Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN

GANGGUAN KONSEP DIRI (HDR)

Disusun Oleh :

1. Niken Aini Rohmah


2. Lisa Yunita
3. Retno Yulis
4. Romi Nurdiansyah
5. Hamdi
6. Riski Dwi Wahyudi
7. Riky Andria
Semester 5B

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

“INSAN CENDEKIA MEDIKA“

JOMBANG

201

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul ”ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KONSEP DIRI (HDR)”
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Adapun tujuan kami menyusun makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Jiwa yang dibimbing oleh Bp.Ahmad Rifa’i, S.Kep.,Ns.

Saya menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk
kesempurnaan makalah ini.

Jombang, Oktober 2011

Penyusun

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Setiap orang yang sehat secara rohani, baik secara sadar maupun tidak sadar sebenarnya
telah memiliki sebuah harga diri. Namun begitu, belum semua memahami tentang makna
dari harga diri itu sendiri. Menurut kutipan dari wikipedia, harga diri adalah pandangan
keseluruhan dari individu tentang dirinya sendiri.

Penghargaan diri juga kadang dinamakan martabat diri atau gambaran diri. Sedangkan
menurut stuart dan sundeen menyatakan bahwa, harga diri adalah penilaian individu
terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal
dirinya. Dapat juga diartikan bahwa menggambarkan sejauh mana individu tersebut
menilai dirinya sebagai orang yang memeiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan
kompeten.Sebagai misal, anak dengan penghargaan diri yang tinggi mungkin tidak hanya
memandang dirinya sebagai seseorang, tetapi juga sebagai seseorang yang baik.

Jika melihat definisi diatas, maka sebuah harga diri dapat bersifat sangat subyektif sekali,
hal ini bisa bisa kita lihat perilaku sehari-hari manusia, mungkin diantaranya adalah kita
pernah menyatakan bahwa “saya masih punya harga diri”. Hal inilah yang terkadang
menjadikan sebuah “harga diri” menunjukkan karakter seseorang. Keduanya sangat
berkaitan erat, hal ini tentunya bisa dilihat dari definisi dari karakter itu sendiri, yaitu
karakter merupakan cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu
untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan
siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.

Seberapa besar harga diri seseorang akan dapat ditentukan seberapa besar seseorang
seseorang dapat berbuat dan seberapa besar mereka dapat mempertanggungjawabkan
perbuatannya. Harga diri seorang presiden misalnya, maka akan dapat ditentukan
seberapa besar presiden tersebut dapat berbuat untuk bangsa dan negaranya serta
bagaimana presiden tersebut mempertanggungjawabkan atas perbuatannya
(kepemimpinannya) itu. Begitu juga harga diri seorang laki-laki misalnya sebagai seorang
ayah dari anak-anaknya atau sebagai seorang suami terhadap istrinya. Maka harga dirinya

4
adalah bagaimana dapat berbuat dan mempertanggungjawabkan sebagai sehorang kepala
keluarga.

Seseorang menyebut “saya masih punya harga diri”, tidak semata-mata diukur secara
pribadi yang bersifat subyektif, tetapi tentunya perlu tolok ukur yang lebih obyektif yaitu
diperlukan orang lain yang telah mengenal pribadi orang yang bersangkutan. Sehingga
apabila orang lain yang mengenal baik dalam pergaulan maupun pekerjaan melakukan
penilaian misalnya “dia masih punya harga diri” atau bahkan ada orang lain yang
mengumpat dengan sumpah serapah “dasar orang tidak punya harga diri” artinya bahwa
penilaian orang lain akan lebih obyektif dibanding jika melakukan penilaian diri terhadap
diri sendiri.

Secara umum menyebut harga diri artinya harga diri yang memiliki tolok ukur tertentu,
misalnya harga diri saja untuk menyebut yang memiliki perilaku yang baik atau berharga
dan dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan harga diri yang rendah adalah menolak
dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak bertanggungjawab atas kehidupannya
sendiri. Jika individu sering gagal maka cenderung menyebut sebagai harga diri yang
rendah. Disebut Harga diri rendah jika seseorang kehilangan kasih sayang dan
penghargaan atas orang lain. Sehingga harga diri dapat diperoleh dari diri sendiri dan
orang lain, aspek utama adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang lain.
Gangguan harga diri rendah menurut sebuah studi di gambarkan sebagai perasaan yang
negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa
gagal mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas, destruktif
yang diarahkan pada orang lain, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung dan menarik
diri secara sosial.

1.2 RumusanMasalah
a. Apa masalah utama harga diri rendah ?
b. Apa definisi harga diri rendah?
c. Bagaimana etiologi harga diri rendah ?
d. Apa manifestasi klinik harga diri rendah ?
e. Apa akibat dari harga diri rendah?

5
f. Bagaimana patofisiologi harga diri rendah ?
g. Bagaimana asuhan keperawatan harga diri rendah?
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami apa itu harga diri rendah.
2. Tujuan Khusus
 Mengetahui masalah utama harga diri rendah
 Mengetahui definisi harga diri rendah
 Mengetahui etiologi harga diri rendah
 Mengetahui manifestasi klinik harga diri rendah
 Mengetahui akibat harga diri rendah
 Mengetahui patofisiologi harga diri rendah
 Mengetahui asuhan keperawatan harga diri rendah

BAB II

6
TINJAUAN PUSTAKA

1. Masalah utama

Gangguan konsep diri : harga diri rendah

2. Definisi

Harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal dirinya. Dapat diartikan bahwa
harga diri menggambarkan sejauhmana individu tersebut menilai dirinya sebagai
orang yang memeiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten. (Stuart dan
Sundeen 1991)

Pendapat ini menerangkan bahwa harga diri merupakan penilaian individu


terhadap kehormatan dirinya, yang diekspresikan melalui sikap terhadap dirinya
(Akhmad Sudrajad)

Sementara itu, Buss (1973) memberikan pengertian harga diri sebagai


penilaian individu terhadap dirinya sendiri, yang sifatnya implisit dan tidak
diverbalisasikan.

Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung
diekspresikan ( Townsend, 1998 ).

Gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diri dan
kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung. (Menurut
Schult & Videbeck, 1998 )

Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap
diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai
keinginan. (Budi Ana Keliat, 1999).

Harga diri rendah adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 1998 :
227).

7
Pendapat senada dikemukan oleh Carpenito, L.J (1998:352) bahwa harga diri
rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang negatif
mengenai diri atau kemampuan diri.

Gangguan konsep diri adalah suatu keadaan negatif dari perubahan mengenai
perasaan, pikiran atau pandangan tentang dirinya sendiri yang negatif.
(Carpenito,2004,hal. 883).

Konsep diri terdiri atas lima komponen yaitu gambaran diri, ideal diri, peran diri,
identitas diri, dan harga diri (Sunaryo, 2004,hal. 33).

Harga diri rendah dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri
termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri rendah dapat terjadi secara
situasional ( trauma ) atau kronis ( negatif self evaluasi yang telahberlangsung lama ).
Dan dapat di ekspresikan secara langsung atau tidak langsung (nyata atau tidak
nyata). Stuart dan Sundeen, 2006; hal. 228).

Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Pencapaian ideal diri
atau cita – cita atau harapan langsung menghasilkan perasaan bahagia. (Keliat, 2005).

3. Etiologi

A. Faktor Predisposisi

1. Faktor yang mempengaruhi harga diri.

Saat ia tumbuh lebih dewasa, anak tidak didorong untuk menjadi mandiri, berpikir
untuk dirinya sendiri, dan bertanggung jawab atas kebutuhan sendiri. Kontrol
berlebihan dan rasa memiliki yang berlebihan yang dilakukan oleh orang tua dapat
menciptakan rasa tidak penting dan kurangnya harga diri pada anak. Orangtua
membuat anak-anak menjadi tidak masuk akal, mengkritik keras, dan hukuman.

Tindakan orang tua yang berlebihan tersebut dapat menyebabkan frustasi awal,
kalah, dan rasa yang merusak dari ketidak mampuan dan rendah diri. Faktor lain
dalam menciptakan perasaan seperti itu mungkin putus asa, rendah diri, atau peniruan
yang sangat jelas terlihat dari saudara atau orangtua. Kegagalan dapat menghancurkan

8
harga diri, dalam hal ini dia gagal dalam dirinya sendiri, tidak menghasilkan rasa tidak
berdaya, kegagalan yang mendalam sebagai bukti pribadi yang tidak kompeten.

Ideal diri tidak realistik merupakan salah satu penyebab rendahnya harga
diri.Individu yang tidak mengerti maksud dan tujuan dalam hidup gagal untuk
menerima tanggung jawab diri sendiri dan gagal untuk mengembangkan potensi yang
dimilki. Dia menolak dirinya bebas berekspresi, termasuk kebenaran untuk kesalahan
dan kegagalan, menjadi tidak sabaran, keras, dan menuntut diri. Dia mengatur standar
yang tidak dapat ditemukan. Kesadaran dan pengamatan diri berpaling kepada
penghinaan diri dan kekalahan diri. Hasil ini lebih lanjut dalam hilangnya
kepercayaan diri.

2. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran

Peran yang sesuai dengan jenis kelamin sejak dulu sudah diterima oleh
masyarakat, misalnya wanita dianggap kurang mampu, kurang mandiri , kurang
objektif, dan kurang rasional dibandingkan pria. Pria dianggap kurang sensitive,
kurang hangat, kurang ekpresif dibanding wanita. Sesuai dengan standar tersebut, jika
wanita atau pria berperan tidak seperti lazimnya maka akan menimbulkan konflik
didalam diri mapun hubungan sosial. Misalnya wanita yang secara tradisional harus
tinggal dirumah saja, jika ia mulai keluar rumah untuk mulai sekolah atau bekerja
akan menimbulkan masalah. Konflik peran dan peran yang tidak sesuai muncul dari
faktor biologis dan harapan masyarakat terhadap wanita atau pria.

3. Faktor yang mempengaruhi identitas diri

Intervensi orangtua terus-menerus dapat mengganggu pilihan remaja. Orang tua


yang selalu curiga pada anak menyebakan kurang percaya diri pada anak. Anak akan
ragu apakah yang dia pilih tepat, jika tidak sesuai dengan keinginan orang tua maka
timbul rasa bersalah. Ini juga dapat merendahkan pendapat anak dan mengarah pada
keraguan, impulsif, dan bertindak keluar dalam upaya untuk mencapai beberapa
identitas. Teman sebayanya merupkan faktor lain yang mempengaruhi identitas.
Remaja ingin diterima, dibutuhkan, diingikan, dan dimilki oleh kelompoknya.

B. Faktor Presipitasi

9
1. Trauma

Masalah khusus tentang konsep diri disebabakan oleh setiap situasi dimana
individu tidak mampu menyesuaikan. Situasi dapat mempengaruhi konsep diri dan
komponennya. Situasi dan stressor yang dapat mempengaruhi gambaran diri dan
hilangnya bagian badan, tindakan operasi, proses patologi penyakit, perubahan
struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang, dan prosedur tindakan dan
pengobatan.
2. Ketegangan peran
Ketegangan peran adalah stres yang berhubungan dengan frustasi yang dialami
individu dalam peran.
a. Transisi perkembangan

Transisi perkembangan adalah perubahan normatif berhubungan dengan


pertumbuhan. Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas.
Setiap tahap perkembangan harus dilakukan inidividu dengan menyelesaikan tugas
perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini dapat merupakan stressor bagi konsep diri.
b. Transisi situasi

Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan. Transisi situasi merupakan


bertambah atau berkurangnya orang yang penting dalam kehidupan individu melalui
kelahiran atau kematian orang yang berarti, misalnya status sendiri menjadi berdua
atau menjadi orang tua.
c. Transisi sehat sakit

Transisi sehat sakit berkembang berubah dari tahap sehat ke tahap sakit. Beberapa
stressor pada tubuh dapat menyebabakan gangguan gambaran diri dan berakibat
perubahan konsep diri. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen
konsep diri yaitu gambaran diri, peran ,dan harga diri.

Masalah konsep diri dapat dicetuskan oleh faktor psikologis, sossiologis, atau
fisiologis, namun yang lebih penting adalah persepsi klien terhadap ancaman.
perilaku.

4. Manifestasi klinik

10
a. Rasa bersalah

b. Adanya penolakan

c. Marah, sedih dan menangis

d. Perubahan pola makan, tidur, mimpi, konsentrasi dan aktivitas

e. Mengungkapkan tidak berdaya

5. Akibat harga diri rendah

Harga diri rendah dapat beresiko terjadinya isolasi sosial : menarik diri.
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins,1993).

Tanda dan gejala :

 Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul


 Menghindar dari orang lain (menyendiri)

 Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap


dengan klien lain/perawat

 Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk

 Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas

 Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan


percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap

 Tidak/ jarang melakukan kegiatan sehari-hari.

(Budi Anna Keliat, 1998)

11
6. Pohon masalah

Resiko perilaku kekerasan

Gangguan persepsi halusinasi

Isolasi sosial menarik diri

HDR

Ideal dalam tidak realistic Gangguan citra tubuh

7. Asuhan keperawatan

A. Pengkajian

1) Identifikasi klien
 Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan
klien tentang: Nama klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan, waktu
pertemuan, topik pembicaraan.
 Keluhan utama / alasan masuk
Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah dan perkembangan yang dicapai.
 Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan
jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan
tindakan kriminal.
2) Psikologis
 Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
psikologis dari klien.
3) Biologis
 Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan dan
perkembangan individu pada prenatal, neonatus dan anak-anak.
4) Sosial Budaya

12
 Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan,
kerawanan), kehidupan yang terisolasi serta stress yang menumpuk.
5) Aspek fisik / biologis
 Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi, suhu,
pernafasan. Ukur tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi
organ kalau ada keluhan.
6) Aspek psikososial
a) Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang dapat
menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang terkait
dengan komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
b) Konsep diri
 Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian yang
disukai dan tidak disukai.
 Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien
terhadap status dan posisinya dan kepuasan klien sebagai laki-laki /
perempuan.
 Peran: tugas yang diemban dalam keluarga / kelompok dan masyarakat
dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas tersebut.
 Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan dan
penyakitnya.
 Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan
penghargaan orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi
pengungkapan kekecewaan terhadap dirinya sebagai wujud harga diri
rendah.
c) Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok yang diikuti dalam masyarakat.
d) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
7) Status mental
 Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas
motorik klien, alam perasaan klien (sedih, takut, khawatir), afek klien,
interaksi selama wawancara, persepsi klien, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentasi dan berhitung, kemampuan
penilaian dan daya tilik diri.
8) Kebutuhan persiapan pulang
 Kemampuan makan klien, klien mampu menyiapkan dan membersihkan
alat makan.
 Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC
serta membersihkan dan merapikan pakaian.
 Mandi klien dengan cara berpakaian, observasi kebersihan tubuh klien.

13
 Istirahat dan tidur klien, aktivitas di dalam dan di luar rumah.
 Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan setelah
minum obat.
9) Masalah psikososial dan lingkungan
 Dari data keluarga atau klien mengenai masalah yang dimiliki klien.
10) Pengetahuan
 Data didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap bagian
yang dimiliki klien disimpulkan dalam masalah.
11) Aspek medik
 Terapi yang diterima oleh klien: ECT, terapi antara lain seperti terapi
psikomotor, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi
okupasi, terapi lingkungan. Rehabilitasi sebagai suatu refungsionalisasi
dan perkembangan klien supaya dapat melaksanakan sosialisasi secara
wajar dalam kehidupan bermasyarakat.
12) Aktivitas dan istirahat
 Gangguan tidur, bangun lebih awal, insomnia, dan hiperaktivitas.
13) Higiene
 Kebersihan personal kurang, terlihat kusut/ tidak terpelihara.
14) Integritas ego
 Dapat timbul dengan ansietas berat, ketidakmampuan untuk rileks,
kesulitan yang dibesar-besarkan, mudah agitasi.
 Mengekspresikan persaaan tidak adekuat, perasaan tidak berharga, kurang
diterima, dan kurang percaya pada orang lain. Menunjukkan kesulitan
koping terhadap stres, menggunakan mekanisme koping yang tidak
sesuai.
15) Neurosensori
 Mengalami emosi dan perilaku abnormal dengan sistem
keyakinan/ketakutan bahwa diri ataupun orang terdekat berada dalam
bahaya karena diracuni atau diinfeksi, mempunyai penyakit, merasa
tertipu oleh pasangan individu, dicurangi oleh orang lain, dicintai atau
mencintai dari jarak jauh.
16) Keamanan
 Dapat menimbulkan prilaku berbahaya/menyerang
17) Interaksi sosial
 Kerusakan bermakna dalam fungsi sosial/perkawinan
 Umumnya bermasalah dengan hukum.

1. Masalah dan Data yang Perlu Dikaji

14
Masalah
No Data Subyektif Data Obyektif
Keperawatan

 Mengungkapkan tidak  Ekspresi wajah kosong


1 Isolasi sosial :
berdaya dan tidak ingin
menarik diri  Tidak ada kontak mata
hidup lagi
ketika diajak bicara
 Mengungkapkan
 Suara pelan dan tidak
enggan berbicara
jelas
dengan orang lain

 Klien malu bertemu


dan berhadapan
dengan orang lain

 Mengungkapkan ingin  Merusak diri sendiri


2 Gangguan
diakui jati dirinya
konsep diri :  Merusak orang lain
harga diri  Mengungkapkan tidak
 Menarik diri dari
rendah ada lagi yang peduli
hubungan sosial
 Mengungkapkan tidak
 Tampak mudah
bisa apa-apa
tersinggung
 Mengungkapkan
 Tidak mau makan dan
dirinya tidak berguna
tidak tidur
 Mengkritik diri sendiri
 Perasaan malu

 Tidak nyaman jika jadi


pusat perhatian

 Mengungkapkan tidak  Ekspresi wajah sedih


3 Berduka
berdaya dan tidak ingin

15
hidup lagi  Tidak ada kontak mata
disfungsional
ketika diajak bicara
 Mengungkapkan sedih
karena tidak naik kelas  Suara pelan dan tidak
jelas
 Klien malu bertemu
dan berhadapan  Tampak menangis
dengan orang lain
karena diceraikan
suaminya

 Dan lain – lain…

2. Diagnosa Keperawatan

1. Isolasi sosial menarik diri

2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

3. Gangguan sensori persepsi halusinasi

Diagnosa 1: Isolasi sosial menarik diri

1. Tujuan umum :

Klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri rendah/klien akan meningkat harga
dirinya.

2. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

16
Tindakan :

1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan


tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas
(waktu, tempat dan topik pembicaraan)
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya

3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien

4. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang


dimiliki

Tindakan :

1. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat Diskusikan kemampuan dan


aspek positif yang dimiliki
2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi
pujian yang realistis

3. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.

Tindakan :

1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki


2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah

4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan


kemampuan yang dimiliki

Tindakan :

1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemempuan.

17
2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien

3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan

Tindakan :

1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan


2. Beri pujian atas keberhasilan klien

3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada

Tindakan :

1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat


klien.
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.

3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

4. Fokus intervensi

Pasien
SP 1

1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien


2. Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih digunakan

3. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan
pasien

4. Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih

18
5. Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien

6. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP 2

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

2. Melatih kemampuan kedua

3. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

Keluarga
SP 1

1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien


2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah yang dialami pasien
beserta proses terjadinya

3. Menjelaskan cara - cara merawat pasien harga diri rendah

SP 2

1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan harga diri rendah
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien harga diri rendah

SP 3

1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat


(discharge planning)

2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pendapat-pendapat di atas dapat dibuat kesimpulan, harga diri rendah
adalah suatu perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya kepercayaan diri, dan
gagal mencapai tujuan yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung,
penurunan harga diri ini dapat bersifat situasional maupun kronis atau menahun
3.2 Saran
Sebelum melakukan tindakan keperawatan, tenaga kesehatan harus
mengetahui terlebih dahulu tentang gangguan konsep diri.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang : RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003
2. Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary practice. Philadelphia :
Lipincott-Raven Publisher. 1998

3. Keliat BA. Proses kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC. 1999

4. Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC. 1998

5. Tim Direktorat Keswa. Standar asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1.


Bandung : RSJP Bandung. 2000

21

Anda mungkin juga menyukai