Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Sumbatan jalan napas adalah sumbatan pada saluran napas yang disebabkan
oleh adanya radang, benda asing, trauma, tumor dan kelumpuhan nervus rekuren
bilateral sehingga ventilasi pada saluran pernapasan terganggu1.

Sumbatan jalan napas disebabkan oleh trauma, tumor, infeksi akut, kelainan
kongenital hidung atau laring, difteri, paralysis satu atau kedua plika vokalis,
pangkal lidah jatuh ke belakang pada penderita yang tidak sadar karena penyakit,
cedera, atau narkose maupun karena benda asing1.

Gejala sumbatan benda asing di dalam saluran napas tergantung pada lokasi
benda asing, derajat sumbatan (total atau sebagian), sifat, bentuk dan ukuran
benda asing1,2.

Trauma inhalasi terjadi melalui kombinasi dari kerusakan epitel jalan nafas
oleh panas dan zat kimia, atau akibat intoksikasi sistemik dari hasil pembakaran
itu sendiri. Hasil dari pembakaran tidak hanya terdiri dari udara saja, tetapi
merupakan campuran dari udara, partikel padat yang terurai di udara (melalui
suatu efek iritasi dan sitotoksik)3.

Penatalaksanaan untuk sumbatan jalan napas dapat dilakukan tanpa alat dan
dengan alat. Tanpa alat dapat dilakukan dengan manual seperti chin lift, head tilt,
jaw thrust, sedangkan dengan alat dapat dilakukan dengan oropharyngeal airway,
nasopharyngeal airway dan intubasi4.
BAB II

PEMBAHASAN

DEFINISI

Sumbatan jalan napas adalah sumbatan pada saluran napas yang disebabkan
oleh adanya radang, benda asing, trauma, tumor dan kelumpuhan nervus rekuren
bilateral sehingga ventilasi pada saluran pernapasan terganggu1.

ETIOLOGI

Sumbatan jalan napas disebabkan oleh trauma, tumor, infeksi akut, kelainan
kongenital hidung atau laring, difteri, paralysis satu atau kedua plika vokalis,
pangkal lidah jatuh ke belakang pada penderita yang tidak sadar karena penyakit,
cedera, atau narkose maupun karena benda asing1.

Etiologi sumbatan jalan napas , antara lain :

Kongenital Atresia koana


Stenosis supraglotis, glottis dan infraglotis
Kista duktus tireoglosus
Kista bronkiegen yang besar
Laringokel yang besar

Radang Laringotrakeitis
Epiglotitis
Hipertrofi adenotonsiler
Angina ludwig
Abses parafaring atau retrofaring
Traumatik Ingesti kaustik
Patah tulang wajah atau mandibula
Cedera laringotrakeal
Intubasi lama : udem/stenosis
Dislokasi krikoaritenoid
Paralysis n. laringeus rekurens bilateral

Tumor Hemangioma
Higroma kistik
Papiloma laring rekuren
Limfoma
Tumor ganas tiroid
Karsinoma sel skuamosa laring, faring atau oesofagus

Lain-lain Benda asing


Udem angioneurotik
Narkose

 Kongenital
Atresia koana
Koane dapat menyumbat total atau sebagian, di satu atau dua sisi, akibat
kegagalan absorpsi membran bukofaringeal. Obstruksi mungkin berupa
membranatau tulang. Gejalanya ialah kesulitan bernapas dan keluar sekret
hidung terusmenerus. Diagnosis mudah dibuat dengan timbulnya sianosis
pada waktu diam yangmenghilang pada waktu menangis, dan melihat
sumbatan di belakang rongga hidung.
Selaput Glotis dan Stenosis Glotis
Pita suara terbentuk dari membran horizontal primordial yang terbelah
padagaris tengah. Kegagalan pemisahan mengakibatkan berbagai derajat
stenosis glotis,mulai dari selaput pada komisura anterior sampai atresia
total glotis. Biasanya ditandai suara parau sedangkan pada bayi
menifestasinya berupa suara serak dan menangis tidak keras. Derajat sesak
dan disfonia tergantung dari luasnya kelainan. Obstruksi di subglotis
jarang ditemukan, yaitu berupa penyempitan jalan napas setinggi rawan
krikoid.
 Trauma
Menelan bahan kaustik
Larutan asam kuat seperti asam sulfat, nitrat dan hidroklorit, atau basa
kuatseperti soda kaustik, potasium kaustik dan ammonium bila tertelan
dapat mengakibatkan terbakarnya mukosa saluran cerna.

Trauma trakea
Trauma tajam atau tumpul pada leher dapat mengenai trakea. Trauma
tumpul tidak menimbulkan gejala atau tanda tetapi dapat juga
mengakibatkan kelainan hebat berupa sesak napas, karena penekanan jalan
napas atau aspirasi darah atau emfisema kutis bila trakea robek.

Trauma intubasi
Pemasangan pipa endotrakea yang lama dapat menimbulkan udem laring
dan trakea. Keadaan ini baru diketahui bila dicabut karena suara penderita
terdengar parau dan ada kesulitan menelan, gangguan aktivitas laring, dan
beberapa derajat obstruksi pernapasan.

Dislokasi krikoaritenoid

Trauma pada laring dapat menyebabkan dislokasi persendian


krikoaritenoid yang mengakibatkan suara parau disertai obstruksi jalan
napas bagian atas. Pada pemeriksaan roentgen leher tampak dislokasi
struktur laring, penyempitan jalan napas, dan udem jaringan lunak.
Kelambatan penanganan dislokasi krikoaritenoid dapat mengakibatkan
stenosis laring

 Tumor
Papiloma laring rekuren (papilomatosis laring infantil)
Tumor epithelial papiler yang multipel pada laring ini disebabkan oleh
papovavirus. Penderitanya sering mempunyai veruka kulit yang
mengandung virus. Biasanya kelainan sudah mulai pada usia dua tahun.
Jika si ibu mempunyai veruka vagina maka kelainan ini dapat terjadi pada
bayi usia enam bulan. Gejala khas berupa disfonia dan sesak napas yang
bertambah hebat sampai terjadi sumbatan total jalan napas.

Neoplasma tiroid

Karsinoma tiroid dapat berinvasi ke laring dan mempengaruhi jalan napas.


Adanya invasi ini harus dicurigai bila tumor tiroid tidak dapat digerakkan
dari dasarnya, disertai suara parau dan gangguan napas. Pada pemeriksaan
photo roentgen leher terlihat distorsi laring atau bayangan suatu massa
yang menonjol ke lumen laring dan trakea.

 Lain-lain
Udem angioneurotik
Udem angiopneurotik mukosa laring adalah salah satu penyebab obstruksi
laring yang disebabkan oleh alergi. Gejala berupa suara parau yang
progresif setelah kontak dengan menghirup atau menelan alergen tanpa
tanda infeksi.
PATOFISIOLOGI
Setelah terjadi aspirasi benda asing, benda asing dapat tersangkut pada tiga
tempat,laring,trakea dan bronkus, 80-90% akan tersangkut di bronkus. Pada dewasa
benda asing cenderung tersangkut pada bronkus utama kanan karena lebih segaris
lurus dengan trakea dan posisi karina yang lebih ke kiri serta ukuran bronkus kanan
yang lebih besar. Sampai umur 15 tahun sudut yang dibentuk bronkus dengan trakea
antara kiri dan kanan hampir sama kejadian antara bronkus utama kiri dan kanan.
Lokasi tersangkutnya benda asing juga di pengaruhi posisi saat terjadi aspirasi. Benda
asing yang teraspirasi tanpa menimbulkan obstruksi akut, akan menimbulkan reaksi
tergantung jenisnya, organik atau anorganik. Benda asing organik menyebabkan
reaksi inflamasi mukosa yang lebih berat, dan jaringan granulasi dapat timbul dalam
beberapa jam. Disamping itu beberapa benda organik seperti kacang-kacangan dan
biji-bijian bersifat menyerap air sehingga mengembang, yang akan menambah
sumbatan obstruksi parsial dapat berubah menjadi total. Benda organik yang lebih
kecil akan bermigrasi ke arah distal dan menyebabkan inflamasi kronik, sering
memerlukan reseksi paru untuk menanganinya.1

GEJALA KLINIK
Gejala sumbatan benda asing di dalam saluran napas tergantung pada lokasi
benda asing, derajat sumbatan (total atau sebagian), sifat, bentuk dan ukuran benda
asing. Benda asing organik menyebabkan reaksi yang hebat pada saluran nafas
dengan gejala laringotrakeabronkitis, toksemia, batuk dan demam irregular. Tanda
fisik benda asing di bronkus bervariasi karena perubahan posisi benda asing dari satu
sisi ke sisi lain dalam paru.
Benda asing yang masuk melalui hidung dapat tersangkut di hidung,
nasofaring, laring, trakea dan bronkus. Benda yang masuk melalui mulut dapat
tersangkut di orofaring, hipofaring, tonsil, dasar lidah, sinus piriformis, esofagus atau
dapat juga tersedak masuk ke dalam laring, trakea dan bronkus. Gejala yang timbul
bervariasi, dari tanpa gejala hingga kematian sebelum diberikan pertolongan akibat
sumbatan total. 2
Seseorang yang mengalami aspirasi benda asing saluran napas akan
mengalami 3 stadium. Stadium pertama merupakan gejala permulaan yaitu batuk-
batuk hebat secara tiba-tiba (violent paroxysms of coughing), rasa tercekik (choking),
rasa tersumbat di tenggorok (gagging) dan obstruksi jalan napas yang terjadi dengan
segera. Pada stadium kedua, gejala stadium permulaan diikuti oleh interval asimpto-
matis. Hal ini karena benda asing tersebut tersangkut, refleks-refleks akan melemah
dan gejala rangsangan akut menghilang. Stadium ini berbahaya, sering menyebabkan
keterlambatan diagnosis atau cenderung mengabaikan kemungkinan aspirasi benda
asing karena gejala dan tanda yang tidak jelas. Pada stadium ketiga, telah terjadi
gejala komplikasi dengan obstruksi, erosi atau infeksi sebagai akibat reaksi terhadap
benda asing, sehingga timbul batuk-batuk, hemoptisis, pneumonia dan abses paru.1
Pada obstruksi parsial, pasien masih bisa bernapas, dan masih bisa bersuara.
Selain itu adanya sumbatan parsial juga menimbulkan berbagai suara tergantung
dengan penyebabnya. Seperti suara “Gurgling” yang timbul karena adanya cairan
dijalan napas seperti akumulasi darah, sekret, aspirasi lambung dan lain-lain. Hal ini
biasa diatasi dengan cara penghisapan atau disebut juga suction1,2.
Selain itu ada suara “Snoring” yang timbul seperti suara mengorok yang
biasanya bisa terjadi pada korban yang tidak sadar yang menyebabkan lidah jatuh ke
belakang. Suara ini juga bisa terjadi jika korban terjadi patah tulang rahang bilateral.
Hal ini bisa diatasi secara manual atau dengan alat untuk menahan lidah jatuh ke
belakang2.
Suara “Crowing atau Stridor” yang disebabkan karena penyempitan larink
atau trakea akibat adanya edema atau bisa juga desakan neoplasma. Edema bisa
terjadi jika terkena luka bakar dan radang. Hal ini bisa diatasi dengan kolaborasi
trakeostomi2.
Trauma Inhalasi

Trauma inhalasi disebabkan oleh berbagai inhalan. Inhalan dibedakan atas 4 macam
yaitu5

1. Gas iritan : bekerja dengan melapisi mukosa saluran nafas dan menyebabkan
reaksi inflamasi. Amonia, klorin, kloramin lebih larut air sehingga dapat
menyebabkan luka bakar pada saluran nafas atas dan menyebabkan iritasi
pada mata, hidung, dan mulut. Gas iritan lain yaitu sulfur dioksida, nitrogen
dioksida, yang kurang larut air sehingga menyebabkan trauma paru dan
distress pernafasan.
2. Gas asfiksian : karbon dioksida, gas dari bahan bakar (metana, etena, propane,
asetilana), gas-gas ini mengikat udara dan oksigen sehingga menyebabkan
asfiksia.
3. Gas yang bersifat toksik sistemik : CO yang merupakan komponen terbesar
dari asap, hidrogen sianida merupakan komponen asap yang berasal dari api,
hidrogen sulfide. Gas-gas ini berhubungan dengan pengangkutan oksigen
untuk produksi energi bagi sel. Sedangkan toksin sistemik seperti hidrokarbon
halogen dan aromatik menyebabkan kerusakan lanjut dari hepar, ginjal, otak,
paru-paru, dan organ lain.
4. Gas yang menyebabkan alergi, dimana jika asap terhirup, partikel dan aerosol
menyebabkan bronkospasme dan edema yang menyerupai asma.
PATOFISIOLOGI

Trauma inhalasi terjadi melalui kombinasi dari kerusakan epitel jalan nafas oleh
panas dan zat kimia, atau akibat intoksikasi sistemik dari hasil pembakaran itu
sendiri. Hasil dari pembakaran tidak hanya terdiri dari udara saja, tetapi merupakan
campuran dari udara, partikel padat yang terurai di udara (melalui suatu efek iritasi
dan sitotoksik). Aerosol dari cairan yang bersifat iritasi dan sitotoksik serta gas toksik
dimana gabungan tersebut bekerja sistemik. Partikel padat yang ukurannya lebih dari
10 mikrometer tertahan di hidung dan nasofaring. Partikel yang berukuran 3-10
mikrometer tertahan pada cabang trakeobronkial, sedangkan partikel berukuran 1-2
mikrometer dapat mencapai alveoli5.
Gas yang larut air bereaksi secara kimia pada saluran nafas atas, sedangkan
gas yang kurang larut air pada saluran nafas bawah. Adapun gas yang sangat kurang
larut air masuk melewati barier kapiler dari alveolus dan menghasilkan efek toksik
yang bersifat sistemik. Kerusakan langsung dari sel-sel epitel, menyebabkan
kegagalan fungsi dari apparatus mukosilier dimana akan merangsang terjadinya suatu
reaksi inflamasi akut yang melepaskan makrofag serta aktivitas netrofil pada daerah
tersebut. Selanjutnya akan dibebaskan oksigen radikal, protease jaringan, sitokin, dan
konstriktor otot polos (tromboksan A2, C3A, C5A). Kejadian ini menyebabkan
peningkatan iskemia pada saluran nafas yang rusak, selanjutnya terjadi edema dari
dinding saluran nafas dan kegagalan mikrosirkulasi yang akan meningkatkan
resistensi dinding saluran nafas dan pembuluh darah paru. Komplians paru akan turun
akibat terjadinya edema paru interstitial sehingga terjadi edema pada saluran nafas
bagian bawah akibat sumbatan pada saluran nafas yang dibentuk oleh sel-sel epitel
nekrotik, mukus dan sel-sel darah5.

GEJALA KLINIS

Apabila seseorang terhirup asap maka substansi-substansi atau gas iritan


diatas dapat merusak sel-sel pelapis traktus repiratorius (saluran napas), hal ini
potensial menyebabkan pembengkakan, kolaps saluran napas dan distres respirasi
(gagal napas)8.
Beberapa zat dapat menyebabkan asfiksia secara kimiawi (chemical
asphyxiants). Beberapa senyawa yang dihasilkan saat kebakaran dapat mengganggu
penggunaan oksigen tubuh pada tingkat seluler. Karbon monoksida, hidrogen sianida,
dan hidrogen sulfida adalah contoh-contoh kimiawi yang dapat dihasilkan pada suatu
kebakaran yang mampu mengganggu penggunaan oksigen pada sel selama proses
penghasilan energi. Baik pada mekanisme penghantaran atau pun pada penggunaan
oksigen terganggu atau terhambat, maka sel-sel akan mati. Keracunan karbon
monoksida sebagaimana yang sering kita dengar, adalah salah satu penyebab tertinggi
kematian oleh penghirupan asap8,9.

Ketika orang menghirup asap dalam jumlah dan kandungan yang lebih
banyak daripada tubuhnya dapat tanggulangi, bisa dikatakan itu seperti keracunan
asap. Saat hal ini terjadi ada beberapa tanda dan gejala yang mungkin muncul dan
dapat kita kenali. Gejala-gejala dapat termasuk batuk, napas memendek, serak, nyeri
kepala, dan perubahan status mental secara akut9.
Batuk terjadi ketika membran mukosa pada saluran napas teriritasi, mereka
menghasilkan lebih banyak lendir (mukus). Spasme bronkus dan produksi mukus
yang meningkat mengarahkan pada terjadinya batuk secara refleks. Mukus bisa jadi
jernih atau kehitaman tergantung pada derajat partikel-partikel hasil pembakaran
yang terkumpul di paru atau trakea8.

Napas menjadi pendek dapat disebabkan perlukaan langsung pada saluran


napas, menyebabkan penurunan oksigen yang dihantarkan ke darah, menurunnya
kemampuan darah mengangkut oksigen karena zat-zat kimia di dalam asap, atau
ketidakmampuan sel-sel tubuh menggunakan oksigen. Pasien bisa jadi bernapas cepat
sebagai usaha mereka mengompensasi kondisi ini9.

Suara serak (kelainan pada suara napas) merupakan tanda cairan terkumpul
pada saluran napas atas dan menyebabkan penyumbatan. Zat-zat kimia yang iritatif
dapat menyebabkan spasme pita suara, pembengkakan dan konstriksi (penyempitan)
saluran napas atas. Mata bisa menjadi kemerahan karena iritasi asap, dan bisa
terdapat tanda terbakar pada kornea dan bulu mata.

Pada semua jenis kebakaran, orang-orang terpapar karbon monoksida dalam


jumlah yang beragam. Pasien bisa jadi tidak mengalami masalah pernapasan, namun
masih mungkin menghirup sejumlah karbon monoksida. Akibatnya bisa muncul
gejala-gejala seperti sakit kepala, mual dan muntah8,9.
Perubahan status mental dapat terjadi karena asfiksia kimiawi dan rendahnya
kadar oksigen. Bingung, jatuh pingsan, kejang hingga koma adalah komplikasi-
komplikasi potensial ketika orang menghirup asap kebakaran.

Diagnosis terhadap adanya gangguan jalan napas :

1) Look (lihat)
Melihat gerakan nafas / pengembangan dada dan adanya retraksi sela iga

2) Listen (denger)
Mendengar aliran udara pernapasan

3) Feel
Merasakan adanya aliran udara pernapasan3

PENATALAKSANAAN

Membuka jalan napas tanpa alat

Head – tilt (dorong kepala ke belakang )

Cara : Letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah, sehingga
kepala menjadi tengadah sehingga penyangga lidah terangkat ke depan.

Chin Lift

Cara : gunakan jari tengah dan jari telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien,
kemudian angkat dan dorong tulangnya ke depan

Jaw Thrust

Cara : dorong sudut rahang kiri dan kanan kea rah depan sehingga barisan gigi bawah
berada di depan barisan gigi atas. Atau gunakan ibu jari ke dalam mulut dan bersama
dengan jari-jari lain tarik dagu ke depan.3
Penanganan tersedak untuk anak usia >1 tahun – dewasa yang masih sadar

 Untuk tersedak ringan:


Jika korban masih bisa batuk, anjurkan korban untuk batuk terus menerus sekeras-
kerasnya

Yang tidak boleh dilakukan:

 Memberi minum pada korban (jalan napas hanya boleh dilalui oleh udara)
 Memasukkan jari ke dalam mulut sebagai usaha untuk mengeluarkan benda
asing
 Untuk tersedak berat:
 Lakukan abdominal thrust (Heimlich manuever) selama beberapa kali sampai
benda asing keluar atau sampai korban menjadi tidak sadar.

Berikut ini merupakan langkah-langkah melakukan Heimlich manuever:2,3

 Berdiri atau berlutut di belakang korban (posisikan tubuh sesuai dengan tinggi
tubuh korban, pada pasien anak kemungkinan harus berlutut)
 Kepalkan salah satu telapak tangan
 Letakkan kepalan tangan dengan arah ibu jari menempel ke dinding perut
korban, posisikan kepalan tangan 2 jari di atas pusat (pusat selalu sejajar
dengan tulang pinggul atas)
 Kencangkan kepalan tangan dengan tangan satunya sehingga kedua lengan
melingkar di perut korban.
 Lakukan penekanan ke arah belakang dan atas sampai benda asing keluar
Abdominal thrust atau Hemlich manuever

Jika korban tersedak adalah wanita hamil atau orang dewasa yang terlalu gemuk
(obesitas) kita bisa melakukan pilihan lain dengan melakukan “chest thrust” yaitu
dengan meletakkan kepalan tangan di tengah-tengah tulang dada.2,3

Pengganti Hemlich manuever pada korban wanita hamil


Penanganan tersedak untuk anak usia >1 tahun – dewasa yang tidak sadar2,3

Jika korban menjadi jatuh tidak sadar lakukan langkah-langkah berikut:

 Panggil bantuan medis segera


 Buka jalan napas korban, jika benda asing dapat terlihat lakukan finger swab
atau sapuan jari untuk mengeluarkan benda asing
 Segera lakukan CPR/ RJP. Perbedaannya dengan CPR biasa adalah setelah
melakukan 30 kali kompresi dada, periksalah mulut korban terlebih dahulu
sebelum memberikan 2 kali napas bantuan.
Dikatakan telah sukses menangani korban tersedak yang tidak sadar jika ada tanda-
tanda berikut:

 Dada korban terlihat naik ketika memberikan bantuan napas


 Melihat benda asing keluar dari mulut korban.
Lakukan langkah-langkah berikut ini jika sudah berhasil menangani korban tersedak.
Karena ada beberapa kemungkinan yang akan terjadi setelah benda asing keluar dari
mulut korban:

 Berikan 2 kali napas


 Lihat respons korban (batuk, muntah, pergerakan), kemudian periksa nadi di
leher korban selama 10 detik.
 Jika nadi tidak teraba dan korban juga tidak bernapas, lanjutkan CPR dan
pasang AED segera (jika tersedia). Jika nadi ada tetapi napas tidak ada maka
berikanlah bantuan napas saja selama 2 menit, dalam 1 menit harus
memberikan 10 kali napas (jadi jeda antara napas adalah 6 detik). Setelah 2
menit periksalah apakah napasnya sudah ada atau belum, jika korban sudah
bernapas normal posisikan korban miring (posisi pemulihan) sambil
menunggu bantuan datang.
Penanganan tersedak untuk bayi (<1 tahun)
Penanganan tersedak untuk bayi tentunya berbeda dengan anak yang berusia
lebih dari 1 tahun. Kita tidak bisa melakukan penekanan perut (Heimlich manuever)
pada bayi karena dapat mencederai organ dalam. Penanganan tersedak untuk bayi
terdiri atas kombinasi penekanan dada (chest thrust) dan tepukan punggung (back
slaps).2
Berikut ini merupakan langkah-langkah pertolongan tersedak terhadap bayi
yang masih sadar:
 Gendonglah bayi dengan posisi duduk atau berlutut
 Buka pakaian bayi
 Gendong bayi dengan posisi wajah ke bawah telungkup di atas pangkuan
tangan. Buat kepala bayi lebih rendah dari kakinya. Sangga kepala dan rahang
bawah bayi menggunakan tangan (hati-hati untuk tidak menekan leher bayi,
karena ini akan menyebabkan tersumbatnya saluran napas).
 Berikan 5 kali tepukan di punggung (tepuklah dipunggung, antara 2 tulang
belikat bayi, jangan menepuk di tengkuk). Gunakan pangkal telapak tangan
ketika memberikan tepukan.
 Setelah memberikan 5 kali tepukan punggung, sanggalah leher belakang bayi
dengan tangan dan balikkan tubuh bayi sehingga dalam posisi terlentang. Buat
posisi kepala bayi lebih rendah dari kakinya
 Lakukan 5 kali penekanan dada (lokasi penekanan sama dengan posisi
penekanan dada pada proses CPR yaitu di tengan-tengan tulang dada/di
bawah garis imajiner antara 2 puting susu bayi). Hanya gunakan 2 jari saja
yaitu jari telunjuk dan jari tengah untuk melakukan chest thrust.
Ulangi langkah di atas sampai benda asing keluar dari mulut bayi.
Teknik chest thrust atau tekanan dada

Teknik back slaps atau tepuk punggung

Jika benda asing belum bisa keluar dan bayi menjadi tidak sadar (bayi terkulai lemas,
tidak ada pergerakan, bibir membiru, tidak dapat menangis atau mengeluarkan suara)
penanganannya adalah sebagai berikut:2
 Baringkan bayi di atas permukaan yang rata dan keras
 Buka jalan napas bayi (mulut bayi) dan lihat apakah benda asing terlihat atau
tidak. Jika terlihat ambil dengan menggunakan sapuan jari. Jika benda asing
tidak terlihat jangan lakukan “blind finger swab”/mengkorek-korek mulut
bayi dengan tujuan untuk mencari benda asing tersebut
 Jika benda asing tidak terlihat lakukan langkah selanjutnya yaitu lakukanlah
CPR yang terdiri dari 30 kali penekanan dada diikuti 2 kali napas. Tetapi,
perbedaan CPR korban tersedak dengan korban biasa adalah setiap selesai
melakukan 30 kali penekanan dada periksalah dahulu mulut bayi sebelum
memberikan 2 kali bantuan napas.
Jika setelah 5 kali siklus CPR, benda asing masih belum dapat keluar dan bayi masih
belum sadar. Panggil bantuan medis segera, kemudian lanjutkan CPR sampai bantuan
medis datang atau benda asingnya keluar.2

Membuka Jalan Napas dengan alat


1. Oropharyngeal Tube
Memasang oropharingeal tube adalah suatu tindakan pemenuhan kebutuhan
oksigen dengan membebaskan jalan nafas melalui pemasangan oropharingeal tube
melalui rongga mulut ke dalam pharing2,3.
Tujuan ;

1) Membebaskan jalan nafas


2) Mencegah lidah jatuh atau melekat pada dinding posterior pharing
3) Memudahkan penghisapan lendir
Cara Pemasangan :

1) Sekret, darah, muntahan dibersihkan dulu (Suction)


2) Masukan alat dengan ujung mengarah ke palatum
3) Saat didorong masuk mendekati dinding belakang faring alat diputar 180°
4) Ukuran alat dan penempatan yang tepat menghasilkan bunyi napas yang
nyaring pada auskultasi paru saat dilakukan ventilasi
5) Pertahankan posisi kepala yang tepat setelah alat terpasang
Indikasi :

1) Oropharingeal tube tidak boleh dipasang pada pasien sadar.


2) Oropharingeal tube dipasang pada pasien yang tidak sadar atau pada pasien
dengan penurunan kesadaran.
Komplikasi
1) Menimbulkan obstruksi
2) Dapat menstimulasi muntah dan spasme laring
3) Pemasangan yg salah akan mendorong lidah ke belakang
4) Ukuran yg terlalu panjang akan menekan epiglotis dan menutup rimaglotis
akibatnya jalan nafas tertutup
Ukuran oropharingeal: disesuaikan dengan mengukur panjang oropharingeal dari
mulut ke mandibula atau sesuai ukuran:

a) Kode 00 untuk bayi kecil/premature.


b) Kode 0 untuk bayi.
c) No. 1 untuk anak usia 1-3 tahun.
d) No. 2 untuk anak usia 3-8 tahun.
e) No. 3 untuk usia 8 tahun.
f) No. 4 dan 5 untuk dewasa.
2. Nasopharyngeal airway

Ukuran pada dewasa large adalah 8 – 9, medium 7 – 8, small 6 – 7.

Teknik Insersi

1. Pilih alat dg ukuran yg tepat, lalu lumasi


2. Masukkan NPA secara halus dengan arah ke daun telinga (menghindari sekat
hidung yang dapat berdarah bila terkena).
3. Apabila airway tidak dapat dimasukkan pada salah satu lubang hidung, coba
lagi lubang hidung yang sebelahnya. Jangan memaksa NPA jika tidak bisa
masuk.
4. NPA berhasil, apabila suara mengorok sudah menghilang.
Cara memilih ukuran :

1) Besarnya (diameter) harus ± sama dengan kelingking penderita.


2) Panjangnya dapat diukur dengan cara diukur dari pangkal hidung penderita ke
ujung daun telinga.
3) Jika terlalu panjang, udara akan mengalir ke lambung dan bukan paru-paru
sehingga akan menyebabkan lambung menjadi kembung (distensi lambung).

3. Intubasi endotrakeal

Intubasi endotrakeal adalah proses memasukan pipa endotrakeal kedalam trakea


pasien. Dalam hal ini intubasi didalam trakea merupakan tata laksana jalan napas
tingkat lanjut. Adapun indikasi dari dilakukannya intubasi endotrakeal adalah pada
kasus henti jantung, pasien sadar dengan gangguan pernafasan dimana pemberian
oksigen dirasa tidak adekuat dengan alat-alat ventilasi yang tidak invasif, atau pada
keadaan dimana pasien tidak dapat mempertahankan jalan napas (pasien koma)2,3.

1. Alat

A. Laryngoscope

 Terdiri dari: Blade (bilah) dan Handle (gagang)


 Pilih ukuran blade yang sesuai dengan pasien

o Dewasa : No. 3 atau 4

o Anak : No. 2
o Bayi : No. 1

 Pasang blade dengan handle


 Memasang dan melepas laryngoscope selalu dengan sudut 45o
 Cek lampu harus menyala terang
 Memegang laryngoscope selalu dengan tangan kiri
 Posisi tangan yang betul adalah memegang pada handle, bukan pada pertemuan blade
dan handle

B. Endotrakeal Tube (ET)

 Pilih ET yang Low Pressure High Volume


 Pilih ukuran yang sesuai: (ID = Internal Diameter)

o Dewasa : 6,5 ; 7 atau + sebesar kelingking kiri pasien

o Anak :4

o Bayi :

Prematur : 2,5

Aterm : 3 atau 3,5

(Selalu menyiapkan satu ukuran di bawah dan di atas, ET memiliki cuff (balon) yang
dapat dikembangkan dengan spuit)

C. Spuit 20cc
D. Stylet (biasanya jadi satu dengan ET)
E. Handsglove steril = Untuk menjaga keselamatan sebagai tenaga medis
F. Lubrikan = Untuk mempermudah masuknya ET ke trakea
G. Forceps Magill (bila perlu)
H. Ambu Bag
 Berguna untuk memberikan VTP (Ventilasi Tekanan Positif) sebelum dilakukan
intubasi
 Pada Ambu Bag terdapat:

 Sungkup untuk muka (face mask)


 Kantung reservoir
 Dapat dihubungkan dengan sumber oksigen

I. Plester = untuk fiksasi ET supaya tidak mudah lepas


J. Oropharyngeal Airways (OPA) = untuk mencegah ET supaya tidak tergigit
K. Alat suction dengan suction catheter
L. Stetoscope = untuk pengecekan apakah posisi ET sudah sesuai dengan yang
diinginkan yaitu di trakea

2. Obat emergency
 Sulfas Atropin (SA) dalam spuit = untuk mengatasi bradikardi akibat salah satu efek
samping dari laringoskopi
 Aderenalin Epinefrin dalam spuit sebagai vasopressor apabila terjadi Cardiac Arrest
akibat tindakan laringoskopi intubasi

3. Pasien

Informed consent mengenai tujuan dan risiko tindakan intubasi laringoskopi

CARA KERJA

1. Persiapkan alat
 Kiri pasien : laringoskop dalam posisi terbalik
 Kanan pasien : Ambu Bag, ET (Endotrakeal Tube), OPA (OroPharyngeal Airway),
Spuit, Plester
2. Sebelum melakukan intubasi, dilakukan Ventilasi Tekanan Positif (VTP) O2 100%
dengan tujuan untuk mencegah HIPOKSIA, caranya dengan:

 2 jari berada di atas sungkup muka, menekan sungkup muka ke bawah


 3 jari lain berada di Ramus Mandibula, mengangkat mandibula ke atas
 Dengan gerakan yang lembut, kantung ambu Bag ditekan sampai dada terangkat
 VTP dilakukan sampai pasien tidak hipoksia lagi yang bisa dilihat dari saturasi
O2 yang baik atau tidak ada tanda sianosis di sentral maupun perifer
 Apabila dada tidak terangkat maka dilakukan manuver jalan nafas kembali untuk
membuka nafas

Gunakan laringoskopi intubasi

 Laringoskop dinyalakan
 Buka mulut dengan tangan kanan, gerakan jari menyilang (ibu jari menekan
mandibula ke bawah, jari telunjuk menekan maksila ke atas)
 Pegang laringoskop dengan tangan kiri
 Masukkan mulai dari sisi kanan kemudian menyingkirkan lidah ke kiri
 Cari epiglotis. Tempatkan ujung bilah laringoskop di valekula (pertemuan epiglotis
dan pangkal lidah)
 Angkat epiglotis dengan elevasi laringoskop ke atas (jangan menggunakan gigi seri
atas sebagai tumpuan) untuk melihat plica vocalis
 Bila tidak terlihat, minta bantuan asisten untuk melakukan BURP Manuver (Back,
Up, Right Pressure) pada cartilago cricoid sampai terlihat plica vocalis

 Masukkan ET sampai ujung proksimal cuff ET melewati plica vocalis


 Kembangkan cuff ET secukupnya (sampai tidak ada kebocoran udara)
 Cek dengan cara memberikan VTP. Pada pasien cek dengan auskultasi menggunakan
stetoskop, bandingkan suara nafas paru kanan sama dengan paru kiri

 Setelah pasti diletakkan di trakea, pasang OPA supaya tidak tergigit oleh pasien
 Fiksasi supaya tidak lepas, mulai dari sisi sebelah atas kemudian memutar dan
menyilang ke sebelah bawah.
BAB III

KESIMPULAN

Sumbatan jalan napas disebabkan oleh trauma, tumor, infeksi akut, kelainan
kongenital hidung atau laring, difteri, paralysis satu atau kedua plika vokalis,
pangkal lidah jatuh ke belakang pada penderita yang tidak sadar karena penyakit,
cedera, atau narkose maupun karena benda asing1.

Benda asing yang masuk melalui hidung dapat tersangkut di hidung,


nasofaring, laring, trakea dan bronkus. Benda yang masuk melalui mulut dapat
tersangkut di orofaring, hipofaring, tonsil, dasar lidah, sinus piriformis, esofagus
atau dapat juga tersedak masuk ke dalam laring, trakea dan bronkus. Gejala yang
timbul bervariasi, dari tanpa gejala hingga kematian sebelum diberikan
pertolongan akibat sumbatan total3.

Aerosol dari cairan yang bersifat iritasi dan sitotoksik serta gas toksik dimana
gabungan tersebut bekerja sistemik. Partikel padat yang ukurannya lebih dari 10
mikrometer tertahan di hidung dan nasofaring. Partikel yang berukuran 3-10
mikrometer tertahan pada cabang trakeobronkial, sedangkan partikel berukuran 1-
2 mikrometer dapat mencapai alveoli5.
Diagnosis untuk mengetahui adanya gangguan jalan napas dapat dilakukan
look, listen, feel. Tatalaksana pada sumbatan jalan napas adalah dapat dilakukan
manual atau dengan alat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Amin, Zulkifli; Purwoto, Johanes (2014). Gagal Napas Akut, Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simandibrata, M., Setiati, S (Eds). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi Keenam. Jilid I. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FK UI. Hal 170-175
2. Cotton Robin. Foreign Body Aspiration. Dalam: Kendig Edwin L,
penyunting. Kendig’s Disorders of the Respiratory Tract in Children. Edisi
ke-6. Philadelphia: WB Saunders Co.; 1998. h. 601-7.
3. Stewart Ronald. Henry Sharon. Airway and Ventilation Management in:
Advanced Trauma Life Support. Tenth edition. USA : American College Of
Surgeons ; 2018. P.23-37
4. Journal of The Royal Society of Medicine 2013; 96: 343 – 4. Can Med Assoc
J 2013; 176(9): 1299-3
5. Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I tentang Pengawasan K3
Penanggulangan Kebakaran : Jakarta.
6. Afzal, M., (2014). Airway Management In Pediatric Anesthesia: Laryngeal
Mask Airway Vs Endotracheal Tube. The Internet Journal of Anesthesiology.
Volume 13 Number 11.
7. Mangku, G., & Senapathi, T.G.A., (2010), Buku Ajar Ilmu Anastesia dan
Reanimasi, Indeks, Jakarta.
8. Dawud Y. Smoke episodes and assessment of health impacts related to haze
from forest fires: Indonesian experience. The Indonesian Association of
Pulmonologist, Persahabatan Hospital Jakarta; 2013.p 313-22
9. Englert N. Fine particles and human health – a review of epidemiological
studies. Toxicol Letters 2014; 149: 235-42.

Anda mungkin juga menyukai