Anda di halaman 1dari 4

TUGAS FARMAKOLOGI TERAPAN

MENGULAS JURNAL FARMAKOEKONOMI

“ COST-EFFECTIVENESS ANALYSIS PENGOBATAN DEMAM TIFOID ANAK


MENGGUNAKAN SEFOTAKSIM DAN KLORAMFENIKOL DI RSUD. PROF.
DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO “

Nama : Junita Mukkholifah

NRP : 2443010167
I. Pendahuluan

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella typhi. Kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis di Negara
berkembang, yaitu 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang
sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit.
Kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi di Indonesia dengan insidensi di
daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000
penduduk/ tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita
yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.
Obat golongan kuinolon sampai saat ini masih belum tersedia untuk anak-anak
dan remaja yang bebas dari efek samping. Obat standar yang saat ini digunakan untuk
demam tifoid yaitu kloramfenikol, ampisilin atau amoksilin, kotrimoksasol
(pengobatan lini pertama). Antibiotik alternatif lain untuk pengobatan demam tifoid
yaitu golongan sefalosporin generasi ketiga (seftriakson dan sefotaksim secara
intravena, cefixim secara oral), dan golongan fluoro-kuinolon.
Masalah biaya kesehatan seperti biaya dokter, rumah sakit, obat, pemeriksaan
laboratorium, dan lain-lainnya sejak beberapa tahun terakhir telah banyak menarik
perhatian. Sehingga untuk mengalokasikannya perlu dilakukan analisis ekonomi yang
terkait dengan pelayanan kesehatan yaitu Cost-Minimization Analysis, Cost-
Effectiveness Analysis, Cost-Utility Analysis, dan Cost-Benefit Analysis. Cost-
effectiveness analysis yang dimana merupakan alat bantu untuk menganalisis progam-
program tersebut sebelum diputuskan alternative mana yang akan dipilih. Oleh karena
itu penggunaan antibiotic yang berbeda dapat mengakibatkan besarnya biaya yang
akan dikeluarkan oleh pasien, sehingga berdasarkan alasan tersebut penelitian dalam
jurnal ini dilakukan untuk mengetahui antibiotik mana yang lebih Cost-effective
antara penggunaan sefotaksim dan kloramfenikol pada kasus demam tifoid anak.

II. Metode

Dalam jurnal ini, peneliti menggunakan metode dengan desain cross sectional.
Peneliti mengambil sampel berdasarkan data sekunder berupa catatan rekap medis
pasien demam tifoid anak yang dirawat inap di ruang aster kelas I RSUD Prof.
Margono Soekarjo Purwokerto periode januari 2008 – Desember 2009. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah consecutive sampling yaitu semua subjek
yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai
jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi.
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah pasien demam tifoid dengan
penyakit penyerta, pasien keluar dari rumah sakit karena keinginan sendiri (pulang
paksa) atau kabur sebelum dinyatakan sembuh, pasien meninggal dunia dan pasien
yang menggunakan asuransi kesehatan. Analisis bivariat menggunakan independent t-
test untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan cost-effective antara sefotaksim dan
kloramfenikol pada pengobatan demam tifoid anak.

III. Hasil dan Pembahasan

Hasil yang didapatkan pada penelitian ini, yang didapatkan dari uji
independent t-test didapatkan hasil yang ada perbedaan bermakna antara total biaya
pasien demam tifoid anak dengan terapi sefotaksim dan kloramfenikol dan juga
terdapat perbedaan bermakna antara lama hari rawat pasien demam tifoid anak
dengan terapi sefotaksim dan kloramfenikol.

Hasil penelitian dengan pendekatan cost-effective dari pengobatan demam


tifoid anak menggunakan sefotaksim dan kloramfenikol yaitu total biaya yang
dikeluarkan oleh pasien dengan terapi kloramfenikol lebih kecil dibandingkan dengan
terapi sefotaksim. Hal ini dapat disebabkan, direct medical cost dipengaruhi oleh
lamanya perawatan. Semakin lama lama hari perawatannya, maka semakin banyak
juga biaya yang dikeluarkan oleh pasien. Pasien yang memperoleh terapi
kloramfenikol hanya memerlukan rata-rata 4 hari sedangkan pada pasien yang
memperoleh terapi sefotaksim memerlukan rata-rata 6 hari, hal ini disebabkan
efektivitas kloramfenikol lebih besar dari sefotaksim dalam menurunkan gejala
demam pada pasien demam tifoid anak. Sehingga hasil penelitian ini didapatkan
efektivitas kloramfenikol lebih besar daripada efektivitas sefotaksim dan total cost
kloramfenikol lebih kecil daripada total cost sefotaksim. Maka dapat disimpulkan
bahwa kloramfenikol lebih dominan atau lebih costeffective dari sefotaksim dalam
pengobatan demam tifoid anak di kelas 1 ruang Aster RSUD. Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto.
IV. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap cost-effectiveness
analysis antara pasien demam tifoid anak yang menggunakan sefotaksim dengan
pasien demam tifoid anak yang menggunakan kloramfenikol, dapat disimpulkan
bahwa rata-rata LHR pada pasien demam tifoid anak yang menggunakan sefotaksim
adalah 5,84 hari, sedangkan rata-rata lamanya hari rawat inap pada pasien demam
tifoid anak yang menggunakan kloramfenikol adalah 4,38 hari. Rata-rata biaya pada
pasien demam tifoid anak yang menggunakan sefotaksim sebesar Rp 1.075.500,00,
sedangkan rata-rata biaya pada pasien demam tifoid anak sebesar Rp 714.200,00.
Secara farmakoekonomi kloramfenikol lebih costeffective dibandingkan dengan
sefotaksim pada pengobatan demam tifoid anak.

Anda mungkin juga menyukai