Tutorial Minggu 5
Tutorial Minggu 5
Mengapa tn Abdul tidak bisa tidur telentang dan lebih enak bila setengah
duduk dan miring ke kiri?
3. Bagaimana kaitan keluhan tn Abdul dengan batuk berdahak yang sudah
agak lama dialaminya?
4. Bagaimana juga kaitannya dengan riwayat merokok?
5. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?
STEP I : Terminologi 6. Mengapa dokter memberikan oksigen 8L/menit dan dengan menggunakan
nonrebreathing mask?
7. Mengapa tn. Abdul dianjurkan dirawat di HCU?
1. Hemitoraks : 8. Bagaimana interpretasi dari pem rontgen thorax
2. Non rebreathing mask : Nonrebreathing mask menggunakan alat yang 9. Bagaimana interpretasi dari pem laboratorium?
serupa dengan partial rebreathing mask, ada kantong penampung, namun 10. Mengapa dokter mengkonsultasikan kedoter paru dan dilakukan drainase
pada alat ini juga terpasang dua katup satu arah (one-way valves). Katup efusi pleura sinistra?
pertama antara kantong penampung dan masker, katup kedua pada pintu 11. Mengapa terjadi perdarahan pada hidung?
keluar di kedua sisi masker. Tujuan kedua katup tersebut adalah agar gas 12. Apa tatalaksana yang dilakukan pada pasien yang mengalami perdarahan di
yang dihembuskan tidak masuk ke kantong penampung saat ekspirasi, dan hidung?
mencegah udara luar masuk ke masker saat inspirasi. 13. Apa tatalaksana selanjutnya untuk tn Abdul?
Pneumonia, pneumotoraks ventil, edema - Batuk disertai dahak banyak terutama pagi hari
- Sesak nafas kumat-kumatan kadang disertai batuk, - Sesak nafas saat aktivitas, bila fibrotik luas
terutama tengah malam sampai dini hari aktivitas ringan sdh sesak
- Sesak nafas terutama bila aktivitas, makin lama - Sesak timbul bila cairan cukup banyak dalam
- Dapat disertai bunyi mengi - Pada efusi pleura kanan px akan merasa lebih
- Sesak nafas terutama timbul bila terjadi eksaser- - Batuk bila tidur terlentang, merasa lebih enak
• Pneumothorax
- Perkusi hipersonor
Juga ada kaitannya sama efui pleura --> Penumpukan cairan di rongga
pleura--> cairan pleura cenderung berada dibawah karena gravitasi saat
kita bediri ataupun duduk --> sementara saat berbaring cairan tersebut
dapat menekan kesiktarnya terutama jantung --> sesak --> akan membaik
saat duduk dan berbaring ke kiri berarti efusi pleuranya di kiri --> mengikuti
sifat carian --> supaya tidak menekan ke jantung
- Perkusi pekak --> normalnya paru : Sonor
- Suara nafas sulit didenagar --> kemungkinan kalau di efusi --> karena
cairan tsb
3.
4.
5. - Tampak sesak, sianosis, gelisah --> tanda hipoksia --> gangguan difusi o2,
bisa juga karena
obstruksi sal nafas
- tidak demam
indikasi utama:
mengeringkan selaput lendir
(1) sianosis,
(2) hipovolemi, - Kerugian
(3) perdarahan,
(4) anemia berat, Tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih
(5) keracunan CO rendah
(6) asidosis,
(7) selama dan sesudah pembedahan, dapat menyebabkan penumpukan CO2 kantong O2 bisa terlipat.
METODE PEMBERIAN O2
Sungkupmukadengankantongnonrebreathing
Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 tehnik, yaitu :
Merupakan tehinik pemberian O2 dengan Konsentrasi O2
1. Sistem aliran rendah mencapai 99% dengan aliran 8 – 12 L/mnt dimana udara inspirasi
tidak bercampur dengan udara ekspirasi
Tehnik system aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi
udara ruangan. Tehnik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung - Keuntungan :
pada tipe pernafasan dengan patokan volume tidal pasien. Pemberian O2
sistem aliran rendah ini ditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi Konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapi 100%, tidak
masih mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien mengeringkan
dengan Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali
permenit. selaput lendir.
Contoh system aliran rendah ini adal;ah : (1) kataeter naal, (2) kanula - Kerugian
nasal, (3) sungkup muka sederhana, (4) sungkup muka dengan kantong
rebreathing, (5) sungkup muka dengan kantong non rebreathing. Kantong O2 bisa terlipat.
2. Sistem aliran tinggi
Suatu tehnik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak - Tanda tanda pendorongan jantung ke kanan --> pada pnrumothorax
dipengaruhi oleh tipe pernafasan, sehingga dengan tehnik ini
dapat menambahkan konsentrasi O2 yang lebihtepat dan teratur.
Adapun contoh tehnik system aliran tinggi yaitu sungkup muka
dengan ventury. Prinsip pemberian O2dengan alat ini yaitu gas
yang dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup yang
kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga
tercipta tekanan negatif, akibatnya udaraluar dapat diisap dan
aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat
ini sekitas 4 – 14 L/mnt dengan konsentrasi 30 – 55%.
7.
lateral tegak.
terapeutik. Pemasangan selang dada diperlukan jika terjadi gangguan fungsi
fisiologis sistem pernapasan dan kardiovaskular. (Klopp M, 2013)
a. Torakosentesis
Pada efusi pleura: Torakosentesis merupakan pilihan pertama dan merupakan tindakan yang
sederhana untuk kasus efusi pleura, bukan hanya untuk diagnosis tapi juga
untuk mengurangi gejala yang ditimbulkan akibat efusi pleura tersebut.
Tetapi bagaimanapun juga, torakosintesis yang berulang bukan pilihan yang
tepat untuk penanganan efusi pleura ganas yang progresif. Torakosintesis
hanya mengurangi gejala untuk sementara waktu dan akan membutuhkan
kunjungan yang berulang ke rumah sakit untuk melakukannya. (Yu H, 2011)
Indikasi Torakosentesis
Indikasi torakosintesis pada kasus efusi pleura meliputi indikasi diagnostik
10. Penatalaksanaan yang utama pada kasus efusi pleura adalah dengan
mengurangi gejala yang ditimbulkan dengan jalan mengevakuasi cairan dari
dan terapeutik
dalam rongga pleura kemudian mengatasi penyakit yang mendasarinya.
Pilihan terapinya bergantung pada jenis efusi pleura, stadium, dan penyakit
1. 1) Diagnostik
yang mendasarinya. Pertama kita harus menentukan apakah cairan pleura
eksudat atau transudat. (Yu H, 2011)
Saat melakukan torakosentesis, sampel cairan pleura dapat diambil
dan diperiksakan untuk menentukan penyebab efusi. Untuk
Penatalaksanaan efusi pleura dapat berupa aspirasi cairan pleura ataupun
pemeriksaan laboratorium dibutuhkan 50 – 100 ml. Sebagian besar
pemasangan selang dada. Aspirasi cairan pleura dilakukan untuk tujuan
efusi pleura yang masih baru terukur lebih dari 10 mm pada foto
diagnostik misalnya pada efusi pleura yang tidak diketahui penyebabnya dan
toraks posisi lateral dekubitus, CT scan toraks, atau USG toraks.
terapeutik yaitu untuk mengevakuasi cairan maupun udara dari rongga pleura
ketika pasien tidak sanggup lagi untuk menunggu dilakukan pemasangan
2. 2) Terapeutik
selang dada misalnya pada pasien tension pneumotoraks. Selain aspirasi
Tujuan lain dilakukan torakosentesis adalah untuk mengurangi gejala
cairan pleura dapat juga dilakukan pemasangan selang dada untuk tujuan
yang ditimbulkan misalnya meringankan sesak napas yang Pada pneumothoraks iatrogenik, jika ukurannya luas dan keadaan
diakibatkan jumlah cairan yang besar dan membutuhkan evakuasi klinisnya signifikan
segera. - Hemopneumotoraks
- Ruptur esophagus dengan kebocoran lambung ke rongga pleura 2)
Kontraindikasi torakosentesis Padakeadaannon-darurat
Tidak ada kontraindikasi untuk torakosentesis. Studi terbaru menunjukkan
- Efusi pleura ganas
bahwa jika torakosentesis dilakukan dengan tuntunan USG, maka hal ini - Pengobatan dengan agen sklerotik atau pleurodesis
aman untuk dilakukan meskipun terdapat kelainan koagulasi. Perhatikan - Efusi pleura berulang
pasien dengan kelainan koagulasi, termasuk gagal ginjal, tanda – tanda - Efusi parapneumonik atau empiema
perdarahan yang terjadi setelah prosedur. Hindari tempat yang terdapat - Kilotoraks
selulitis maupun herpes zoster dengan memilih lokasi torakosentesis
alternatif. (Roberts JR et al, 2014) - Perawatan pasca operasi (mis: setelah bypass coroner, torakotomi, atau
- Pneumothoraks 11.
Pada semua pasien dengan ventilasi mekanik
Pneumotoraks yang luas
Keadaan klinis pasien yang tidak stabil
Pneumotorax ventil
Pada pneumotoraks ventil setelah dekompresi dengan jarum
Pada pneumotoraks berulang atau tetap
Pada pneumothoraks akibat trauma dada
Hipertensi tidak berhubungan secara langsung dengan epistaksis.
Arteriosklerosis pada pasien hipertensi membuat terjadinya penurunan
kemampuan hemostasis dan kekakuan pembuluh darah (Nwaorgu, 2004).
Penyebab epistaksis yang bersifat sistemik antara lain
Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput
mukosa hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh
1. Usia. Epistaksis dapat terjadi di semua kelompok umur, tapi paling
darah Pleksus Kiesselbach (area Little). Pleksus Kiesselbach terletak di
dominan berpengaruh pada orang tua (50-80 tahun) dan anak-anak (2-
septum nasi bagian anterior, di belakang persambungan mukokutaneus
10 tahun) (Mulla, et al., 2012).
tempat pembuluh darah yang kaya anastomosis (Maron, 1993).
2. Sindrom Rendu Osler Weber (hereditary hemorrhagic telangectasia)
merupakan kelainan bawaan yang diturunkan secara autosom
Pada banyak kasus, tidak mudah untuk mencari penyebab terjadinya
dominan. Trauma ringan pada mukosa hidung akan menyebabkan
epistaksis. Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa diketahui penyebabnya,
perdarahan yang hebat (Nwaorgu, 2004).
kadang-kadang jelas disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan
3. Efek sistemik obat-obatan golongan antikoagulansia (heparin,
oleh kelainan lokal pada hidung atau kelainan sistemik. Kelainan lokal
warfarin) dan antiplatelets (aspirin, clopidogrel) (Pope & Hobbs,
misalnya trauma, kelainan anatomi, kelainan pembuluh darah, infeksi lokal,
2005).
benda asing, tumor, pengaruh udara & lingkungan. Kelainan sistemik seperti
penyakit kardiovaskular, kelainan darah, infeksi sistemik, perubahan tekanan
d. Kurangnya faktor koagulasi (trombositopenia, koagulopati kongenital/di
atmosfir, kelainan hormonal dan kelainan kongenital (Nuty & Endang, 2008).
dapat, defisiensi vitamin A, D, E, C, atau K, penyakit liver, gagal ginjal,
malnutrisi, polisitemia vera, multipel mieloma, leukemia) (Wormald, 2006).
1. Faktor Lokal
Beberapa faktor lokal yang dapat menyebabkan terjadinya epistaksis antara
5. Penyakit kardiovaskular (congestive heart failure, stenosis katup
lain
miral) (Wormald, 2006).
6. Kegagalan fungsi organ seperti uremia dan sirosis hepatis (Jeffrey,
1. Trauma (Nuty & Endang, 2008).
2012).
2. Obat semprot hidung (nasal spray). (Pope & Hobbs, 2005).
7. Atheroslerosis, hipertensi dan alkohol (Pope & Hobbs, 2005).
8. Kelainan hormonal. Seperti kelebihan hormon adrenokortikosteroid
c. Iritasi zat kimia, obat-obatan atau narkotika. Seperti dekongestan topikal
atau hormon mineralokortikoid, pheochromocytoma, hyperthyroidism
dan kokain (Pope & Hobbs, 2005).
atau hypothyroidism, kelebihan hormon pertumbuhan dan
d. Kelainan vaskular. Seperti kelainan yang dikenal dengan Wagener’s
hyperparathyroidism (Idham & Sanjaya, 2005).
granulomatosis (kelainan yang didapat)
3. Faktor Lingkungan
Angka kejadian epistaksis ditemukan meningkat selama
2. Faktor Sistemik
bulan musim kemarau, seringkali dihubungkan dengan perubahan temperatur
dan kelembaban (Fletcher, 2009). Insiden epistaksis juga terkait ke irama
sirkadian, dengan peningkatan di pagi hari dan akhir sore hari (Middleton, Berdasarkan etiologi dari epistaksis, salah satu penyebab epistaksis akibat
2004). gangguan sistemik dicetuskan oleh adanya hipertensi. Berdasarkan penelitian
yang ada, faktor hipertensi ini merupakan penyebab sistemik tersering yang
Kelainan sistemik yang paling sering berhubungan dengan epistaksis adalah menyebabkan epistaksis. Tekanan darah normal bervariasi sesuai usia,
hipertensi. Pada pasien dengan hipertensi dan epistaksis dipikirkan bahwa sehingga setiap diagnosis hipertensi harus bersifat spesifik terhadap usia.
bertambahnya usia menginduksi terjadinya fibrosis pada tunica media. Hal Namun secara umum, seseorang dianggap mengalami hipertensi apabila
ini bisa menyebabkan gangguan vasokonstriksi yang adekuat pada pembuluh tekanan darahnya lebih tinggi daripada 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg
darah apabila terjadi ruptur (Massick, et al., 2005). diastolik (Corwin & Elizabeth, 2000).
f. Patofisiologi Karena tekanan darah bergantung pada kecepatan denyut jantung, volume
sekuncup dan TPR , maka peningkatan salah satu dari ketiga variable yang
Epistaksis didefinisikan sebagai perdarahan akut dari rongga hidung, yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi (Corwin & Elizabeth,
keluar melalui lubang hidung ataupun kebelakang (nasopharing). Secara 2000).
patofisiologis, bisa dibedakan menjadi epistaksis anterior dan posterior. 90%
epistaksis berasal dari bagian depan hidung (anterior), berasal dari Nakada, et al. membuktikan terjadinya apoptosis pembuluh darah mikro pada
sekat/dinding rongga hidung. Bagian dalam hidung dilapisi oleh mukosa pasien dengan hipertensi. Diperkirakan bahwa hipertensi menyebabkan
yang tipis dan mengandung banyak pembuluh darah (Kiesselbach plexus) penebalan pada dinding pembuluh darah dan menyebabkan peningkatan
yang fungsinya menghangatkan dan melembabkan udara yang dihirup. terjadinya apoptosis yang merupakan usaha tubuh untuk meregresi terjadinya
Pembuluh-pembuluh ini amat peka terhadap pengaruh dari luar, selain karena penebalan pada dinding pembuluh darah. Teori ini diduga semakin
letaknya di permukaan juga karena hidung merupakan bagian wajah yang menyakinkan terjadinya mekanisme spontan epistaksis. Perdarahan biasanya
paling menonjol. Sehingga perubahan cuaca (panas, kering), tekanan udara hebat dan jarang berhenti spontan (Isezuo, 2008).
(di daerah tinggi), teriritasi gas/zat kimia yang merangsang, pemakaian obat
untuk mencegah pembekuan darah atau hanya sekedar terbentur (pukulan), Pada pasien dengan hipertensi juga dapat menyebabkan arteriosklerosis pada
gesekan, garukan, iritasi hidung karena pilek/allergi atau kemasukan benda pembuluh darah di daerah nasal yang diduga menjadi penyebab epistaksis
asing dapat menimbulkan epistaksis. Jenis epistaksis yang anterior biasanya karena predisposisi hipertensi (Isezuo, 2008).
lebih mudah diatasi dengan pertolongan pertama di rumah (Isezuo, 2008).
Pemeriksaan arteri kecil dan sedang pada orang yang berusia menengah dan
Pada orang yang lebih tua, lokasi perdarahan lebih sering ditemukan berasal lanjut, terlihat perubahan progresif dari otot pembuluh darah tunika media
dari bagian posterior hidung. Penyebab biasanya bukan karena trauma tetapi menjadi jaringan kolagen. Perubahan tersebut bervariasi dari fibrosis
lebih mungkin ruptur spontan pembuluh darah yang sklerotik. Perdarahan interstitial sampai perubahan yang komplet menjadi jaringan parut.
akan lebih berat jika pasien menderita hipertensi. Epistaksis posterior terjadi Perubahan tersebut memperlihatkan gagalnya kontraksi pembuluh darah
primer di regio septum posterior, diikuti sesuai frekuensi di dinding karena hilangnya otot tunika media sehingga mengakibatkan perdarahan yang
posterolateral nasal yang mengandung pleksus naso-nasofaringeal Woodruff; banyak dan lama. Pada orang yang lebih muda, pemeriksaan di lokasi
sering berasal dari pembuluh arteri (Isezuo, 2008). perdarahan setelah terjadinya epistaksis memperlihatkan area yang tipis dan
lemah. Kelemahan dinding pembuluh darah ini disebabkan oleh iskemia lokal 2) Epistaksis Posterior
atau trauma (Watkinson, 1997). Perdarahan dari bagian posterior lebih sulit diatasi, sebab biasanya
perdarahan hebat dan sulit dicari sumber perdarahan dengan rinoskopi
anterior (Nuty & Endang, 1998). Epistaksis posterior dapat diatasi dengan
menggunakan tampon posterior, bolloon tamponade, ligasi arteri dan
embolisasi (Abelson, 1997).
13.
12. Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu menghentikan
perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis
1) Epistaksis Anterior
Perdarahan anterior seringkali berasal dari pleksus