Anda di halaman 1dari 9

1.

Tambak dalam skala kecil tidak terlalu banyak mempengaruhi ekosistem mangrove, tapi lain
halnya dengan skala besar. Konversi mangrove yang luas menjadi tambak dapat mengakibatkan :
 Terjadinya abrasi pantai karena akar akar tanaman bakau dapat menjadi penahan pasir pantai
agar tidak tergerus oleh ombak.
 Hilangnya habitat hidup beberapa jenis ikan, udang, kepiting serta kerang yang biasanya
mendiami daerah hutan bakau
 Dengan hilangnya habitat ikan, maka jumlah ikan di pantai tersebut juga ikut menurun.
 Hilangnya area penghasil oksigen di daerah tersebut sehingga udara akan terasa semakin
panas.

C. PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN


1. Peningkatan Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat.
Adalah upaya untuk meningkatkan kesadartahuan masyarakat akan pentingnya peranan terumbu
karang dan mengajak masyarakat untuk berperan serta aktif dan bertanggung jawab dalam mengelola
dan memanfaatkan terumbu karang secara lestari, seperti meningkatkan kesadaran mereka akan
peranan penting terumbu karang, seperti sebagai tempat pengembangan wisata bahari, bahan baku
obat-obatan, kosmetika, bahan makanan dan lain-lain. Penting juga untuk menanamkan arti dan
manfaat terumbu karang bagi kelangsungan hidup masyarakat pesisir sejak masa kanak-kanak.
2. Pengelolaan Berbasis Masyarakat.
a. Membina masyarakat untuk melakukan kegiatan alternatif seperti budidaya, pemandu wisata dan
usaha kerajinan tangan yang akan meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Pembinaan ini
disertai dengan bantuan pendanaan yang disalurkan melalui berbagai sistem yang telah ada dan tidak
membebani masyarakat.
b. Menerapkan pengetahuan dan teknologi rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang agar dapat
dimanfaatkan secara lestari.
3. Pengembangan Kelembagaan
a. Memperkuat koordinasi antar instansi yang berperan dalam penanganan terumbu karang baik
pengelola kawasan, aparat keamanan, pemanfaat sumber daya dan pemerhati lingkungan.
b. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia melalui berbagai pelatihan yang berkaitan dengan
pengelolaan dan teknik rehabilitasi terumbu karang.
4. Penelitian, Monitoring dan Evaluasi
Pemantauan kegiatan masyarakat yang secara langsung berhubungan dengan terumbu karang. Dalam
kaitan ini akan dibentuk sistem jaringan pemantauan dan informasi terumbu karang dengan
membangun simpul-simpul di beberapa propinsi. Kegiatan ini akan diawasi langsung oleh LIPI yang
telah memiliki stasiun-stasiun di beberapa tempat, seperti : Biak, Ambon dan Lombok.
5. Penegakan Hukum
Komponen ini dipandang sangat penting sebagai salah satu komponen kunci yang harus dilaksanakan
dalam usaha mencapai tujuan program rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang. Masyarakat
memegang peranan penting dalam mencapai tujuan komponen penegakan hukum. Salah satu peranan
masyarakat dalam pengamanan terumbu karang secara langsung adalah sebagai pengamat terumbu
karang atau reef watcher, dimana mereka berkewajiban meneruskan informasi kepada penegak hukum
mengenai pelanggaran yang merusak terumbu karang di daerahnya.

D. PEMULIHAN
Pemulihan kerusakan terumbu karang merupakan upaya yang paling sulit untuk dilakukan, serta
memakan biaya tinggi dan waktu yang cukup lama. Upaya pemulihan yang bisa dilakukan adalah
zonasi dan rehabilitasi terumbu karang.
1. Zonasi
Pengelolaan zonasi pesisir bertujuan untuk memperbaiki ekosistem pesisir yang sudah rusak. Pada
prinsipnya wilayah pesisir dipetakan untuk kemudian direncanakan strategi pemulihan dan prioritas
pemulihan yang diharapkan. Pembagian zonasi pesisir dapat berupa zona penangkapan ikan, zona
konservasi ataupun lainnya sesuai dengan kebutuhan/pemanfaatan wilayah tersebut, disertai dengan
zona penyangga karena sulit untuk membatasi zona-zona yang telah ditetapkan di laut. Ekosistem
terumbu karang dapat dipulihkan dengan memasukkannya ke dalam zona konservasi yang tidak dapat
diganggu oleh aktivitas masyarakat sehingga dapat tumbuh dan pulih secara alami.
2. Rehabilitasi
Pemulihan kerusakan terumbu karang dapat dilakukan dengan melakukan rehabilitasi aktif, seperti
meningkatkan populasi karang, mengurangi alga yang hidup bebas, serta meningkatkan ikan-ikan
karang.
a. Meningkatkan Populasi Karang
Peningkatan populasi karang dapat dilakukan dengan meningkatkan rekruitmen, yaitu membiarkan
benih karang yang hidup menempel pada permukaan benda yang bersih dan halus dengan pori-pori
kecil atau liang untuk berlindung; menambah migrasi melalui tranplantasi karang, serta mengurangi
mortalitas dengan mencegahnya dari kerusakan fisik, penyakit, hama dan kompetisi.
b. Mengurangi alga hidup yang bebas
Pengurangan populasi alga dapat dilakukan dengan cara membersihkan karang dari alga dan
meningkatkan hewan pemangsa alga.
c. Meningkatkan ikan-ikan karang
Populasi ikan karang dapat ditingkatkan dengan meningkatkan rekruitmen, yaitu dengan
meningkatkan ikan herbivora dan merehabilitasi padang lamun sebagai pelindung bagi ikan-ikan
kecil, meningkatkan migrasi atau menambah stok ikan, serta menurunkan mortalitas jenis ikan favorit.

2. Penyebab[sunting | sunting sumber]


Kebinasaan ikan dapat terjadi oleh beberapa sebab. Penyebab alami yang paling sering terjadi
adalah hipoksia yang terjadi karena berbagai sebab seperti ledakan populasi alga, kekeringan, dan
perubahan temperatur.[4]. Pencemaran air akibat limbah yang dibuang oleh manusia menjadi penyebab
utama secara antroposentrik, termasuk limpasan pertanian, limpasan permukaan air
perkotaan, tumpahan minyak, praktik penangkapan ikan yang buruk (misal penggunaan bom dan
racun sianida), dan sebagainya.
Bencana alam (gempa bumi bawah laut) kejadian alami lainnya juga dapat menyebabkan kebinasaan
ikan, termasuk jika kejadian alami tersebut menyebabkan penumpukan pada satu tingkatan trofik pada
rantai makanan dan mengganggu kestabilan ekosistem.[2] Namun standar dan protokol penyelidikan
kebinasaan ikan seringkali lemah sehingga berbagai jenis kasus kebinasaan ikan seringkali
disimpulkan sebagai "kasus dengan sebab yang tidak diketahui".[5][6]
Berkurangnya oksigen[sunting | sunting sumber]

Kebinasaan ikan mas di Danau Albert (New South Wales) akibat tekanan pada lingkungan
Oksigen masuk ke air melalui difusi. Jumlah oksigen yang dapat terlarut oleh air amat ditentukan
oleh tekanan atmosfer, temperatur air, dan kadar garam.[7] Secara kimiawi, peningkatan kadar garam
dan temperatur mengurangi tingkat kelarutan oksigen, sehingga kadar oksigen di dalam air dapat
berfluktuasi sepanjang hari karena keberadaan dan sudut datang cahaya matahari serta cuaca.
Keberadaan oksigen juga ditentukan oleh keberadaan tumbuhan dan hewan yang matu dan
membusuk.[8] Di lingkungan beriklim sedang, fluktuasi kadar oksigen dapat terjadi secara ekstrem
dari kondisi jenuh sampai hampir hilang.[9] Keterkaitan cahaya matahari dan kadar oksigen secara
biologis dikarenakan jumlah mikroorganisme fotosintetik di air dan pH air. Temperatur juga
mempengaruhi pH air dan berbagai mikroorganisme fotosintetik memiliki persyaratan kondisi
lingkungan yang ideal untuk tumbuh.
Ledakan populasi alga[sunting | sunting sumber]

Pasang merah adalah ledakan alga merah dinoflagellata yang umum terjadi di Teluk Meksiko

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Ledakan populasi alga


Ledakan populasi alga adalah keberadaan sejumlah besar alga yang mengapung di permukaan air.
Ledakan populasi alga terjadi secara alami pada perairan yang mengandung nutrisi tinggi, meski
keberadaan nutrisi tinggi tersebut dapat terjadi dari sumber yang tidak alami, misal dari limpasan
nutrisi tanah pertanian dan limbah peternakan. Beberapa spesies alga memproduksi toksin, namun
sebagian besar kasus kebinasaan ikan yang melibatkan ledakan populasi alga terjadi akibat turunnya
kadar oksigen terlarut. Ketika alga mati, proses dekomposisi akan memakan banyak oksigen. Di
Estonia, kombinasi ledakan alga dan peningkatan temperatur menyebabkan kebinasaan
ikan.[10] Penanganan tumpukan alga di perairan harus diperhatikan dengan cermat agar tidak
menyebabkan kematian alga dalam jumlah besar sekaligus.
Beberapa penyakit juga disebabkan oleh alga dan menyebabkan kebinasaan
ikan,[11] seperti dinoflagellata Pfiesteria piscicida. Alga ini pada awalnya tidaklah beracun,
namun zoospora yang dihasilkan dari alga ini memakan ekskresi dari ikan. Zoospora ini
mengeuarkan neurotoksinyang menyebabkan pendarahan pada ikan. Dinoflagellata dewasa lalu
memakan darah dan kulit dari ikan yang mengalami penyakit tersebut.[12] Kasus seperti ini dapat
dianggap alami untuk mengendalikan populasi ikanyang berlebih di suatu tempat, namun laju
kebinasaan ikan yang tidak wajar dapat disebabkan oleh pencemaran bahan organik dari daratan.[13]
Pasang merah yang dihasilkan dari ledakan populasi alga berwarna merah, khususnya Karenia
brevis diketahui umum terjadi di Teluk Meksiko. Pada konsentrasi tinggi, alga ini menyebabkan
perairan menjadi berwarna merah kecoklatan. Alga ini memproduksi toksin yang mematikan sistem
saraf pusat dari ikan sehingga ikan tidak mampu bernafas dan mati. Toksin ini juga beracun bagi
manusia dan dapat terakumulasi pada kerang.[14][15] Spesies alga penyebab pasang merah lainnya
yaitu Alexandrium fundyense di Teluk Maine.[16][17]
Penyakit dan parasit[sunting | sunting sumber]
Sebuah kolam di New Forest, Inggris, telah diremediasi setelah terjadinya infeksi virus yang
membunuh yang membunuh semua ikan

Ikan dapat terjangkit berbagai virus, bakteri, dan jamur parasit penyebab penyakit. Semua itu terdapat
secara alami di air. Ikan yang stress karena berbagai hal seperti peningkatan temperatur dan kondisi
air yang kurang optimal lebih rentan terhadap parasit. Pada tahun 2004, kebinasaan ikan terjadi
di Sungai Shenandoah di musim semi. Ketika itu air mencapai temperatur sekitar 50 derajat
Fahrenheit lalu meningkat hingga 70an Fahrenheit. Turunnya imunitas tubuh ikan disebabkan oleh
kondisi lingkungan dan pencemaran yang menyebabkan rentannya ikan terhadap serangan
bakteri.[18] Pada budi daya ikan, di mana kepadatan populasi ikan dioptimisasi, parasit dan penyakit
dapat menyebar secara cepat.[8]
Beberapa gejala awal ikan mengalami infeksi penyakit diantaranya:[19]

1. Perubahan warna, pendarahan, muncul bintik pada kulit


2. Bentuk yang tidak normal
3. Perilaku ikan yang tidak wajar, seperti berkumpul pada satu titik, tidak bisa mengapung,
berputar-putar, dan sebagainya
4. Minimnya aktivitas atau respon
5. Tidak memiliki selera makan
Temperatur air[sunting | sunting sumber]
Seperti dijelaskan di atas, temperatur air mempengaruhi tingkat kelarutan oksigen. Secara umum, air
yang lebih dingin melarutkan oksigen lebih banyak. Kasus berkurangnya kadar oksigen akibat
temperatur tinggi yang menyebabkan kebinasaan ikan pernah terjadi di Teluk Delaware.[20] Di bulan
September 2010 kebinasaan ikan terjadi di Sungai Mississippi di Louisiana yang merupakan
kombinasi dari temperatur tinggi dan surutnya air. Umumnya kebinasaan ikan memang terjadi setiap
tahun di akhir musim panas, namun dalam jumlah yang jauh lebih sedikit dibandingkan pada kejadian
tersebut.[21]
Periode cuaca yang panas meningkatkan temperatur di permukaan air. Air yang hangat akan terus
berada di atas sehingga air yang dingin akan tetap berada di bawah, menyebabkan pembentukan
lapisan. Meski air yang dingin mengandung banyak oksigen, namun difusi dari atmosfer melalui
permukaan diperlukan untuk menjaga kadar oksigen di bawah permukaan air mencukupi. Dengan
konveksi air yang minimum, maka akses ikan terhadap oksigen akan lebih sedikit.
Temperatur yang terlalu rendah juga dapat menyebabkan kebinasaan ikan, terutama spesies yang tidak
toleran terhadap cuaca dingin. Kasus seperti ini pernah terjadi ketika ikan nila diintroduksi ke Florida.
Ketika di musim dingin, ikan nila berhenti makan di temperatur 16 derajat Celcius, dan mulai mati di
temperatur 7 derajat Celcius.[8] Pada bulan Januari 2011 kasus kebinasaan ikan selektif terkait
temperatur dingin juga terjadi di Maryland dan membunuh ikan yang muda saja.[22]
Toksin[sunting | sunting sumber]
Limpasan pertanian, air pembuangan, limpasan permukaan, dan tumpahan bahan kimia berbahaya
dapat menyebabkan air menjaid beracun dan mematikan bagi hewan air. Beberapa spesies alga juga
dapat memprduksi toksin yang dalam jumlah besar dapat menyebabkan kebinasaan ikan. Spesies alga
tersebut yaitu Aphanizomenon, Anabaena, dan Microcystis. Di Louisiana pada tahun 1950an,
kebinasaan ikan terjadi akibat keberadaan pestisida endrin di perairan.[23] Air yang tidak memiliki
sifat buffer yang baik akan mudah mengalai perubahan sifat akibat keberadaan bahan kimia tertentu
yang dapat memicu kebinasaan ikan. Senyawa aluminium diketahui dapat menyebabkan kebinasaan
ikan dengan kombinasi kondisi pH, ion kalsium, dan ion kompleks lainnya.[24]
Pada tahun 1997, pabrik fosfat di Florida tanpa sengaja menumpahkan 60 juta galon cairan asam ke
sungai dan menyebabkan turunnya pH air menjadi 4 sepanjang 36 mil aliran sungai, mengakibatkan
kematian sekitar 1.3 juta ikan.[8]
Tumpahan wiski secara tidak sengaja pernah terjadi di Sungai Kentucky. Wiski merupakan senyawa
non toksik namun telah menyebabkan kebinasaan ikan akibat mikroba air mengkonsumsi whiski
tersebut dan menyebabkan hilangnya oksigen di perairan.[8]

Berikut upaya-upaya pencegahan dan pengendalian kematian massal ikan KJA.

Pertama, pembudidaya harus mengetahui bahwa biomassa ikan KJA tidak boleh melebihi daya
dukung perairan danau atau waduk.

Kedua, usaha budidaya ikan KJA hanya di perairan danau atau waduk yang memiliki tingkat trofik
oligotrofik-mesotrofik. Jika di perairan yang subur (eutrofik atau hipertrofik), usaha budidaya ikan
KJA justru menambah beban cemaran yang mengancam kelestarian ekologis danau atau waduk.

Ketiga, menetapkan tata ruang (zonasi) perairan danau atau waduk sesuai peruntukannya, agar
kegiatan budidaya ikan KJA tidak mengganggu fungsi danau atau waduk. Misalnya, lokasi usaha
budidaya ikan KJA ditetapkan di zona budidaya. Penataan ruang danau atau waduk juga bermanfaat
untuk menghindari konflik kepentingan di antara pemanfaat perairan danau atau waduk.

Keempat, mengendalikan blooming fitoplankton sebagai ekses usaha budidaya ikan KJA dengan
menebarkan ikan pemakan plankton (plankton feeder) seperti bandeng (Chanos chanos), ringo
(Thynichthys thynoides), dan mola (Hypopthalmichthys molitrix). Penebaran bandeng untuk
meningkatkan pemanfaatan fitoplankton itu telah berhasil di Waduk Jatiluhur dan Waduk Sempor
(Jawa Tengah).

Kelima, mengurangi dampak negatif pakan yang tidak termakan ikan budidaya dengan menerapkan
budidaya ikan dalam KJA ganda, karena ikan yang dipelihara dalam jaring lapisan kedua (bagian luar)
tidak diberi makan dan hanya mengandalkan makanan yang tidak termakan ikan utama yang
dipelihara dalam jaring lapisan kesatu (bagian dalam). Pemeliharan ikan mas di kantong jaring bagian
dalam dan ikan nila di kantong jaring bagian luar telah dilakukan di Waduk Jatiluhur dan Waduk
Cirata.

Keenam, menggunakan pakan ikan terapung yang kandungan Phospor (P) maksimal 1 persen saja,
untuk mengurangi dampak penyuburan perairan danau atau waduk.
3. Penyebab utama bleaching adalah terjadinya perubahan suhu air laut diatas atau dibawah normal.
Karang tumbuh dengan baik atau optimal dilaut tropis pada suhu 28 û 290 C. Bila terjadi kenaikan
suhu 2 û 3o C diatas atau dibawah normal dalam kurun waktu antara 1 û 2 minggu maka karang akan
menunjukkan tanda-tanda terjadinya bleaching. Bila suhu naik atau turun berlanjut hingga satu bulan
maka seluruh koloni karang, karang lunak, anemone dan zoanthid akan memutih dan akan mengalami
kematian bila kenaikan suhu atau penurunan suhu hingga mencapai minggu ke enam.

Pertanyaan yang sering muncul adalah apakah karang yang telah mengalami pemutihan/ bleaching
dapat sembuh kembali ?. Jawabannya adalah tergantung dari jenis karangnya dan tingkat stress yang
dialami karang akibat naiknya suhu air laut disekelilingnya. Beberapa karang ada yang sangat sensitive
terhadap perubahan suhu dan ada jenis karang yang cukup kuat untuk tetap bertahan. Jenis
karang dari kelompok Pociliporoid dan Acroporoid sangat sensitive dan tidak akan dapat bertahan bila
terjadi kenaikan suhu sedangkan karang-karang dengan Porites dan karang dengan polyp besar biasanya
lebih tahan terhadap kenaikan suhu. Karang-karang jenis yang terakhir ini akan kembali normal bila
kenaikan suhu tidak lebih dari satu bulan sampai enam minggu. Bila kenaikan suhu hanya terjadi selama 2
û 3 minggu biasanya karang dapat bertahan dan akan segera pulih kembali warnanya seperti semula. Pada
prinsipnya sebenarnya karang hanya mengalami stress dan bila faktor penyebab stress hilang (dalam hal ini
temperatur kembali normal) maka karang akan segera pulih kembali. Kondisi sebaliknya bisa terjadi yaitu
bleaching yang sangat parah yaitu saat kejadian bleaching diikuti oleh faktor lain yang memperparah
kondisi lingkungan sekitarnya. Sebagai contoh saat kejadian bleaching bersaman dengan waktu transisi
yaitu musim peralihan antara musim barat ketimur atau sebaliknya. Pada kondisi ini air laut sangat tenang,
ditambah dengan intensitas cahaya matahari maksimal. Dalam kondisi seperti ini biasanya akan muncul
berbagai pertumbuhan filamentus, turf alage, cyanobacteria dan penyakit karang. Bila hal ini terjadi maka
akibat bleaching akan berakibat sangat fatal.

Mengapa karang pada waktu terjadi kenaikan suhu yang berkepanjangan mengakibatkan karang mati ?
Pada tingkat sel yang terjadi adalah dinding sel lysosome sekunder bocor yang berakibat terjadi kematian
sel tersebut. Pada setiap sel terdapat lysosome primer dan sekunder yang berfungsi sebagai penghancur
setiap benda asing yang masuk kedalam sel. Pada saat lysosome telah berubah menjadi lysosome sekunder
maka kantong-kantong ini berisi zat dapat menhancurkan apa saja dan bila diding dari kantong kecil ini
bocor kedalam sel maka sel sendiri dapat mati. Oleh karena itu kantong-kantong kecil ini disebut sebagai
kantong bunuh diri (suciade bag). Pada saat terjadi kenaikan suhu air laut menyebabkan dinding-dinding
lysosome sekunder ini menjadi rapuh dan bila stress panas berlanjut akhirnya dingding kantong lysossome
menjadi bocor. Kebocoran dinding lysosome ini akan menumpahkan isinya ke sel dan berakibat selnya
sendiri menjadi hancur dan mati. Sebenarnya karang mempunyai ôheat shock proteinö yang akan secara
otomatis bekerja bila karang mengalami stress akibat terkena panas, namun sayangnya heat shock protein
tidak dapat bertahan waktu cukup lama.

Pertanyaan berikutnya apakah Bleaching dapat dicegah ? jawabannya hampir tidak mungkin karena kita
tidak dapat mencegah atau menahan masa air laut yang hangat yang dibawa oleh pola arus dan
menghantam daerah terumbu karang kita. Namun dari pengalaman menunjukan bahwa kondisi terumbu
karang yang baik dengan persentase tutupan karang hidup diatas 50 % akan lebih tahan terhadap stress
panas atau kejadian bleaching. Sedangkan terumbu karang dengan kondisi buruk dibawah 15% bila terjadi
bleaching akan punah, oleh karena itu mempertahankan kondisi karang yang baik menjadi kuajiban yang
harus dilakukan.

Bila telah terjadi bleaching berapa lamakah terumbu karang akan pulih kembali ? Hasil pengamatan kita di
Pulau seribu persentase tutupan karang kemabli seperti semula butuh waktu sekitar 7 û 10 tahun sedangkan
keanekaragaman jenis karangnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Permasalahannya adalah frekuensi
El Nino yang disertai dengan kejadian bleaching menjadi lebih sering, yang dikawatirkan adalah bila
terjadi bleaching dan proses pemulihan belum selesai telah terjadi lagi kejadian bleaching maka
terumbu karang akan mengalami kerusakan yang parah.
Karang dapat mengalami stress yang disebabkan berbagai macam faktor dan reaksi pertama yang
umumnya ditujukkan adalah terjadinya perubahan warna karang menjadi putih. Ciri karang yang
mengalami bleaching akibat menghangatnya suhu air laut adalah bila pemutihan terjadi pada satu koloni
karang secara keseluruhan. Bila dalam satu koloni karang terlihat memutih namun berupa bercak atau spot-
spot berarti pemutihan dapat disebabkan oleh karena penyakit. Bila anda melihat koloni-koloni karang
memutih dan ujung-ujung percabangan masih tetap hidup pemutihan karang ini kemungkinan disebabkan
oleh adanya acanthaster planci (bulu seribu). Bila anda melihat pemutihan karang yang disertai dengan
keluarnya mucus yang biasanya mucusnya berupa lembaran maka pemutihan karang disebabkan karena
adanya sedimentasi yang akut.

Transplantasi karang merupakan salah satu upaya rehabilitasi terumbu


karang melalui pencangkokan atau pemotongan karang hidup yang
selanjutnya ditanam di tempat lain yang mengalami kerusakan atau
menciptakan habitat yang baru pada lahan yang kosong. Manfaat dari
transplantasi karang adalah mempercepat regenerasi terumbu karang yang
telah rusak, rehabilitasi lahan-lahan kosong atau yang rusak sehingga dapat
mendukung ketersediaan jumlah populasi ikan karang di alam, menciptakan
komunitas baru, konservasi plasma nutfah, pengembangan populasi karang
yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan keperluan perdagangan.

Secara sederhana teknik transplantasi mencakup tahapan berikut. Pertama,


pengambilan bibit koloni karang, Pengambilan bibit koloni karang sebaiknya
dilakukan di daerah lain yang memiliki kedalaman yang sama dengan lokasi
transplantasi. Kedua, pengikatan bibit koloni karang ke substrat. Substrat
pengikatan karang dapat berupa gerabah atau semen. Ketiga, Penenggelaman
transplantasi karang dan rangka (bila ada). Keempat perawatan, dilakukan
untuk memantau tingkat stres dan kelangsungan hidup karang transplantasi.

4.

Adapun Langkah-langkah yang dapat Dilakukan dalam Mengatasi Penangkapan Ikan


yang Berlebihan
1. Membatasi jumlah hasil tangkap. Untuk menerapkannya perlu dipertimbangkan jumlah persediaan
atau populasinya dan sifat komoditi tersebut. Setelah itu baru dilakukan pengaturan kapasitas
penangkapan yang diperbolehkan. Memang mungkin dalam penerapannya akan menemukan
kesulitan, ada baiknya dalam langkah ini instansi pemerintah turun tangan agar tidak terjadi
monopoli maupun konflik .
2. Pengaturan waktu tangkap. Tindakan ini perlu dilakukan terhadap jenis-jenis sumber perikanan
terumbu karang agar dapat menghindari tertangkapnya jenis-jenis tertentu dari sumber perikanan
terumbu karang.
3. Melakukan pengaturan ukuran hasil tangkap (ukuran panjang/berat). Tindakan ini dilakukan untuk
meyakinkan bahwa individu yang ditangkap pernah mengalami perkembangbiakan.
4. Mengatur dan mengawasi jenis alat tangkap yang digunakan, untuk menjamin bahwa alat tangkap
yang digunakan tidak merusak lingkungan.
5. Menerapkan sistem zonasi, dilakukan dengan membagi kawasan menjadi zona-zona berdasarkan
pemanfaatannya.
6. Melarang penggunaan bahan peledak dan bahan beracun untuk menangkap ikan.
Ciri Overfishing

Daerah yang mengalami overfishing biasanya akan menunjukan ciri khusus yang bisa kita
perhatikan. Ciri daerah overfishing ini diantaranya yaitu:

1. Salinitas atau tingkat kejernihan air berkurang akibat rusaknya terumbu karang,
2. Ikan berukuran besar di lokasi tersebut sudah tidak nampak,
3. Nelayan biasanya bisa menangkap ikan di daerah tersebut menjadi tambah jauh daerah
tangkapannya,
4. Hasil tangkapan akan semakin berkurang terutama untuk ikan-ikan besar,
5. Akibat dampak area penangkapan yang semakin jauh ke laut maka biaya operasional
yang dikeluarkan nelayan juga akan semakin membesar.

Penyebab Overfishing
1. Kenaikan pesat dalam
permintaan untuk produk
perikanan yang
mengarah untuk
meningkatkan harga ikan
lebih cepat daripada harga
daging.
2. Kemajuan teknologi
penangkapan Yang Cepat:
3. Peningkatan dramatis
penggunaan teknik
penangkapan ikan yang
merusak:
4. Menggunakan jaring mesh
size yang lebih kecil:

Anda mungkin juga menyukai