Anda di halaman 1dari 18

Fraktur

Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang atau patahnya tulang. Fraktur bisa bersifat
patahan sebagian atau patahan utuh pada tulang yang paling sering disebabkan oleh trauma.
Fraktur sering terjadi pada anak-anak. Fraktur bisa mengkhawatirkan jika terjadi kerusakan pada
lempeng pertumbuhan, yaitu area tulang tempat pertumbuhan terjadi karena kerusakan pada area
ini bisa menyebabkan pertumbuhan yang tidak teratur atau pemendekan tulang. Fraktur juga bisa
melibatkan jaringan otot, saraf, dan pembuluh darah di sekitarnya. Namun tulang anak - anak lebih
mudah pulih setelah fraktur dibandingkan tulang orang dewasa. Tulang anak - anak juga memiliki
lebih banyak pembuluh darah serta lapisan pelindung yang lebih tebal dan kuat yang mengandung
lebih banyak sel-sel pembentuk tulang daripada tulang dewasa.1

Beberapa fraktur dapat terjadi setelah trauma minimal atau tekanan ringan apabila tulang
lemah atau tulang sendi sudah ada kelainan. Hal ini disebut sebagai fraktur patologis. Fraktur
patologis sering terjadi pada lansia yang mengalami osteoporosis atau individu yang mengalami
tumor tulang, infeksi, atau penyakit lain.1

Sedangkan beberapa fraktur lainnya dapat terjadi akibat fraktur stres yang terjadi pada
tulang normal akibat stres tingkat rendah yang berkepanjangan atau berulang. Fraktur stres juga
disebut sebagai fraktur keletihan (fatigue fracture). Fraktur stres paling sering terjadi pada individu
yang melakukan olahraga daya tahan seperti pelari jarak jauh.1

Gejala klinis fraktur adalah didapatkan adanya riwayat trauma, hilangnya fungsi, tanda –
tanda inflamasi yang berupa nyeri akut dan berat, pembengkakan local, merah / perubahan warna,
dan panas pada daerah tulang yang patah. Selain itu ditandai juga dengan deformitas, dapat berupa
angulasi, rotasi, atau pemendekan, serta krepitasi. Apabila fraktur terjadi pada ekstremitas atau
persendian, maka akan ditemui keterbatasan LGS (lingkup gerak sendi), pseudoartrosis dan
gerakan abnormal. Selain itu ada juga tanda – tanda yang tidak pasti, yakni oedem, nyeri (nyeri
gerak dan nyeri sumbu), dan memar.2

PATOFISIOLOGI

Penyembuhan fraktur terdiri dari 5 fase yaitu2

1. Kerusakan jaringan dan pembentukan hematoma


Hematom terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh darah yang rusak,
hematomdibungkus jaringan lunak sekitar ( periosteum dan otot) terjadi 1-2 x 24 jam.
2. Radang dan proliferasi seluler
Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, disekitar lokasi fraktur sel-sel
inimenjadi precursor osteoblast dan aktif tumbuh ke arah fragmen tulang. Proliferasi juga
terjadi di jaringan sumsum tulang, terjadi setelah hari kedua kecelakaan terjadi.
3. Pembentukan kalus
Osteoblast membentuk tulang lunak/kalus memberikan rigiditas pada fraktur, massakalus
terlihat pada X-ray yang menunjukkan fraktur telah menyatu. Terjadi setelah 6-10 hari
setelahkecelakaan terjadi
4. Konsolidasi
Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah menyatu,
secarabertahap-tahap menjadi tulang matur. Terjadi pada minggu ke 3-10 setelah
kecelakaan.
5. Remodeling
Fraktur telah dijembatani oleh manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan,
ataubahkan beberapa tahun. Pada fase remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorbsi
secara osteoklasik dan tetap terjadi osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara
perlahan-lahan menghilang. Kalusintermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan
berisi system Haversian dan kalus bagian dalamakan mengalami peronggaan untuk
membentuk ruang sumsum.

Kalsifikasi Fraktur

Fraktur pada tulang terdapat 4 jenis yaitu fraktur tertutup, terbuka, complete, dan
incomplete. Namun terdapat juga beberapa jenis khusus fraktur berdasarkan bentuk garis patah,
jumlah garis patah, dan bergeser atau tidaknya bergeser.3

I. Fraktur tertutup atau fraktur sederhana tidak merusak atau menembus kulit diatasnya.

II. Fraktur terbuka adalah fraktur yang merusak atau menembus kulit diatasnya, sehingga
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
III. Fraktur komplit adalah fraktur tulang dimana terjadi fraktur pada seluruh garis tengah
tulang dan biasanya mengalami pergeseran

IV. Fraktur tidak lengkap adalah fraktur dimana tempat terjadinya fraktur hanya terjadi
pada sebagian dari garis tengah tulang.

Gambar 1. Jenis-Jenis Fraktur4

Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma, fraktur dapat
dibagi menjadi 5 antara lain:3

I. Garis patah melintang : trauma angulasi atau langsung

II. Garis patah oblique : trauma angulasi

III. Garis patah spiral : trauma rotasi

IV. Fraktur kompresi : trauma aksial-fleksi pada tulang spongiosa

V. Fraktur Avulsi : trauma tarikan atau traksi otot pada tulang


Gambar 2. Jenis-Jenis Fraktur Berdasarkan Bentuk Garis Patah Tulang3

Berdasarkan jumlah garis patah fraktur dapat dibagi menjadi 3 antara lain:3

I. Fraktur kominutif

Garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.

II. Fraktur segmental


Garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan. Bila dua garis patah disebut pula
fraktur bifokal.

III. Fraktur multipel

Garis patah yang terjadi lebih dari satu, tetapi pada tulang yang berlainan tempatnya.

Gambar 3. Jenis-Jenis Fraktur Berdasarkan Jumlah Garis Patah3

Berdasarkan bergeser atau tidak bergeser, fraktur dibedakan menjadi fraktur undisplace
atau fraktur yang tidak bergeser, dimana garis patah komplit namun kedua fragmen tidak bergeser.
Sedangkan fraktur displace atau fraktur bergeser terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang
juga disebut sebagai dislokasi fragmen.3

Anamnesis
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernapasan (breathing), dan sirkulasi
(circulation),apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru
dilakukananamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu terjadinya kecelakaan penting
ditanyakanuntuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila
lebih dari 6 jam,komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian, lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai
dilakukan untuk mengurangi rasa sakitdan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada
jaringan lunak selain memudahkan prosespembuatan foto.

Dalam melakukan anamnesis riwayat penyakit sekarang, hal yang perlu ditanyakan pada
pasien yang datang dengan keluhan pada ekstremitasnya adalah:

- Riwayat penyebab, seperti menanyakan bagaimana kejadiannya sehingga mengalami


keluhan utama
- Sejak kapan terjadinya
- Dimana letak traumanya
- Gerakan apa saja yang tidak dapat dilakukan setelah kejadian terjadi
- Apakah ada tempat lain yang mengalami nyeri
- Bagaimana kesadarannya ketika kejadian sedang terjadi
- Gejala lain yang muncul seperti demam, bengkak, dan lain-lain
- Keluhan lain yang dirasakan pasien

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang ahli medis
memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat
dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan
diagnosis dan perencanaan perawatan pasien. Pemeriksaan fisik keadaan umum di mulai dengan
pengukuran tanda-tanda vital yang meliputi nadi, suhu tubuh, tekanan darah, dan pernapasan.
Namun pada melakukan pemeriksaan fisik untuk mendiagnosa fraktur, diperlukan juga
pemeriksaan status lokalis.7
Pada saat melakukan pemeriksaan status lokalis, yang perlu dilakukan adalah look, feel, dan
move. Ketika melakukan look atau melihat, kita dapat mendapatkan apakah adanya deformitas dan
fungsio laesa. Sedangkan ketika melakukan feel kita bisa melihat apakah terdapat nyeri tekan dan
nyeri sumbu. Dan yang terakhir ketika melakukan move, kita dapat melihat apakah ada krepitasi,
nyeri ketika digerakkan, memeriksa seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, dan gerakan yang
tidak normal.3

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya

1. Syok, anemia atau perdarahan

2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ
dalamrongga thorak, panggul dan abdomen

3. Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis

Pemeriksaan local

1. Inspeksi (look)

 Bandingkan dengan bagian yang sehat


 Perhatikan posisi anggota gerak
 Keadaan umum penderita secara keseluruhan
 Ekspresi wajah karena nyeri
 Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
 Perhatikan posisi anggota gerak
 Keadaan umum penderita secara keseluruhan
 Ekspresi wajah karena nyeri
 Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan

2. Palpasi (feel)

Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri.
Hal-hal yang perlu diperhatikan
 Temperatur setempat yang meningkat atau menurun
 Krepitasi, dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara hati-hati
 Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma. Refilling (pengisian) arteri pada kuku,
warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperature kulit
 Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan
panjangtungkai

3. Pergerakan (Move)

Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi
proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap
gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara
kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh
darah dan saraf

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan yang dapat membantu dokter untuk


menyingkirkan diagnosis pembanding, untuk menegakkan diagnosis, maupun untuk memilih
terapi yang tepat untuk dijalankan oleh pasien. Dalam memilih pemeriksaan penunjang, dokter
haruslah bijaksana dan haruslah mempertimbangkan berbagai faktor yang terlibat, selain itu
pemeriksaan penunjang yang akan di jalankan oleh pasien haruslah informative untuk dokter
tersebut. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan oleh pasien tersebut adalah
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi antara lain:2,8

. Pemeriksaan radiologi

Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.


Walaupundemikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi
serta ekstensi fraktur.Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak
selanjutnya, maka sebaiknya kitamempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk
imobilisasi sementara sebelum dilalukanpemeriksaan radiologis

 Roentgen
Tujuan pemeriksaan radiologis
 Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
 Untuk konfirmasi adanya fraktur
 Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta
pergerakannya
 Untuk menentukan teknik pengobatan
 Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak
 Untuk menetukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler
 Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
 Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru

Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:

 Dua posisi proyeksi


 Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di bawah
sendi yang mengalamifraktur
 Dua anggota gerak
 Dua kali dilakukan foto

 CT scan.
Pemeriksaan khusus seperti CT scan kadang diperlukan misalnya dalam hal patah
tulang vertebra dengan gejala neurologis. CT scan biasanya penting untuk
memahami posisi semua fragmen fraktur pada fraktur intraartikular kompleks.

 MRI
MRI digunakan untuk mengevaluasi jaringan lunak, fraktur akut, fraktur trauma,
cedera medulla spinalis, dan patologi intraartikular. MRI sekarang umum
digunakan untuk mendiagnosis fraktur akut yang tidak terbaca di film polos.
 Arteriografi
Arteriografi penting dilakukan untuk mengevaluasi dan memastikan tidak ada sendi
yang rusak.
Differential Diagnosis
I. Colles fraktur adalah fraktur atau patah yang terjadi pada metafisis distal radius.
Kebanyakan dijumpai pada penderita-penderita wanita > umur 50 tahun, karena tulang
pada wanita > 50 tahun mengalami osteoporosis post menopause. Biasanya colles fraktur
ini dialami oleh penderita jatuh terpeleset dan sedang tangan berusaha menahan badan
dalam posisi terbuka dan pronasi. Gejala klinik pada colles fraktur pada inspeksi bentuk
khas yang dapat dilihat seperti sendok makan. Gejala-gejala yang lain seperti lazimnya
gejala patah tulang yaitu adanya pembengkakan, nyeri tekan, dan nyeri gerak. Pengobatan
pada colles fraktur tanpa adanya dislokasi hanya diperlukan immobilisasi dengan
pemasangan gips sirkular below elbow selama 4 minggu. Sedangkan pada fraktur colles
yang disertai dislokasi diperlukan tindakan reposisi tertutup. Pada reposisi tertutup dapat
dilakukan dengan tindakan lokal anestesi atau dengan anestesi umum.3

II. Smith’s fraktur merupakan fraktur yang lebih jarang terjadi dibandingkan colles fraktur.
Smith’s fraktur ini banyak dijumpai pada penderita laki-laki muda. Smith’s fraktur ini
biasanya dialami oleh penderita jatuh, tangan menahan badan, sedang posisi tangan dalam
volar fleksi pada pergelangan tangan, pronasi. Garis patah biasanya transversal, namun
kadang-kadang intraartikular. Pengobatan yang dilakukan pada smith’s fraktur adalah
dilakukannya reposisi dalam anestesi lokal atau anestesi umum. Setelah itu dimobilisasi
dalam gips sirkulasi di bawah siku selama 4-6 minggu.3

III. Galeazzi fraktur dislokasi adalah fraktur radius 1/3 distal disertai dislokasi sendi radio
ulnar distal. Radius-ulna dihubungkan oleh jaringan yang kuat yaitu membran interosseus
sehingga apabila terjadi salah satu tulang yang patah, dan tulang yang patah tersebut
dislokasi, pasti disertai dislokasi sendi yang berdekatan. Fraktur ini biasanya terjadi pada
anak-anak muda laki-laki akibat jatuh dengan tangan terbuka menahan badan dan terjadi
pula rotasi. Hal ini menyebabkan patah pada radius 1/3 distal dan fragmen distal-proksimal
mengadakan angulasi ke anterior. Gejala klinik pada fraktur ini adalah adanya tangan
bagian distal dalam posisi angulasi ke dorsal. Pada pergelangan angan dapat diraba tonjolan
ujung distal ulna. Terapi yang dapat dilakukan pada fraktur ini adalah dilakukannya
reposisi tertutup. Bila hasilnya baik, maka dilakukan immobilisasi dengan gips sirkular di
atas siku, dipertahankan selama 4-6 minggu. Jika hasil reposisi kurang baik, maka
diperlukan tindakan operasi reposisi terbuka dengan internal fiksasi.3
IV. Barton fraktur adalah fraktur yang terjadi akibat terjatuh dengan tangan terentang.
Fraktur oblique intraartikular ini mengenai tepi dorsal radius bagian distal. Terkadang hal
ini juga ada kaitannya dengan dislokasi persendian pergelangan tangan. Bila fraktur
mengenai permukaan volar radius bagian distal, fraktur ini disebut sebagai kebalikan
fraktur barton.3

Patofisiologi

Ketika tulang patah atau fraktur akan mengakibatkan terpajannya sum-sum tulang atau
pengaktifan saraf simpatis yang mengakibatkan tekanan dalam sum-sum tulang, sehingga
merangsang pengeluaran katekolamin yang yang akan merangsang pembebasan asam lemak
kedalam sirkulasi yang menyuplai oragan, terutama organ paru sehingga paru akan terjadi
penyumbatan oleh lemak tersebut maka akan terjadi emboli dan menimbulkan distress atau
kegagalan pernafasan. Trauma yang menyebabkan fraktur (terbuka atau tertutup) yang
mengakibatkan perdarahan terjadi disekitar tulang yang patah dan kedalam jaringan lunak disekitar
tulang tersebut dan terjadi perdarahan masif yang bila tidak segera ditangani akan menyebabkan
perdarahan hebat, terutama pada fraktur terbuka (shock hypopolemik).9

Perdarahan masif pada fraktur tertutup akan meningkatkan tekanan dalam suatu ruang
diantara tepi tulang yang fraktur sehingga menyebabkan oedema yang akan menekan pembuluh
darah dan saraf disekitar tulang yang fraktur sehingga terjadi sindrom kompartemen. Dengan
adanya sindrom kompartemen, warna jaringan menjadi pucat, sianosis, nadi lemah, mati rasa, dan
nyeri hebat. Perdarahan masif ini juga dapat menyebabkan terjadinya hematoma pada tulang yang
fraktur yang akan menjadi bekuan fibrin yang berfungsi sebagai jalan untuk melekatnya sel-sel
baru. Aktivitas osteoblas segera teransang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut sebagai
kalus. Bekuan fibrin direabsorbsi sel-sel tulang baru secara perlahan dan mengalami remodeling
atau pembentukan tulang sejati. Tulang sejati ini nanti akan menggantikan kalus dan secara
perlahan-lahan mengalami kalsifikasi menjadi tulang yang matur.9

Namun secara fisiologis, tulang mempunyai kemampuan untuk menyambung sendiri


setelah patah tulang. Proses penyambungan tulang pada setiap individu berbeda-beda. Faktor-
faktor yang mempengaruhi penyambungan tulang adalah usia pasien, jenis fraktur, lokasi fraktur,
suplai darah, dan kondisi medis yang menyertainya.9

Terapi

Ada empat konsep dasar dalam menangani fraktur

1. Rekognisi
Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur. Prinsipnya adalah
mengetahui riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan yang berperan dan
deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri
2. Reduksi
Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen seperti letak
asalnya.Tindakan ini sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah
komplikasi serta kekakuan, deformitas serta perubahan osteoarthritis di kemudian hari.
3. Retensi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan
dalamposisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna dengan gips, bidai,
traksi dan teknik fiksatoreksterna
4. Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin

Pada kasus fraktur, pasien akan merasakan sakit terutama jika fraktur hebat. Terkadang
rasa sakit tersebut tidak tertahankan sehingga perlu dibantu dengan obat-obatan analgesic seperti
dari golongan NSAID. Pada trauma berat, sangat mungkin untuk diberikan obat analgesic
golongan opioid. Selain itu untuk membantu mempercepat pemulihan tulang dibantu dengan
banyak mengkonsumsi kalsium dan vitamin D baik dari makanan maupun suplemen tambahan.10

Pengobatan pada fraktur dibagi menjadi dua yaitu terapi konsevatif atau operatif. Tujuan
dari terapi ini adalah untuk mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu sesingkat
mungkin.3
I. Terapi konservatif

 Proteksi
Untuk fraktur dengan kedudukan yang baik.

 Imobilisasi saja tanpa reposisi


Pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan
kedudukan yang baik.

 Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips


Melakukan reposisi dengan anestesi umum atau anestesi lokal dengan
menyintikkan obat anestesi dalam hematoma fraktur. Fragmen distal
dikembalikan pada kedudukan semula terhadap fragmen proksimal dan
dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips.

 Traksi
Traksi dapat digunakan pada fraktur untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi
hingga sembuh atau dipasang gips setelah tidak sakit lagi. Pada anak-anak dapat
dipakai traksi kulit. Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban <5kg, untuk
anak-anak waktu dan beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi
definitif, bilaman tidak dapat diteruskan dengan imobilisasi gips. Untuk orang
dewasa, traksi definitif harus traksi skeletal berupa balanced traction.
II. Terapi operatif

 Reposisi terbuka dan fiksasi interna


 Reposisi tertutup dan fiksasi eksterna
 Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikut fiksasi interna
 Excisional arthroplasty
 Eksisi fragmen dan pemasangan endoprostesis

Reduksi tertutup diindikasikan untuk keadaan sebagai berikut:


 Fraktur dengan tak ada pergeseran,
 Fraktur yang stabil setelah reposisi/ reduksi,
 Fraktur pada anak-anak,
 Cedera jaringan lunak minimal
 Trauma berenergi rendah.

Reduksi terbuka diindikasikan untuk keadaan sebagai berikut

 kagagalan dalam penanganan secara reduksi tertutup


 fraktur yang tidak stabil,
 fraktur intraartikuler yang mengalami pergeseran
 fraktur yang mengalami pemendekan

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi akibat fraktur dapat muncul pada saat penyembuhan fraktur,
komplikasi yang muncul dini, dan komplikasi lanjut.3

I. Komplikasi penyembuhan fraktur

 Malunion
Fraktur sembuh dengan deformitas (angulasi, perpendekan, atau rotasi).
 Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada
pemeriksaan radiografi,tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujung-ujung
fraktur. Terapi konservatif selama 6 bulanbila gagal dilakukan Osteotomi. Lebih 20
minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu)

 Nonunion

Fraktur yang tidak menyambung yang juga disebut sebagai psuedartrosis. Disebubt
nonunion bila tidak menyambung dalam waktu 20 minggu. Pada fraktur dengan
kehilangan fragmen sehingga ujung-ujung tulang berjauhan, maka dari awal sudah
potensial menjadi nonunion dan boleh diberlakukan sebagai nonunion.

Tipe I (hypertrophic non union)


tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan diantara fragmenfraktur
tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk union dengan
melakukan koreksifiksasi dan bone grafting

Tipe II (atrophic non union)


disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat jaringan synovial sebagai
kapsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan, prosesunion tidak akan
dicapaiwalaupun dilakukan imobilisasi lama. Beberapa faktor yang menimbulkan
non union seperti disrupsiperiosteum yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-
fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang tidak memadai, implant atau gips yang
tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang(fraktur patologis)

II. Komplikasi dini

 Compartment syndrome
terjadi bila pembengkakan akibat fraktur atau tekanan dalam suatu ruang yang
dibatasi olehkompartemen atau inflamasi yang mengakibatkan peningkatan dari
dalam. Gejala utama dari sindromkompartemen adalah rasa sakit yang bertambah
parah terutama pada pergerakan pasif dan nyeritersebut tidak hilang oleh narkotik.
Tanda lain adalah terjadinya paralysis, dan berkurangnnya denyutnadi
 Lesi medula spinalis atau saraf perifer
 Emboli lemak
Perubahan tekanan pada fraktur menyebabkan molekul lemak terdorongdari
sumsum ke dalam peredaran darah sistemik berakibat gangguan pada respiratori
dan sistem saraf pusat. Gejalanya : sakit dada, pucat, dyspnea, putus asa, bingung,
perdarahan petechie pada kulit dankonjungtiva
III. Komplikasi lanjut
 Kekakuan sendi / kontraktur
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama,
sehingga terjadiperlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler,
perlengketan antara otot dan tendon.Pencegahannya berupa memperpendek waktu
imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif padasendi. Pembebasan
perlengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada penderita dengankekakuan
sendi menetap
 Diuse atrofi otot-otot
 Malunion
 Nonunion / infected nonunion
 Gangguan pertumbuhan (fraktur epifisis)
 Osteoporosis post trauma
 Osteomyelitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada
fraktur tertutupsehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non union
(infected non union). Imobilisasianggota gerak yang mengalami osteomielitis
mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupaosteoporosis dan atropi otot

Pencegahan

Pencegahan agar tidak terjadinya fraktur adalah dengan menjaga atau berhati-hati dan
waspada ketika melakukan aktivitas serta mengkomsumsi sumber-sumber kalsium, antara lain:11

 Kalsium, dapat membantu dalam memperkuat pembentukan tulang, membuat tulang jadi
padat dan tulang tetap sehat seiring kita bertambah usia. Kalsium adalah mineral yang
penting dalam hidup.
 Vitamin K, berperan banyak dalam berbagai fungsi tubuh, tetapi penelitian ilmiah telah
menghubungkan nutrisi penting ini dengan kesehatan tulang. Studi yang berlangsung saat
ini mengindikasi bahwa vitamin K dapat mencegah penyerapan kembali dan masuknya
makanan secara cukup, dimana hal ini penting untuk mencegah kerapuhan tulang.
 Vitamin D, selalu memainkan peranan penting dalam membangun dan melindungi tulang.
Vitamin D membantu daya serap kalsium, dan memiliki kandungan vitamin D rendah
memiliki tingkat kepadatan tulang yang rendah. Mereka juga memiliki kecenderungan
akan tulang rapuh seiring bertambahnya umur. Vitamin D secara alami bisa diperoleh di
dalam makanan tertentu saja (misal minyak ikan cod), tetapi juga dapat memperolehnya
dari sinar matahari, dan banyak makanan yang sudah diperkuat dengan nutrisi.
 Magnesium, memiliki banyak fungsi bagi tubuh, dan salah satunya adalah untuk membuat
tulang tetap kuat (50% dari tubuh magnesium ditemukan dalam tulang). Memakan
berbagai makanan dapat membantu untuk menjamin magnesium masuk ke tubuh secara
cukup. Wanita diatas 30 tahun harus memenuhi sekitar 320mg magnesium setiap hari,
sedangkan pria sekitar 400-420mg. Jumlah tersebut mudah didapatkan dengan
mengkonsumsi, kacang-kacangan seperti almond, kacang kedelai, gandum, dan sayuran
yang berwarna gelap seperti bayam.
Daftar Pustaka

1. Corwin EJ. Sistem muskoskeletal. Buku Saku Patofisiologi. 3rd ed. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC; 2009.h. 335-52
2. Sabiston DC. Sabiston Textbook of Sugery : the biological basis of modern surgical
practice. 19th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier; 2012.p.441, 480–91
3. Sapardan S, Simbardjo D. Orthopaedi. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Tangerang:
Binarupa Aksara; 2010.h. 457-83
4. Tambayang J. Gangguan fungsi muskoskeletal. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC; 2000.h.124-5
5. Supartondo, Setiyohadi B. Anamnesis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta:
Interna Publishing. 2009.h.25-7.
6. Gleadle J. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. At a Glance. Jakarta; Erlangga. 2005.h.12-
52.
7. Berman A, Snyder S, Kozer B, Erb G. Pengkajian kesehatan pada orang dewasa. Buku
Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2009.h. 56-61
8. Ekayuda I. Trauma skelet. In: Sjahriar Rasad. Radiologi diagnostik. 2nd ed. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI; 2011.h.31–2
9. Klippel JH. Primer on the rheumatic disease. Gout, Epidemiology, Pathology and
Pathogenesis. 12th ed. Atlanta: Arthritis Foundation; 2008.p. 307-24
10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 4th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. Hal. 904-6.
11. Freddy PW, Sulistia Gan. Analgesik antipiretik analgesik anti-inflamasi dan obat gangguan
sendi lainnya. Farmakologi. 5th ed. Jakarta: FKUI; 2007.h.230-46.

Anda mungkin juga menyukai