Anda di halaman 1dari 6

PUASA RAMADHAN, SEBUAH RENUNGAN

Oleh: Drs.Abdullah Berahim, M. HI


1. Pendahuluan
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah swt yang
telah memberikan karunia umur, kesehatan yang disertai dengan
limpahan nikmat hidup di muka bumi ini, sehingga membuat hidup kita
dinamis dan siap untuk melaksanakan berbagai aktifitas sepanjang
waktu, tidak terkecuali di bulan suci Ramadhan ini. Bagi seorang
muslim, rangkaian hidup ini sesungguhnya adalah ibadah. Firman
Allah: “Tidak Aku ciptakan jin dan manusia itu, kecuali hanya untuk
berbakti kepada-Ku”.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah keharibaan
Rasulullah saw, juga kepada para keluarga, shahabat dan orang-orang
yang berkenan mengikuti ajaran beliau hingga akhir zaman. Semoga
kita betul-betul menjadi ummatnya Rasulllah saw yang bakal
mendapatkan syafaat beliau di akhirat kelak. Amin.

2. Pemanfaatan waktu
Di dalam al-Quran telah bersumpah dengan waktu. Dalam
surah al-Ashr disebutkan:”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu
benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. Dari
firman Allah swt tersebut dapat dipahami bahwa “waktu” itu
sesungguhnya teramat sangat berharga buat kehidupan ini. Hal ini
yang sepertinya kurang mendapat perhatian dari banyak kalangan
ummat manusia. Mereka terkadang hidup hanya untuk bermalas-
malasan, santai, dan enjoi saja seolah tak ada yang mesti dipersiapkan
untuk hari esok di alam akhirat. Memang kalau dipikirkan secara
pintas, buat hidup susah-susah, berpikir yang macam-macam, malah
akan membuat hidup ini jadi stress. Lebih-lebih lagi bagi mereka yang
berpunya (the have/aghniya). Segala fasilitas hidup tersedia, apa yang
akan diinginkan, ingin makan yang serba enak tinggal pergi ke mall, ke
restoran. Mau ke luar negeri, penerbangan siap untuk mengangkut
mereka. Pokoknya, tidak ada halangan suatu apapun yang berarti
apabila ingin menikmati hidup yang hanya sekali ini, karena kita tidak
mungkin hidup untuk yang kedua kali sesudah kematian nanti.
Bagaimana hidup ini bagi mereka yang nasibnya kurang beruntung,
mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan. Bekerja membanting
tulang setiap hari untuk mencari sesuap nasi. Sesuap nasi untuk anak
dan istri. Mereka menganggap hidup ini seolah-olah hanya penderitaan
semata. Anggapan yang demikian membuat mereka putus asa,
terkadang ada mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, na’udzubillah.
Mereka lupa dan bahkan tidak mengenal siapa sesungguhnya yang
mengatur hidup dan kehidupan di alam dunia ini. Setiap hari bekerja
dan bekerja, seolah tidak kata berhenti. Dari pagi, bangun tidur sampai
dengan tidur lagi, ternyata kebahagiaan yang dicari belum juga
didapat. Mencari kebahagian adalah melalui kerja keras dan sungguh-
sungguh yang seharusnya disertai berdoa kepada Allah, karena Allah-
lah yang menentukan segalanya (tawakkal). Bukankah dalam al-Quran
Allah swt sudah mengajar satu doa yang indah sekali untuk semua
hamba-Nya, bahkan ada yang mengatakan itu namanya doa “sapu
jagat”. “Yaa Allah, berilah kami kebahagiaan di dunia ini, dan
kebahagiaan di akhirat (kelak), dan bebaskanlah kami dari siksa api
neraka”.
Dari surah al-Ashr di atas, yang pertama-tama Allah tegaskan
secara umum bahwa yang namanya menusia itu semuanya akan
mengalami kerugian, siapapun mereka, di manapun mereka bertempat
tinggal, apapun professinya, baik mereka yang berkulit putih, berkulit,
hitam atau berkulit merah atau sawo matang. Semua akan mengalami
nasib yang sama, karena semua manusia itu dalam pandangan Allah
adalah sama, yang membedakan di antara mereka itu hanyalah nilai
iman yang mereka miliki yang lazimnya disebut “taqwa”. Firman Allah,
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah itu adalah orang
paling tinggi (nilai) taqwanya”. Allah swt mengecualikan hanya ada
empat golongan atau kelompok manusia yang tidak akan mengalami
kerugian. Yaitu: 1. Mereka yang beriman. 2. Mereka yang beramal
shaleh. 3. Mereka yang saling menasihati untuk kebenaran, dan 4.
Mereka yang saling menasihati untuk kesabaran.
Untuk memanfaatkan umur yang Allah sediakan untuk
kehidupan kita di dunia ini, Allah swt sudah atur sedemikian rupa
dengan hitungan hari, minggu, bulan dan tahun. Allah atur sirkulasi
antara siang dengan malam, agar hidup dan kehidupan ini terasa lebih
bermakna. Ada tersedia waktu untuk bekerja di siang hari dan istirahat
di malam hari. Disamping itu, ada waktu-waktu tertentu untuk
melaksanakan ibadah wajib yang harus dilakukan. Sedang untuk
ibadah-ibadah sunnat dan ibadah sosial lainnya, terbuka pintu untuk
melaksanakannya dari waktu ke waktu. Bagi mereka memiliki
kemampuan, mereka akan dapat memanfaatkan waktu yang Allah
sediakan untuk menjalani kehidupan ini dengan menjadikannya
sebagai lahan ibadah untuk mengabdikan diri berbakti kepada Allah
swt. Ibadah dalam arti luas, adalah segala aktifitas yang dilaksanakan
dengan niat karena Allah semata, sepanjang aktifitas tersebut tidak
bertentangan dengan ketentuan Allah, insya Allah semuanya akan
bernilai ibadah.

3. Ramadhan untuk muslim yang mukmin


Allah mewajibkan puasa pada bulan Ramadhan kepada mereka
yang beriman, yang di dalam surah al-Baqarah ayat 183 disebutkan
yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu
agar kamu bertakwa”. Ayat tersebut
diawali dengan “Yaa ayyuhalladziina aamanuu”, wahai orang-orang
yang beriman. Allah swt tidak menggunakan redaksi yang berarti
“wahai orang-orang yang (beragama) Islam. Ini mengandung
pengertian bahwa orang-orang muslim itu terbagi dua golongan. Ada
muslim yang mukmin, dan muslim yang munafik. Muslim yang
mukmin, adalah seorang muslim yang patuh dan tunduk
melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Sebaliknya
seorang muslim yang munafik, adalah orang yang mengaku sebagai
seorang muslim, akan tetapi ucapan, tindakan dan prilakunya tidak
mencerminkan sebagai seorang muslim yang sesungguhnya. Seperti
ketika datang panggilan Allah untuk melaksanakan ibadah puasa
Ramadhan, dia tidak melaksanakannya dengan berbagai alasan. Kerja
berat, sakit mag dan berbagai alasan lainnya. Atau kalaupun dia
berpuasa juga, namun dalam keadaan berpuasa dia selalu
mengumpat, menggunjing, berbohong, mencaci dan memaki orang
lain. Dia tidak mengetahui bahwa apa dilakukannya akan
menghilangkan pahala puasa. Rasulullah saw bersabda: ”Barangsiapa
yang tidak meninggalkan perkataan-perkataan kotor dan melakukan
perbuatan-perbuatan tercela lainnya, maka Allah tidak menghendaki
dia meninggalkan makan dan minumnya”. Dalam hadis lain
disebutkan: “Berapa banyak mereka yang berpuasa, tidak ada
manfaat yang dapat dipetik dari puasanya tersebut kecuali hanya
lapar dan dahaga”. Bagi seorang muslim yang mukmin, momen puasa
Ramadhan memang dimanfaatkan untuk menggapai taqwa
sebagaimana ditawarkan oleh Allah diujung ayat 183 dari surah al-
Baqarah tersebut, yaitu ……. agar kamu bertakwa. Rasulullah saw
bersabda: “Barangsiapa yang melaksanakan ibadah puasa Ramadhan
dengan semata-mata dorongan iman dan mengharapkan redha Allah,
diampuni semua dosa-dosanya yang terdahulu”. Maka nanti pada saat
tibanya idul fithry, orang-orang muslim yang mukmin akan berbahagia
karena dia telah berhasil melaksanakan ibadah puasa sesuai dengan
ketentuan yang ada, kembali kepada jati dirinya yang fithrah, dan
bahkan kelak akan lebih berbahagia lagi saat berjumpa dengan Allah
swt di akhirat. Sebaliknya, bagi muslim yang munafik, kahadiran
Ramadhan setiap tahun tidak membawa pengaruh fositif bagi diri
pribadi yang bersangkutan, tidak terlihat adanya upaya untuk
meningkatkan kualitas keimanan yang dimiliki. Oleh karena itu, untuk
meningkatkan keimanan yang dimulai dari momen Ramadhan ini
berpulang pada kesadaran pribadi masing-masing agar lebih baik dari
sebelumnya.

4. Berkah Ramadhan
Kehadiran bulan suci Ramadhan, sesungguhnya tidak ada
alasan bagi kita sebagai seorang muslim yang mukmin untuk
melakukan aktifitas apa adanya, seolah-olah kurang semangat dan
lemes dengan alasan kurang makan dan minum. Pelajaran yang dapat
kita petik dari perjuangan Rasulullah saw, jutsru pada bulan
Ramadhan, disaat sedang melaksanakan puasa semangat juang jutsru
lebih meningkat. Perang Badar yang terjadi pada bulan Ramadhan dan
dapat dimenangkan oleh kaum muslimin. Jika terjadi penurunan
semangat dan aktifitas pada saat menunaikan ibadah puasa, tidak lain
kemungkinan sebagai cerminan rendahnya tingkat keikhlasan dan
kesabaran yang bersumber pada masih rendahnya tingkat keimanan
yang kita miliki. Untuk itu, melalui bulan Ramadhan ini Allah swt telah
menyiapkan kepada kita untuk lebih menghargai waktu, menjaga
disiplin, introspeksi diri (muhasabah), memupuk rasa tanggung jawab
dan kesabaran, peka terhadap lingkungan dan tidak merasa puas
dengan apa telah dicapai, serta selalu bertindak benar dan tidak
melanggar aturan.

5. Penutup
Demikian apa yang dapat Penulis kemukakan dalam artikel
singkat ini, semoga kehadiran Ramadhan tahun ini memberikan nilai
plus buat pribadi Penulis khususnya, juga buat mereka yang dapat
mengambil manfaat dari tulisan ini. Apabila terdapat hal-hal yang
tidak berkenan, maka Penulis mohon dimaafkan.

Anda mungkin juga menyukai