PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari pajak penghasilan
2. Untuk mengetahui dasar hukum pajak penghasilan
3. Untuk mengetahui subjek pajak penghasilan
4. Untuk mengetahui objek pajak penghasilan
5. Untuk mengetahui objek pajak bentuk usaha tetap
6. Untuk mengetahui pengurangan penghasilan
7. Untuk mengetahui cara menghitung pajak penghasilan
8. Untuk mengetahui pelunasan pajak penghasilan
1
BAB II
PEMBAHASAN
PENDAHULUAN
2
3. untuk lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak, sistem selfassessment
tetap dipertahankan dan diperbaiki. Perbaikan terutama dilakukan pada sistem
pelaporan dan tata cara pembayaran pajak dalam tahun berjalan agar tidak
mengganggu likuiditas Wajib Pajak dan lebih sesuai dengan perkiraan pajak yang
akan terutang. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas, kemudahan yang diberikan berupa peningkatan batas peredaran
bruto untuk dapat menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.
Peningkatan batas peredaran bruto untuk menggunakan norma ini sejalan dengan
realitas dunia usaha saat ini yang semakin berkembang tanpa melupakan usaha dan
pembinaan Wajib Pajak agar dapat melaksanakan pembukuan dengan tertib dan taat
asas.
2.1 DEFINISI
4
politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk
reksadana. Kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
a. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Pembiayaannya bersumber dari APBN atau APBD.
c. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau
pemerintah daerah.
d. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
3. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
5
Wajib Pajak dalam negeri Wajib Pajak luar negeri
Dikenakan pajak atas penghasilan Dikenakan pajak hanya atas
baik yang diterima atau diperoleh penghasilan yang berasal dari
dari Indonesia dan dari luar sumber penghasilan di Indonesia.
indonesia. Dikenakan pajak berdasarkan
Dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto.
penghasilan netto. Tarif pajak yang digunakan adalah
Tarif pajak yang digunakan adalah tarif sepadan (tarif UU PPh pasal
tarif umum (tarif UU PPh pasal 17). 26).
Wajib menyampaikan SPT. Tidak wajib menyampaikan SPT.
MULAI BERAKHIR
Subjektif pajak dalam negeri orang Subjektif pajak dalam negeri orang
pribadi: pribadi:
Saat dilahirkan Saat meninggal
Saat berada di indonesia atau Saat meninggalkan indonesia untuk
bertempat tinggal di indonesia selama-lamanya
Subjektif pajak dalam negeri badan: Subjektif pajak dalam negeri badan:
Saat didirikan atau bertempat Saat dibubarkan atau tidak bertempat
kedudukan di Indonesia kedudukan di indonesia
Subjek pajak luar negeri melalui BUT: Subjek pajak luar negeri melalui BUT:
Saat menjalankan usaha atau Saat tidak lagi menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui BUT di melakukan kegiatan melalui BUT di
indonesia indonesia
Subjek pajal luar negeri tidak melalui Subjek pajal luar negeri tidak melalui
BUT: BUT:
Saat menerima atau memperoleh Saat tidak lagi menerima atau
penghasilan dari Indonesia memperoleh penghasilan dari
indonesia
6
Warisan belum terbagi: Warisan belum terbagi:
Saat timbulnya warisan yang belum Saat warisan telah selesai dibagikan
terbagi
7
2.4 OBJEK PAJAK PENGHASILAN
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau utnuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
termasuk:
1. Pergantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
grafitasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan
lain dalam Undang-undang ini;
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan
3. Laba usaha;
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu,
atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;
c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pegambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan
dalam bentuk apa pun;
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali, yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan
pendidikan, badan social termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi
yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagai atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan
dalam perusahaan pertambangan.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang;
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi;
8. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak;
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
8
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14. Premi asuransi;
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan
pajak;
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksus dalam Undang-undang yang mengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
19. Surplus Bank Indonesia.
9
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau
pemerintah
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa
6. Dividen atau pembagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat :
a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
b. Bagi perseoan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen
paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus
mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut.
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh keuangan,baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai.
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud pada angka 7, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan oleh
menteri keuangan.
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi.
10. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama
5(lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha
tersebut.
11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha
atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
a. Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan keputusan
menteri keuangan, dan,
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.
12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
13. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penilitian dan
pengembangan ,yang telah terdaftar pada instansi yang membandingkan yang
ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan ,dalam jangka waktu paling lama 4(
empat ) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut,yang ketentuannya lebih
lanjut dengan atau berdasarkan peraturan Menteri Keuangan ;
14. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial kepada wajib Pajak tertentu,yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
10
2.5 OBJEK PAJAK PENGHASILAN BENTUK USAHA TETAP
11
menerima imbalan berupa royalti dari PT Y. Sehubungan dengan perjanjian
tersebut, X Inc. juga memberikan jasa manajemen kepada PT Y melalui suatu
Bentuk Usaha Tetap di Indonesia, dalam rangka pemasaran produk PT Y yang
mempergunakan merek dagang tersebut. Jika demikian, pengguxraan merek
dagang oleh PT Y mempunyai hubungan efektif dengan Bentuk Usaha Tetap di
Indonesia sehingga penghasilan X Inc. yang berupa royalti tersebut
diperlakukan sebagai penghasilan Bentuk Usaha Tetap. Jadi, dianggap sebagai
penghasilan BUT asalkan terdapat hubungan efektif antara BUT dan aset atau
kegiatan yang memberikan penghasilan termasuk juga penghasilan yang
dikenakan withholding berdasarkan pada PPh Pasal 26. Konsep hubungan
efektif ini berasal dari effectively connected income yang berasal dari Undang-
Undang Pajak Domestik Amerika Serikat (Internal Revenue Code). Undang-
Undang Pajak Penghasilan di Indonesia tidak mempunyai ketentuan yang
mengatur dalam hal sebagaimana menentukan suatu penghasilan kantor pusat
mempunyai hubungan efektif dengan BUT di Indonesia.
Dalam menentukan besarnya laba suatu Bentuk Usaha Tetap, perlu diperhatikan hal-hal
berikut.
1. Biaya-biaya yang berkenaan dengan penghasilan kantor pusat dari usaha atau
kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis
dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh Bentuk Usaha Tetap di
Indonesia, serta biaya-biaya yang berkenaan dengan penghasilan sebagaimana
tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang
terdapat hubungan efektif antara Bentuk Usaha Tetap dan aset atau kegiatan
yang memberikan penghasilan tersebut, diperbolehkan untuk dibebankan
sebagai biaya bagi Bentuk Usaha Tetap.
2. Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah
biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan Bentuk Usaha Tetap, yang
besarnya ditetapkan oleh direktur jenderal pajak.
3. Pembayaran kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai
biaya adalah:
a) royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan aset, paten,
atau hak-hak lainnya;
b) imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;
c) bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.
4. Pembayaran sebagaimana tersebut pada nomor 3 yang diterima atau diperoleh
dari kantor pusat tidak dianggap sebagai Objek Pajak, kecuali bunga yang
berkenaan dengan usaha perbankan.
12
Penghasilan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang Ditanamkan Kembali di Indonesia
Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu Bentuk Usaha Tetap di
Indonesia dikenakan pajak sesuai Ketentuan Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Pajak
Penghasilan dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen). Apabila atas Penghasilan
Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 26 ayat (4) tersebut ditanamkan
kembali di Indonesia, atas penghasilan tersebut tidak dipotong pajak, dengan syarat:
1. penanaman kembali dilakukan atas seluruh Penghasilan Kena Pajak setelah
dikurangi Pai,ak Pea^ha.sdau dalaca hentuk penyertaau raodal pada perusahaan
yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta
pendiri;
2. penanaman kembali dilakukan dalam Tahun Pajak berjalan atau selambat-
lambatnya Tahun Pajak berikutnya dari Tahun Pajak diterima atau diperolehnya
penghasilan tersebut;
3. tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling sedikit
dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan tempat penanaman
dilakukan berproduksi secara komersial.
Contoh penghitungan:
Penghasilan Kena Pajak Bentuk Usaha:
Tetap di Indonesia tahun 2012 Rp. l7.500.000.000
Pajak Penghasilan: 25% x Rp 17.500.000.000 Rp. 4.375.000.000 (-)
Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi pajak Rp. l3.125.000.000
13
2.6 PENGURANGAN PENGHASILAN
Pajak penghasilan dihitung dari tarif dikalikan dengan penghasilan kena pajak.
Penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi dengan pengurangan atau
pengeluaran tertentu. Pengeluaran tersebut dinamakan juga biaya atau beban.
Pengeluaran/beban/biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi
dalam 2 (dua) golongan, yaitu:
1. Pengeluaran/beban/biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari satu tahun
yang merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya
administrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah, dan sebagainya;
2. Pengeluaran/beban/biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun yang
pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi, misalnya aset tetap
atau aset berwujud, aset tak berwujud, dan sebagainya.
Pengeluaran/beban/biaya dalam perpajakan tidak sepenuhnya sama dengan
akuntansi komersial. Dalam perpajakan, pengeluaran/beban/biaya dibedakan menjadi
dua, yaitu:
1. Pengeluaran/beban/biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (deductible
expense), adalah pengeluaran/beban/biaya yang mempunyai hubungan langsung
dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang merupakan Objek Pajak yang pembebanannya dapat dilakukan
dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat atas pengeluaran tersebut.
2. Pengeluaran/beban/biaya yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya (non-deductible
expenses), adalah pengeluaran/beban/biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak atau pengeluaran
dilakukan tidak dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan
pedagang yang baik. Oleh karena itu, pengeluaran yang melampaui batas kewajaran
yang dipengaruhi oleh hubungan istimewa tidak boleh dikurangkan dari penghasilan
bruto.
14
d) biaya perjalanan;
e) biaya pengolahan limbah;
f) premi asuransi;
g) biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan;
h) biaya administrasi; dan
i) pajak kecuali Pajak Penghasilan.
2. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh aset berwujud dan amortisasi
atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun;
pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh aset berwujud dan aset tak berwujud
serta pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun,
pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi. Pengeluaran yang
menurut sifatnya merupakan pembayaran di muka, misalnya sewa untuk beberapa
tahun yang dibayar sekaligus, pembebanannya dapat dilakukan melalui alokasi.
3. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri
keuangan;
4. kerugian karena penjualan atau pengalihan aset yang dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan;
kerugian karena penjualan atau pengalihan aset yang dimiliki, tetapi tidak
digunakan dalam perusahaan, atau yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, tidak boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto.
5. kerugian selisih kurs mata uang asing;
6. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
7. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
8. piutang yang nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:
a) telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
b) wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
c) telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pcngadilan Negeri atau
instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian
tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur
dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan
umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya
telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
d) syarat pada huruf c tidak berlaku untuk menghapuskan piutang tak tertagih
debitur kecil yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
9. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah;
10. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di
15
Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
11. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah;
12. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah;
13. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dalam
Peraturan Pemerintah;
16
Menurut ketentuan Undang-Undang PPh, biaya-biaya (pengeluaran) dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
2. Yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Biaya-biaya (pengeluaran) yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah
sebagai berikut :
1. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya
pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk
upah,gaji,honorarium,bonus,grafikasi,dan tunjangan yang di berikan dalam bentuk
uang, bunga sewa, royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi
asuransi, biaya administrasi, dan pajak, kecuali pajak penghasilan.
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai manfaat
lebih dari 1 (satu) tahun.
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan menteri keuangan.
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta dimiliki dan digunakan dalam
perusahaan atau dimiliki untuk mendapatkan,menagih, dan memelihara penghasilan.
5. Kerugian karena selisih kurs mata uang asing.
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
7. Biaya beasiswa,magang, dan pelatihan.
8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat tertagih, dengan syarat:
a) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan keuangan komersial.
b) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri atau badan
urusan piutang dan lelang negara (bupln) atau adanya perjanjian tertulis
mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur
yang bersangkutan.
c) Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus.
d) Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada
direktorat jendral pajak, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan
keputusan Direktur Jenderal Pajak.
9. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan berupa cadangan piutang tak tertagih
untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha
asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan
dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan.
10. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa yang dibayar oleh peberi kerja dan premi asuransi tersebut
dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi(pekerja) yang
bersangkutan.
11. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan berupa penyediaan makanan dan minunan bagi
seluruh pegawai.
12. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan:
a) Didaerah tertentu (misalnya: daerah terpencil)
17
b) Berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, yang ditetapkan dengan keputusan
menteri keuangan.
13. Kompensasi kerugian fiskal tahun sebelumnya(maksimal 5 tahun)
14. Zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi
pemeluk agama islam dan atau wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh
pemeluk agama islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
18
12. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
13. Biaya-biaya(pengeluaran) untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang :
a) Dikenakan pph yang bersifat final.
b) Bukan objek PPh.
14. Biaya-biaya(pengeluaran untuk mendapatkan,menagih, dan memelihara penghasilan
yang PPh-nya dihitung dengan menggunakan norma perhitungan penghasilan netto.
19
o Penghasilan istri tidak semata-mata di terima atau diperoleh dari satu pemberi
kerja yang telah di potong pajak berdasarkan ketentuan dalam UU PPh pasal 21,
dan
o Pekerjaan istri tidak ada hubungan dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau
anggota keluarga lain.
4. Rp 1.320.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat menjadi tanggungan
sepenuhnya (maksimal 3 orang ).
Contoh perhitungan PTKP :
1. Joko sudah menikah dengan mempunyai seorang anak. PTKP Joko adalah :
PTKP setahun:
Untuk wajib pajak sendiri Rp 15.840.000,00
Tambahan WP kawin Rp 1.320.000,00
Tambahan 1 anak Rp 1.320.000,00
Jumlah Rp 18.480.000,00
2. John (warga negara asing) bekerja di Indonesia pada tanggal 1 Oktober 2009
dengan kontrak kerja 2 tahun. John mempunyai 3 anak, PTKP John untuk tahun
2006 adalah :
PTKP setahun :
Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00
Tambahan WP kawin Rp 1.320.000,00
Tambahan 3 anak Rp 3.960.000,00
Jumlah Rp 21.120.000,00
TARIF PAJAK
Sesuai dengan pasal 17 UU PPh, besarnya tarif pajak penghasilan adalah sebagai
berikut :
1. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri
Tarif
Lapisan penghasilan kena pajak
pajak
Sampai dengan Rp 25.000.000,00 5%
Di atas Rp 50.000.000,00 s.d. Rp 250.000.000,00 15%
Diatas R p250.000.000,00 s.d. Rp 500.000.000,00 25%
Diatas Rp500.000.000,00 30%
2. Wajib pajak badan usaha dalam negri dan bentuk usaha tetap(BUT)
Sedangkan tarif pajak diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi Wajib pajak badan
dalam negeri dan usaha tetap adaalah sebesar 28%. Tarif pajak bagi wajib pajak dalam
negeri dan bentuk usaha tetap,mulai berlaku sejak tahun pajak 2010,diturunkan menjadi
25%. Wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka ynag paling
sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan dibursa efek
di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar
5% lebih rendah daripada tarif yang berlaku.
20
Wajib pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan
Rp50.000.000.000,00 mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% yang
dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan
Rp4.800.000.000,00.
Seluruh penghasilan kena pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai
tarif sebesar 50% dari tarif Pajak penghasilan badan yang berlaku karena jumlah
peredaran bruto PT Cahaya tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 .
Pajak Penghasilan yang terutang :
(50% x 25%) X Rp500.000.000,00 = Rp62.500.000,00
21
15% x Rp191.850.000 Rp 28.777.500
Jumlah Rp 31.277.500
22
BAB III
PENUTUP
1.1.Kesimpulan
1.2. Saran
Untuk meningkatkan jumlah Wajib Pajak yang sadar pajak, atau taat bayar
pajak, sebaiknya tatacara perpajakan selalu diperbaharui sedemikian rupa agar
tidak menyulitkan masyarakat Indonesia dalam pengurusannya, dan sebanyak
mungkin diadakan seminar-seminar tentang perpajakan, sehingga perpajakan
bukan hanya menjadi materi didalam perkuliahan, atau di sekolah menengah
tingkat atas.
23
DAFTAR PUSTAKA
http://thoifahasriandini.blogspot.co.id/2015/10/ringkasan-mata-kuliah-rmk-
pajak_59.html
http://kampusmaroon.blogspot.co.id/2013/12/pajak-penghasilan-umum.html
24