Secara etimologi psikologi berasal dari kata “Psyche” yang berarti jiwa atau nafas hidup dan “logos” yang berarti ilmu. Dilihat dari arti kata tersebut psikologi merupakan ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Berkenaan dengan obyek psikologi ini, maka yang paling mungkin untuk diamati dan dikaji adalah manifestasi dari jiwa itu sendiri yakni dalam bentuk perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, psikologi kiranya dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Psikologi merupakan suatu disiplin ilmu yang sangat besar manfaatnya bagi kehidupan manusia. Memang, semua disiplin ilmu ada manfaatnya, tetapi tidak ada suatu disiplin ilmu seperti psikologi yang mampu menyentuh hampir seluruh dimensi kehidupan manusia. Betapa tidak, teori-teori dan riset psikologi telah digunakan dan diaplikasikan secara luas dalam berbagai lapangan kehidupan, seperti ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan proses pembelajaran, industry, perdagangan, sosial-kemasyarakatan, politik, kesehatan, dan bahkan agama. Dengan demikian berdasarkan uraian pengertian psikologi di atas, maka dapat dipahami bahwa psikologi perkembangan adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku individu manusia dalam perkembangannya beserta latar belakang yang mempengaruhinya. Sedangkan psikologi perkembangan peserta didik adalah bidang kajian psikologi perkembangan yang secara khusus mempelajari aspek-aspek perkembangan individu yang berada pada tahap usia sekolah dasar dan sekolah menengah. B. Konsep Perkembangan Secara Umum Sebelum kita ke peserta didik, kita harus mengerti dahulu apa itu perkembangan dan bagaimana perkembangan yang baik itu. Istilah “perkembangan” (development) dalam psikologi merupakan sebuah konsep yang cukup kompleks. Perkembangan adalah perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu mulai lahir sampai mati.Definisi lainnya mengatakan bahwa perkembangan adalah perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya yang berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan baik menyangkut fisik maupun psikis. Terdapat pula definisi lain yang menyebutkan bahwa perkembangan (development) ialah pola gerakan atau perubahan yang dimulai dari pembuahan dan terus berlanjut sepanjang siklus kehidupan (Santrock, 2002). Pola pergerakannya adalah kompleks karena gerakan merupakan produk dari beberapa proses yaitu biologis, kognitif, dan sosial. Berikut merupakan ciri-ciri perkembangan secara umum. 1. Terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikis. Perubahan pada aspek fisik contohnya berat badan yang berubah, sedangkan pada aspek psikis contohnya matangnya kemampuan berfikir, mengingat dan berkreasi. 2. Lenyapnya tanda-tanda lama baik itu tanda-tanda pada aspek fisik maupun pada aspek psikis. Misalnya pada aspek fisik hilangnya kelenjar thymus pada anak-anak,kemudian pada aspek psikis lenyapnya gerak gerik kanak-kanak dan perilaku impulsif. 3. Diperolehnya tanda-tanda baru baik itu tanda-tanda pada aspek fisik maupun pada aspek psikis. Pada aspek fisik seperti pergantian gigi dan karakter seks pada usiaremaja. Sedangkan pada aspek psikis seperti berkembangnya rasa ingin tahu tentang pengetahuan,moral dan interaksi dengan lawan jenis. Siswa atau peserta didik adalah individu yang berada dalam proses perkembangan. Perkembangan merupakan perubahan yang bersifat progresif yaitu menuju ke tahap yang lebih tinggi, lebih besar, lebih baik dari seluruh aspek kepribadian. Dalam proses pendidikan, peserta didik berarti salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral. Peserta didik menjadi pokok persoalan dan tumpuan perhatian dalam semua proses transformasi yang dikenal dengan sebutan pendidikan. Sebagai komponen penting dalam sistem pendidikan, peserta didik sering disebut sebagai bahan mentah. Dalam perspektif psikologis, peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun psikis menurut fitrahnya masing – masing. Sebagai individu yang tengah tumbuh dan kembang, peserta didik memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya. Pada umumnya teori mengenai pekembangan berkisar pada persoalan yang berhubungan dengan pengaruh pembawaan dan lingkungan hidup bagi perkembangan individu. Terdapat beberapa teori yang mempunyai pengaruh terhadap praktek-praktek pendidikan di sekolah. 1. Teori Nativisme Menurut teori ini anak sejak lahir telah membawa sifat-sifat dan dasar-dasar tertentu atau yang biasa dinamakan sifat-sifat pembawaan. Tokoh utama aliran ini adalah Schopenhauer. 2. Teori Empirisme Para ahli yang mengikuti pendirian Empirisme mempunyai pendapat yang bertentangan dengan pendapat aliran Nativisme. Teori Empirisme berpendapat bahwa perkembangan itu tergantung pada faktor lingkungan. Tokoh utama dari aliran ini adalah John Locke. 3. Teori Konvergensi Paham Konvergensi yang dirumuskan oleh W. Stern ini berpendapat bahwa didalam perkembangan individu itu baik dasar atau pembawaan maupun lingkungan memainkan peranan penting. Bakat sebagai kemungkinan telah ada pada masing-masing individu, akan tetapi bakat yang sudah tersedia itu perlu menemukan lingkungan yang sesuai supaya dapat berkembang. Anak-anak didik akan mengalami masa perkembangan yang dinamis. Pendidikan yang diberikan kepada mereka haruslah disesuaikan dengan keadaan kejiwaan anak-anak didik pada masa tertentu dalam perkembangannya. Secara garis besar dapat dibedakan beberapa aspek perkembangan, yaitu: kognitif, sosial, dan afektif yang meliputi emosi, nilai dan moral dan religi. Perkembangan setiap aspek dipengaruhi oleh kondisi internal tiap individu, baik yang bersifat bawaan ataupun perolehan, kematangan serta pengaruh faktor-faktor eksternal. C. Konsep Perkembangan Kognitif pada Peserta Didik 1. Definisi Perkembangan Kognitif Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya. Menurut Mayers (1996), “cognition refers to all the mental activities associated with thinking, knowing, and remembering”. Pengertian yang hampir sama juga diberikan oleh Margareth W. Matlin (1994), yaitu: “cognition, or mental activity, involves the acquisition, storage, retrieval and use of knowledge”. Dalam Dictionary of Psychology karya Drever, dijelaskan bahwa “kognitif adalah istilah umum yang mencakup segenap mode pemahaman, yakni persepsi, imajinasi, penangkapan makna, penilaian dan penalaran” (Kuper & Kuper, 2000). Kemudian dalam Dictionary of Psychology karya Chaplin (2002), dijelaskan bahwa “kognitif adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan, termasuk didalamnya melihat, mengamati, memperhatikan, memberikan, menyangka, membayangkan, memperkirakan, menduga, dan menilai”. Dari pengertian-pengertian diatas dapat dipahami bahwa kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktifitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai, dan memikirkan langkahnya. 2. Perkembangan Kognitif Piaget (1896-1980) Menurut Piaget, anak-anak menyesuaikan pemikiran mereka untuk mencakup gagasan- gagasan baru, karena informasi tambahan memajukan pemahaman. Dua proses yang mendasari perkembangan dunia individu adalah pengorganisasian dan penyesuaian. Piaget mengemukakan beberapa konsep dan prinsip tentang sifat-sifat perkembangan kognitif anak, diantaranya: 1) Anak adalah pembelajar yang aktif. Anak tidak hanya mengobservasi dan mengingat apa saja yang mereka lihat dan mendengarkan dengan pasif. Sebaliknya, mereka secara natural memiliki rasa ingin tahu tentang dunia mereka dan secara aktif berusaha mencari informasi untuk membantu pemahaman dan kesadarannya tentang realitas dunia yang mereka hadapi. Dalam memahami dunia mereka, anak menggunakan apa yang disebut oleh Piaget dengan “schema” (skema), yaitu konsep atau kerangka yang ada dalam pikiran mereka yang digunakan untuk mengorganisasikan dan menginterprestasikan informasi. Misalnya, ular ada yang besar dan kecil. 2) Asimilasi, proses memasukkan informasi ke dalam skema. Asimilasi terjadi ketika individu menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan mereka yang sudah ada. Misalnya, menamai binatang bahwa itu ular. 3) Akomodasi, proses mengubah skema yang telah dimiliki dengan informasi baru. Akomodasi terjadi ketika individu menyesuaikan diri dengan informasi baru. Misalnya mereka mulanya mengetahui bahwa ular dan belut adalah hewan yang sama, padahal keduanya merupakan hewan yang berbeda. 4) Proses ekuilibrasi menunjukan adanya peningkatan ke arah bentuk-bentuk pemikiran yang lebih komplek. Menurut Piaget, melalui kedua proses penyesuaian asimilasi dan akomodasi, kognitif seseorang berkembang bertahap sehingga kadang-kadang mencapai keadaan equilibrium, yakni keadaan seimbang antara struktur kognisinya dan pengalamannya di lingkungan. Kondisi ini menimbulkan konflik kognitif atau disequilibrium, yakni ketidaknyamanan mental yang mendorongnya untuk membuat pemahaman tentang yang mereka lihat.
3. Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Tahap perkembangan kognitif menurut Piaget adalah sebagai berikut. 1) Tahap Sensorimotor (sejak lahir – usia 2 tahun) Pada tahap ini, bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensoris dengan tindakan-tindakan motorik fisik.Terdapat enam periode pada tahap ini yaitu sebagai berikut. (1) Refleks (usia 0 – 1 bulan) (2) Kebiasaan (usia 1 – 4 bulan) (3) Reproduksi (usia 4 – 8 bulan) (4) Koordinasi Skemata (Usia 8 – 12 bulan) (5) Eksperimen (usia 12 – 18 bulan) (6) Representasi (usia 18 – 24 bulan) 2) Tahap Preoperational (Usia 2 – 7 tahun) Tahap ini dicirikan dengan adanya fungsi semiotik (simbol, pada usia 2 – 4 tahun). Pada tahap ini pula berkembangnya pemikiran intuitif (usia 4 – 7 tahun). Pada tahap ini, anak-anak mulai melukiskan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. 3) Tahap Concrete-Operational (Usia 7 – 11 tahun) Pada tahap ini mulai terbentuk logika tentang sifat reversibilitas dan kekekalan.Pada tahap ini pula anak mulai berpikir decentering seriasi, klasifikasi, dan kesimpulan probalistis.Namun pemikiran anak masih terbatas pada hal-hal kongkret serta belum dapat memecahkan persoalan yang abstrak.Pada tahap ini, anak-anak dapat melakukan operasi dan penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif sejauh pemikiran dapat diterapkan ke dalam contoh-contoh yang spesifik atau konkret. 4) Tahap Formal-Operational (Usia 11 – 15 tahun) Pada tahap ini dimulainya perkembangan reasoning dan logika remaja.Pada tahap ini, asimilasi dan akomodasi berperan membentuk skema lebih menyeluruh.Pemikiran anak pun telah berubah menjadi pemikiran remaja yaitu dewasa secara kualitas namun beda kualitas, skema orang dewasa lebih banyak. Pemikirannya mulai bersifat deduktif, induktif, dan abstrak.Pada tahap ini, anak melampaui dunia nyata, pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir secara abstrak dan lebih logis. 4. Implementasi Teori Piaget dalam Pembelajaran Berikut merupakan implementasi teori Piaget dalam pembelajaran. 1) Memfokuskan pada proses berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar pada produknya. 2) Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. 3) Tidak menekankan pada praktek-praktek yang diarahkan untuk menjadikan anak didik seperti orang dewasa dalam pemikirannya. 4) Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangannya.
D. Konsep Perkembangan Emosi pada Peserta Didik
1. Definisi Perkembangan Emosi Menurut Crow & Crow (1958) pengertian emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud tingkah laku yang tampak. Perkembangan emosi bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 960:266). Kematangan dan belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi. 2. Karakteristik Perkembangan Emosi Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu masa dimana ketegangan-ketegangan emosional sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar.Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Perbedaannya terletak pada macam dan derajat rangsangan yang membangkitkan emosinya, dan khususnya pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka. Berikut merupakan karakteristik emosi yang muncul pada peserta didik: 1) Cinta / Kasih Sayang Kemampuan untuk menerima cinta sama pentingnya dengan kemampuan untuk memberinya. Perasaan ini dapat disembunyikan. 2) Gembira Rasa gembira akan dialami apabila segala sesuatunya belangsung dengan baik dan para remaja akan mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau ia jatuh cinta. 3) Kemarahan dan Permusuhan Rasa marah merupakan gejala yang penting diantara emosi-emosi yang memainkan peranan yang menonjol dalam perkembangan kepribadian.Melalui rasa marahnya seseorang mempertajam tuntutannya sendiri dan pemilikan minatnya sendiri. 4) Ketakutan dan Kecemasan Banyak ketakutan-ketakutan baru muncul karena adanya kecemasan-kecemasan dan rasa berani yang bersamaan dengan perkembangan remaja.Tidak ada seorang pun yang menerjunkan dirinya dalam kehidupan dapat hidup tanpa rasa takut. 3. Tahap-tahap Perkembangan Peserta Didik a. Perkembangan emosi peserta didik usia pra sekolah Perkembangan emosional anak usia pra sekolah dapat digambarkan bahwa seiring perkembangan fisik juga diikuti oleh perkembangan emosional dimana respon emosional makin banyak berkaitan dengan situasi sosial (orang dilingkungan) dan rangsangan yang simbolis atau abstrak. Pada masa ini anak kelihatan berperilaku agresif, memberontak, menentang keinginan orang lain, khususnya orang tua. Pada usia ini sikap menentang bisa berubah kembali bila orang tua, pendidik menunjukkkan sikap konsisten dalam memperlihatkan kewibawaan dan peraturan yang telah ditetapkan. Setelah berhasil secara tegas mempertahankan kewibawaan dengan berpegang teguh pada patokan perilaku tertentu, pada anak akan terjadi internalisasi nilai dengan tolak ukur orang tua dan selanjutnya bisa terjadi proses identifikasi. Pada anak akan terlihat ada kemiripan dengan orang tua dalam hal tertentu. Pada masa ini orang tua, pendidik harus tetap berusaha melihat tujuan pendidikan yakni mengembangkan kepribadian anak dan membentuk perilakuknya sesuai dengan gambaran yang dicita-citakannya. Pada masa ini, anak juga belajar menyatakan diri dan emosinya, mulai timbul rasa malu, takut, sedih, bermusuhan, bersalah bahkan iri dan cemburu. b. Perkembangan emosi peserta didik usia sekolah dasar Emosi memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan seseorang, oleh sebab itu, perlu kiranya untuk mengetahui bagaimana perkembangan dan dan pengaruh emosi terhadap penyesuaian pribadi dan sosial. Sulit untuk mempelajari emosi anak-anak, karena informasi tentang aspek emosi yang subjektif hanya dapat diperoleh dengan cara instropeksi, sedangkan anak-anak tidak dapat menggunakan cara tersebut dengan baik karena mereka masih berusia sangat muda. Pola-pola emosi yang terjadi pada masa anak-kanak adalah rasa takut, malu, canggung, khawatir, marah, cemburu, duka cita, keingintahuan, gembira dan kasih sayang. c. Perkembangan emosi peserta didik usia Remaja (SMP/SMA) Masa remaja atau masa adolensia merupakan masa peralihan atau masa transisi antara masa anak ke masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami perkembangan yang pesat mencapai kematangan fisik, sosial, dan emosi. Pada masa ini dipercaya merupakan masa yang sulit, baik bagi remaja sendiri maupun bagi keluarga dan lingkungannya. Perubahan-perubahan fisik yang dialami remaja juga menyebabkan adanya perubahan psikologis. Hurlock (1973: 17) disebut sebagai periode heightened emotionality, yaitu suatu keadaan dimana kondisi emosi tampak lebih tinggi atau tampak lebih intens dibandingkan dengan keadaan normal. Emosi yang tinggi dapat termanifestasikan dalam berbagai bentuk tingkah laku seperti bingung, emosi berkobar-kobar atau mudah meledak, bertengkar, tak bergairah, pemalas, membentuk mekanisme pertahanan diri. Emosi yang tinggi ini tidak berlangsung terus-menerus selama masa remaja. Dengan bertambahnya umur maka emosi yang tinggi akan mulai mereda atau menuju kondisi yang stabil. Masa remaja di anggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Biehler (1972) membagi cirri-ciri emosional remaja menjadi dua rentan usia, yaitu 12-15 tahun dan usia 15-18 tahun. Ciri-ciri emosional remaja berusia 12-15 tahun. 1) Pada usia ini siswa/anak cenderung banyak murung dan tidak dapat di terka. Sebagian kemurungan sebagai akibat dari perubahan-perubahan biologis dalam hubungannya dengan kematangan seksual dan sebagian karena kebingungannya dalam menghadapi apakah ia masih sebagai anak-anak atau sebagai orang dewasa.Hubungannya dengan kematangan seksual dan sebagian karena kebingungannya dalam menghadapi apakah ia masih sebagai anak-anak atau sebagai orang dewasa. 2) Siswa mungkin bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri. 3) Ledakan-ledakan kemarahan mungkin biasa terjadi. Hal ini seringkali terjadi sebagai akibat dari kombinasi ketegangan psikologis, ketidakstabilan biologis, dan kelelahan karena bekerja terlalu keras atau pola makan yang tidak tepat atau tidur yang tidak cukup. 4) Seorang remaja cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan membenarkan pendapatnya sendiri yang disebabkan kurangnya rasa percaya diri. 5) Siswa-siswa di SMP mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara lebih objektif dan mungkin terjadi marah apabila mereka ditipu dengan gaya guru yang bersikap serba tahu. Ciri-ciri emosional remaja 15-18 tahun 1) Pemberontakan remaja merupakan pernyataan-pernyataan / ekspresi dari perubahan yang universal dari masa kanak-kanak ke dewasa 2) Karena bertambahnya kebebasan mereka, banyak remaja yang mengalami konflik dengan orang tua mereka. 3) Siswa pada usia ini seringkali melamun, memikirkan masa depan mereka. Banyak di antara mereka terlalu tinggi menafsir kemampuan mereka sendiri dan merasa berpeluang besar untuk memasuki pekerjaan dan memegang jabatan tertentu 4. Metode Belajar Penunjang Perkembangan Emosi Terdapat beberapa metode belajar yang dapat menjadi penunjang perkembangan emosi, yaitu sebagai berikut. 1) Belajar dengan cara coba-coba Lebih umum digunakan pada masa kanak-kanak awal, dibandingkan sesudahnya. 2) Belajar dengan cara meniru Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati. 3) Belajar dengan cara mempersamakan diri Anak hanya menirukan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya. 4) Belajar melalui pengkondisian Dilakukan dengan cara asosiasi, setelah melewati masa kanak-kanak. Penggunaan metode ini semakin terbatas pada perkembangan masa suka dan tidak suka. 5) Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan, terbatas pada aspek reaksi. 5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukkan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung pada factor kematangan dan factor belajar (Hurlock, 1960: 266). Selain kedua hal tersebut, perkembangan emosi juga dipengaruhi oleh kondisi-kondisi kehidupan atau kultur. Dengan bertambahnya umur, menyebabkan terjadinya perubahan dalam ekspresi emosional. Bertambahnya pengetahuan dan pemanfaatan media masa atau keseluruhan latar belakang pengalaman, berpengaruh terhadap perubahan-perubahan emosional ini. Perkembangan emosional juga dapat dipengaruhi oleh adanya gangguan kecemasan, rasa takut dan factor-faktor eksternal yang seringkali tidak dikenal sebelumnya oleh anak yang sedang tumbuh. Namun sering kali juga adanya tindakan orang tua yang sering kali tidak dapat mempengaruhi perkembangan emosional anak. Misalnya sangat dimanjakan, terlalu banyak larangan karena terlalu mencintai anaknya. Akan tetapi sikap orang tua yang sangat keras, suka menekan dan selalu menghukum anak sekalipun anak membuat kesalahan sepele juga dapat mempengaruhi keseimbangan emosional anak. Pelakuan saudara serumah, orang lain yang sering kali bertemu dan bergaul juga memegang peranan penting pada perkembangan emosioanal anak. 6. Upaya Pengembangan Emosi Remaja dan Implikasinya dalam Penyelenggaraan Pendidikan Emosi remaja awal cenderung banyak melamun dan sulit diterka, cara yang dapat dilakukan guru adalah konsisten dalam pengelolaan kelas dan memperlakukan siswa seperti orang dewasa yang penuh tanggung jawab. Untuk mengatasi ledakan kemarahan kita dapat mengubah pokok pembicaraan dan memulai aktivitas baru. Cara yang paling baik untuk menghadapi pemberontakan para remaja adalah mencoba untuk mengerti mereka dan melakukan segala sesuatu yang dapat dilakukan untuk membantu siswa berhasil berprestasi dalam bidang yang diajarkan.