Anda di halaman 1dari 2

REGIONALISME DALAM ARSITEKTUR Regionalisme diperkirakan berkembang sekitar tahun 1960 (Jencks,

1977). Sebagai salah satu perkembangan arsitektur modern yang mempunyai perhatian besar pada ciri
kedaerahan, terutama tumbuh di negara berkembang. Adapun ciri kedaerahan yang dimaksud berkaitan
erat dengan budaya setempat, iklim dan teknologi pada saatnya (Ozkan, 1985). Selanjutnya Suha Ozkan
membagi regionalisme menjadi dua yaitu “concrete regionalism” dan “abstract regionalism”. “Concrete
regionalism” meliputi semua pendekatan kepada ekspresi daerah/ regional dengan mencontoh
kehebatannya, bagian-bagiannya atau seluruh bangunan di daerah tersebut. Apabila bangunan-
bangunan tadi sarat dengan nilai spiritual maupun perlambang yang sesuai, bangunan tersebut akan
lebih dapat diterima di dalam bentuknya yang baru dengan memperlihatkan nilai-nilai yang melekat
pada bentuk aslinya. Hal lain yang penting adalah mempertahankan kenyamanan pada bangunan baru,
ditunjang oleh kualitas bangunan lama. “Abstract regionalism”, hal yang utama adalah menggabung
unsur-unsur kualitas abstrak bangunan, misalnya massa, padat dan rongga, proporsi, rasa meruang,
penggunaan pencahayaan dan prinsip-pnnsip struktur dalam bentuk yang diolah kembali. Sangat
menarik adalah pernyataan William Curtis mengenai regionalisme. Dari pernyataannya terdapat
kemungkinan-kemungkinan yang apabila dikembangkan lebih lanjut akan dapat menjawab tantangan
Koentjaraningrat maupun persyaratan yang diajukan oleh Josef Prijotomo. Menurut William Curtis,
regionalisme diharapkan dapat menghasilkan bangunan yang bersifat abadi, melebur atau menyatukan
antara yang lama dan yang baru, antara regional dan universal. Dengan demikian maka yang menjadi ciri
utama regionalisme adalah menyatunya arsitektur tradisional dengan arsitektur modern. Keterkaitan
arsitektur masa lampau dan masa kini Untuk mendapatkan pengertian tentang keterkaitan antara
arsitektur masa lampau dan masa kini, kita dapat menampilkan beberapa contoh. Contoh-contoh dipilih
yang mempunyai konsep jelas dalam mengkaitkan antara arsitektur masa lampau dengan arsitektur
masa kini, dan diharapkan akan dapat memberi arahan yang jelas apabila kita membicarakan
regionalisme. KYOTO CONFERENCE HALL, arsitek Sachio Otani (Boyd, 1968) Contoh “Japan Style” yang
paling meyakinkan adalah Kyoto Conference Hall rancangan Sachio Otani. Sebuah kompleks yang luas
dengan danau, dalam sebuah taman yang terpisah oleh bukit dari jalan Kyoto. Sachio Otani
memenangkan sayembara ini di antara para peserta lain, para bintang arsitek Jepang. Yang memberikan
keseluruhan rancangan dalam kesatuan yaitu karakter Jepang yang luar biasa, melalui pilihan bentuk
trapezoidal. Setiap kolom muncul dari tanah atau danau, setiap dinding atau belustrade, baik di dalam
maupun di luar, membentuk sudut dua puluh dua derajat terhadap arah vertikal. KYOTO CONFERENCE
HALL Kadang-kadang dua dinding miring bertemu pada satu titik, mengingatkan bubungan kuil yang
curam. Kadang-kadang terbentuk V terbuka menjulang ke atas, mengingatkan perpotongan kasau
bernama “chigi” pada bagian atas kuil Ise. Sachio Otani menjelaskan alasan sebenarnya mengapa
memilih trapezoidal untuk mengatur potongan melintang bentuk bangunan : bagian bawah untuk
mewadahi kegaitan-kegiatan yang membutuhkan ruang lebar, sedangkan bagian atas untuk ruang yang
lebih sempit. sesuai dengan tuntutan bentuk auditorium, bagian bawah di mana banyak orang dituntut
ruang lebih lebar, sedangkan dinding yang tidak sejajar baik bagi akustik secara struktural dengan
adanya bentuk tersebut, dapat mengatur susunan letak lantai, melebar ke bawah atau menyempit ke
atas Bangunan tradisional yang mengilhami KYOTO CONFERENCE HALL RANCANGAN LOMBOK INTAN
LAGUNA HOTEL, arsitek Ridwan Tamtomo, Adishakti, Dwijanto. Bangunan hotel selalu ditantang untuk
menampilkan ciri tertentu. Ciri fisik merupakan salah satu ciri yang sangat dibutuhkan untuk sebuah
hotel, agar hotel menarik, mudah diingat dan mudah dikenal. Salah satu bangunan yang mempunyai ciri
khas di Lombok adalah lumbung padi tradisional yang bernama “alung”; bentuknya sangat unik,
sehingga mudah dikenal dan diingat. Lombok Intan Laguna Hotel di Lombok Pada Lombok Intan Laguna
Hotel, tiruan bentuk “alung” ditata berundak pada bangunan hotel yang mempunyai kemiringan. Hal ini
merupakan penggambaran “alung” yang berderet di sebuah bukit. Penambahan beberapa bagian atau
elemen“alung” di tempat-tempat lain, akan lebih memberi keutuhan rancangan secara keseluruhan.
Secara prinsip terjadi penempelan tiruan bangunan tradisional yang sangat khas pada bangunan
modern. NATIONAL OLYMPIC GAMES, TOKYO 1964, arsitek Kenzo Tange (Jencks, 1977) National Olympic
Games, Tokyo Dua bangunan berhadapan berada di atas panggung. Tiang-tiang beton sebagai
pemegang lengkung hiperbolik, mempunyai pengakhiran miring bergaya Jepang, menjadi suatu klise.
Lengkung yang lembut dan ekspresi struktural juga merupakan pertanda bangunan tradisional
Jepang. Lengkung atap bangunan tradisional mengilhami National Olympic Games DEKANAT F.N.G.
INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA, arsitek Ria Wikantari Dekanan F.N.G. ISI Yogyakarta Bangunan
dekanat merupakan pusat tiga studio, yaitu studio musik, studio tari dan studio karawitan. Bangunan ini
mengambil bentuk atap salah satu bangunan “tajug” yang memusat. Bangunan “tajug Mangkurat” yang
dipilih mempunyai tiga susun atap; atap puncak yang memusat disangga oleh empat “soko guru”
dengan “tumpangsari”. Sedangkan denahnya berupa bujur sangkar. Pada bangunan dekanat, atap terdiri
dari tiga susun yang terpisah. Atap puncak serupa dengan atap puncak bangunan “tajug Mangkurat”,
tetapi tidak disangga oleh empat “soko guru”. Empat tiang di bawah atap puncak dengan pengakhiran
“potongan tumpangsari” sebagai tempat lampu, bukan sebagai tiang penyangga. hanya sebagai
perlambang. Denah berasal dari bentuk bujur sangkar (seperti denah bangunan tajug Mangkurat),
kemudian dikurangi dikeempat sudutnya. Peng-gaya-an dari Arsitektur Tradisional ke dalam Arsitektur
Modern. Secara prinsip merupakan bangunan modern tetapi mempunyai ekspresi bangunan tradisional.
------------ Sumber : REGIONALISME dalam ARSITEKTUR INDONESIA, Ra. Wondoamiseno, Yayasan
Rupadatu, cetakan pertama, 1991

Cheap Offers: http://bit.ly/gadgets_cheap

Anda mungkin juga menyukai