anna (2000), menyatakan bahwa aktifitas bermain yang dilakukan
hubungan antara klien ( anak dan keluarga ) dan perawat karena dengan melaksanakan
baik dan menyenangkan dengan anak dan keluargannya. Bermain merupakan alat
komunikasi yang efektif antara perawat dan klien. b. Perawatan di rumah sakit akan
membatasi kemampuan anak untuk mandiri. Aktivitas bermain yang terprogram akan
memulihkan perasaan mandiri pada anak. c. Permainan pada anak di rumah sakit tidak
hanya memberikan rasa senang pada anak, tetapi juga akan membantu anak
mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas, takut, sedih, tegang dan nyeri. d.
mempunyai tingkah laku yang positif. e. Permainan yang memberi kesempatan pada
beberapa anak untuk berkompetisi secara sehat, akan dapat menurunkan ketegangan
pada anak dan keluarganya. 4. Prinsip terapi bermain pada anak yang dirawat di rumah
sakit Menurut Supartini ( 2004 ), terapi bermain yang dilaksanakan di rumah sakit tetap
pada anak di rumah sakit, yaitu: a. Permainan tidak boleh bertentangan dengan
pengobatan yang sedang dijalankan pada anak. Apabila anak harus tirah baring, harus
dipilih permainan yang dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh diajak
bermain dengan kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di ruangan rawat. b.
Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan sederhana. Pilih jenis
permainan yang tidak melelahkan anak, menggunakan alat permainan yang ada pada
anak atau yang tersedia diruangan. Hal yang perlu diperhatikan dalam membuat suatu
alat permainan, pilih yang sederhana supaya tidak melelahkan anak. c. Permainan harus
mempertimbangkan keamanan anak. Pilih alat permainan yang aman untuk anak, tidak
tajam, tidak merangsang anak untuk berlari – lari dan bergerak secara berlebihan
harus melibatkan kelompok umur yang sama. e. Melibatkan orang tua, satu hal yang
harus diingat bahwa orang tua mempunyai kewajiban untuk tetap melangsungkan
upaya stimulasi tumbuh kembang pada anak walaupun sedang dirawat di rumah sakit,
termasuk dalam aktifitas bermain anaknya. Perawat hanya bertindak sebagai fasilitator
sehingga apabila permainan diinisiasi oleh perawat, orang tua harus terlibat secara aktif
dan mendampingi anak mulai dari awal permainan sampai mengevaluasi hasil
permainan anak bersama dengan perawat dan orang tua anak lainnya D. Tehnik Cerita
memberikan bahan lain dari sisi kehidupan manusia, dan pengalaman hidup. Pada saat
untuk sementara waktu, masuk kedalam dunia imajinasi yang bersifat pribadi, cerita
pandai seseorang bercerita semakin kuat pengaruh kata-katanya pada anak. Untuk
dapat melakukan pengaruh pada anak seorang pencerita harus memahami bagaimana
cara anak berfikir menurut pandangan psikologis dan bagaimana memandang diri dari
dunianya secara realita. menyampaikan agar menarik dan anak dapat berkonsentrasi
dalam mendengarkan cerita yaitu dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
dan suara yang keras, memberi penugasan kepada anak setelah medengarkan cerita,
menggunakan metode dalam bercerita, selingi dengan hiburan atau bernyanyi. Cerita
yang menarik adalah cerita mengenai diri dan imajinasi pendengarnya, oleh karena itu
kemampuan berfikir yang bebas, imajinasi yang ditambah dengan kelucuan dan hiburan
dalam cerita yang disampaikan sehingga anak tidak bosan mendengarnya dan dapat
adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau sesuatu kejadian
dan disampaikan secara lisan dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan
kepada orang lain (Bacrtiar, 2005). Sedangkan menurut Mustakim (2005), bercerita
ketrampilan anak dalam bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk lisan.
Dengan kata lain bercerita adalah menuturkan sesuatu yang mengisahkan tentang
perbuatan atau suatu kejadian secara lisan dalam upaya untuk mengembangkan potensi
kemampuan anak. Berdasarkan ciri-cirinya cerita dibagi menjadi 2, yaitu: a. Cerita lama
Cerita lama pada umumnya mengisahkan kehidupan klasik yang mencerminkan struktur
kehidupan manusia di zaman lama. Jenis-jenis cerita lama menurut Desy (2002) adalah
sebagai berikut: 32 1) Dongeng Cerita tentang sesuatu yang tidak masuk akal, tidak
benar terjadi dan bersifat fantasis atau khayal. Macam-macam dongeng antara lain: a)
Mite adalah cerita atau dongeng yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat
setempat tentang adanya makhluk halus b) Legenda adalah dongeng tentang kejadian
alam yang aneh dan ajaib c) Fabel adalah dongeng tentang kehidupan binatang yang
diceritakan seperti kehidupan manusia d) Saga adalah dongeng yang berisi kegagah
beranian seorang pahlawan yang terdapat dalam sejarah, tetapi cerita bersifat khayal. e)
Hikayat adalah cerita yang melukiskan raja atau dewa yang bersifat khayal f) Cerita
berbingkai adalah cerita yang didalamnya terdapat beberapa cerita sebagai sisipan g)
Cerita panji adalah bentuk cerita seperti hikayat tapi berasal seperti kesusastraan jawa.
yang dicampur dengan unsur khayal. Dengan kata lain jenis cerita yang tepat untuk anak
prasekolah adalah jenis cerita fabel karena mereka sedang senang-senangnya dengan
kehidupan sehari-hari. b. Cerita baru Cerita baru adalah bentuk karangan bebas yang
tidak berkaitan dengan sistem sosial dan struktur kehidupan lama. Cerita baru dapat
bentuk dan jenisnya 33 2. Manfaat bercerita Menurut Musfiroh (2005) ditinjau dari
beberapa aspek, manfaat bercerita adalah: Membantu pembentukan pribadi dan moral
anak, menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi memacu kemampuan verbal anak,
pengetahuan anak. Sedangkan menurut Bachtiar (2005), manfaat bercerita adalah dapat
memperluas wawasan dan cara berfikir anak, sebab dalam bercerita anak mendapat
tambahan pengalaman yang bisa jadi merupakan hal baru baginya. Manfaat bercerita
dengan kata lain adalah menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi sehingga dapat
memperluas wawasan dan cara berfikir anak. Cerita adalah kisah fiksi yang diceritakan
pendongeng kepada para pendengar secara lisan yang di dalamnya terdapat pesan
moral positif yang mendidik. Cerita biasanya didongengkan kepada anak-anak yang
masih kecil, oleh orangtua, kakek, nenek, paman, bibi dan lain sebagainya. Dongeng bisa
disampaikan kepada anak sebelum tidur hingga si anak tertidur pulas dengan cara
menarik. Dengan begitu maka alangkah baik jika cerita dongeng yang disampaikan
memiliki efek positif yang tinggi bagi perkembangan mental anak-anak kita. Sebelum
dibacakan kepada anak, sebaiknya kita baca dahulu agar kita bisa mengetahui apakah
cerita itu layak untuk dibacakan kepada anak atau tidak. Menyampaikan cerita yang
menarik kepada anak memang membutuhkan keterampilan khusus. Mulai dari cara
menyampaikan cerita, kontrol volume dan intonasi suara, hingga menirukan suara
maupun perilaku tiap-tiap karakter yang ada dalam cerita perlu diperhatikan. Jika anak
bisa memahami pesan di baliknya dan menikmati cerita yang kita bawakan, maka itu
tandanya bahwa kita sudah berhasil (Soetjiningsih, 2001). Berikut ini adalah beberapa
manfaat kebaikan dari bercerita bagi Anak-Anak : 34 a. Mengajarkan nilai moral yang
baik Dengan memilih dongeng yang isi ceritanya bagus, maka akan tertanam nilai-nilai
moral yang baik. Setelah mendongeng sebaiknya pendongeng menjelaskan mana yang
baik yang patut ditiru dan mana-mana saja yang buruk dan tidak perlu ditiru dalam
perilaku dan sifat yang baik dari mencontoh karakter ataupun sifat-sifat perilaku di
dalam cerita dongeng. Mendongeng mungkin memiliki efek yang lebih baik daripada
dan lain-lain). b. Mengembangkan daya imajinasi anak Pada pendidik dan ahli jiwa
sepakat bahwa masa anak-anak berimajinasi dan berfantasi adalah sebuah proses
kejiwan yang sangat penting. Imajinasi dan fantasi akan mendorong rasa ingin tahu
anak, rasa ingin tahu ini sangat penting bagi perkembangan intelektual anak. Imajinasi
dan fantasi anak yang kaya juga akan sangat berfaedah bagi pahami bersama. Cerita-
bagaimana jalan cerita dan karakternya. Anak-anak akan terbiasa berimajinasi untuk
memvisualkan sesuatu di dalam pikiran untuk menjabarkan atau menyelesaikan suatu
ungkapan, watak orang, sejarah, sifat baik, sifat buruk, teknik bercerita, dan lain
sebagainya. Berbagai materi pelajaran sekolah pun bisa kita masukkan pelan-pelan di
dalam cerita dongeng untuk membantu buah hati kita memahami pelajaran yang
mendengarkan cerita dongeng, maka anak-anak akan merasa senang dan bahagia jika
mendengar dongeng. Dengan 35 perasaan senang dan mungkin diiringi dengan canda
tawa, maka berbagai rasa tegang, mood yang buruk dan rasa-rasa negatif lain bisa
menghilang dengan sendirinya. Sedikit waktu kita sebagai orangtua untuk memberikan
dongeng yang mendidik kepada anak-anak Dari begitu banyak manfaat dongeng, tidak
ada salahnya bila kita sisihkan waktu kita. Mendongeng bisa dilakukan oleh salah satu
maupun dua atau lebih orangtua (dengan suami, istri, kakek, nenek, paman, bibi, kakak,
dari si kecil) serta dapat diberikan kepada satu, dua atau bahkan banyak anak sekaligus.
Pendongengan tidak harus diberikan pada malam hari, namun juga pada waktu-waktu
lain e. Membantu proses indentifikasi diri dan perbuatan. Melalui cerita, anak-anak akan
dengan mudah memahami sifat-sifat perbuatan-perbuatan mana yang baik dan mana
yang buruk, dengan melalui cerita kita dapat memperkenalkan akhlak dan figure
seseorang yang baik dan pantas diteladani. f. Meningkatkan kreativitas anak Kreatifitas
anak bisa berkembang dalam berbagai bidang jika dongeng yang disampaikan dibuat
sedemikian rupa menjadi berbobot. Kita pun sah-sah saja apabila ingin menambahkan isi
cerita selama tidak merusak jalan cerita sehingga menjadi aneh tidak menarik lagi. g.
anak-anak dengan orangtua secara tidak langsung akan mempererat tali kasih sayang.
Selain itu tertawa bersama-sama juga dapat mendekatkan hubungan emosional antar
anggota keluarga. Apabila sering dilakukan maka bisa menghilangkan hubungan yang
kaku antara anak dengan orangtua yang mendongengkan. h. Pendidikan emosi Dengan
melalui cerita, emosi anak selain perlu disalurkan juga perlu dilatih, emosi dapat diajak
emosi anak dapat dilatih untuk merasakan dan menghayati berbagai lakon kehidupan
manusia. i. Hiburan dan penarik Perhatian. Bercerita adalah sarana hiburan yang murah
dan meriah. Ditengahtengah kepenatan dan kejenuhan anak yang dirawat dirumah
sakit, tentu anak membutuhkan hiburan untuk menghilangkan cemas agar anak tidak
dan kebahagiaan anak. Secara psikologis membaca atau bercerita merupakan salah satu
bentuk bermain yang paling sehat. Bercerita menjadi sesuatu yang penting bagi anak
karena beberapa alasan: 1) Bercerita merupakan alat pendidikan budi pekerti yang
paling mudah dicerna anak 2) Bercerita merupakan metode dan materi yang dapat di
integrasikan dengan dasar ketrampilan lain, yakni berbicara, membaca dan menulis. 3)
Bercerita memberi ruang lingkup yang bebas pada anak untuk mengembangan
budi pekerti yang memiliki retensi lebih kuat dari pada “pelajaran” budi pekerti yang
diberikan melalui penuturan atau perintah langsung. 5) Bercerita memberi contoh pada
negatif oleh masyarakat. 37 E. Kerangka Teori Gambar 2.1 Kerangka teori (Sumber:
membatasi ruang lingkup dan mengarahkan penelitian yang akan dilakukan. Kerangka
konsep dalam penelitian ini adalah Faktor yang berhubungan dengan kecemasan pada
anak 1. Jenis kelamin 2. Umur 3. Lama hari rawat Faktor pencetus kecemasan pada anak
anak prasekolah akibat hospitalisasi Upaya untuk mengatasi kecemasan pada anak 1.
Melibatkan orang tua dalam perawatan 2. Modifikasi lingkungan rumah sakit 3. Peran
cemas pada anak: 1. Fase protes 2. Fase putus asa 3. Fase menolak Dilakukan terapi
Penelitian Variabel penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu : Variabel tunggal yaitu
ia prasekolah yang diberikan terapi bermain dengan bercerita dan tidak diberikan terapi.