Anda di halaman 1dari 3

Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia

A. Pengertian
Ejaan ialah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis menulis yang
distandardisasikan. Ejaan mempunyai 3 aspek yakni aspek fonologis yang menyangkut
penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad, aspek morfologis yang
menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis, aspek sintaksis yang menyangkut
penanda ujaran tanda baca.
Hal yang menyangkut aspek fonologis ialah fonem. Fonem adalah bunyi bahasa yang
terdapat dalam bahasa. Fonem itu dibunyikan, disuarakan dilafalkan. Jika dituliskan, maka
tulisan yang merupakan gambar fonem disebut huruf. Dapat dikatakan bahwa huruf hanyalah
gambar fonem. Jumlah huruf dalam suatu bahasa disebut abjad.
Penggambaran satuan morfemis dengan huruf-huruf ialah aspek morfologis. Morfemis
ialah bersifat morfem, sedangkan morfem satuan bahasa yang terkecil yang mengandung
makna leksikal atau makna gramatikal. Kesatuan terkecil ini tidak dapat dipenggal menjadi
kesatuan lebih kecil karena dapat menghilangkan makna atau arti.
Ejaan juga menyangkut aspek sintaksis. Sintaksis meliputi frase, klausa, dan kalimat.
Satuan bahasa seperti rumah kami, anak yang sakit disebut frase. Kesatuan bahasa seperti
kakak menulis surat, matahari terbenam pukul enam petang disebut klausa. Satuan bahasa
seperti ia tiba di rumah ketika hari sudah malam disebut kalimat. Dalam frase tidak terdapat
subjek dan prediket. Klausa memiliki satu subjek dan satu prediket,sedangkan kalimat boleh
lebih. Frase, klausa, dan kalimat dapat ditunjukkan dengan pemakaian tanda baca.

B. Sejarah
Sejak bahasa melayu kemudian disebut bahasa indonesia digunakan sebagai bahasa
resmi di Indonesia, telah tiga kali ditetapkan pada tahun 1901 berdasarkan rancangan
Prof.Ch.A.Van Ophuysen. Ia dibantu Engku Nawawi gelar Soetan Ma’moer dan
Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan yang dirancang oleh Ophuysen telah beberapa kali
disempurnakan sampai pada ejaan yang terakhir sekali sebelum diganti dengan Ejaan
Republik atau Ejaan Soewandi.
Ejaan bahasa Melayu yang dirancang oleh Ophuysen disesuaikan dengan ejaan bahasa
Belanda karena Ophuysen adalah seorang belanda . itu sebabnya bunyi /u/ pada kata guru,
duduk ditetapkan huruf oe. Begitu bunyi /y/ pada kata saya, yang menggunakan huruf j
seperti bahasa Belanda. Serta Penggunaan tanda diakritik,seperti koma ain,hamzah dan tanda
trema,untuk menuliskan kata-kata ma’moer,’akal,ta’,dinamai’.
Selama Kongres Bahasa Indonesia pada 1938,telah muncul usulan agar ejaan itu lebih
di internasionalisasikan. Dan memang dalam perkembangan selanjutnya,terutama sesudah
Indonesia merdeka,dirasakan bahwa ada beberapa hal kurang praktis yang harus
disempurnakan. Sebenarnya perubahan ejaan itu telah direncanakan sewaktu pendudukan
Jepang. Pada 19 Maret 1947,di keluarkan penetapan baru oleh Menteri Pengajaran,
Pendidikan dan Kebudayaan, Suwandi tentang perubahan Ejaan Bahasa Indonesia; sebab itu
ejaan pengganti Ejaan Suwandi atau Ejaan Republik. Sebagai dampak dari keputusan
tersebut,bunyi oe tidak semuanya diganti dengan u. baru pada 1949,berdasarkan pada surat
edaran Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,tanda oe mulai 01 Januari 1949 diganti
dengan u.
Beberapa lambing yang tampak pada Ejaan Republik tersebut adalah sebagai berikut.
a. Huruf oe diganti dengan u,seperti pada guru,itu,umur.
b. Bunyi Hamzah dan bunyi sentak di tulis dengan k,seperti pada kata-kata
tak,pak,maklum,rakjat.
c. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2,seperti anak2,ber-jalan2,ke-barat2-an.
d. Awalan di- dan kata depan di,kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya,seperti kata depan di pada dirumah, dikebun, disamakan, dengan imbuhan di-
pada ditulis,dikarang.
Pada Kongres Bahasa Indonesia II pada 1954 di Medan, masalah ejaan
dipersoalkan lagi. Prof.Dr.Prijono mengajukan Prasaran Dasar-Dasar Ejaan Bahasa Indonesia
dengan Huruf Latin. Isi dasar-dasar tersebut adalah perlungya penyempurnaan kembali Ejaan
Republik yang sedang dipakai saat itu. Namun, hasil penyempurnaan Ejaan Republik ini
gagal diresmikan karena terbentur biaya yang besar untuk perombakan mesin tik yang telah
ada di Indonesia. Usaha penyempurnaan ejaan terus dilakukan,termasuk bekerjasama dengan
Malaysia yang menggunakan rumpun bahasa Melayunya pada Desember 1959. Dari
kerjasama ini,terbentuklah Ejaan Melindo (Ejaan Melayu Indonesia) yang diharapkan
pemakaiannya berlaku di perkembangan hubungan politik yang kurang baik antardua Negara
tersebut pada saat itu, ejaan ini gagal lagi diberlakukan.
Pada awal Mei 1966, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK),yang sekarang
menjadi Pusat Bahasa,menyusun lagi Ejaan Baru Bahasa Indonesia. Namun,hasil perubahan
ini juga tetap mendapat banyak pertentangan dari berbagai pihak sehingga gagal lagi
diberlakukan.
Pada 16 Agustus 1972,Presiden Republik Indonesia meresmikan Ejaan baru, yang
lebih dikenal dengan Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Ejaan baru ini
tetap dipakai sampai saat ini, dan tentunya telah mengalami revisi agar lebih sempurna.[1]
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia pengembangan Bahasa
Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku ”Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dengan penjelasan kaidah penggunaan yang
labih luas. Setelah itu ,Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975
memberlakukan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan”.
Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Penyemprnaan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan EYD edisi 1975. Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan
Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikann Nasional Nomor 46 Tahun 2009
tentang pedoman umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dengan di
keluarkannya Peraturan menteri ini, maka EYD edisi 1987 di ganti dan dinyatakan tidak
berlaku lagi.

Anda mungkin juga menyukai