Anda di halaman 1dari 23

Resume Skills Lab

IPM RESPIRASI

Disusun oleh :

Enggie Corvi Bahari 41110002


Praditya Ardian H. 41110005
Marcelino G.S Nernere 41110006
Novita Chandra 41110008
Silvia Yoko 41110011
Octavira Maria V.N. 41110013
E.C Aryo Nugroho 41110014
Monica Dewi Asih 41110019
Monica Roly Vonita 41110020
Fransiska Prabaniardi 41110025

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA

2015
PNEUMONIA

Anamnesis
Identitas : Pak Bajuri (28 th)

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat : Jalan Kaliurang Km. 5, Yogyakarta

KU : 1 minggu batuk, dan demam ± 2 hari, tidak sempat diukur, batuk berdahak (kental, dan
agak kekuningan), belum pernah diobati apapun. (demam menunjukkan adanya kemungkinan
infeksi, batuk berdahak menandakan adanya kemungkinan infeksi di saluran napas)

KP : demam di hari pertama hingga hari kedua, sesak napas dan nyeri dada (sesak saat
bernapas, timbul bersamaan dengan batuk. (sesak napas menandakan adanya kemungkinan
bronkokonstriksi ataupun gangguan pada parenkim paru, sedangkan nyeri dada memungkin
adanya gangguan pada jantung)

RPD : tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya

RPK :-

RPKro : Tidak ada

Life syle : tidak merokok, sering berkendaraan (motor), tidak konsumsi alkohol

Pemeriksaan
1. Tanda Vital
TD : 120/80 mmHg
Nafas : 24x/menit
Nadi : 110x/menit irreguler
Suhu : 38,4oC
2. Keadaan Umum
Lemah, tidak ada sianosis dan gangguan perfusi, tidak ada jejas (dilakukan pemasangan
nasal kanul, untuk memenuhi kebutuhan oksigen dikarenakan terdapatnya gangguan
napas)
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan paru
- Inspeksi (untuk mengetahui adakah perubahan warna, deformitas, retraksi,
jejas, dll)  Normal
- Palpasi (mencari nyeri tekan, abnormalitas kulit)  Normal
- Perkusi (menentukan batas paru, mengetahui adakah ada gangguan pada
parenkim paru)  adanya perubahan suara perkusi pada pulmo sinistra,
regio inferior dari timpani ke redup
- Auskultasi  suara napas bronchial pada basal pulmo sinistra
- Fremitus vokal  adan perbedaan pada kedua paru, dimana pulmo sinistra
lebih adekuat dibandingkan dextra.
4. Pemeriksaan Penunjang
- Rontgen paru (AP)  ditemukan adanya corakan bronkovaskular
menebal, terlihat infiltrat pada basal paru kiri, cardiothoracalratio/ CTR
normal, diafragma licin, dan sudut costophrenicus lancip.

- Pemeriksaan darah rutin  peningkatan leukosit (15x103/ µl) 


menandakan adanya infeksi dan inflamasi, peningkatan neutrofil  biasa
terjadi pada keadaan infeksi.
- Pemeriksaan sputum  ditemukan adanya bakteri penyebab pneumonia
(streptococcus pneumoniae)

Diagnosis : Pneumonia

Diagnosis banding
 Tuberculosis
 COPD/ PPOK
Penatalaksanaan
 Antibiotik (Amoxiciline 1g/ 8jam p.o 5-7 hari)
 Bronkodilator (Salbutamol 2mg S prn)
 Antipiretik (Paracetamol 500mg, S prn jika demam)

Prognosis
 Pneumonia dengan tatalaksana yang tepat akan mengalami perbaikan dalam jangka
waktu 6-7 hari.
 Pada pneumonia yang bersifat accuired (didapat) di rumah sakit, pada umumnya tingkat
kematian mencapai 10%-30%

Edukasi dan Pencegahan


1. Berhenti, dan mengurangi pajanan terhadap asap rokok.
2. Menggunakan masker untuk menghindari penularan ke lingkungan
3. Pengobatan dilakukan dengan teratur dan konsumsi antibiotik harus teratur dan sampai
habis sesuai dengan resep dokter.
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)

A. Identitas Pasien
Nama : Deni
Umur : 55 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta (menjaga toko kelontong)
Alamat : Jl. Kaliurang

B. Anamnesa
 Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan Utama :
 Pasien merasa sesak nafas sudah sejak 5 bulan yang lalu
 Sesak nafas disertai dengan nyeri dada
 Sesak nafas muncul saat pasien melakukan aktifitas, terutama aktifitas yang berat
dan mereda dengan beristirahat

Keluhan Penyerta :

 Pasien mengeluh batuk


 Saat batuk pasien mengeluhkan ada dahak dengan warna putih

 Riwayat Penyakit Dahulu


 Sebelumnya belum pernah sakit seperti ini
 Tidak ada alergi terhadap obat atau makanan tertentu
 Belum pernah menderita penyakit tertentu dan belum pernah opname di rumah
sakit
 Tidak ada riwayat memiliki penyakit hipertensi, diabetes melitus maupun
penyakit kronik lainnya

 Riwayat Keluarga :
 Tidak ada penyakit turunan dikeluarga
 Keluarga ada juga yang mengeluhkan batuk seperti pasien

 Life style
 Pasien merokok aktif, sehari menghabiskan kurang lebih 2 bungkus rokok
 Makan teratur dan makan-makanan bergizi (sayur dan buah)
 Pasien jarang melakukan olahraga, biasanya olahraga yang dilakukan adalah lari
pagi

C. Pemeriksaan Fisik
 Vital sign
 Tekanan darah : 130/90
 Suhu badan : 36,9° Celcius
 Respiraion rate : 28x/menit
 Denyut nadi : 130x/menit
 Pemeriksaan fisik paru
 Inspeksi : barrel chest
 Palpasi : fremitus melemah
 Perkusi : suara hipersonor
 Auskultasi : adanya wheezing, suara nafas menurun

D. Pemeriksaan Penunjang
 Foto rontgen  didapatkan hasil corakan bronchovascular menebal, hiperlucency pulmo
dan SIC melebar
 Pemeriksaan spirometri  FEV1/FVC < 0,7
 Pemeriksaan darah lengkap  eosinophil meningkat

E. Diagnosa
PPOK ( Penyakit Paru Obstruksi Kronis)

F. Differential diagnose
 Asma bronchiale
 Bronkietaksis
G. Tata laksana
 Terapi oksigen adekuat
Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang pertama dan utama,
bertujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan mencegah keadaan yang mengancam jiwa.
dapat dilakukan di ruang gawat darurat, ruang rawat atau di ICU. Sebaiknya
dipertahankan Pao2 > 60 mmHg atau Sat O2 > 90%, evaluasi ketat hiperkapnia. gunakan
sungkup dengan kadar yang sudah ditentukan (ventury masks) 24%, 28% atau 32%.
Perhatikan apakah sungkup rebreathing atau nonrebreathing, tergantung kadar Paco2 dan
Pao2. Bila terapi oksigen tidak dapat mencapai kondisi oksigenasi adekuat, harus
digunakan ventilasi mekanik. Dalam penggunaan ventilasi mekanik usahakan dengan
Noninvasive Positive Pressure Ventilation (NIPPV), bila tidak berhasil ventilasi mekanik
digunakan dengan intubasi.
Pasien simulasi kegiatan skill lab kali ini datang dengan keluhan dan terlihat
seperti sedang sesak napas, sehingga tatalaksana awal yang diberikan adalah oksigenasi
adekuat.

 R/ Oksigenasi nasal kanul 2-3 liter/menit.

 Bronkodilator

Bila rawat jalan B-2 agonis dan antikolinorgik harus diberikan dengan
peningkatan dosis. Inhaler masih cukup efektif bila digunkan dengan cara yang tepat,
nebuliser dapat digunakan agar bronkodilator lebih efektif. Hati-hati dengan penggunaan
nebuliser yang memakai oksigen sebagai kompressor, karena penggunaan oksigen 8-10
liter untuk menghasilkan uap dapat menyebabkan retensi CO2. Golongan xantin
diberikan bersamasama dengan bronkodilator lainnya karena mempunyai efek
memperkuat otot diafragma. Dalam perawatan di rumah sakit, bronkodilator diberikan
secara intravena dan nebuliser, dengan pemberian lebih sering perlu monitor ketat
terhadap timbulnya palpitasi sebagaiefek samping bronkodilator.

 R/ Nebulasi Salbutamol 2,5 mg & NaCl 2,5 ml


Simm
 Kortikosteroid
Tidak selalu diberikan tergantung derajat berat eksaserbasi. Pada eksaserbasi
derajat sedang dapat diberikan prednison 30 mg/hari selama 1-2 minggu, pada derajat
berat diberikan secara intravena. Pemberian lebih dari 2 minggu tidak memberikan
manfaat yanglebih baik, tetapi lebih banyak menimbulkan efek samping.

 R/ Tab Prednisolone 40 mg no. XXX


S3dd. tab1.
(untuk 10-14 hari)

Hati-hati untuk pemberian steroid pada PPOK jangka lama, karena ada efek samping
seperti menurunnya kadar kalsium tulang pada tubuh pasien.

 Antibiotik
Diperlukan jika dijumpai pasien batuk dengan dahak purulent. Bila sekiranya ada
dugaan penyebab batuk adalah H. influenza, S. pneumonia, M. cattarhalis maka beri
antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil kultur untuk memastikan jenis
bakterinya.

 R/ Tab Doksisiklin 100 mg no. X


S2dd. tab 1

H. Edukasi
Pasien harus diedukasi agar bersedia untuk berhenti merokok demi mencegah semakin
bertambah parahnya penyakit yang diderita.
TB PARU
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Arman
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 30 tahun
Pekerjaan : Pertambangan bagian mesin
Alamat : Condong Catur

2. Anamnesis
a. Keluhan utama
 Batuk sejak 2 bulan yang lalu dengan dahak kental dan berwarna hijau

b. Keluhan penyerta
 Keringat malam
 Nafsu makan menurun
 BB turun
 Malaise

c. Riwayat pengobatan
 Pasien membeli obat batuk di warung tapi tidak kunjung membaik.

d. Riwayat penyakit dahulu :


 Belum pernah mengalami hal serupa sebelumnya
 Tidak pernah mondok di RS
 Tidak ada riwayat alergi

e. Riwayat keluarga:
 Tidak ada keluarga mengalami keluhan yang sama

f. Gaya hidup :
 Tidak pernah berolahraga
 Pola makan teratur
 Merokok

3. Pemeriksaan
I. Pemeriksaan fisik
a. Pemeniksaan vital sign
- Suhu : 37,8 derajat
- Denyut nadi : 88x / menit
- Pernafasan : 20x / menit
- Tekanan darah : 130 / 90 mmHg
b. Pemeriksaan dada
 Inspeksi : normal
 Palpasi : fremitus meningkat
 Perkusi : redup (dull) pada apeks bilateral
 Auskultasi : bronkial, ronki positif di apeks bilateral
c. BB : tidak dilakukan penimbangan
d. TB : tidak dilakukan pengukuran

II. Pemeriksaan penunjang


a. Pemeriksaan Darah Rutin : LED meningkat, Hematokrit meningkat
b. Pemeriksaan Rontgen Paru : corakan bronchovascular

4. Diagnosis : TB Paru

5. Differantial diagnosis : diambil karena adanya kemiripan manifestasi klinis dan temuan dari
hasil pemeriksaan penunjang
1. Abses paru
A. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia pada
umumnya yaitu:
a. Panas badan. Dijumpai berkisar 70% – 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai
dengan temperatur > 400C.
b. Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses
dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor
ex oroe (40-75%).
c. Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 – 75%
penderita abses paru.
d. Nyeri dada dan Batuk darah.
e. Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan. Pada
pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup, suara nafas
yang meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi.

B. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi :
a. Foto thorax : terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi
disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan ukuran f 2 – 20 cm.
Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat
hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila
tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi.
b. CT-Scan : gambaran khas abses paru ialah berupa Lesi dens bundar dengan kavitas
berdinding tebal tidak teratur dan terletak di daerah jaringan paru yang rusak.
Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada dinding
abses, tidak tertekan atau berpindah letak. Sisa-sisa pembuluh darah paru dan
bronkhus yang berada dalam abses dapat terlihat dengan CT-Scan, juga sisa-sisa
jaringan paru dapat ditemukan di dalam rongga abses. Lokalisasi abses paru
umumnya 75% berada di lobus bawah paru kanan bawah.
c. Bronkoskopi : Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan therapi
drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.

2. Laboratorium :
a. Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari
12.000/mm3 bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan 32.700/mm3.
Laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam.
b. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan
pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara tepat.
c. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotika merupakan cara
terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis serta tujuan therapi.
d. Pemeriksaan AGD menunjukkan penurunan angka tekanan O2 dalam darah arteri

2. Pneumonia
A. Manifestasi Klinik
Secara umum dapat di bagi menjadi:
a. Manifestasi non spesifik infeksi dan toksisitas berupa demam (39,5 ºC sampai 40,5
ºC). , sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang keluhan
gastrointestinal.
b. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnuea (25 – 45
kali/menit), ekspektorasi sputum, nafas cuping hidung, sesak napas, air hinger,
merintih, sianosis. Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka
berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
c. Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bawah kedalam saat
bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus
melemah, suara napas melemah, dan ronki.
d. Tanda efusi pleura atau empiema, berupa gerak ekskusi dada tertinggal di daerah
efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, suara napas tubuler
tepat di atas batas cairan, friction rup, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri
bekurang bila efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul), kaku duduk /
meningimus (iritasi menigen tanpa inflamasi) bila terdaat iritasi pleura lobus atas,
nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia
lobus kanan bawah).
e. Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada
bayi akan menimbulkan pekak perkusi.
f. Tanda infeksi ekstrapulmonal.

B. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat
juga menyatakan abses) luas /infiltrasi, empiema (stapilococcos), infiltrasi
menyebar atau terlokalisasi (bakterial), atau penyebaran/perluasan infiltrasi nodul
(lebih sering virus). Pada pneumonia mikoplasma, sinar x dada mungkin bersih.
b. GDA/nadi oksimetris : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru
yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
c. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat diambil biosi jarum,
aspirasi transtrakea, bronkoskofi fiberobtik atau biosi pembukaan paru untuk
mengatasi organisme penyebeb. Lebih dari satu organise ada : bekteri yang umum
meliputi diplococcos pneumonia, stapilococcos, aures A.-hemolik strepcoccos,
hemophlus influenza : CMV. Catatan : keluar sekutum tak dapat di identifikasikan
semua organisme yang ada. Kultur darah dapat menunjukan bakteremia semtara
d. JDL : leokositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada
infeksi virus, kondisi tekanan imun seperti AIDS, memungkinkan berkembangnya
pneumonia bakterial.
e. Pemeriksaan serologi: mis, titer virus atau legionella,aglutinin dingin. membantu
dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
f. Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps
alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain. Mungkin terjadi
perembesan (hipoksemia)
g. Elektrolit : Natrium dan Klorida mungkin rendah
h. Bilirubin : Mungkin meningkat.
i. Aspirasi perkutan / biopsi jaringan paru terbuka : dapat menyatakan jaringan intra
nuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMP ; kareteristik sel rekayasa
(rubela))
6. Terapi
Jenis OAT : Izoniazid (H), Rifampicin (R), Pyrazinamide (Z), Streptomycin (S),
Ethambutol (E)
1. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
Digunakan untuk pasien baru TB paru BTA positif, TB paru BTA negative foto toraks
positif, Pasien TB Ekstra Paru.
BB Tahap Intensif Tahap Lanjutan
setiap hari selama 56 hari 3 kali seminggu selama 16 minggu
RHZE (150/75/400/275) RH (150/150)
30 - 37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2KDT
38 - 54 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2KDT
55 - 70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2KDT
71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2KDT

2. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3
Digunakan untuk pasien gagal, pasien kambuh, pasien dengan pengobatan setelah
putus obat.

BB Tahap Intensif Tahap Lanjutan


setiap hari selama 56 hari 3 kali seminggu selama 16
RHZE (150/75/400/275) + S minggu
RH (150/150) + E(400)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30 - 37 kg 2 tablet 4 KDT + 500mg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 2KDT + 2 Tab E
Injeksi S
38 - 54 kg 3 tablet 4 KDT + 750mg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 2KDT + 3 Tab E
Injeksi S
55 - 70 kg 4 tablet 4 KDT + 4 tablet 4 KDT 4 tablet 2KDT + 4 Tab E
1000mg Injeksi S
71 kg 5 tablet 4 KDT + 5 tablet 4 KDT 5 tablet 2KDT + 5 Tab E
1000mg injeksi S

7. Edukasi
- Taat dan teratur minum obat selama 6 bulan. Tidak boleh terlambat atau
putus obat selama masa terapi
- Kontrol rutin setiap 3-4 minggu pengobatan untuk melihat perkembangan
terapi dan efek samping obat terhadap tubuh.
- Jelaskan efek samping pengobatan adalah hal yang wajar selama masa
pengobatan. Bila terganggu dengan efek samping dapat segera ke pusat
layanan kesehatan terdekat.
- Makan-makanan bergizi, tetap melakukan aktivitas fisik dan sesekali
berolahraga aerobik.
- Selalu menggunakan masker dan berada diruangan terpisah dalam rumah
untuk menghindari penularan ke anggota keluarga atau kerabat dekat
lainnya.

8. Rujukan
a. TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid) seperti TB
pada orang dengan HIV, TB dengan penyakit metabolik, TB anak, perlu
dirujuk ke layanan sekunder. Pasien TB yang telah mendapat saran dari
layanan spesialistik dapat melanjutkan pengobatan di fasilitas pelayanan
primer.
b. Suspek TB – MDR harus dirujuk ke layanan sekunder.

9. Prognosis
Prognosis pada umumnya baik apabila pasien melakukan terapi sesuai dengan
ketentuan pengobatan. Untuk TB dengan komorbid, prognosis menjadi kurang baik.
ASMA BRONCHIAL

Seorang pasien laki-laki berusaia 40 tahun dengan pekerjaan sebagai tukang ojek datang
dengan keluhan sesak napas yang terasa berat di dada.

Anamnesis :

A. Keluhan utama : sesak napas


B. Riwayat penyakit sekarang : sesak napas dirasakan sejak semalam dan berlangsung
terus menerus. Sesak napas tersebut dialami pasien biasanya karena kedinginan dan
kelelahan. Sesak napas tersebut sudah dirasakan sejak pasien duduk di bangku SMA.
Pasien sudah melakukan pengobatan, namun berhenti karena merasa malas. Pada saat
dilakukan ananesis, napas pasien mejadi semakin berat, maka langsung dibaringkan
dengan support oksigen untuk membantu pernapasan pasien.
C. Riwayat penyakit dahulu : Saat SMA pernah mengalami hal yang serupa.
D. Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gejala
serupa, dan tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit asma.
E. Riwayat alergi : pasien tidak memiliki riwayat alergi.
F. Riwayat pekerjaan dan sosial : Pasien mengeluhkan sesak napas karena lelah bekerja
sebagai tukang ojek, 12 jam sehari tanpa menggunakan masker dan jika merasa
kedinginan.

Dari hasil pemeriksaan fisik :

A. Vital sign
 Suhu : 36,8 °C
 Tensi : 120/80
 Nadi : 120 x/menit
 Napas : 28 x/menit

B. Pemeriksaan paru
 Inspeksi : dilakukan apakah ada kelainan pada thoraks yang menyebabkan sesak
napas, dari pemeriksaan didapatkan hasil yang normal, tidak ada ketinggalan gerak
dan terdapat retraksi otot napas.
 Palpasi : untuk mengetahui apakah keadaan sesak napas tersebut
mengakibatkan perbedaan fremitus, dan hasil yang didapat adalah fremitus normal
kanan dan kiri.
 Perkusi : untuk mengetahui adanya pembesaran paru atau jantung, dari
pemeriksaan didapatkan sonor seluruh lapangan paru, dan batas hepar normal.
 Auskultasi : untuk mengetahui ada atau tidaknya kelainan suara paru. Hasil yang
didapatkan adalah wheezing positif, dan ronki negatif.

Pemeriksaan Penunjang asma bronchial

 Lung Function Test Peak expiratory flow rate (PEFR atau FEV) berfungsi untuk
mendiagnosis asma dan tingakatannya.
 Skin test  Berfungsi untuk mengetahui penyebab dari asma.
 Chest X-ray  Berfungsi untuk komplikasi (pneumotoraks) atau untuk memeriksa
pulmonaty shadows denganallergic bronchipulmonary aspergilosis
 Histamine bronchial provocation test  Untuk mengindikasikan adanya airway yang
hiperresponsif, biasanya ditemukan pada seluruh penyakit asma, terutama pada pasien
dengan gejala utama batuk. Test ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang
mempunyai fungsi paru yang buruk (FEV <1,5L)
 Blood and sputum test  Pasien dengan asma mungkin memiliki peningakatan
eosinofil di darah perifer (>9,4x10)

Pemeriksaan radiologi

 Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun

Diagnosis : Asma Bronchial

Diagnosis Banding

1. Bronkitis kronik
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan
dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya
didapatkan pada penderita > 35 tahun dan perokok berat. Gejala dimulai dengan
batuk pagi hari, lama-lama disertai mengi dan menurunnya kegiatan jasmani. Pada
stadium lanjut dapat ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pulmonal.
2. Emfisema paru
Sesak merupakan gejala utamanya dan jarang disertai mengi dan batuk. Penderita
biasanya kurus. Berbeda dengan asma pada emfisema tidak pernah ada masa remisi,
penderita selalu sesak pada kegiatan jasmani. Pada pemeriksaan fisis ditemukan dada
kembung, peranjakan napas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun dan suara
sangat lemah. Pemeriksaan foto dada menunjukkan hiperinflasi.

Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera.
b. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan
asma
c. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga
penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter
atau perawat yang merawatnya.
Pengobatan pada asma bronkial terbagi 2, yaitu:
a. Pengobatan non farmakologik:
- Memberikan penyuluhan.
- Menghindari faktor pencetus.
- Pemberian cairan.
- Fisiotherapy.
- Beri O2 bila perlu.
b. Pengobatan farmakologik :
1) Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
a) Simpatomimetik/ adrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan
semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang
berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler)
atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serta Ventolin) yang oleh alat
khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus) untuk selanjutnya
dihirup.
2) Santin (teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya
berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma
akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering
merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan.
Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila
minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk suppositoria yang cara pemakaiannya
dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu
hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
3) Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma.
Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin
biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat
setelah pemakaian satu bulan.
4) Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan
dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara
oral.
Edukasi :

Menyatakan kepada pasien bahwa asma bronkial merupakan penyakit infeksi kronis
yang sering kambuh. Namun kekambuhan tersebut dapat dicegah dengan obat anti inflamasi
dan mengurangi paparan terhadap pencetus, dalam kasus ini diduga kuat bahwa pencetus
terjadinya asma bronkial adalah polusi udara yang pasien dapatkan selama bekerja sebagai
tukang ojek. Paparan polusi udara dapat dikurangi dengan cara menggunakan masker pada
saat berkendara. Pasien juga diminta untuk mengenali tanda dan gejala kekambuhan supaya
pertolongan yang diberikan tidak terlambat.

Komunikasi yang baik adalah kunci kepatuhan pasien, upaya meningkatkan kepatuhan pasien
dilakukan dengan :

1. Edukasi dan mendapatkan persetujuan pasien untuk setiap tindakan/penanganan yang


akan dilakukan. Jelaskan sepenuhnya kegiatan tersebut dan manfaat yang dapat
dirasakan pasien
2. Tindak lanjut (follow-up). Setiap kunjungan, menilai ulang penanganan yang
diberikan dan bagaimana pasien melakukannya. Bila mungkin kaitkan dengan
perbaikan yang dialami pasien (gejala dan faal paru).
3. Menetapkan rencana pengobatan bersama-sama dengan pasien.
4. Membantu pasien/keluarga dalam menggunakan obat asma.
5. Identifikasi dan atasi hambatan yang terjadi atau yang dirasakan pasien, sehingga
pasien merasakan manfaat penatalaksanaan asma secara konkret.
6. Menanyakan kembali tentang rencana penganan yang disetujui bersama dan yang
akan dilakukan, pada setiap kunjungan.
7. Mengajak keterlibatan keluarga.
8. Pertimbangkan pengaruh agama, kepercayaan, budaya dan status sosioekonomi yang
dapat berefek terhadap penanganan asma
BRONKITIS AKUT

Nama : Bapak Andi

Usia : 55 tahun

Alamat : Condong Catur

Pekerjaan : Supir bus

Anamnesa : - Pasien datang dengan keluhan batuk berdahak

-Sudah dirasakan 1 minggu belakangan ini.

-Batuk disertai dahak berwarna kuning kental kehijauan

-Keluhan semakin memberat dengan aktivitas dan cuaca dingin.

-Pasien juga merasa dada panas seperti terbakar, dan demam mengigil.

-Pasien sudah mencoba pengobatan yaitu komix yang dibeli sendiri di warung
tetapi tidak membaik.

- berat badan dan nafsu makan menurun

Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah mengalami keluhan yang sama saat 2 tahun lalu,
selama ini penyakit kambuh-kambuha, dan pasien tidak berobat ke dokter saat keluhan
muncul (ini pertama kalinya pasien ke dokter). Tidak ada riwayat penyakit lain.

Lifestyle : - pasien perokok aktif

-tidak minum alcohol

Riwayat alergi disangkal/tidak ada riwayat alergi sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada riwayat penyakit pada keluarga pasien tersebut
Pemeriksaan Fisik :

Vital Sign

TD = 110/70

Suhu = 37.5 oC

RR = 22 x/menit

Nadi = 80 x/menit

Pemeriksaan Fisik Paru

Inspeksi = dbn

Palpasi = tidak ada ketinggalan gerak; iktus kordis tidak teraba

Perkusi = sonor

Auskultasi =

Ronkhi +

Wheezing +

Krepitasi +

Fremitus = paru kiri-kanan sama

Pemeriksaan Penunjang :

RO Paru :

Apex tenang

Corakan bronkovaskular meningkat

Airbronchogram +

Kedua sinus lancip


CTR <0.5

Cor normal

Darah Rutin :

Dbn

DD :

Bronkitis akut

Pneumoni

ISPA

#Clinical Reasoning :

Pasien datang dengan keluhan utama batuk berdahak selama 1 minggu Akut

Adanya infeksi karena pasien mengeluh batuk berdahak  bronchitis akut, pneumonia, ISPA

Batuk berdahak  bronchitis akut, pneumonia, ISPA

Dahak kental berwarna kuning kehijauan  disebabkan oleh bakteri

Demam (+) tanpa sesak nafas  bronchitis akut


Nyeri telan (–)

Tidak ada suara serak pada pasien

Corakan bronkovaskular meningkat  BRONKITIS AKUT

DX : Bronkitis Akut

Terapi :

Paracetamol 500 mg 3.d.d diminum seperlunya (demam)

Amoksisilin 500 mg 0.8.h (antibiotic spectrum luas  dicurigai infeksi bakteri karena dahak
kental berwarna kuning kehijauan)

Anda mungkin juga menyukai