Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring perkembangan zaman, masyarakat saat ini semakin peduli dengan situasi
kesehatan dan hasil pembangunan kesehatan yang telah dilakukan oleh pemerintah terutama
terhadap masalah- masalah kesehatan yang berhubungan langsung dengan kesehatan mereka
dikarenakan kesehatan menyangkut hajat hidup masyarakat luas. Berdasarkan Undang-
Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya
kesehatan dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan melalui empat tahap
pendekatan yang meliputi pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan
penyakit (preventive), penyembuhan penyakit (curative), pemulihan kesehatan
(rehabilitative).
Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang mengatur
pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah mengandung konsekuensi bahwa
masing-masing daerah harus memiliki sistem informasi kesehatan sendiri. Produk dari sistem
kesehatan salah satunya profil kesehatan. Dinas Kesehatan Kabupaten merupakan unsur
pelaksana pemerintah daerah, dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang bertanggung jawab
kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Dinas Kesehatan Kabupaten dilengkapi dengan
berbagai bidang yang menunjang pelaksanaan teknis seperti Bidang Pembinaan &
Lingkungan, Bidang Pembinaan & Pengendalian Kemitraan dan Promosi Kesehatan, Bidang
Pembinaan & Pengendalian SDK, Unit Pelaksana Teknis.
Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten merupakan
tanggung jawab Dinas Kesehatan Kabupaten yang mempunyai Unit Pelaksana Teknis Daerah
Kesehatan Kabupaten yang disebut dengan puskesmas. Puskesmas sebagai unit pelayanan
kesehatan pertama memiliki peran yaitu menyediakan data dan informasi obat dan
Pengelolaan obat (kegiatan perencanaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, pencatatan
dan pelaporan, dan evaluasi). Obat dan perbekalan kesehatan hendaknya dikelola secara
optimal untuk menjamin tercapainya tepat jumlah, tepat jenis, tepat penyimpanan, tepat
waktu pendistribusian, tepat penggunaan dan tepat mutunya di tiap unit.
Mahasiswa perlu mengetahui perannya pada lingkup pusat pelayanan kesehatan
masyarakat di pemerintahan sebagai salah satu tempat untuk melaksanakan tugas profesinya
kelak. Praktek Kerja Lapangan (PKL) merupakan salah satu sarana bagi mahasiswa untuk
mendapatkan pengalaman kerja, pengetahuan, gambaran, dan pemahaman yang lebih
mendalam tentang peran apoteker di lingkup pelayanan kesehatan masyarakat. Oleh karena
itu, mahasiswa calon tenaga teknis kefarmasia melakukan PKL di lembaga pemerintahan
(Dinas Kesehatan Kabupaten Tana Toraja) yang berlangsung dari tanggal 1 Februari sampai
29 Februari 2016. Dengan PKL tersebut diharapkan mahasiswa akan menjadi lebih terampil
dan berkompeten dengan pekerjaan kefarmasian yang akan dilakukannya di masa mendatang
dan bisa memahami lebih dalam mengenai perannya di lembaga pemerintahan (Dinas
Kesehatan).
1.2 Tujuan Praktek Kerja Lapangan
a. Meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang peran, fungsi, posisi dan tanggung
jawab tenaga teknis kefarmasian dalam lembaga pemerintahan.
b. Membekali mahasiswa agar memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan
pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di lembaga
pemerintahan.
c. Mempersiapkan calon tenaga teknis kefarmasian dalam memasuki dunia kerja
sebagai tenaga farmasi yang profesional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uraian Umum Tentang Dinas Kesehatan
Dinas Kesehatan adalah unsur pelaksana otonomi daerah dalam bidang kesehatan dan
dipimpin langsung oleh seorang Kepala Dinas (Kadin).Kadin berkedudukan di bawah bupati
serta bertanggung jawab langsung pada Bupati melalui Sekretaris Daerah (Sekda).
a. Tata Cara Pengelolaan Obat di Gudang Farmasi
1. Perencanaan
Kegiatan perencanaan pengadaan obat bertujuan untuk
menetapkan jenis dan jumlah obat yang sesuai dengan pola penyakit dan
kebutuhan pelayanan kesehatandasar termasuk program kesehatan yang
telah ditetapkan.
2. Pengadaan
Pengadaan merupakan proses untuk penyediaan obat yang
dibutuhkan di unit pelayanan kesehatan. Tujuan pengadaan obat adalah agar
tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan dengan
mutu yang terjamin sertadapat diperoleh pada saat diperlukan.
Langkah-langkah dalam pengadaan barang:
a. Pemilihan metode pengadaan
b. Pemilihan pemasok
c. Pemantauan status pesanan
d. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat
e. Penerimaan dan pemesriksaan obat
3. Penyimpanan

Penyimpanan merupakan suatu kegiatan yang meyimpan dan


memelihara dengan cara m e n e m p a t k a n o b a t - o b a t a n ya n g d i t e r i m a
p a d a t e m p a t ya n g d i n i l a i a m a n d a r i pencurian serta gangguan baik
yang dapat merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan obat :

a. Memelihara mutu obat.


b. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab.
c. Menjaga kelangsungan persediaan.
d. Memudahkan pencarian dan pengawasan.
Kegiatan penyimpanan obat yaitu :

a. Pengaturan tata ruang.


b. Penyusunan stock obat.
c. Pencatatan stock obat.
d. Pengamanan mutu obat
4. Distribusi
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam
r a n g k a p e n g e l u a r a n d a n pengiriman obat – obatan yang bermutu terjamin
keabsahan serta tepat jenis dan jumlah dari gudang obat secara merata dan
teratur untuk memenuhi kebutuhan unit – unit pelayanan kesehatan. Kegiatan
distribusi meliputi kegiatan distribusi rutin dan kegiatan distribusi khusus.
Tujuan distribusi yaitu:
a. Terlaksananyan pengiriman obat secara teratur dan merata
sehingga dapat diperoleh pada saat dibutuhkan.
b. Terjamin kecukupan dan terpelihara efisiensi penggunaan obat di
unit pelayanan kesehatan
c. Terlaksan pemerataan kecukupan obat sesuai kebutuhan
pelayanan dan program kesehatan
5. Pencatatan
Pencatatan merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka
penatausahaan obat-obatan secaratertib, baik obat -obatan yang
diterima, disimpan, dan di distribusikan maupun yang digunakan di
unit-unit pelayanan, di Puskesmas dan Rumah Sakit. Tujuan Pencatatan
adalah tersedianya data mengenai jenis dan jumlah penerimaan,
persediaan, pengeluaran / penggunaan dan data mengenai waktu dari seluruh
rangkaian kegiatan mutasi obat.
6. Penggunaan
Meliputi peresepan, dispesing dan penerimaan pasien.
7. Penghapusan
Pemusnahan akan dilakukak jika ada sediaan farmasi yang rusak atau sudah
kadaluarsa. Dengan cara memisahkan sediaan yang rusak dengan sediaan yang
baik, kemudian mengeluarkan obar/ alkes dari kemasannya setelah itu obat
dapat dihancurkan kemudian di timbun dalam tanah
II.2 Gambaran Khusus Dinas Kesehatan Tana Toraja
II.2.1 Sejarah
II.2.2 Struktur Organisasi
1. Kepala Dinas (Kadin)
Kadin bertugas melasksanakan urusan pemerintah daerah sesuai asas
otonomi daerah dan tugas pembantuan dalam bidang kesehatan. Kadin bertugas
untuk merumuskan kebijakan baik kebijakan operasional maupun teknis terkait
tentang kesehatan, mengarahkan kegiatan dan penyusunan program dinas
kesehatan sesuai usulan tata usaha, UPTD, dan puskesmas. Kadin juga bertugas
untuk memantau pelaksanaan kegiatan dan program Dinkes, membina
pelaksanaan program dengan instansi terkait, membina pelaksanaan
ketatausahaan, UPTD, dan bidangteknis; melaporkan dan bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan program dinas pada Bupati, serta mengevaluasi tiap
pelaksanaan program secara periodik

2. Sekretariat memiliki beberapa tugas pokok untuk membantu kerja Kadin dalam
menyelenggarakan pelayanan, perencanaan, mengendalikan, memantau,
mengevaluasi program, aset, dan pengembangan dalam bidang medis serta
melakukan pembinaan administrasi. Sekretariat atau sekretaris membawahi
beberapa kepala sub bagian yaitu:

a. Kepala Sub Bagian Perencanaan: Memiliki tugas membantu sekretariat


untuk melaksanaan perencanaan, pembinaan, pengendalian data, serta
melakukan evaluasi program dinas.
b. Kepala Sub Bagian Umum dan Pelayanan: Memiliki tugas untuk membantu
sekretaris menyelenggarakan fungsi ketatausahaan, rumah tangga, serta
pengelolaan administrasi kepegawaian.
c. Kepala Sub Bagian Keuangan: Memiliki tugas membantu sekretaris untuk
melaksanakan kegiatan anggaran berdasarkan kinerja serta
pertanggungjawaban keuangan.

3. Kepala Bidang Layanan Medik & Farmasi memiliki tugas untuk membantu
Kadin melaksanakan kegiatan pelayanan medis dasar, pelayanan rujukan,
atau pelayanan khusus. Kepala bidang layanan kesehatan membawahi
beberapa seksi yaitu: Seksi Layanan Medik Dasar, Rujukan, Spesialis
Seksi Farmasi dan Makanan & Minuman

4. Kepala Bidang Layanan Kesehatan Masyarakat bertugas untuk membantu


Kadin melaksanakan kegiatan peningkatan taraf kesehatan masyarakat.
Kepala bidang membawahi beberapa seksi yaitu: Seksi Gizi dan Seksi
kesehatan keluarga

5. Kepala Bidang Pengendalian, Pemberantasan Penyakit & Kesehatan


Lingkungan, memiliki tugas untuk membantu Kadin melaksanaan kegiatan
penyehatan lingkungan dan pemberantasan penyakit. Kepala bidang
membawahi beberapa seksi yaitu: Seksi pengamatan penyakit, penyehatan
lingkungan, & penanggulangan bencana serta Seksi pengendalian dan
pemberantasan penyakit

6. Kepala Bidang Jaminan, Promosi & Informasi memiliki tugas untuk


membantu melaksanakan kegiatan promosi kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat. Bidang ini membawahi beberapa seksi, yaitu Seksi Jaringan
Informasi dan Promosi dan Seksi Jaminan Kesehatan Masyarakat

7. Unit Pelaksana Teknis memiliki tugas utnuk melaksanakan tugas


operasional di wilayah kerja masing-masing yang mencakup bimbingan,
penyuluhan, pembinanaan, dan pelatihan dalam bidang kesehatan.

8. Jabatan Fungsional memiliki tugas untuk melaksanakan sebagian tugas


dalam bidang kesehatan sesuai dengan keahlian yang dimiliki

II.2.3 Visi Dan Misi

II.2.4 Sarana Dan Fasilitas Pelayanan


BAB III
PEMBAHASAN
A. Dinas Kesehatan Kabupaten Tana Toraja

Kegiatan Praktek Kerja Lapangan di Dinas Kesehatan Kabupaten Tana Toraja pada
tanggal 21-19 april 2018. Dalam lingkup wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Tana
Toraja, seorang Apoteker memiliki tugas yang cukup banyak terutama dalam hal yang
berhubungan dengan pengadaan obat dan alat kesehatan, perijinan dan pembinaan terkait
kefarmasian, perijinan dan pembinaan terkait makanan dan minuman, serta pembinaan dan
pengawasan kegiatan kefarmasian di UPT seperti Puskesmas.
Selama kegiatan PKL berlangsung, mahasiswa mendapatkan pengetahuan lebih
mengenai kegiatan yang dilakukan di Dinas Kesehatan dengan ikut serta dalam beberapa
kegiatan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Koordinator Farmasi Makanan dan
Minuman (Farmamin) di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas. Beberapa kegiatan yang
dilakukan diantaranya yaitu:
1. Mengikuti kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) obat bersama tim Dinas
Kesehatan Kabupaten Banyumas Unit Farmamin ke Puskesmas yang ada di Kabupaten
Banyumas Yaitu Puskesmas II Sokaraja, Puskesmas Somagede. Kegiatan ini rutin
dilakukan 2 kali setiap tahun untuk memantau dan mengevaluasi penggunaan,
penyimpanan obat dan bahan medis habis pakai di puskesmas dan sub unitnya serta
kegiatan administrasinya. Dalam kegiatan ini tim dari Unit Farmasi DKK akan melihat
cara penyimpanan obat-obatan, mengecek obat-obatan yang sudah atau hampir
kadaluarsa, memeriksa buku kegiatan harian, buku penggunaan obat dan menyesuaikan
antara sisa stok yang tertulis dengan fisik yang ada, serta parameter-parameter lain yang
terdapat dalam lembar monitoring dan evaluasi. Dan hasil dari kegiatan monev tersebut
antara lain di gudang tidak ada pengatur suhu ruangan & tidak ada AC, belum ada
lemari narkotik seharusnya lemari narkotik ada walaupun tidak menyediakan obat
narkotik, tidak ada ruangan konseling, tidak ada etiket biru dan plastik, dokumentasi
untuk obat rusak dan ED belum tersedia. Tindak lanjut dari kegiatan ini yaitu dengan
dilakukan pembinaan bersama selama tidak melakukan pelanggaran. Namun apabila
ada indikasi pelanggara, maka dipanggil dan disuruh membikin surat pernyataan.
Apabila masih tetap, maka diberi surat peringatan (SP 1, SP 2, dst).
2. Mengikuti kegiatan monitoring dan evaluasi (Monev) bersama tim Dinas Kesehatan
Kab. Pemalang Unit Farmamin ke Apotek Whotara dan Apotek Menmari. Kegiatan
monev di apotek dilakukan sesuai dengan target program kerja yang telah ditetapkan.
Kegiatan ini bertujuan untuk memantau dan mengevaluasi terhadap pendistribusian,
penyimpanan dan pengelolaan obat serta bahan medis habis pakai yang di apotek.
Evaluasi yang dilakukan antara lain yaitu melakukan pengecekan terhadap distributor
obat dan alkes apakah merupakan distributor resmi atau untuk beberapa apotek cabang
distribusi obat dilakukan sendiri atau dari apotek induk. Untuk penandatanganan surat
pesanan dan fraktur ditandatangani oleh apoteker masing-masing apotek. Kemudian
pemasangan SOP pada apotek masih belum disiplin. Karena keseluruhan apotek yang
kami datangi masih belum memasang SOP. Beberapa apotek sudah menggunakan
sistem komputerisasi sehingga memudahkan pengecekan. Secara umum hasil dari
kegiatan tersebut yaitu kurangnya kebersiahan di Apotek dan ditemukan obat ED yang
masih bercampur dengan obat yang belum ED.

3. Mengikuti pengawasan makanan dan jajanan SD bersama tim Dinas Kesehatan Kab.
Pemalang Unit Farmamin ke SD N 2 Pliken. Dalam kegiatan ini ditemukan produk
makanan buatan sendiri yang belum ada PIRT. Oleh karena itu disarankan untuk
mengajukan PIRT untuk makanan atau produk yang dibuat sendiri oleh ibu-ibu. Syarat
pengajuan PIRT yaitu melakukan pelatihan di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas
untuk mendapatkan sertifikat PKP. Pelatihan tersebut diadakan setiap bulan, biasanya
pada akhir bulan.
Tugas lain Apoteker di Dinas Kesehatan adalah :
1. Registrasi dan Perijinan Bidang Kefarmasian.
Registrasi, izin praktik, dan izin kerja tenaga kefarmasian diatur dalam
Permenkes No 889/Menkes/PER/V/2011, beberapa hal yang diatur dalam permenkes
tersebut adalah setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian
wajib memiliki STRA (surat tanda registrasi apoteker) dan STRTTK (Surat Tanda
Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian).
STRA (surat tanda registrasi apoteker) dikeluarkan oleh KFN (Komite Farmasi
Nasional), sedangkan STRTTK dikeluarkan oleh kepala dinas kesehatan propinsi,
STRA maupun STRTTK berlaku selama 5 tahun dan apoteker maupun tenaga teknis
kefarmasian wajib melakukan registrasi ulang STRA atau STRTTK minimal 6 bulan
sebelum habis masa berlakunya.
Adapun syarat-syarat memperoleh STRA yaitu :
a. Ijazah apoteker
b. Sertifikat kompetensi profesi
c. Surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji apoteker
d. Surat keterangan sehat
e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi
Sertifikat kompetensi profesi dikeluarkan oleh organisasi profesi setelah lulus uji
kompetensi. Sertifikat kompetensi ini berlaku selama 5 tahun, namun bagi Apoteker
yang baru lulus pendidikan profesi dianggap telah lulus uji kompetensi dan dapat
memperoleh sertifikat kompetensi profesi secara langsung.

Setiap tenaga kefarmasian yang akan melakukan pekerjaan kefarmasian wajib


memiliki surat izin praktek apoteker (SIPA). SIPA merupakan surat wajib dimiliki oleh
apoteker penanggung jawab apotek dan apoteker pendamping yang bekerja di sarana
pelayanan kefarmasian contohnya apotek dan rumah sakit. Untuk SIKA (surat izin
kerja apoteker) merupakan surat izin wajib dimiliki Apoteker yang bekerja di fasilitas
produksi atau fasilitas distribusi/penyaluran, dan STRTTK bagi tenaga teknis
kefarmasian (Asisten Apoteker/D3 Farmasi).
Syarat untuk pembuatan SIPA/SIKA adalah sebagai berikut:
a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN
b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktek profesi atau surat keterangan dari
pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau
distribusi/penyaluran
c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi
d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 lembar
Apoteker bekerjasama dengan pihak kepolisian apabila ada kasus/tindak pidana
yang berhubungan dengan kefarmasian misalnya dalam hal penyalahgunaan obat-
obatan terlarang. Dinas Kesehatan bekerjasama dengan Kepolisian untuk menjadi saksi
ahli dalam bidang kefarmasian sehingga dalam melakukan putusan pengadilan
mengenai tindak pidana yang berhubungan dengan kefarmasian dapat dilaksanakan
dengan baik.

2. Pengadaan obat dan bahan medis habis pakai

Apoteker bertugas dalam menyusun perencanaan obat untuk kebutuhan selama


satu tahun yang akan di distribusikan ke 39 Puskesmas yang terdiri dari 14 Puskesmas
rawat inap dan 25 Puskesmas rawat jalan, 3 Balai Pengobatan dan 1 Laboraturium
daerah Banyumas. Analisa obat dihitung tiap tahun berdasarkan pada sisa stock Unit
Perbekalan Alat Kesehatan dan Farmasi (UPKF) dan LPLPO dari tiap-tiap Puskesmas
yang ada di Kabupaten Banyumas. Analisa kebutuhan obat di Dinas Kesehatan
Kabupaten Banyumas menggunakan metode konsumsi dimana perhitungan kebutuhan
obat dilakukan 1 tahun sekali dan pembelian dilakukan dengan sistem tender (lelang)
atau penunjukan langsung kepada distributor. Pada tahun 2015, pengadaan mulai
dilakukan dengan sistem Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) secara bertahap untuk
mencapai akreditasi puskesmas. Dalam melakukan pengadaan untuk perbekalan
farmasi, perencanaan dilakukan oleh Tim Perencanaan Obat Terpadu (TimPOT) dari
Dinkes yang bekerja sama dengan pihak UPKF berdsarkan pemakaian dan sisa stok.
sedangkan pengadaannya sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012
tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.
Langkah pertama dalam menganalisa kebutuhan obat yaitu menghitung jumlah
permintaan obat dalam 1 tahun sebelumnya kemudian dihitung rata-rata dalam 1 bulan.
Setelah itu hitung kebutuhan obat untuk pengadaan 12 bulan dengan waktu tunggu 6
bulan dimana ditambahkan dengan buffer stok 15% kemudian dikurangi dengan sisa
stok yang ada. Didapatkan jumlah kebutuhan obat untuk pengadaan 1 tahun dengan
waktu tunggu 6 bulan. Untuk mengetahui nilai kebutuhan obat maka perlu
diperhitungkan dengan harga satuan masing-masing obat. Untuk proses memasuki
sistem Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) puskesmas mulai melakukan pengadaan
obat diluar e-katalog dengan pembelian obat ke PBF resmi atas persetujuan dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Banyumas.

B. Unit Perbekalan Alat Kesehatan Dan Farmasi (UPKF) Banyumas


Unit Perbekalan Alat Kesehatan dan Farmasi (UPKF) merupakan salah satu Unit
Pelaksana Teknis (UPT) satuan Dinas Kesehatan yang melaksanakan kegiatan teknis
operasional dan atau kegiatan teknis penunjang yang berkaitan dengan pengelolaan
perbekalan kesehatan. Kegiatan yang terkait UPKF dalam pengelolaan obat, reagensia,
dan alkes yaitu: penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian ke unit-unit pelayanan
kesehatan yang berada di Kabupaten Banyumas. Kegiatan UPKF mempunyai tujuan
utama yaitu tersedianya obat dengan mutu yang baik, tersebar secara merata dengan jenis
dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat
yang membutuhkan di Unit Pelayanan Kesehatan.
Adapun kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilakukan di UPKF
pada tanggal 3 Februari 2016 meliputi:
1. Mengamati dan mempelajari struktur organisasi UPKF.
2. Mengamati tempat penyimpanan obat di gudang UPKF dan observasi tata letak
penyimpanan obat dan alat kesehatan di gudang UPKF.
3. Mengamati dan mempelajari sistem manajemen UPKF dalam mengelola perbekalan
alat kesehatan dan farmasi.
Alur Pengelolaan Perbekalan Alat Kesehatan dan Farmasi:
1. SOP Penerimaan Barang
a. Obat atau barang yang akan masuk gudang harus sudah ada pemberitahuan
sebelumnya dari Dinas Kesehatan atau pihak supplier (rekanan) minimal sehari
sebelum pengiriman.
b. Petugas gudang mempersiapkan tempat atau ruang untuk menampung barang atau
obat yang akan masuk.
c. Sebelum barang atau obat dimasukkan ke dalam gudang, harus dilakukan
pengecekan dahulu meliputi:
1) Kelengkapan dokumen atau faktur pengiriman barang atau obat.
2) Item barang atau obat dan jumlahnya.
3) Kondisi fisik barang.
4) Tanggal kadaluwarsa.
d. Setelah semua lengkap, barang dimasukkan ke dalam gudang pada tempat yang telah
disiapkan. Kemudian dibuatkan dokumen Bukti Barang Masuk (BBM) sesuai faktur
pengiriman dan ditandatangani oleh pihak UPKF.
e. Berdasarkan BBM tersebut dilakukan pencatatan pada kartu stok.
f. Dokumen BBM yang telah selesai diproses, kemudian dilakukan entry data ke
komputer.
g. Dokummen BBM kemudian diarsipkan pada file Barang Masuk, diberi kode,
rekananannya serta tahun pelaksanaannya.

2. SOP Penyimpanan Barang


a. Obat atau barang yang ada masa kadaluwarsanya:
1) Disusun menurut sistem FEFO (First Expired First Out) artinya obat dengan masa
ED yang lebih pendek diletakkan atau disusun di barisan depan atau di atas untuk
dikeluarkan terlebih dahulu.
2) Obat atau barang dalam jumlah sedikit diletakkan atau disusun dalam rak secara
rapi.
3) Obat atau barang dalam jumlah besar (banyak) diletakkan atau disusun diatas
palet.
4) Obat-obatan jenis antibiotik disimpan dalam ruang ber-AC.
5) Obat-obatan jenis injeksi dan suppositoria yang membutuhkan suhu penyimpanan
2-80C sedapat mungkin disimpan dalam lemari pendingin atau minimal dalam
ruangan ber-AC
b. Obat atau barang yang tidak ada masa kadaluwarsanya:
1) Disusun menurut sistem FIFO (First In First Out) artinya obat atau barang yang
datang atau masuk lebih awal, dikeluarkan lebih dahulu. Obat atau barang yang
datang kemudian diletakkan atau disusun dibarisan belakangnya atau susunan
paling bawah demikian seterusnya.
2) Obat atau barang dalam jumlah sedikit diletakkan atau disusun dalam rak secara
rapi.
3) Obat atau barang dalam jumlah besar (banyak) diletakkan atau disusun diatas
palet.
4) Obat-obatan jenis antibiotik disimpan dalam ruang ber-AC.
5) Obat-obatan jenis injeksi dan suppositoria sedapat mungkin disimpan dalam
kulkas atau minimal ruang ber-AC.
6) Obat yang masa penyimpanannya sudah 5 (lima) tahun atau lebih sejak dari
diterima harus dikeluarkan dari stok (dianggap obat ED).
c. Obat atau barang yang tidak ada masa kadaluwarsanya namun ada tanggal
produksinya:

1) Disusun dengan sistem modifikasi FIFO artinya obat atau barang dengan tanggal
produksi lebih awal dikeluarkan lebih dahulu (obat atau barang yang tanggal
produksinya lebih awal diletakkan di bagian depan atau atas dari tanggal
produksinya belakangan.
2) Obat atau barang dalam jumlah sedikit diletakkan atau disusun dalam rak secara
rapi.
3) Obat atau barang dalam jumlah besar (banyak) dilletakkan atau disusun diatas
palet.
4) Obat-obatan jenis antibiotik disimpan dalam ruang ber-AC.
5) Obat-obatan jenis injeksi dan suppositoria sedapat mungkin disimpan dalam
kulkas atau minimal ruang ber-AC.
6) Obat yang sudah berusia 5 (lima) tahun atau lebih dihitung dari tanggal
produksinya harus dikeluarkan dari stok (dianggap obat ED).
3. SOP Pengeluaran Barang
a. Daftar permintaan obat (LPLPO atau PKO) dari puskesmas harus sudah diterima di
UPKF sesuai jadwal yang telah ditentukan UPKF. Untuk obat program dan alkes
sesuai ketentuan dari DKK. Untuk permohonan obat diluar UPT DKK Banyumas
harus ada persetujuan dari kepala DKK Banyumas.
b. Mengalokasikan jumlah obat yang akan diberikan dengan metode konsumsi + buffer
25% dengan memperhatikan sisa stok di gudang. Kemudian langsung dilakukan
pencatatan (pengurangan) pada kartu stok meja.
c. Dokumen LPLPO atau PKO yang telah ada alokasi jumlah pemberitahuannya,
diserahkan kepada petugas gudang obat untuk disiapkan obatnya. Form LPLPO
dapat dilihat pada lampiran 1. Form Permintaan Kekurangan Obat (PKO) dapat
dilihat pada lampiran 2.
d. Petugas gudang obat menyiapkan obat sesuai jumlah pemberian yang telah tertulis
pada LPLPO atau PKO.
e. Bila petugas gudang memberikan obat atau barang tidak sesuai atau tidak sama
dengan yang tertulis pada LPLPO harus segera dikonfirmasikan untuk disesuaikan
kembali.
f. Setelah semua obat selesai disiapkan, dokumen LPLPO/PKO diserahkan ke petugas
pencatat kartu stok gudang untuk dicatat pengeluarannya. Setelah selesai dicatat
pada kartu stok gudang, kemudian dilakukan pencatatan pada kartu stok meja.
g. Dokumen LPLPO/PKO atau dokumen lainnya yang telah selesai diproses, dientry ke
komputer. Kemudian diarsipkan pada file barang keluar.

Tujuan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan di Kabupaten adalah tersedianya


obat dengan mutu yang baik, tersebar secara merata dengan jumlah dan jenis yang sesuai
dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat yang membutuhkan di Unit
Pelayanan Kesehatan. Dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat di daerah, maka
diperlukan keseimbangan dan kesinambungan untuk kelangsungan program – program
kesehatan, yang didukung oleh sumber daya manusia, pembiayaan, dan sarana prasarana
yang memadai.
Diperlukan pengelolaan perbekalan farmasi yang baik dan benar. Dengan cara
mengelola perbekalan farmasi secara efektif dan efisien, menerapkan farmakoekonomi
dalam pelayanan, meningkatkan kompetensi tenaga farmasi serta mewujudkan sistem
informasi managemen berdaya guna dan tepat guna, melaksanakan pengendalian mutu
pelayanan. Hal ini bertujuan agar tersedia obat dengan mutu baik dan tersebar secara
merata dengan jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan unit pelayanan kesehatan
di setiap wilayah.
Hasil kegiatan di UPKF Banyumas:
a. Penerimaan dan Pemeriksaan Obat
Kegiatan penerimaan obat di UPKF dilakukan dengan pemeriksaan jumlah serta
mutu obat yang dikirimkan meliputi kondisi kemasan luar (kemasan sekunder),
kemasan primer, kondisi fisik obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa. Bila ada
cacat, kerusakan, waktu kadaluwarsa yang terlalu pendek maupun perubahan kondisi
fisik obat maka obat batal diterima (dikembalikan). Penerimaan obat dari berbagai
sumber diterima bertahap sesuai jadwal pengiriman dari pemasok.
Petugas pemeriksaan penerimaan obat membuat berita acara pemeriksaan obat
sesuai dengan hasil pemeriksaan. Berita acara pemeriksaan penerimaan obat adalah
dokumen tanda bukti pemeriksaan pada penerimaan obat yang memuat tanggal
pemeriksaan, jenis, keadaan, banyaknya, sumber dan lain–lain yang bersangkutan
dengan obat tersebut.
b. Penyimpanan
Penyimpanan obat di gudang farmasi menggunakan sistem FIFO (First In First
Out) dan FEFO (First Expire First Out) yaitu obat yang datang pertama dikeluarkan
dahulu sehingga mencegah kerusakan obat di dalam gudang akibat terlalu lama di
simpan. Suhu ruangan obat tidak terkontrol karena AC yang terdapat dalam ruangan
tidak selalu berfungsi. Obat-obat psikotropik ditempatkan pada lemari tersendiri tetapi
tidak terkunci, penyimpanan tidak diatur berdasarkan bentuk sediaan, ditemukan
banyak obat yang mendekati ED (kurang lebih 1 bulan) tetapi belum didistribusikan,
terdapat obat ED dalam jumlah yang banyak namun penyimpanannya sudah dipisah
pada ruangan khusus, ditemukan juga obat rusak yang masih tercampur dengan obat
yang tidak rusak, penyimpanan kardus obat ditumpuk dengan jumlah yang melebihi
batas maksimal dan ada yang menempel pada tembok, pemanfaatan lemari es yang
belum optimal. Secara umum sarana dan prasarananya masih kurang memadai dan
kurangnya tenaga kefarmasian yang mengatur gudang tersebut.
c. Pendistribusian obat
Untuk pendistribusian obat di puskesmas dan balai kesehatan dilakukan dengan
menggunakan LPLPO yang diajukan tiap 3 bulan sekali. Apabila puskesmas atau balai
kesehatan kekurangan obat sebelum jadwal pengiriman berikutnya maka puskesmas
mengajukan form permintaan kekurangan obat (PKO) dengan mengambil obat sendiri
ke Unit Perbekalan Alat Kesehatan dan Farmasi (UPKF). Pada sistem Badan Layanan
Umum Daerah (BLUD), puskesmas akan merencanakan dan mengadakan obat sendiri
diluar e-katalog dengan tetap melalui persetujuan ke DKK Banyumas tetapi
pendistribusian dilakukan oleh PBF resmi yang ditunjuk puskesmas langsung ke
puskesmas. Puskesmas ataupun Balai Kesehatan melaporkan data pemakaian dan
permintaan obat ke pihak UPKF. Langkah untuk analisis kesesuaian perhitungan
LPLPO yaitu mengecek kembali perhitungan permintaan obat yang diajukan tiap
puskesmas apakah sudah sesuai atau belum. Perhitungan dimulai dari data persedian
dikurangi pemakaian sehingga didapat sisa stok, lalu data persediaan ditambah 15%
untuk diperoleh stok optimal, kemudian dari hasil yang telah didapat berupa stok
optimal dikurangi sisa stok maka didapat jumlah permintaan obat. Dari perhitungan
yang kita lakukan, lalu dibandingkan dengan perhitungan LPLPO dari masing-masing
puskesmas atau balai kesehatan.
BAB IV
PENUTUP
V.1 Kesimpulan

Instalasi farmasi kabupaten adalah tempat yang digunakan untuk menyimpan,


mendistribusikan sediaan Farmasi ke Instansi-instansi Kesehatan milik pemerintah. Tugas
pokok Instalasi Farmasi yaitu melaksanakan pengelolaan, penerimaan, penyimpanan dan
pendistribusian perbekalan farmasi dan peralatan kesehatan yang diperlukan dalam rangka
pelayanan kesehatan , pencegahan dan pemberantasan penyakit, di Puskesmas / RS.
V.2 Saran

Sebaiknya Instalasi Farmasi di wilayah masing-masing pada bagian penyimpanan


sediaan farmasi lebih ditingkatkan kebersihannya agar kesahatan tetap terjaga dan dalam
pengiriman obat ke setiap puskesmas di harapkan ketelitiannya agar tidak terjadi kesalahan
dalam pemberian obat.
DAFTAR PUSTAKA

Sudarmanto. (2009). Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM.Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Muninjaya,Gde AA,Manajemen Kesehatan,ed.2.Jakarta:EGC,2004

Andri Kristanto,perancangan system informasi dan aplikasinya,penerbit Gaya Media


Yogyakarta.2003

Anda mungkin juga menyukai