Anda di halaman 1dari 6

Menurut Novialdi dan Asyari (2010:5); Karasutisna (2007:12); dan Lemonick

(2002:37) menyatakan penatalaksanaan pasien angina Ludwig terdiri dari tahapan


menjelang operasi, saat operasi, serta post operasi, antara lain:
2.8.1 Menjelang Operasi
a. Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan
operasi yang akan dijalani serta resiko komplikasi disertai dengan
tandatangan persetujuan dan permohonan dari penderita untuk
dilakukan operasi (Informed consent).
b. Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan operasi.
c. Penderita puasa minimal 6 jam sebelum operasi.
d. Antibiotika terapeutik, Cefazolin atau Clindamycin kombinasi dengan
Garamycin, dosis menyesuaikan untuk profilaksis.

2.8.2 Tahapan Operasi


a. Desinfeksi menggunakan betadine 10% atau hibitane alkohol 70%
1:1000 atau alkohol 70%, pada lapangan operasi.
b. Lapangan operasi dipersempit dengan menggunakan duk steril
(penderita diberi oksigenasi dengan masker atau nasal pronge), dan
lakukan komunikasi yang baik supaya penderita tidak gelisah dan
lebih kooperatif.
c. Pasien disuntikkan anestesi lokal di sekitar target operasi. Jika terpaksa
(penderita tidak kooperatif, maupun terdapat penyebaran infeksi yang
meluas), maka dilakukan dengan narkose (anastesi umum).
d. Irisan 1 jari dibawah mandibula sepanjang 6 cm. Arteri dan vena fasialis
diligasi di dua tempat dan dipotong diantaranya. Glandula
submandibula diretraksi kearah kaudal sehingga nampak muskulus
mylohyoid. Otot ini kemudian dipotong. Dengan klem bengkok
jaringan sublingual dibuka secara tumpul sehingga nanah yang
terkumpul disitu dapat mengalir keluar melalui luka insisi.
e. Lakukan kultur dan sensitifitas untuk kuman penyebabnya.
f. Dipasang drain hanschoen yang difiksasi pada kulit.
g. Trakeostomi dilakukan apabila penderita sesak nafas.

Gambar 2.9 Garis Insisi Drainase

Sumber : Karasutisna, 2007:12

2.8.3 Post Operasi


a. Infus RL/D5 sesuai kebutuhan cairan 60cc/kgBB/hari.
b. Injeksi antibiotika dilanjutkan sampai 5 hari.
c. Kumur-kumur dengan obat kumur antiseptik/oral highiene yang baik.
d. Latihan buka mulut supaya tidak trismus, atau supaya muskulus
mylohioid dan sekitarnya kontraksi sehingga pus “terpompa” keluar.
e. Rawat luka dengan kompres larutan garam faali (bukan betadine),
sehingga luka terjaga kebersihannya.
f. Evaluasi sumber infeksi (gigi) dan apakah ada diabetes mellitus.
g. Jangan lupa dianjurkan untuk berobat lanjutan sumber infeksinya.
h. Pasien diinstruksikan kontrol tiap 3 hari sampai infeksi sembuh.
Komplikasi pembedahan Phlegmon yang sering terjadi antara lain
sebagai berikut :
 mediastinitis,
 trismus,
 fistel,
 sepsis, dan
 mortalitas tinggi bila terjadi mediastinitis/sepsis.
(http://bedahunmuh.wordpress.com/category/teknik-operasi-phlegmon)

Gambar 2.10 Kondisi pasien post-trakeostomi namun masih membutuhkan drainase


abses. Tampak depan dan samping menunjukkan pembengkakkan
submandibular dan sublingual.

Sumber : Karasutisna, 2007:13

Gambar 2.11 Kondisi pasien 3 hari post-operasi, memperlihatkan drainase submandibula


bilateral dan occluded tracheostomy tube.

Sumber : Karasutisna, 2007:13


Suppotive Care, seperti istirahat dan nutrisi yang cukup, pemberian
analgesik & antiinflamasi (analgesik-antiinflamasi nonsteroid seperti Diklofenak
(50 mg/8 jam) atau Ibuprofen (400-600 mg/8 jam) dan jika Kortikosteroid
diberikan, perlu ditambahkan analgesik murni, seperti Paracetamol antiinflamasi
diberikan dalam (650 mg/4-6 jam) dan/atau Opioid rendah seperti Kodein (30
mg/6 jam), pemberian aplikasi panas eksternal (kompres panas) maupun per oral
(melalui obat kumur saline) dapat memicu timbulnya pernanahan (Karasutisna,
2007:13; Novialdi dan Asyari (2010:5).

2.8 Komplikasi
Angina Ludwig merupakan selulitis bilateral dari ruang submandibular
yang terdiri dari dua ruang yaitu ruang sublingual dan ruang submaksilar.
Secara klinis, kedua ruang ini berfungsi sebagai satu kesatuan karena adanya
hubungan bebas serta kesamaan dalam tanda dan gejala klinis. Celah
buccopharingeal, yang dibentuk oleh m. styloglossus melalui m. constrictor
media dan superior, merupakan penghubung antara ruang submandibular
dengan ruang pharingeal lateral. Infeksi Angina Ludwig dapat menyebar
secara langsung melalui celah buccopharingeal ini ke ruang pharingeal
lateral, di mana selulitis akan dengan cepat menjadi berbahaya serta
menimbulkan obstruksi jalan napas yang berat (Ugboko et al, 2005:21;
Raharjo, 2008:34).
Akibat barrier anatomik yang tidak dibatasi, infeksi dapat menyebar
secara mudah ke jaringan leher, ruang fascia retropharingeal, bahkan hingga
mediastinum dan ruang subphrenik. Selain gejala obstruksi jalan napas yang
dapat terjadi tiba-tiba, komplikasi dari Angina Ludwig dapat berupa
trombosis sinus kavernosus, aspirasi dari sekret yang terinfeksi, dan
pembentukan abses subphrenik. Komplikasi lebih lanjut yang telah
dilaporkan meliputi sepsis, mediastinitis, efusi perikardial/pleura, empiema,
infeksi dari carotid sheath yang mengakibatkan ruptur a. carotis, dan
thrombophlebitis supuratif dari v. jugularis interna (Lemonick, 2002:35;
Sharma, 2011:5;dan Ugboko et al, 2005:21).
2.9 Pencegahan
Raharjo (2008:35) menyatakan, “pencegahan dapat dilakukan dengan
pemeriksaan gigi ke dokter secara rutin dan teratur. Penanganan infeksi gigi
dan mulut yang tepat dapat mencegah kondisi yang akan meningkatkan
terjadinya Angina Ludwig”.
2.10 Prognosis
Lemonick, 2002:37; dan Raharjo,2008:35 menyatakan bahwa
prognosis Angina Ludwig tergantung pada kecepatan proteksi jalan napas
untuk mencegah asfiksia, medikasi infeksi dengan antibiotik, serta
pengurangan radang. Jika tidak diobati dapat menyusup ke ruang faring
dengan atau tanpa tanda-tanda luar, menjalar ke bawah dari belakang
esofagus menuju ke mediastinum posterior, septikemia, perdarahan, edema,
ruptur, dan aspirasi. Angina Ludwig dapat berakibat fatal karena
membahayakan jiwa. Sekitar 45% – 65% penderita memerlukan insisi dan
drainase pada area yang terinfeksi, disertai dengan pemberian antibiotik
untuk memperoleh hasil pengobatan yang lengkap. Selain itu, 35% dari
individu yang terinfeksi memerlukan intubasi dan trakeostomi.
Kematian pada era preantibiotik adalah sekitar 50%. Namun dengan
diagnosis dini, perlindungan jalan nafas yang segera ditangani, pemberian
antibiotik intravena yang adekuat serta penanganan dalam ICU, penyakit ini
dapat sembuh tanpa mengakibatkan komplikasi. Begitu pula angka
mortalitas dapat menurun hingga kurang dari 5% (Karasutisna, 2007:13;
Raharjo, 2008:35).
Tambahan dapus ku
Novialdi dan Asyari. 2010. Penatalaksanaan Abses Submandibula dengan
Penyulit Uremia dan Infark Miokardium Lama. Padang: Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas Padang.

Raharjo. 2008. “Penatalaksanaan Angina Ludwig”. J.Majalah Kedokteran dan


Farmasi No.1 Vol.21, Januari-Maret 2008 ISSN 0215-7551. Jakarta.

Raharjo. 2008. “Abses Leher Dalam sebagai Komplikasi Infeksi Odontogenik ”.


J.Majalah Kedokteran dan Farmasi No.1 Vol.21, Januari-Maret 2008
ISSN 0215-7551. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai