Anda di halaman 1dari 10

A.

Konsep Psikologi Secara Umum


Secara etimologi psikologi berasal dari kata “Psyche” yang berarti jiwa atau nafas hidup
dan “logos” yang berarti ilmu. Dilihat dari arti kata tersebut psikologi merupakan ilmu jiwa atau
ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Berkenaan dengan obyek psikologi ini, maka yang paling
mungkin untuk diamati dan dikaji adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri yakni dalam bentuk
perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, psikologi kiranya
dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Psikologi merupakan suatu disiplin ilmu yang sangat besar
manfaatnya bagi kehidupan manusia. Memang, semua disiplin ilmu ada manfaatnya, tetapi tidak
ada suatu disiplin ilmu seperti psikologi yang mampu menyentuh hampir seluruh dimensi
kehidupan manusia. Betapa tidak, teori-teori dan riset psikologi telah digunakan dan
diaplikasikan secara luas dalam berbagai lapangan kehidupan, seperti ekonomi, kesehatan,
pendidikan, dan proses pembelajaran, industry, perdagangan, sosial-kemasyarakatan, politik,
kesehatan, dan bahkan agama.
Dengan demikian berdasarkan uraian pengertian psikologi di atas, maka dapat dipahami
bahwa psikologi perkembangan adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku
individu manusia dalam perkembangannya beserta latar belakang yang mempengaruhinya.
Sedangkan psikologi perkembangan peserta didik adalah bidang kajian psikologi perkembangan
yang secara khusus mempelajari aspek-aspek perkembangan individu yang berada pada tahap
usia sekolah dasar dan sekolah menengah.
B. Konsep Perkembangan Secara Umum
Sebelum kita ke peserta didik, kita harus mengerti dahulu apa itu perkembangan dan
bagaimana perkembangan yang baik itu. Istilah “perkembangan” (development) dalam psikologi
merupakan sebuah konsep yang cukup kompleks. Perkembangan adalah perubahan yang
progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu mulai lahir sampai mati.Definisi
lainnya mengatakan bahwa perkembangan adalah perubahan yang dialami individu atau
organisme menuju tingkat kedewasaannya yang berlangsung secara sistematis, progresif dan
berkesinambungan baik menyangkut fisik maupun psikis.
Terdapat pula definisi lain yang menyebutkan bahwa perkembangan (development) ialah
pola gerakan atau perubahan yang dimulai dari pembuahan dan terus berlanjut sepanjang siklus
kehidupan (Santrock, 2002). Pola pergerakannya adalah kompleks karena gerakan merupakan
produk dari beberapa proses yaitu biologis, kognitif, dan sosial.
Berikut merupakan ciri-ciri perkembangan secara umum.
1. Terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikis. Perubahan pada aspek fisik contohnya berat
badan yang berubah, sedangkan pada aspek psikis contohnya matangnya kemampuan
berfikir, mengingat dan berkreasi.
2. Lenyapnya tanda-tanda lama baik itu tanda-tanda pada aspek fisik maupun pada aspek
psikis. Misalnya pada aspek fisik hilangnya kelenjar thymus pada anak-anak,kemudian
pada aspek psikis lenyapnya gerak gerik kanak-kanak dan perilaku impulsif.
3. Diperolehnya tanda-tanda baru baik itu tanda-tanda pada aspek fisik maupun pada aspek
psikis. Pada aspek fisik seperti pergantian gigi dan karakter seks pada usiaremaja.
Sedangkan pada aspek psikis seperti berkembangnya rasa ingin tahu tentang
pengetahuan,moral dan interaksi dengan lawan jenis.
Siswa atau peserta didik adalah individu yang berada dalam proses perkembangan.
Perkembangan merupakan perubahan yang bersifat progresif yaitu menuju ke tahap yang lebih
tinggi, lebih besar, lebih baik dari seluruh aspek kepribadian. Dalam proses pendidikan, peserta
didik berarti salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral.
Peserta didik menjadi pokok persoalan dan tumpuan perhatian dalam semua proses
transformasi yang dikenal dengan sebutan pendidikan. Sebagai komponen penting dalam sistem
pendidikan, peserta didik sering disebut sebagai bahan mentah. Dalam perspektif psikologis,
peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan,
baik fisik maupun psikis menurut fitrahnya masing – masing. Sebagai individu yang tengah
tumbuh dan kembang, peserta didik memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten
menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya.
Pada umumnya teori mengenai pekembangan berkisar pada persoalan yang berhubungan
dengan pengaruh pembawaan dan lingkungan hidup bagi perkembangan individu. Terdapat
beberapa teori yang mempunyai pengaruh terhadap praktek-praktek pendidikan di sekolah.
1. Teori Nativisme
Menurut teori ini anak sejak lahir telah membawa sifat-sifat dan dasar-dasar tertentu atau
yang biasa dinamakan sifat-sifat pembawaan. Tokoh utama aliran ini adalah Schopenhauer.
2. Teori Empirisme
Para ahli yang mengikuti pendirian Empirisme mempunyai pendapat yang bertentangan
dengan pendapat aliran Nativisme. Teori Empirisme berpendapat bahwa perkembangan itu
tergantung pada faktor lingkungan. Tokoh utama dari aliran ini adalah John Locke.
3. Teori Konvergensi
Paham Konvergensi yang dirumuskan oleh W. Stern ini berpendapat bahwa didalam
perkembangan individu itu baik dasar atau pembawaan maupun lingkungan memainkan
peranan penting. Bakat sebagai kemungkinan telah ada pada masing-masing individu, akan
tetapi bakat yang sudah tersedia itu perlu menemukan lingkungan yang sesuai supaya dapat
berkembang.
Anak-anak didik akan mengalami masa perkembangan yang dinamis. Pendidikan yang
diberikan kepada mereka haruslah disesuaikan dengan keadaan kejiwaan anak-anak didik pada
masa tertentu dalam perkembangannya. Secara garis besar dapat dibedakan beberapa aspek
perkembangan, yaitu: kognitif, sosial, dan afektif yang meliputi emosi, nilai dan moral dan religi.
Perkembangan setiap aspek dipengaruhi oleh kondisi internal tiap individu, baik yang bersifat
bawaan ataupun perolehan, kematangan serta pengaruh faktor-faktor eksternal.
C. Konsep Perkembangan Kognitif pada Peserta Didik
1. Definisi Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan
dengan pengetahuan, yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu
mempelajari dan memikirkan lingkungannya.
Menurut Mayers (1996), “cognition refers to all the mental activities associated with
thinking, knowing, and remembering”. Pengertian yang hampir sama juga diberikan oleh
Margareth W. Matlin (1994), yaitu: “cognition, or mental activity, involves the acquisition,
storage, retrieval and use of knowledge”. Dalam Dictionary of Psychology karya Drever,
dijelaskan bahwa “kognitif adalah istilah umum yang mencakup segenap mode pemahaman,
yakni persepsi, imajinasi, penangkapan makna, penilaian dan penalaran” (Kuper & Kuper, 2000).
Kemudian dalam Dictionary of Psychology karya Chaplin (2002), dijelaskan bahwa
“kognitif adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan, termasuk didalamnya
melihat, mengamati, memperhatikan, memberikan, menyangka, membayangkan,
memperkirakan, menduga, dan menilai”.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat dipahami bahwa kognitif atau pemikiran adalah
istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktifitas mental yang
berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan
seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau
semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari,
memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai, dan memikirkan
langkahnya.
2. Perkembangan Kognitif Piaget (1896-1980)
Menurut Piaget, anak-anak menyesuaikan pemikiran mereka untuk mencakup gagasan-
gagasan baru, karena informasi tambahan memajukan pemahaman. Dua proses yang mendasari
perkembangan dunia individu adalah pengorganisasian dan penyesuaian.
Piaget mengemukakan beberapa konsep dan prinsip tentang sifat-sifat perkembangan
kognitif anak, diantaranya:
1) Anak adalah pembelajar yang aktif. Anak tidak hanya mengobservasi dan mengingat apa
saja yang mereka lihat dan mendengarkan dengan pasif. Sebaliknya, mereka secara
natural memiliki rasa ingin tahu tentang dunia mereka dan secara aktif berusaha mencari
informasi untuk membantu pemahaman dan kesadarannya tentang realitas dunia yang
mereka hadapi. Dalam memahami dunia mereka, anak menggunakan apa yang disebut
oleh Piaget dengan “schema” (skema), yaitu konsep atau kerangka yang ada dalam
pikiran mereka yang digunakan untuk mengorganisasikan dan menginterprestasikan
informasi. Misalnya, ular ada yang besar dan kecil.
2) Asimilasi, proses memasukkan informasi ke dalam skema. Asimilasi terjadi ketika
individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada.
Misalnya, menamai binatang bahwa itu ular.
3) Akomodasi, proses mengubah skema yang telah dimiliki dengan informasi baru.
Akomodasi terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru. Misalnya
mereka mulanya mengetahui bahwa ular dan belut adalah hewan yang sama, padahal
keduanya merupakan hewan yang berbeda.
4) Proses ekuilibrasi menunjukan adanya peningkatan ke arah bentuk-bentuk pemikiran
yang lebih komplek. Menurut Piaget, melalui kedua proses penyesuaian asimilasi dan
akomodasi, kognitif seseorang berkembang bertahap sehingga kadang-kadang mencapai
keadaan equilibrium, yakni keadaan seimbang antara struktur kognisinya dan
pengalamannya di lingkungan. Kondisi ini menimbulkan konflik kognitif atau
disequilibrium, yakni ketidaknyamanan mental yang mendorongnya untuk membuat
pemahaman tentang yang mereka lihat.

3. Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Piaget


Tahap perkembangan kognitif menurut Piaget adalah sebagai berikut.
1) Tahap Sensorimotor (sejak lahir – usia 2 tahun)
Pada tahap ini, bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia dengan
mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensoris dengan tindakan-tindakan motorik
fisik.Terdapat enam periode pada tahap ini yaitu sebagai berikut.
(1) Refleks (usia 0 – 1 bulan)
(2) Kebiasaan (usia 1 – 4 bulan)
(3) Reproduksi (usia 4 – 8 bulan)
(4) Koordinasi Skemata (Usia 8 – 12 bulan)
(5) Eksperimen (usia 12 – 18 bulan)
(6) Representasi (usia 18 – 24 bulan)
2) Tahap Preoperational (Usia 2 – 7 tahun)
Tahap ini dicirikan dengan adanya fungsi semiotik (simbol, pada usia 2 – 4 tahun). Pada
tahap ini pula berkembangnya pemikiran intuitif (usia 4 – 7 tahun). Pada tahap ini, anak-anak
mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar.
3) Tahap Concrete-Operational (Usia 7 – 11 tahun)
Pada tahap ini mulai terbentuk logika tentang sifat reversibilitas dan kekekalan.Pada tahap
ini pula anak mulai berpikir decentering seriasi, klasifikasi, dan kesimpulan probalistis.Namun
pemikiran anak masih terbatas pada hal-hal kongkret serta belum dapat memecahkan persoalan
yang abstrak.Pada tahap ini, anak-anak dapat melakukan operasi dan penalaran logis
menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan ke dalam contoh-contoh
yang spesifik atau konkret.
4) Tahap Formal-Operational (Usia 11 – 15 tahun)
Pada tahap ini dimulainya perkembangan reasoning dan logika remaja.Pada tahap ini,
asimilasi dan akomodasi berperan membentuk skema lebih menyeluruh.Pemikiran anak pun
telah berubah menjadi pemikiran remaja yaitu dewasa secara kualitas namun beda kualitas,
skema orang dewasa lebih banyak. Pemikirannya mulai bersifat deduktif, induktif, dan
abstrak.Pada tahap ini, anak melampaui dunia nyata, pengalaman-pengalaman konkret dan
berpikir secara abstrak dan lebih logis.
4. Implementasi Teori Piaget dalam Pembelajaran
Berikut merupakan implementasi teori Piaget dalam pembelajaran.
1) Memfokuskan pada proses berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar pada produknya.
2) Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri
dan keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar.
3) Tidak menekankan pada praktek-praktek yang diarahkan untuk menjadikan anak didik
seperti orang dewasa dalam pemikirannya.
4) Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangannya.

D. Konsep Perkembangan Emosi pada Peserta Didik


1. Definisi Perkembangan Emosi
Menurut Crow & Crow (1958) pengertian emosi adalah pengalaman afektif yang disertai
penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud tingkah
laku yang tampak.
Perkembangan emosi bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock,
960:266). Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi
perkembangan emosi.
2. Karakteristik Perkembangan Emosi
Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu
masa dimana ketegangan-ketegangan emosional sebagai akibat dari perubahan fisik dan
kelenjar.Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak.
Perbedaannya terletak pada macam dan derajat rangsangan yang membangkitkan emosinya, dan
khususnya pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka. Berikut
merupakan karakteristik emosi yang muncul pada peserta didik:
1) Cinta / Kasih Sayang
Kemampuan untuk menerima cinta sama pentingnya dengan kemampuan untuk memberinya.
Perasaan ini dapat disembunyikan.
2) Gembira
Rasa gembira akan dialami apabila segala sesuatunya belangsung dengan baik dan para
remaja akan mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau ia jatuh
cinta.
3) Kemarahan dan Permusuhan
Rasa marah merupakan gejala yang penting diantara emosi-emosi yang memainkan peranan
yang menonjol dalam perkembangan kepribadian.Melalui rasa marahnya seseorang
mempertajam tuntutannya sendiri dan pemilikan minatnya sendiri.
4) Ketakutan dan Kecemasan
Banyak ketakutan-ketakutan baru muncul karena adanya kecemasan-kecemasan dan rasa
berani yang bersamaan dengan perkembangan remaja.Tidak ada seorang pun yang
menerjunkan dirinya dalam kehidupan dapat hidup tanpa rasa takut.
3. Tahap-tahap Perkembangan Peserta Didik
a. Perkembangan emosi peserta didik usia pra sekolah
Perkembangan emosional anak usia pra sekolah dapat digambarkan bahwa seiring
perkembangan fisik juga diikuti oleh perkembangan emosional dimana respon emosional makin
banyak berkaitan dengan situasi sosial (orang dilingkungan) dan rangsangan yang simbolis atau
abstrak. Pada masa ini anak kelihatan berperilaku agresif, memberontak, menentang keinginan
orang lain, khususnya orang tua. Pada usia ini sikap menentang bisa berubah kembali bila orang
tua, pendidik menunjukkkan sikap konsisten dalam memperlihatkan kewibawaan dan peraturan
yang telah ditetapkan. Setelah berhasil secara tegas mempertahankan kewibawaan dengan
berpegang teguh pada patokan perilaku tertentu, pada anak akan terjadi internalisasi nilai dengan
tolak ukur orang tua dan selanjutnya bisa terjadi proses identifikasi. Pada anak akan terlihat ada
kemiripan dengan orang tua dalam hal tertentu.
Pada masa ini orang tua, pendidik harus tetap berusaha melihat tujuan pendidikan yakni
mengembangkan kepribadian anak dan membentuk perilakuknya sesuai dengan gambaran yang
dicita-citakannya. Pada masa ini, anak juga belajar menyatakan diri dan emosinya, mulai timbul
rasa malu, takut, sedih, bermusuhan, bersalah bahkan iri dan cemburu.
b. Perkembangan emosi peserta didik usia sekolah dasar
Emosi memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan seseorang, oleh sebab itu,
perlu kiranya untuk mengetahui bagaimana perkembangan dan dan pengaruh emosi terhadap
penyesuaian pribadi dan sosial. Sulit untuk mempelajari emosi anak-anak, karena informasi
tentang aspek emosi yang subjektif hanya dapat diperoleh dengan cara instropeksi, sedangkan
anak-anak tidak dapat menggunakan cara tersebut dengan baik karena mereka masih berusia
sangat muda. Pola-pola emosi yang terjadi pada masa anak-kanak adalah rasa takut, malu,
canggung, khawatir, marah, cemburu, duka cita, keingintahuan, gembira dan kasih sayang.
c. Perkembangan emosi peserta didik usia Remaja (SMP/SMA)
Masa remaja atau masa adolensia merupakan masa peralihan atau masa transisi antara
masa anak ke masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami perkembangan yang pesat
mencapai kematangan fisik, sosial, dan emosi. Pada masa ini dipercaya merupakan masa yang
sulit, baik bagi remaja sendiri maupun bagi keluarga dan lingkungannya. Perubahan-perubahan
fisik yang dialami remaja juga menyebabkan adanya perubahan psikologis. Hurlock (1973: 17)
disebut sebagai periode heightened emotionality, yaitu suatu keadaan dimana kondisi emosi
tampak lebih tinggi atau tampak lebih intens dibandingkan dengan keadaan normal. Emosi yang
tinggi dapat termanifestasikan dalam berbagai bentuk tingkah laku seperti bingung, emosi
berkobar-kobar atau mudah meledak, bertengkar, tak bergairah, pemalas, membentuk
mekanisme pertahanan diri. Emosi yang tinggi ini tidak berlangsung terus-menerus selama masa
remaja. Dengan bertambahnya umur maka emosi yang tinggi akan mulai mereda atau menuju
kondisi yang stabil.
Masa remaja di anggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu masa dimana
ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Biehler (1972)
membagi cirri-ciri emosional remaja menjadi dua rentan usia, yaitu 12-15 tahun dan usia 15-18
tahun.
Ciri-ciri emosional remaja berusia 12-15 tahun.
1) Pada usia ini siswa/anak cenderung banyak murung dan tidak dapat di terka. Sebagian
kemurungan sebagai akibat dari perubahan-perubahan biologis dalam hubungannya
dengan kematangan seksual dan sebagian karena kebingungannya dalam menghadapi
apakah ia masih sebagai anak-anak atau sebagai orang dewasa.Hubungannya dengan
kematangan seksual dan sebagian karena kebingungannya dalam menghadapi apakah ia
masih sebagai anak-anak atau sebagai orang dewasa.
2) Siswa mungkin bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya
diri.
3) Ledakan-ledakan kemarahan mungkin biasa terjadi. Hal ini seringkali terjadi sebagai
akibat dari kombinasi ketegangan psikologis, ketidakstabilan biologis, dan kelelahan
karena bekerja terlalu keras atau pola makan yang tidak tepat atau tidur yang tidak cukup.
4) Seorang remaja cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan membenarkan
pendapatnya sendiri yang disebabkan kurangnya rasa percaya diri.
5) Siswa-siswa di SMP mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara lebih
objektif dan mungkin terjadi marah apabila mereka ditipu dengan gaya guru yang
bersikap serba tahu.
Ciri-ciri emosional remaja 15-18 tahun
1) Pemberontakan remaja merupakan pernyataan-pernyataan / ekspresi dari perubahan yang
universal dari masa kanak-kanak ke dewasa
2) Karena bertambahnya kebebasan mereka, banyak remaja yang mengalami konflik dengan
orang tua mereka.
3) Siswa pada usia ini seringkali melamun, memikirkan masa depan mereka. Banyak di
antara mereka terlalu tinggi menafsir kemampuan mereka sendiri dan merasa berpeluang
besar untuk memasuki pekerjaan dan memegang jabatan tertentu
4. Metode Belajar Penunjang Perkembangan Emosi
Terdapat beberapa metode belajar yang dapat menjadi penunjang perkembangan emosi,
yaitu sebagai berikut.
1) Belajar dengan cara coba-coba
Lebih umum digunakan pada masa kanak-kanak awal, dibandingkan sesudahnya.
2) Belajar dengan cara meniru
Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi dan metode ekspresi yang sama
dengan orang-orang yang diamati.
3) Belajar dengan cara mempersamakan diri
Anak hanya menirukan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat
dengannya.
4) Belajar melalui pengkondisian
Dilakukan dengan cara asosiasi, setelah melewati masa kanak-kanak. Penggunaan metode ini
semakin terbatas pada perkembangan masa suka dan tidak suka.
5) Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan, terbatas pada aspek reaksi.
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukkan bahwa perkembangan emosi mereka
bergantung pada factor kematangan dan factor belajar (Hurlock, 1960: 266). Selain kedua hal
tersebut, perkembangan emosi juga dipengaruhi oleh kondisi-kondisi kehidupan atau kultur.
Dengan bertambahnya umur, menyebabkan terjadinya perubahan dalam ekspresi emosional.
Bertambahnya pengetahuan dan pemanfaatan media masa atau keseluruhan latar belakang
pengalaman, berpengaruh terhadap perubahan-perubahan emosional ini.
Perkembangan emosional juga dapat dipengaruhi oleh adanya gangguan kecemasan, rasa
takut dan factor-faktor eksternal yang seringkali tidak dikenal sebelumnya oleh anak yang
sedang tumbuh. Namun sering kali juga adanya tindakan orang tua yang sering kali tidak dapat
mempengaruhi perkembangan emosional anak. Misalnya sangat dimanjakan, terlalu banyak
larangan karena terlalu mencintai anaknya. Akan tetapi sikap orang tua yang sangat keras, suka
menekan dan selalu menghukum anak sekalipun anak membuat kesalahan sepele juga dapat
mempengaruhi keseimbangan emosional anak. Pelakuan saudara serumah, orang lain yang sering
kali bertemu dan bergaul juga memegang peranan penting pada perkembangan emosioanal anak.
6. Upaya Pengembangan Emosi Remaja dan Implikasinya dalam Penyelenggaraan
Pendidikan
Emosi remaja awal cenderung banyak melamun dan sulit diterka, cara yang dapat
dilakukan guru adalah konsisten dalam pengelolaan kelas dan memperlakukan siswa seperti
orang dewasa yang penuh tanggung jawab. Untuk mengatasi ledakan kemarahan kita dapat
mengubah pokok pembicaraan dan memulai aktivitas baru.
Cara yang paling baik untuk menghadapi pemberontakan para remaja adalah mencoba untuk
mengerti mereka dan melakukan segala sesuatu yang dapat dilakukan untuk membantu siswa
berhasil berprestasi dalam bidang yang diajarkan.

Anda mungkin juga menyukai