Anda di halaman 1dari 5

NAMA : AWALLUDIN MUSTAQIEM

NIM : 3301416038

TUGAS : DEMOKRASI dan HAM

Soal :

Hak dan kebebasan beragama sesuai dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, hakikatnya berarti
mencakup semua agama yang ada, termasuk agama Yahudi. Mengapa agama Yahudi yang
kitabnya Taurat diakui oleh Islam dan Nasrani tetapi tidak diakui oleh Negara Indonesia ?

Jawab :

Yahudi adalah istilah yang merujuk kepada sebuah agama, etnisitas, atau suku bangsa. Sebagai
agama, istilah ini merujuk kepada umat yang beragama Yahudi. Berdasarkan etnisitas, kata ini
merujuk kepada suku bangsa yang berasal dari keturunan Eber (Kejadian 10:21) (yang disebut
"Ibrani") atau Yakub (yang juga bernama "Israel") anak Ishak anak Abraham (Ibrahim) dan
Sara, atau keturunan Suku Yehuda, yang berasal dari Yehuda anak Yakub. Etnis Yahudi juga
termasuk Yahudi yang tidak beragama Yahudi tetapi beridentitas Yahudi dari segi tradisi. Kata
"Yahudi" diambil menurut salah satu marga dari dua belas leluhur Suku Israel yang paling
banyak keturunannya, yakni Yehuda. Yehuda ini adalah salah satu dari 12 putera Yakub,
seseorang yang hidup sekitar abad 18 SM dan bergelar Israel. Seluruh turunan dari 12 putera
Yakub (Israel) itu dikenal dengan sebutan Bangsa Israel (keturunan langsung Israel) yang
kemudian berkembang menjadi besar dinamakan menjadi Suku Israel. Setelah berabad-abad
turunan Yahudi berkembang menjadi bagian yang dominan dan mayoritas dari Bangsa Israel,
sehingga sebutan Yahudi tidak hanya mengacu kepada orang-orang dari turunan Yahuda, tetapi
mengacu kepada segenap turunan dari Israel (Yakub).

Agama Yahudi, Islam, dan Nasrani adalah agama yang dekat, ketiganya merupakan Agama
Samawi yang berasal dari Timur Tengah. Ketiga agama ini mempunyai beberapa kesamaan
seperti percaya Adam adalah manusia pertama dan nenek moyang seluruh manusia, Ibrahim
adalah seorang Nabi, dan kitab suci Taurat sebagai wahyu Allah. Meski demikian ada juga
perbedaan yang beberapa di antaranya sangat mendasar.
Yahudi adalah agama tribal/kesukuan yang hanya bisa dianut oleh bangsa Yahudi. Agama ini
tidak bisa disebarkan ke luar dari suku Yahudi. Oleh karena itu jumlahnya tidak berkembang.
Hanya sekitar 14 juta pemeluknya di seluruh dunia. Sementara agama Kristen dan Islam karena
disebarkan ke seluruh manusia dipeluk oleh milyaran pengikutnya.

Di Indonesia Agama Yahudi tidak diakui

Meskipun negara Indonesia menghargai hak dan kebebasan Warga Negaranya untuk beragama
sesuai dengan sila pertama Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa”, namun keberadaan Agama
Yahudi di Indonesia belum diakui, sulit berkembang dan sulit untuk menjadi agama resmi.
Membaca berita tuntutan umat Yahudi di Indonesia agar agama mereka bisa menjadi agama
resmi tampaknya masih menunggu berpuluh tahun lagi. Entah kapan hal itu bisa tercapai. Selama
ini para pemeluk Yahudi selalu mencantumkan agama lain di kartu tanda penduduk (KTP). Kini
mereka ingin Yahudi ditulis sebagai agama resmi. Bukan hanya itu. Mereka juga ingin
pernikahan dengan ajaran Yahudi diakui secara resmi di Indonesia. Padahal, di masa
pemerintahan Belanda di Indonesia, agama Yahudi diakui sebagai agama resmi. Begitu pula
ketika masa pemerintahan Soekarno. Bahkan, hak penganut Yahudi sama dengan agama lainnya
seperti Islam, Kristen, dan Katolik. Akan tetapi, dari segi politik, Indonesia tidak menjalin
hubungan diplomasi dengan negara yang menjadi tradisi besar dari agama Yahudi, yakni Israel,
sebagaimana Indonesia menjalin hubungan politik dengan negara-negara tempat tradisi besar
agama Islam dan lainnya.

Pemerintah Indonesia pun masih menjalankan kebijakan politik agama resmi dan tak resmi
sehingga sulit rasanya mengakomodir keinginan umat Yahudi Indonesia. Contohnya umat
Konghuchu yang mana kondisinya pada era Orde Baru tidak pernah jelas. Secara De jure
dikatakan berlawanan hukum. Padahal, konstitusi UUD 45 mengizinkan Konghucu, bahwa tiap-
tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya dan
menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya.
Akan tetapi, hukum yang lebih rendah tidak mengakuinya. Secara De facto, Konghucu tidak
diakui oleh pemerintah dan pengikutnya wajib menjadi agama lain (biasanya Kristen atau
Buddha) untuk menjaga kewarganegaraan mereka. Praktik ini telah diterapkan di banyak sektor,
termasuk dalam kartu tanda penduduk, pendaftaran perkawinan, dan bahkan dalam pendidikan
kewarganegaraan di Indonesia yang hanya mengenalkan lima agama resmi pada saat itu. Praktik
kebijakan politik seperti ini juga berlaku sekarang terhadap umat Yahudi Indonesia.

Aspek lain yang menyebabkan Yahudi belum bisa menjadi agama resmi di Indonesia adalah dari
segi civil society. Mari kita lihat misalkan kejadi rusuh yang bernuansa agama. Setiap kali ada
kejadian dan tragedi di dunia internasional yang menyangkut isu agama dan kemanusiaan, pasti
merambat pula ke Indonesia. Contohnya ketika tragedi Rohingya, aksi solidaritas di Indonesia
yang disertai demonstrasi ternyata berbuntut pada pengepungan dan pelemparan klenteng-
klenteng yang notabene pendirian klenteng diakui oleh hukum di Indonesia. Akan tetapi, ternyata
di mata masyarakat seolah ada hubungan transnasional antara pemeluk agama yang beribadah di
klenteng-klenteng itu dengan kelompok-kelompok yang melakukan diskriminasi terhadap kaum
Rohingya di Myanmar sana.

Kejadian seperti itu nantinya bisa terjadi pula terhadap umat Yahudi di Indonesia. Biasanya
ketika terjadi konflik antara Palestina dan Israel di kawasan Timur Tengah maka akan diikuti
dengan aksi boikot dan pengepungan kedutaan besar atau Konjen Amerika Serikat di Indonesia.
Bagaimana jadinya kalau Yahudi menjadi agama resmi di Indonesia dan diperbolehkan
membangun sinagog-sinagog. Pasti rumah peribadatan mereka akan jadi sasaran amuk massa
selama peristiwa konflik berlangsung di Timur Tengah. Paradigma kewarganegaraan masyarakat
Indonesia sedikit banyak masih dipengaruhi oleh identitas keagamaan, etnis, suku, dan identitas
primordial lainnya, bukan karena mempunyai paspor kewarganegaraan yang sama.

Dari sini dapat dilihat bahwa secara struktural, tanpa ada perubahan yang berarti dalam kebijakan
politik negara mengenai kebebasan beragama dan tidak beragama/agama resmi dan tidak resmi,
sangat mustahil Yahudi diakui sebagai agama resmi. Demikian pula dari segi sosial
kemasyarakatan yang belum mengalami perubahan paradigma berarti maka kalaupun bisa
Yahudi diakui sebagai agama resmi, mungkin perlu menunggu lima puluh tahun sampai seratus
tahun lagi.

Menurut pendapat lain, yaitu DR. Madzkur Damiri (Dosen IAIN Jember), bahwa Yahudi di
Indonesia penganutnya nyaris tidak ada. Kalau pun ada jumlahnya sedikit. Yahudi juga tidak
punya akar historis di Indonesia. Sehingga belum ada desakan yang berarti pada pemerintah
untuk mengakui Yahudi sebagai agama. Meski demikian pemerintah Indonesia tidak melarang
setiap warganya mengikuti dan mengekspresikan apa yang diyakini, karena itu dilindungi
undang-undang. Dalam Al Qur'an memang banyak penjelasan tentang Yahudi. Bahkan tokoh
sentralnya, yaitu Nabi Musa AS, dikenal sebagai Rasul ulul a'zmi. Kesuksesan membangun
sebuah bangsa (nation) beserta keteraturan di dalamnya (social order) sangat diapresiasi dalam
Islam. Namun, dalam Al Qur'an juga banyak diberitahu tentang "kejelekan" perilaku Bangsa
Yahudi yang suka membantah Nabi mereka, bahkan membunuhnya. Sebagaimana dijelaskan
dalam QS. Albaqarah ayat 91, dan QS. Ali Imron ayat 112. Yahudi juga termasuk agama yang
tidak akan pernah ridho pada Islam sampai penganut muslim masuk agama mereka sebagaimana
dalam QS. Al-Baqarah ayat 120. Nabinya dicintai oleh Islam, tapi penganutnya yang sering
"menjengkelkan". Misalnya, invasi mereka pada bangsa Palestina, memunculkan solidaritas
berupa penolakan terhadap Israel dengan Yahudinya. Selain itu juga jaringan ekonomi raksasa
di seluruh dunia yang kebanyakan dimiliki bangsa Yahudi turut menyumbang kesenjangan
ekonomi dan sosial masyarakat muslim yang secara ekonomi pada posisi kalah. Dalam situasi
seperti ini, tentunya pemerintah Indonesia akan berpikir panjang untuk mengakui Yahudi sebagai
agama resmi.

Sumber :

https://www.kompasiana.com/kupretist/yahudi-belum-bisa-menjadi-agama-resmi-di-
indonesia diakses tanggal 25 Mei 2018

https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Yahudi diakses tanggal 25 Mei 2018

Prof.Dr.Suyahmo, 2015. Demokrasi dan HAM. Yogyakarta : Magnum Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai