PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam
wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). PDB berbeda dari produk
nasional bruto karena memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja
di negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari suatu negara tanpa
memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam
negeri atau tidak. Sebaliknya, PNB memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan.
PDB Nominal merujuk kepada nilai PDB tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sedangkan
PDB riil <--(atau disebut PDB Atas Dasar Harga Konstan)--> mengoreksi angka PDB
nominal dengan memasukkan pengaruh dari harga.
PDB dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran dan
pendekatan pendapatan. Rumus umum untuk PDB dengan pendekatan pengeluaran adalah:
Di mana konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, investasi oleh
sektor usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah, dan ekspor dan impor melibatkan
sektor luar negeri.
Sementara pendekatan pendapatan menghitung pendapatan yang diterima faktor produksi
Rata-rata
Pertumbuhan PDB (%)
1998 – 1999 - 6.65
The base year for computing the economic growth rate shifted from 2000 to 2010 in 2014, previous years have been recalculated
Pada tahun 2010, Bank Dunia melaporkan bahwa karena suburnya pertumbuhan ekonomi
Indonesia, setiap tahunnya sekitar 7 juta penduduk Indonesia masuk dalam kelas menengah
negara ini. Di 2012, jumlah penduduk kelas menengah Indonesia mencapai sekitar 75
juta orang (dari total jumlah penduduk Indonesia sebesar 240 juta orang) dan perusahaan
penelitian seperti Boston Consulting Group (BCG) dan McKinsey menyatakan bahwa
kelompok kelas menengah ini akan bertambah kira-kira dua kali lipat pada tahun
2020-2030. Meskipun pertumbuhan penduduk kelas menengah telah berkurang karena
perlambatan perekonomian negara ini yang terjadi setelah 2011, Indonesia memiliki
kekuatan konsumen yang mendorong perekonomian dan telah secara signifikan memicu
pertumbuhan investasi domestik dan asing sejak 2010.
Kendati begitu, setelah memuncak di 2011, pertumbuhan PDB Indonesia mulai melambat.
Ada beberapa faktor yang menjelaskan perlambatan ekonomi ini:
• Pertumbuhan Ekonomi Global yang Lambat: Fokus pada Republik Rakyat Tiongkok
(RRT) Setelah mengalami rebound dari resesi global yang besar (2007-2009), laju
pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia menurun pada periode 2010-2014. Yang
paling.menyebabkan kekuatiran adalah semakin menurunnya laju pertumbuhan
perekonomian RRT. Negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini bertumbuh
7,3% pada basis year-on year (y/y) di 2014, level terendah dalam 24 tahun terakhir.
Menurunnya ekspansi perekonomian di RRT segera memberikan dampak pada Indonesia
karena kedua negara adalah mitra dagang yang penting (RRT berkontribusi untuk
hampir sepersepuluh dari total ekspor Indonesia). Diperkirakan bahwa untuk setiap
penurunan 1% dari pertumbuhan PDB RRT, ekspansi perekonomian Indonesia akan
berkurang 0,5%.
• Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia yang Tinggi. Tingkat suku bunga yang tinggi
membatasi pertumbuhan kredit dan karenanya mengurangi pertumbuhan ekonomi.
Sejak pertengahan tahun 2013, bank sentral Indonesia(Bank Indonesia) meningkatkan suku
bunga acuannya (BI rate) dari level terendah dalam sejarah pada 5,75% kemudian
secara bertahap, namun agresif, naik menjadi 7,75% di akhir 2014. Bank Indonesia
mengetatkan kebijakan moneternya dalam rangka melawan inflasi yang tinggi
(yang meningkat tajam setelah beberapa reformasi subsidi bahan bakar),
mengurangi defisit transaksi berjalan yang lebar saat ini, dan mendukung rupiah
yang telah dibebani oleh tekanan-tekanan berat karena pengetatan moneterdi
Amerika Serikat (karena itu, Bank Indonesia lebih memilih stabilitas finansial
dibandingkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi).
• Perpolitikan di Indonesia. Tahun 2014 adalah ‘tahun politik’ untuk Indonesia karena negara
ini mengorganisir pemilihan-pemilihan legislatif dan presiden. Selama sekitar lima
bulan, tahun 2014 dilanda oleh ketidakjelasan politik (karena pemilihan-pemilihan ini)
mengakibatkan perlambatan realisasi investasi, dan karenanya mengurangi ekspansi
perekonomian negara ini.
Sumber: BPS
PDB per kapita Indonesia dan Distribusi Pendapatan yang Tidak Setara .
PDB per kapita Indonesia telah naik tajam selama satu dekade terakhir (lihat tabel di
atas) kendati hal ini telah melemah selama dua tahun terakhir karena perlambatan
ekonomi.Meskipun begitu, bisa dipertanyakan apakah PDB per kapita adalah alat ukur
yang layak untuk Indonesia karena penduduk Indonesia memiliki karekteristik
ketidaksetaraan yang tinggi dalam distribusi pendapatan. Dengan kata lain, ada
kesenjangan antara statistik dan kenyataan karena kekayaan 43.000 orang terkaya di
Indonesia (yang mewakili hanya 0,02% dari total penduduk Indonesia) setara dengan
25% PDB Indonesia. Kekayaan 40 orang terkaya di Indonesia setara dengan 10,3%
PDB (yang merupakan jumlah yang sama dengan kombinasi harta milik 60 juta orang
termiskin di Indonesia). Angka-angka ini mengindikasikan konsentrasi kekayaan yang
besar untuk kelompok elit yang kecil. Terlebih lagi, kesenjangan distribusi
pendapatan ini diperkirakan akan meningkat di masa mendatang.
PDB per kapita Indonesia telah meningkat secara stabil pada tahun 2000-an dan setelahnya.
Pada awalnya, Bank Dunia memproyeksikan Indonesia akan mencapai batasan 3.000dollar
AS pada tahun 2020 namun negara ini telah mencapai level ini satu dekade lebih awal.
Mencapai level PDB per kapita sebesar 3.000 dollar AS dianggap sebagai langkah yang
penting sebab hal ini seharusnya menyebabkan percepatan pengembangan di sejumlah sektor
(seperti retail, otomotif, properti) karena permintaan konsumen yang meningkat, dan
karenanya menjadi katalis pertumbuhan ekonomi.
Tabel di bawah ini menunjukkan perkembangan luar biasa komposisi PDB Indonesia..
Diasumsikan bahwa sektor industri akan memperkuat bagiannya dalam PDB dengan
mengurangi bagian sektor agrikultur dan jasa karena manufaktur saat ini adalah sektor
paling populer di Indonesia dalam konteks investasi asing langsung. Terlebih lagi,
untuk industri- industri inovatif tertentu, Pemerintah Indonesia memberikan insentif-
insentif pajak, sementara industri-industri pengolahan hilir telah dikembangkan di
sektor pertambangan melalui UU Pertambangan 2009.
PDB Indonesia dalam Perspektif Global
Tabel di bawah ini menunjukkan PDB Indonesia per kapita dan PDB riil dan
membandingkannya dengan dua kekuatan ekonomi penting dunia: Amerika Serikat (AS) dan
Cina.
Mengamati PDB per kapita segera tampak bahwa Indonesia masih memiliki perjalanan
panjang ke depan dibandingkan dengan negara-negara yang lebih berkembang. Bahkan,
Indonesia memiliki salah satu PDB per kapita terendah dibandingkan negara mana pun
di dunia.Melalui sejumlah rencana pembangunan Pemerintah, Pemerintah Indonesia
bertujuan untuk meningkatkan angka ini menjadi sekitar 14.250-15.500 dollar AS pada
tahun 2025. Namun, tetap diragukan apakah target ambisius ini akan dapat direalisasikan,
apalagi - seperti yang disebutkan di atas - indikator ini tidak merefleksikan distribusi
(setara) dari pendapatan atau kekayaan dalam masyarakat Indonesia. Dibutuhkan kebijakan
Pemerintah yang efektif untuk menyediakan lebih banyak pendidikan untuk anak-anak
Indonesia dan lebih banyak kesempatan kerja untuk orang-orang dewasa Indonesia.
PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 sebesar 5,12 persen melambat dibandingkan
dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Perlambatan ini di diprediksi di
sebabkan oleh :
1. Kontraksi pertumbuhan ekspor yang terutama terjadi pada komoditas berbasis sumber
daya alam. Sebagian ekspor barang tambang masih terhenti akibat kebijakan
pelarangan ekspor mineral mentah, sementara ekspor komoditas batu bara dan CPO
menghadapi pelemahan permintaan.
2. Penangguhan penyaluran dana bantuan sosial (bansos) mengakibatkan turunnya
belanja barang dalam rangka pemberdayaan masyarakat.
3. Pertumbuhan investasi non-bangunan yang negatif terutama disebabkan oleh
investasi alat angkutan luar negeri yang masih kontraksi sejalan dengan kinerja ekspor
tambang yang belum membaik.
4. Kebijakan tapering off atau pengurangan stimulus oleh Bank Sentral The Federal
Reserve, Amerika Serikat, kepada beberapa negara berkembang.
5. Belum stabilnya ekonomi global, IMF memangkas pertumbuhan ekonomi global
menjadi 3,4 persen pada bulan Juli (sebelumnya pada bulan April sebesar 3,7 persen).
Meskipun demikian, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan
PDB atas dasar harga konstan pada triwulan II-2014 dibanding triwulan I-2014 mengalami
pertumbuhan sebesar 2,47 persen atau sebesar Rp 724,1 triliun dibanding triwulan
sebelumnya sebesar Rp. 706,6 triliun.
PDB triwulan II-2014 dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya
mencerminkan pertumbuhan PDB selama satu tahun (yon-y) meningkat sebesar 5,12 persen.
Pertumbuhan hampir terjadi disemua sektor, kecuali Sektor Pertambangan dan Penggalian
yang turun sebesar 0,15 persen.
Nilai PDB bila dilihat dari pengeluaran menurut harga berlaku pada triwulan
II-2014 mencapai Rp 2.480,8 triliun .
Sedangkan bila dilihat dari harga konstan, dari PDB total sebesar Rp724,1 triliun, dibentuk
oleh komponen dari yang terbesar yaitu Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
sebesar 396,1 triliun; diikuti oleh Komponen Ekspor sebesar Rp319,5 triliun; Komponen
Impor sebesar Rp247,6 triliun; Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto sebesar Rp178,3
triliun; Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah sebesar Rp50,4 triliun; dan Komponen
Perubahan Inventori sebesar Rp24,0 triliun.
Sementara bila dilihat dari laju pertumbuhan PDB menurut pengeluaran triwulan II- 2014
dibanding triwulan sebelumnya, komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah tumbuh
yang paling besar diantara komponen lainnya yaitu sebesar 25,39 persen; diikuti oleh
Komponen Impor sebesar 5,32 persen; Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto
sebesar 4,61 persen; Komponen Ekspor sebesar 2,14 persen; dan terakhir
Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga sebesar 1,50 persen.