Anda di halaman 1dari 7

Terapy hipertensi

Tujuan Pengobatan: Tujuan keseluruhan adalah mengurangi morbiditas dan mortalitas


dengan cara yang paling tidak mengganggu. Pedoman JNC7 merekomendasikan tujuan BP
kurang dari 140/90 mmHg untuk kebanyakan pasien, kurang dari 140/80 mmHg untuk pasien
diabetes mellitus, dan kurang dari 130/80 mmHg untuk pasien dengan CKD yang memiliki
albuminuria persisten (> 30 mg urin ekskresi albumin per 24 jam).

Terapi farmakologi:
Enzim Inhibitor Pengubah Angiotensin

1. ACE inhibitor adalah first line, dan jika bukan agen pertama yang digunakan, mereka
harus dijadikan agen kedua yang di berikan.
2. ACE inhibitor memblok konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, yangmana
merupakan vasokonstriktor yang kuat, dan stimulator sekresi aldosteron. ACE
inhibitor juga menghalangi degradasi bradikinin dan merangsang sintesis zat
vasodilatasi lainnya, termasuk prostaglandin E2 dan prostasiklin.
3. initial dose harus dari rendah dengan titrasi dosis lambat. Hipotensi akut bisa terjadi
Pada awal terapi, terutama pada pasien yang mengalami sodium atau hipovolumia,
pada eksaserbasi HF, sangat tua, atau pada vasodilator bersamaan atau diuretik.
Pemberian dosis untuk karakteristik pada pasien diatas, dengan setengah dosis normal
diikuti dengan titrasi dosis lambat.
4. ACE inhibitor menurunkan aldosteron dan dapat meningkatkan konsentrasi serum
kalium. Hiperkalemia terjadi terutama pada pasien dengan CKD atau yang juga
mengkonsumsi potasium suplemen, diuretik potasium hemat, ARB, atau penghambat
renin langsung.
5. Gagal ginjal akut adalah efek samping serius yang jarang terjadi; penyakit ginjal yang
sudah ada sebelumnya meningkatkan risiko Stenosis arteri renal bilateral atau stenosis
unilateral dari soliter fungsi ginjal membuat pasien bergantung pada efek
vasokonstriksi angiotensin II pada arteriol eferen, membuat pasien ini sangat rentan
gagal ginjal akut
6. GFR menurun pada pasien yang menerima ACE inhibitor karena inhibisi angiotensin
II vasokonstriksi pada arteriol eferen. Serum kreatinin mengalami kenaikan, tapi
elevasi (misalnya peningkatan absolut <1 mg / dL [88 μmol / L]) tidak selalu
dilakukan perubahan terapi. Penghentian terapi atau kurangi dosis jika terjadi
kenaikan lebih besar.
7. Angioedema terjadi pada kurang dari 1% pasien. Penarikan obat diperlukan, dan
beberapa pasien mungkin memerlukan perawatan obat dan / atau intubasi segera.
ARB bisa umumnya digunakan pada pasien dengan riwayat angioedema akibat
inhibitor ACE, dengan pemantauan yang cermat
8. Batuk kering yang terus-menerus terjadi pada 20% pasien dan diperkirakan
disebabkan oleh penghambatan kerusakan bradikinin.
9. Penghambat ACE (serta ARB dan inhibitor renin langsung) dikontraindikasikan pada
kehamilan.

Diuretik

1. Secara akut, menurunkan TD dengan menyebabkan diuresis. Penurunan volume


plasma dan yang juga menurunkan curah jantung. Penurunan curah jantung
menyebabkan peningkatan kompensasi pada tahanan vaskular perifer. Dengan terapi
jangka panjang, volume cairan ekstraselular dan volume plasma kembali mendekati
tingkat pre treatment, dan resistensi pembuluh darah perifer turun di bawah garis
dasar. Penurunan tahanan pembuluh darah perifer dapat mengakibatkan efek
hipotensi jangka panjang.
2. Diuretik thiazide adalah jenis diuretik pilihan untuk kebanyakan pasien hipertensi.
Mereka memobilisasi sodium dan air dari dinding arteriolar, yang dapat
menyebabkannya penurunan resistensi vaskular perifer dan menurunkan BP.
3. Bila diuretik dikombinasikan dengan agen antihipertensi lainnya, efek hipotensi aditif
biasanya diamati karena adanya mekanisme aksi yang independen. Selanjutnya,
banyak agen antihipertensi nondiuretik menginduksi natrium dan rentensi air, yang
terjadi saat penggunaan diuretik secara bersamaan.
4. Efek samping thiazides meliputi hipokalemia, hypomagnesemia, hypercalcemia,
hiperurisemia, hiperglikemia, dislipidemia, dan disfungsi seksual.
5. Hipokalemia dan hypomagnesemia dapat menyebabkan aritmia jantung, terutama di
pasien yang menerima digoxin, pasien dengan LV hypertrophy, dan mereka yang
menderita iskemik penyakit jantung. Terapi dosis rendah (misalnya 25 mg
hydrochlorothiazide atau 12,5 mg chlorthalidone setiap hari) menyebabkan gangguan
elektrolit ringan.
β-blocker

1. Β bloker hanya dianggap sebagai agen lini pertama yang tepat untuk mengobati
indikasi kuat tertentu (misalnya, post-MI [infark miokard], penyakit arteri koroner).
Mekanisme hipotensi β-blocker melibatkan penurunan curah jantung melalui efek
chronotropik dan inotropik yang negatif pada jantung dan penghambatan pelepasan
renin dari ginjal.
2. Atenolol, betaxolol, bisoprolol, dan metoprolol bersifat kardioselektif pada dosis
rendah dan mengikat lebih resisten terhadap β1-reseptor daripada reseptor
β2,Akibatnya mereka cenderung tidak menyebabkan bronkospasme dan
vasokonstriksi dan mungkin lebih aman daripada bloker nonselektif pada pasien
asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), diabetes, dan penyakit arteri perifer
(PAD). Efek Kardioselectif bergantung pada dosis, efek kardioselektif akan hilang
pada dosis tinggi.
3. Acebutolol, carteolol, penbutolol, dan pindolol memiliki aktivitas sympathomimetic
intrinsik (ISA) atau aktivitas agonis reseptor β-parsial. Bila denyut simpatik rendah,
seperti pada keadaan istirahat, sebagianreseptor β terangsang, sehingga terjadi resting
denyut jantung, curah jantung, dan aliran darah perifer tidak berkurang saat reseptor
terhambat. Secara teoritis, obat ini mungkin memiliki kelebihan pada pasien dengan
HF atau sinus bradikardia. Sayangnya, mereka tidak mengurangi kejadian CV dan
juga β-blocker lainnya dan dapat meningkatkan risiko setelah MI atau pada mereka
dengan risiko penyakit koroner tinggi. Dengan demikian, agen dengan ISA jarang
dibutuhkan.
4. Atenolol dan nadolol memiliki waktu paruh yang relatif lebih lama dan diekskresikan
secara perlahan; Dosis mungkin perlu dikurangi pada pasien dengan insufisiensi
ginjal. Meskipun waktu paruh penghambat β-lain lebih pendek, pemberian sekali
sehari masih efektif.
5. Efek samping pada miokard meliputi bradikardia, kelainan konduksi AV, dan HF
akut. Pemblokiranreseptor β2 pada otot polos arteriolar dapat menyebabkan tangan
dan kaki dingin dan memperburuk PAD atau Raynaud karena penurunan aliran darah
perifer. Peningkatan lipid dan glukosa serum penting secara klinis.
6. Menghentikan terapi β-blocker secara tiba-tiba dapat menyebabkan angina tidak
stabil, MI, atau bahkan kematian pada pasien dengan penyakit koroner. Pada pasien
tanpa penyakit jantung, penghentian beta-blocker secara tiba-tiba dapat menyebabkan
takikardia, berkeringat, dan malaise disamping peningkatan BP. Untuk alasan ini,
dosis harus diturunkan secara bertahap selama 1 sampai 2 minggu sebelum
penghentian.
Bilamana keluhan nyeri dada pada kasus ini berhubungan dengan gangguan system jantung
seperti halnya angina, maka kombinasi antihipertensi captopril (ACE inhibitor), HCTz
(diuretik tiazid), dan bisoprolol (β-bloker kardioselektif) relative merupakan pilihan yang
tepat. Kombinasi tersebut sebagaimana disarankan oleh JNC7.

Hubungan antara BP dan risiko kejadian CVD adalah terus menerus, konsisten, dan terlepas
dari faktor risiko lainnya. Semakin tinggi BP, semakin besar pula kemungkinan serangan
jantung, gagal jantung, stroke, dan penyakit ginjal. Untuk individu

Terapi non farmakologi:


1. Modifikasi Gaya hidup: (1) Menurunan berat badan jika kelebihan berat badan,
(2menyarankan pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension)yaitu
diet yang kaya dengan buah, sayur, dan produk susu redah lemak(3) pembatasan diet
sodium sampai 1,5 g / hari (3,8 g / hari natrium klorida) , (4) aktivitas fisik aerobik
reguler, (5) membatasi atau mengentikan asupan alkohol, dan (6) berhenti merokok.
2. Modifikasi gaya hidup saja cukup untuk kebanyakan pasien dengan prehipertensi
namun tidak cukup untuk pasien dengan hipertensi dan faktor risiko CV tambahan
atau kerusakan organ target yang terkait dengan hipertensi.

Tamabahan

Peresepan vitamin B1, kemungkinan berhubungan dengan penanganan keluhan tremor


dan salah satu efek obat (bisoprolol).
Meloksikam diberikan untuk mengobati rasa nyeri. Meloksikam merupakan salah satu
anti inflamasi nonsteroid yang relative selektif pada COX-2. Sehingga obat ini relative aman
terhadap lambung. Namun harus diwaspadai efeknya terhadap ginjal.
DRP
Overdose
pada pemberian meloxicam ditemukan bahwa peresepan meloxicam over dose Pada kasus
nyeri osteoarthritis meloksikam hanya digunakan untuk terapi jangka pendek, kecuali pada
penanganan rheumatoid arthritis dapat digunakan sebagai terapi jangka panjang. Dosis yang
dianjurkan hanya 7,5 mg/hari, maksimum 15 mg/hari. Apalagi dalam kasus ini pasien telah
lanjut usia, dosis yang disarankan hanya 7,5 mg/hari (DexaMed,2018).
Penggunaan obat secara bersamaan, sangat memungkinkan terjadinya interaksi. Interaksi
yang mungkin terjadi :
Interaksi serius:
 Meloksikam berinteraksi dengan kaptopril. Memliki mekanisme antagonisme
farmakodinamik. Hindari atau Gunakan Obat Alternatif. Coadministration dapat
menyebabkan penurunan fungsi ginjal yang signifikan. NSAID dapat mengurangi
efek antihipertensi ACEi. Mekanisme interaksi ini kemungkinan terkait dengan
kemampuan NSAID untuk mengurangi sintesis prostaglandin vasodilatasi ginjal
(medscape,2016).
Interkasi monitoring closly:
 meloxicam mengurangi efek bisoprolol secara antagonisme farmakodinamik.
Harus di monitoring. Penggunaan NSAID Jangka panjang (> 1 minggu) dapat
menurunkan sintesis prostaglandin (medscape,2016).
 kaptopril, meloxicam meningkatkan toksisitas satu sama lain. perlu monitoring
karena dapat mengakibatkan kerusakan fungsi ginjal, terutama pada orang tua atau
orang yang kehilangan volume.
 Captopril dapat berinteraksi dengan antasida. Antasida dapat menurunkan
absorpsi captopril, sehingga antasida dan captopril tidak boleh dikonsumsi
bersamaan. Harus ada jarak waktu yang cukup antara saat konsumsi antasida dan
captopril, sehingga interaksi keduanya dapat dihindarkan.
 ISDN, meningkatkan efek hipotensif dari captopril, dan bisoprolol
 Kaptopril berinteraksi dengan hidroklorotiazida. meningkatkan efek yang lain
oleh farmakodinamik sinergis. Perlu monitoring karena menurunkan tekanan
darah secara sinergis dan terjadi peningkatan risiko nefrotoksisitas. Pantau
tekanan darah dan fungsi ginjal.
c. Saran
Berdasarkan hasil penelusuran pustaka diatas, maka:
 Dosis meloksikam sebaiknya dikurangi, yaitu hanya 7,5 mg/hari, mengingat pasien
telah lanjut usia, kemungkinan resiko reaksi obat merugikannya akan meningkat
yang berupa kerusakan atau penurunan fungsi ginjal. Begitu pun dengan lama
terapinya sebaiknya dibatasi. Sampaikan pada pasien untuk segera menghentikan
konsumsi meloksikam ini bila gejala nyeri pada badan telah mereda. Mungkin juga
bisa diganti dengan paracetamol yang meiliki interaksi yang kurang dari NSAID
lainnya
 Antasida sebaiknya di jeda penggunaannya dengan pengkonsumsian obat lainnya.
Kesimpulan:

- Dosis meloksikam sebaiknya dikurangi, yaitu hanya 7,5 mg/hari, mengingat pasien telah
lanjut usia, kemungkinan resiko reaksi obat merugikannya akan meningkat yang
berupa kerusakan atau penurunan fungsi ginjal. Begitu pun dengan lama terapinya sebaiknya
dibatasi. Sampaikan pada pasien untuk segera menghentikan konsumsi meloksikam ini bila
gejala nyeri pada badan telah mereda.

Antasida sebaiknya di jeda atau tidak digunakan bila memang tidak ada gejala maag

Harus di tanyakan apa sang ibu mengkonsumsi obat antasida bersamaan dengan captopril dan
meloxicam karna hal tersebut dapat menurunkan absorbsi obat.

Daftar Pustaka:

Dipiro J.t., Wells, B.G., Dipiro C.V., Schwing hammer, T.L., (2015). Pharmacotherapy
Handbook. Ninth Edition. Mc Graw-Hill Education, USA. Hal 87-91

Medscape, https://reference.medscape.com/drug-interactionchecker diakses 20 Maret 2018

Anda mungkin juga menyukai