Anda di halaman 1dari 11

PRODUK DOMESTIK BRUTO DI INDONESIA (PDB)

PENGERTIAN PRODUK DOMESTIK BRUTO DI INDONESIA (PDB)

PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi di dalam
wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). PDB berbeda dari produk
nasional bruto karena memasukkan pendapatan faktor produksi dari luar negeri yang bekerja
di negara tersebut. Sehingga PDB hanya menghitung total produksi dari suatu negara tanpa
memperhitungkan apakah produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam
negeri atau tidak. Sebaliknya, PNB memperhatikan asal usul faktor produksi yang digunakan.

PDB Nominal merujuk kepada nilai PDB tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sedangkan
PDB riil <--(atau disebut PDB Atas Dasar Harga Konstan)--> mengoreksi angka PDB
nominal dengan memasukkan pengaruh dari harga.

PDB dapat dihitung dengan memakai dua pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran dan
pendekatan pendapatan. Rumus umum untuk PDB dengan pendekatan pengeluaran adalah:

PDB = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + (ekspor - impor)

Di mana konsumsi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga, investasi oleh
sektor usaha, pengeluaran pemerintah oleh pemerintah, dan ekspor dan impor melibatkan
sektor luar negeri.
Sementara pendekatan pendapatan menghitung pendapatan yang diterima faktor produksi

PDB = sewa + upah + bunga + laba


Di mana sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, upah untuk
tenaga kerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk pengusaha.
Secara teori, PDB dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus menghasilkan
angka yang sama. Namun karena dalam praktek menghitung PDB dengan pendekatan
pendapatan sulit dilakukan, maka yang sering digunakan adalah dengan pendekatan
pengeluaran
Antara tahun 1965 sampai 1997 perekonomian Indonesia tumbuh dengan persentase rata-rata
per tahunnya hampir tujuh persen.Pencapaian ini memampukan perekonomian Indonesia
bertumbuh dari peringkat ‘negara berpendapatan rendah’ menjadi ‘negara berpendapatan
menengah ke bawah’. Kendati begitu, Krisis Finansial Asia yang meletus pada akhir tahun
1990-an mengakibatkan dampak sangat negatif untuk perekonomian Indonesia, menyebabkan
penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 13,6% pada tahun 1998 dan pertumbuhan
yang terbatas pada 0,3% di 1999. Antara periode 2000-2004, pemulihan ekonomi terjadi
dengan rata-rata pertumbuhan PDB pada 4,6% setiap tahunnya. Setelah itu, pertumbuhan
PDB berakselerasi (dengan pengecualian pada tahun 2009 waktu, akibat guncangan dan
ketidakjelasan finansial global, pertumbuhan PDB Indonesia jatuh menjadi 4,6%, sebuah
angka yang masih mengagumkan) dan memuncak pada 6,5% di 2011. Kendati begitu, setelah
2011 ekspansi perekonomian Indonesia mulai sangat melambat. ,Bagian ini mendiskusikan
performa perekonomian Indonesia, negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tengagra,
sejak akhir 2000-an dan menyorot dengan lebih spesifik pada perlambatan perekonomian
yang terjadi sejak 2011. Untuk analisisi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Pemerintahan
Orde Baru atau analisis sebab dan akibat Krisis Finansial Asia, klik tautan-tautan di atas.

Statistik Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB):

Rata-rata
Pertumbuhan PDB (%)
1998 – 1999 - 6.65

2000 – 2004 4.60


2005 – 2009 5.62

2010 – 2014 5.80

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014


PDB
364.6 332.2 510.2 539.6 755.1 893.0 917.9 910.5 888.5
(dalam milyar USD)
PDB
5.5 6.3 6.0 4.6 6.2 6.2 6.0 5.6 5.0
(perubahan % tahunan)
PDB per Kapita
1,590 1,861 2,168 2,263 3,125 3,648 3,701 3,624 3,492
(dalam USD)

The base year for computing the economic growth rate shifted from 2000 to 2010 in 2014, previous years have been recalculated

Sumber: Bank Dunia


Tampak dalam tabel di atas bahwa penurunan perekonomian global yang disebabkan oleh
krisis finansial global di akhir 2000-an memiliki dampak yang relatif kecil pada
perekonomian Indonesia dibandingkan dengan dampak yang dialami negara-negara lain.
Pada tahun 2009, pertumbuhan PDB Indonesia turun menjadi 4,6%, yang berarti bahwa
performa pertumbuhan PDB negara ini merupakan salah satu yang terbaik di seluruh
dunia (dan memiliki peringkat tertinggi ketiga di antara negara-negara dengan
perekonomian besar yang tergabung di dalam grup G-20). Meskipun terjadi penurunan
tajam harga-harga komoditi, turunnya pasar saham, yield obligasi domestik dan
internasional yang lebih tinggi, dan melemahnya nilai tukar rupiah, perekonomian Indonesia
masih dapat tumbuh dengan layak. Kesuksesan ini terutama disebabkan oleh pengaruh
ekspor Indonesia yang relatif terbatas terhadap perekonomian nasional, terjaganya
kepercayaan pasar yang tinggi, dan berlanjutnya konsumsi domestik yang subur.
Konsumsi domestik di Indonesia (terutama konsumsi pribadi) berkontribusi untuk
sekitar 55% dari total pertumbuhan ekonomi negara ini.

Pada tahun 2010, Bank Dunia melaporkan bahwa karena suburnya pertumbuhan ekonomi
Indonesia, setiap tahunnya sekitar 7 juta penduduk Indonesia masuk dalam kelas menengah
negara ini. Di 2012, jumlah penduduk kelas menengah Indonesia mencapai sekitar 75
juta orang (dari total jumlah penduduk Indonesia sebesar 240 juta orang) dan perusahaan
penelitian seperti Boston Consulting Group (BCG) dan McKinsey menyatakan bahwa
kelompok kelas menengah ini akan bertambah kira-kira dua kali lipat pada tahun
2020-2030. Meskipun pertumbuhan penduduk kelas menengah telah berkurang karena
perlambatan perekonomian negara ini yang terjadi setelah 2011, Indonesia memiliki
kekuatan konsumen yang mendorong perekonomian dan telah secara signifikan memicu
pertumbuhan investasi domestik dan asing sejak 2010.

Kendati begitu, setelah memuncak di 2011, pertumbuhan PDB Indonesia mulai melambat.
Ada beberapa faktor yang menjelaskan perlambatan ekonomi ini:

• Pertumbuhan Ekonomi Global yang Lambat: Fokus pada Republik Rakyat Tiongkok
(RRT) Setelah mengalami rebound dari resesi global yang besar (2007-2009), laju
pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia menurun pada periode 2010-2014. Yang
paling.menyebabkan kekuatiran adalah semakin menurunnya laju pertumbuhan
perekonomian RRT. Negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini bertumbuh
7,3% pada basis year-on year (y/y) di 2014, level terendah dalam 24 tahun terakhir.
Menurunnya ekspansi perekonomian di RRT segera memberikan dampak pada Indonesia
karena kedua negara adalah mitra dagang yang penting (RRT berkontribusi untuk
hampir sepersepuluh dari total ekspor Indonesia). Diperkirakan bahwa untuk setiap
penurunan 1% dari pertumbuhan PDB RRT, ekspansi perekonomian Indonesia akan
berkurang 0,5%.

• Menurunnya Harga-Harga Komoditi .Perlambatan ekonomi global baru-baru ini (dan


terutama perlambatan ekonomi di RRT) menyebabkan penurunan harga-harga komoditi ke
level yang rendah selama yangbertahun-tahun. Sebagai negara eksportir komoditi yang
besar (dan kekurangan industri hilir yang berkembang baik), performa ekspor Indonesia
sangat terpengaruh saat harga komoditi (seperti batubara dan minyak sawit mentah)
rendah.Rendahnya harga komoditi- komiditi tidak hanya disebabkan oleh permintaan
global yang lebih lemah namun juga karena kelebihan suplai.

Bloomberg Commodities Index:

• Tingkat Suku Bunga Bank Indonesia yang Tinggi. Tingkat suku bunga yang tinggi
membatasi pertumbuhan kredit dan karenanya mengurangi pertumbuhan ekonomi.
Sejak pertengahan tahun 2013, bank sentral Indonesia(Bank Indonesia) meningkatkan suku
bunga acuannya (BI rate) dari level terendah dalam sejarah pada 5,75% kemudian
secara bertahap, namun agresif, naik menjadi 7,75% di akhir 2014. Bank Indonesia
mengetatkan kebijakan moneternya dalam rangka melawan inflasi yang tinggi
(yang meningkat tajam setelah beberapa reformasi subsidi bahan bakar),
mengurangi defisit transaksi berjalan yang lebar saat ini, dan mendukung rupiah
yang telah dibebani oleh tekanan-tekanan berat karena pengetatan moneterdi
Amerika Serikat (karena itu, Bank Indonesia lebih memilih stabilitas finansial
dibandingkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi).

• Perpolitikan di Indonesia. Tahun 2014 adalah ‘tahun politik’ untuk Indonesia karena negara
ini mengorganisir pemilihan-pemilihan legislatif dan presiden. Selama sekitar lima
bulan, tahun 2014 dilanda oleh ketidakjelasan politik (karena pemilihan-pemilihan ini)
mengakibatkan perlambatan realisasi investasi, dan karenanya mengurangi ekspansi
perekonomian negara ini.

Pertumbuhan PDB Indonesia per Kuartal 2009–2015 (perubahan % tahunan):

Tahun Quarter I Quarter II Quarter III Quarter IV


2015 4.72 4.67 4.73
2014 5.14 5.03 4.92 5.01

2013 6.03 5.81 5.62 5.72


2012 6.29 6.36 6.17 6.11

2011 6.45 6.52 6.49 6.50


2010 5.99 6.29 5.81 6.81
2009 4.60 4.37 4.31 4.58

Sumber: BPS

PDB per kapita Indonesia dan Distribusi Pendapatan yang Tidak Setara .

PDB per kapita Indonesia telah naik tajam selama satu dekade terakhir (lihat tabel di
atas) kendati hal ini telah melemah selama dua tahun terakhir karena perlambatan
ekonomi.Meskipun begitu, bisa dipertanyakan apakah PDB per kapita adalah alat ukur
yang layak untuk Indonesia karena penduduk Indonesia memiliki karekteristik
ketidaksetaraan yang tinggi dalam distribusi pendapatan. Dengan kata lain, ada
kesenjangan antara statistik dan kenyataan karena kekayaan 43.000 orang terkaya di
Indonesia (yang mewakili hanya 0,02% dari total penduduk Indonesia) setara dengan
25% PDB Indonesia. Kekayaan 40 orang terkaya di Indonesia setara dengan 10,3%
PDB (yang merupakan jumlah yang sama dengan kombinasi harta milik 60 juta orang
termiskin di Indonesia). Angka-angka ini mengindikasikan konsentrasi kekayaan yang
besar untuk kelompok elit yang kecil. Terlebih lagi, kesenjangan distribusi
pendapatan ini diperkirakan akan meningkat di masa mendatang.

PDB per kapita Indonesia telah meningkat secara stabil pada tahun 2000-an dan setelahnya.
Pada awalnya, Bank Dunia memproyeksikan Indonesia akan mencapai batasan 3.000dollar
AS pada tahun 2020 namun negara ini telah mencapai level ini satu dekade lebih awal.
Mencapai level PDB per kapita sebesar 3.000 dollar AS dianggap sebagai langkah yang
penting sebab hal ini seharusnya menyebabkan percepatan pengembangan di sejumlah sektor
(seperti retail, otomotif, properti) karena permintaan konsumen yang meningkat, dan
karenanya menjadi katalis pertumbuhan ekonomi.

Komposisi PDB Indonesia: Pertanian, Industri dan Jasa

Tabel di bawah ini menunjukkan perkembangan luar biasa komposisi PDB Indonesia..

1965 1980 1996 2010

Pertanian 51% 24% 16% 15%


Industri 13% 42% 43% 47%

Jasa 36% 34% 41% 38%

Sumber: Bank Dunia dan CIA World Factbook

Diasumsikan bahwa sektor industri akan memperkuat bagiannya dalam PDB dengan
mengurangi bagian sektor agrikultur dan jasa karena manufaktur saat ini adalah sektor
paling populer di Indonesia dalam konteks investasi asing langsung. Terlebih lagi,
untuk industri- industri inovatif tertentu, Pemerintah Indonesia memberikan insentif-
insentif pajak, sementara industri-industri pengolahan hilir telah dikembangkan di
sektor pertambangan melalui UU Pertambangan 2009.
PDB Indonesia dalam Perspektif Global

Tabel di bawah ini menunjukkan PDB Indonesia per kapita dan PDB riil dan
membandingkannya dengan dua kekuatan ekonomi penting dunia: Amerika Serikat (AS) dan
Cina.

PDB per Kapita (USD) Pertumbuhan PDB Riil (%)


2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014
AS 49,781 51,457 52,980 54,630 1.6 2.3 2.2 2.4
Cina 5,574 6,265 6,992 7,594 9.5 7.8 7.7 7.4

Indonesia 3,648 3,701 3,624 3,492 6.2 6.0 5.6 5.0

Sumber: Bank Dunia

Mengamati PDB per kapita segera tampak bahwa Indonesia masih memiliki perjalanan
panjang ke depan dibandingkan dengan negara-negara yang lebih berkembang. Bahkan,
Indonesia memiliki salah satu PDB per kapita terendah dibandingkan negara mana pun
di dunia.Melalui sejumlah rencana pembangunan Pemerintah, Pemerintah Indonesia
bertujuan untuk meningkatkan angka ini menjadi sekitar 14.250-15.500 dollar AS pada
tahun 2025. Namun, tetap diragukan apakah target ambisius ini akan dapat direalisasikan,
apalagi - seperti yang disebutkan di atas - indikator ini tidak merefleksikan distribusi
(setara) dari pendapatan atau kekayaan dalam masyarakat Indonesia. Dibutuhkan kebijakan
Pemerintah yang efektif untuk menyediakan lebih banyak pendidikan untuk anak-anak
Indonesia dan lebih banyak kesempatan kerja untuk orang-orang dewasa Indonesia.
PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 sebesar 5,12 persen melambat dibandingkan
dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Perlambatan ini di diprediksi di
sebabkan oleh :
1. Kontraksi pertumbuhan ekspor yang terutama terjadi pada komoditas berbasis sumber
daya alam. Sebagian ekspor barang tambang masih terhenti akibat kebijakan
pelarangan ekspor mineral mentah, sementara ekspor komoditas batu bara dan CPO
menghadapi pelemahan permintaan.
2. Penangguhan penyaluran dana bantuan sosial (bansos) mengakibatkan turunnya
belanja barang dalam rangka pemberdayaan masyarakat.
3. Pertumbuhan investasi non-bangunan yang negatif terutama disebabkan oleh
investasi alat angkutan luar negeri yang masih kontraksi sejalan dengan kinerja ekspor
tambang yang belum membaik.
4. Kebijakan tapering off atau pengurangan stimulus oleh Bank Sentral The Federal
Reserve, Amerika Serikat, kepada beberapa negara berkembang.
5. Belum stabilnya ekonomi global, IMF memangkas pertumbuhan ekonomi global
menjadi 3,4 persen pada bulan Juli (sebelumnya pada bulan April sebesar 3,7 persen).
Meskipun demikian, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan
PDB atas dasar harga konstan pada triwulan II-2014 dibanding triwulan I-2014 mengalami
pertumbuhan sebesar 2,47 persen atau sebesar Rp 724,1 triliun dibanding triwulan
sebelumnya sebesar Rp. 706,6 triliun.

NILAI PDB BERDASARKAN HARGA BERLAKU DAN KONSTAN 2000


TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014
Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan besaran PDB atas dasar harga berlaku
pada triwulan II-2014, mencapai Rp 2.480,8 triliun, atau mengalami peningkatan sebesar 3,19
persen setelah pada triwulan sebelumnya mencapai Rp 2.404 triliun (q-to-q). Sejalan dengan
PDB atas harga dasar berlaku, PDB atas dasar harga konstan 2000 juga mengalami
peningkatan menjadi Rp 724,1 triliun, setelah pada triwulan sebelumnya mencapai Rp
706,7 triliun atau meningkat sebesar 2,47 persen (q-to-q).
LAJU PERTUMBUHAN PDB BERDASARKAN HARGA KONSTAN 2000
TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014
Pertumbuhan perekonomian Indonesia bila dilihat berdasarkan laju pertumbuhan PDB
berdasarkan harga konstan triwulan II-2014 meningkat sebesar 2,47 persen bila dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya (q-toq). Peningkatan ini terjadi pada semua sektor ekonomi,
kecuali Sektor Pertambangan dan Penggalian yang mengalami penurunan sebesar 0,52
persen. Sedangkan laju pertumbuhan terbesar diberikan oleh Sektor Perdagangan, Hotel, dan
Restoran sebesar 4,17 persen. Hal ini terkait dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga
yang mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya.

PDB triwulan II-2014 dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya
mencerminkan pertumbuhan PDB selama satu tahun (yon-y) meningkat sebesar 5,12 persen.
Pertumbuhan hampir terjadi disemua sektor, kecuali Sektor Pertambangan dan Penggalian
yang turun sebesar 0,15 persen.

STRUKTUR PDB TRIWULAN II TAHUN 2014


Bila dilihat dari struktur yang membentuk PDB triwulan II-2014 atas dasar harga berlaku
yang terbesar diberikan oleh Sektor – Sektor.

NILAI PDB MENURUT PENGELUARAN TRIWULAN II TAHUN 2014

Nilai PDB bila dilihat dari pengeluaran menurut harga berlaku pada triwulan
II-2014 mencapai Rp 2.480,8 triliun .

Sedangkan bila dilihat dari harga konstan, dari PDB total sebesar Rp724,1 triliun, dibentuk
oleh komponen dari yang terbesar yaitu Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
sebesar 396,1 triliun; diikuti oleh Komponen Ekspor sebesar Rp319,5 triliun; Komponen
Impor sebesar Rp247,6 triliun; Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto sebesar Rp178,3
triliun; Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah sebesar Rp50,4 triliun; dan Komponen
Perubahan Inventori sebesar Rp24,0 triliun.

Sementara bila dilihat dari laju pertumbuhan PDB menurut pengeluaran triwulan II- 2014
dibanding triwulan sebelumnya, komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah tumbuh
yang paling besar diantara komponen lainnya yaitu sebesar 25,39 persen; diikuti oleh
Komponen Impor sebesar 5,32 persen; Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto
sebesar 4,61 persen; Komponen Ekspor sebesar 2,14 persen; dan terakhir
Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga sebesar 1,50 persen.

Anda mungkin juga menyukai