Anda di halaman 1dari 17

CASE REPORT

HEMOPTISIS

Disusun oleh:
AMANDA PUTRI
1102014017
M. IZAG FALDI
1102012177

Pembimbing:
dr. Yahya, SpP

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RS BHAYANGKARA TK.I R. SAID SUKANTO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2018
I. Identitas Pasien
Nama: Ny. R
Jenis Kelamin: Perempuan
Umur: 42 tahun
Alamat: Jalan Gandaria I
Agama: Islam
Status Pernikahan: Menikah
Status Pekerjaan: Pegawai
Tanggal Masuk: 28 April 2018
Tanggal Keluar: 02 Mei 2018
Ruangan: Parkit I

II. Anamnesis
Autoanamnesis, dilakukan di ruang Parkit I
A. Keluhan Utama
Batuk disertai dengan muntah darah sejak seminggu yang lalu
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan batuk kering disertai darah sejak seminggu
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan batuk pasien makin bertambah serta terus
mengeluarkan darah. Darah yang dikeluarkan berwarna merah segar dan kalau
ditampung sebanyak 240ml. Selain batuk, pasien sempat demam selama seminggu
dan mengeluh nyeri dada. Pasien merasa sesak yang dirasakan sejak 2 minggu yang
lalu. Sesak hilang timbul dan paling sering timbul menjelang maghrib. Keluhan lain
adalah, pasien merasa lemas dan nafsu makan menurun. Riwayat buang air kecil
normal dan buang air besar tidak terlalu lancar dalam batas normal. Pasien merupakan
perokok aktif dan mulai merokok sejak tahun 1994 sampai sekarang dan dapat
menghabiskan lebih dari 1 bungkus dalam satu hari.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah merasakan sakit seperti ini sebelumnya.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan yang sama tidak terdapat pada anggota keluarga lainnya. Riwayat
penyakit hipertensi. Tekanan darah tertinggi ±170 mmHg.
E. Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat maupun makanan.
F. Anamnesis Sistem Organ Tubuh
Kulit: Tidak ada keluhan
Kepala: Rambut berwarna hitam
Mata: Tidak ada kelainan
Telinga: Tidak ada kelainan
Hidung: Tidak ada kelainan
Mulut: Tidak ada kelainan
Leher: Tidak ada kelainan
Toraks: Tidak ada kelainan
Abdomen: Perut supel, tidak ada kelainan
Saluran kemih: BAK lancar, BAB kurang lancar
G. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: Baik
Kesadaran: Composmentis
Tekanan darah:110/70 mmHg
Nadi: 83x/menit
Suhu: 37°C
Mata : Exophthalmus :-/-
: Endophtalmus :-/-
: Kelopak mata : Tidak ada kelainan
: Conjungtiva Anemis : +/ +
: Sklera Ikterik :-/-
Pulmo (depan) : Inspeksi : Gerakan statis dan dinamis pada kedua
hemitoraks,
Tidak tampak adanya sikatrik,
hematoma, udem, massa, deformitas,
dan fraktur pada kedua hemitoraks.
Tidak terlihat pengunaan otot nafas
tambahan.
: Palpasi : Taktil dan Vokal Fremitus kanan
simetris

: Perkusi : Sonor dikedua lapang paru,


: Auskultasi : Vesicular Breathing Sound simetris
kanan kiri
: Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
H. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien ini dilakukan:
1. Hematologi
Hemoglobin: 11,1
Leukosit: 16.000
Hematokrit: 34
Trombosit: 299.000
Laju Endap Darah: 11
Hitung Jenis Leukosit
Basofil: 0
Eosinofil: 4
Batang: 0
Segmen: 64
Limfosit: 25
Monosit: 7
Kimia Klinik
Ureum: 17
Kreatinin: 0,6
Gula Darah Sewaktu: 124
SGOT: 19,4
SGPT: 15,3
I. Resume
Seorang wanita berusia 42 tahun mengeluh batuk kering disertai dengan darah
Darah yang dikeluarkan berwarna merah segar Selain batuk, pasien sempat demam
selama seminggu dan mengeluh nyeri dada. Pasien merasa sesak yang dirasakan sejak
2 minggu yang lalu. Sesak hilang timbul dan paling sering timbul menjelang maghrib.
Keluhan lain adalah, pasien merasa lemas dan nafsu makan menurun. Riwayat buang
air kecil normal dan buang air besar tidak terlalu lancar dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya kelainan pada lapang paru dan
tidak terdapat suara tambahan dalam pemeriksaan auskultasi. Pada pemeriksaan
penunjang ditemukan Hb 11,1, Leukosit 16.000 dan Hematokrit 34
J. Daftar Permasalahan
Hemaptoe
Anemia
K. Assesment
Hemaptosis
L. Perencanaan
-Inj. Transamin
- Inj. Vitamin K
- Inj. Rantin
- N. Acetyl
-Ceftriaxone
-Sangobion
M. Follow up
(28 April 2018)
Hemoglobin: 9,6
Leukosit: 9.900
Hematokrit: 31
Trombosit: 430.000
Ureum: 17
Kreatinin: 0,6
Gula Darah Sewaktu: 124

(29 April 2018)


Hemoglobin: 8,8
Leukosit: 9.400
Laju Endap Darah: 11
Basofil: 0
Eosinofil: 4
Batang: 0
Segmen: 64
Limfosit: 25
Monosit: 7
SGOT: 19,4
SGPT: 15,3

(30 April 2018)


Hemoglobin: 11,1
Leukosit: 16.000
Hematokrit: 34
Trombosit: 299.000
ANALISA KASUS

Bagaimana diagnosis pada pasien ini?


Berdasarkan anamnesis, didapakan pasien seorang wanita berumur 42 tahun
datang dengan keluhan batuk disertai darah sejak seminggu yang lalu. Pasien
merasakan sesak sejah 2 minggu yang lalu. Pasien memiliki riwayat hipertensi.
Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan. Pada perkusi ditemukan
sonor diseluruh lapang paru dan tidak ditemukan suara tambahan pada saat auskultasi.
Dari pemeriksaan penunjang, menunjukkan pasien mengalami anemia dengan
Hemoglobin 9,6.
Berdasarkan temuan tersebut, pasien didiagnosis mengalami hemoptysis
dengan anemia.
PEMBAHASAN

I. HEMOPTOSIS

Definisi
Batuk darah merupakan suatu gejala atau tanda dari suatu penyakit infeksi.
Volume darah yang dibatukkan bervariasi dan dahak bercampur darah dalam jumlah
minimal hingga masif, tergantung laju perdarahan dan lokasi perdarahan. Batuk darah
atau hemoptisis adalah ekspektorasi darah akibat perdarahan pada saluran napas di
bawah laring, atau perdarahan yang keluar melalui saluran napas bawah laring.
Sumber perdarahan hemoptisis dapat berasal dari sirkulasi pulmoner atau
sirkulasi bronkial. Sirkulasi pulmoner memperdarahi alveol dan duktus alveol, sistem
sirkulasi ini bertekanan rendah dengan dinding pembuluh darah yang tipis. Sirkulasi
bronkial memperdarahi trakea, bronkus utama sampai bronkiolus dan jaringan
penunjang paru, esofagus, mediastinum posterior dan vasa vasorum arteri pulmoner.
Sirkulasi bronkial ini terdiri dari arteri bronkialis dan vena bronkialis. Asal anatomis
perdarahan berbeda tiap proses patologik tertentu: (a). bronkitis akibat pecahnya
pembuluh darah superfisial di mukosa, (b) TB paru akibat robekan atau ruptur
aneurisma arteri pulmoner (dinding kaviti “aneurisma Rassmussen”). atau akibat
pecahnya anastomosis bronkopulmoner atau proses erosif pada arteri bronkialis, (c)
infeksi kronik akibat inflamasi sehingga terjadi pembesaran & proliferasi arteri
bronchial misal : bronkiektasis, aspergilosis atau fibrosis kistik,(d) kanker paru akibat
pembuluh darah yg terbentuk rapuh sehingga mudah berdarah (Menaldi Rasmin,
2009).
Tingkat kegawatan dari hemoptisis ditentukan oleh tiga faktor:
 Terjadi afiksia akibat bekuan darah di dalam saluran pernapasan. Kejadian ini
tergantung pada jumlah perdarahan yang terjadi, reflex batuk yang berkurang atau
efek psikis pasien.
 Jumlah darah yang keluar dapat menyebabkan renjatan hipovolemik (hypovolemic
shock). Bila perdarahan cukup banyak, hemoptisis digolongkan ke dalam
hemoptisis masif.
 Suatu infeksi yang terjadi beberapa jam atau hari setelah perdarahan akan
menyebabkan adanya pneumonia aspirasi. Keadaan ini merupakan keadaan gawat
karena bagian jalan napas dan bagian fungsionil paru tidak dapat berfungsi akibat
terjadinya obstruksi total.

Etiologi
Etiologi dari hemoptisis ini bervariasi, namun secara garis besar dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu penyakit saluran nafas, penyakit parenkimal, dan penyakit
vaskuler. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah besar maupun kecil.
Perdarahan dari pemburuh darah kecil biasanya bersifat fokal atau difus alveolar,
paling sering disebabkan oleh penyakit imunologi, vaskulitis, kardiovaskular, dan
gangguan koagulasi. Penyebab perdarahan dari pembuluh darah besar biasanya
disebabkan oleh infeksi, kardiovaskular, kongenital, neoplasma, dan penyakit
vaskulitis. Namun penyebab tersering hemoptisis adalah bronkiektasis, tuberkulosis,
kanker, dan infeksi jamur. Perdarahan bisa berasal dari arteri pulmonal maupun arteri
bronkial. Sekitar 90% dari hemoptisis masif disebabkan oleh perdarahan dari arteri
bronkial karena memiliki tekanan yang lebih tinggi dibandingkan arteri pulmonal.
Hemoptisis dari arteri pulmonal dapat disebabkan oleh penyakit yang menyebabkan
nekrosis, seperti tuberkulosis, abses paru, aspergilosis, dan karsinoma (Telly Bahar,
2016).

Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya dikenal berbagai macam batuk darah :

1. Batuk darah idiopatik atau esensial dimana penyebabnya tidak diketahui

2. Batuk darah sekunder, yang penyebabnya dapat di pastikan

Pada prinsipnya berasal dari :

a. Saluran napas

Yang sering ialah tuberkulosis, bronkiektasis, tumor paru, pneumonia dan

abses paru.

Menurut Bannet, 82 – 86% batuk darah disebabkan oleh tuberkulosis paru,

karsinoma paru dan bronkiektasis.

Yang jarang dijumpai adalah penyakit jamur (aspergilosis), silikosis, penyakit

oleh karena cacing.

b. Sistem kardiovaskuler

Yang sering adalah stenosis mitral, hipertensi.

Yang jarang adalah kegagalan jantung, infark paru, aneurisma aorta.

c. Lain-lain

Disebabkan oleh benda asing, ruda paksa, penyakit darah seperti hemofilia,

hemosiderosis, sindrom Goodpasture, eritematosus lupus sistemik, diatesis hemoragik

dan pengobatan dengan obat-obat antikoagulan.

Berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan maka hemoptisis dapat dibagi atas (2) :

1. Hemoptisis masif
Bila darah yang dikeluarkan adalah 100-160 cc dalam 24 jam.

2. Kriteria yang digunakan di rumah sakit Persahabatan Jakarta :

- Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam

- Bila perdarahan kurang dari 600 cc dan lebih dari 250 cc / 24 jam, akan

tetapi Hb kurang dari 10 g%.

- Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam dan Hb kurang dari 10 g%,

tetapi dalam pengamatan 48 jam ternyata darah tidak berhenti. (2)

Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena pada

hemoptoe selain terjadi vasokonstriksi perifer, juga terjadi mobilisasi

dari depot darah, sehingga kadar Hb tidak selalu memberikan gambaran

besarnya perdarahan yang terjadi.

Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptoe juga mempunyai

kelemahan oleh karena :

· Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum dan

kadang-kadang dengan cairan lambung, sehinga sukar untuk

menentukan jumlah darah yang hilang sesungguhnya.

· Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan bersama-sama dengan

tinja, sehingga tidak ikut terhitung

· Sebagian dari darah masuk ke paru-paru akibat aspirasi.

Oleh karena itu suatu nilai kegawatan dari hemoptoe ditentukan oleh :

· Apakah terjadi tanda-tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan

hipovolemik (hypovolemik shock).

· Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang dapat

dinilai dengan adanya iskemik miokardium, baik berupa gangguan


aritmia, gangguan mekanik pada jantung, maupun aliran darah

serebral. Dalam hal kedua ini dilakukan pemantauan terhadap gas

darah, disamping menentukan fungsi-fungsi vital. Oleh karena itu

suatu tingkat kegawatan hemoptoe dapat terjadi dalam dua bentuk,

yaitu bentuk akut berupa asfiksia, sedangkan bentuk yang lain

berupa renjatan hipovolemik.

Bila terjadi hemoptisis, maka harus dilakukan penilaian terhadap:

· Warna darah untuk membedakannya dengan hematemesis.

· Lamanya perdarahan.

· Terjadinya mengi (wheezing) untuk menilai besarnya obstruksi.

· Keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi, respirasi dan tingkat

kesadaran.

Klasifikasi menurut Pusel (4) :

+ : batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk garis-garis dalam sputum

++ : batuk dengan perdarahan 1 – 30 ml

+++ : batuk dengan perdarahan 30 – 150 ml

++++ : batuk dengan perdarahan > 150 ml

Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisis sedang, positif

empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis masif.

Patofisiologi
Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi
dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi pada
jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya
untuk pertukaran gas.
Patogenesis terjadinya batuk darah atau hemoptisis yang disebabkan oleh
berbagai penyakit yang mendasarinya pada prinsipnya hampir sama, yaitu bila terjadi
penyakit/kelainan pada parenkim paru, sistem sirkulasi bronkial atau pulmoner,
maupun pleura sehingga terjadi perdarahan pada kedua sistem sirkulasi tersebut;
1 Infeksi
1.1. Tuberkulosis
Ekspektorasi darah dapat terjadi akibat infeksi tuberkulosis yang masih aktif ataupun
akibat kelainan yang ditimbulkan akibat penyakit tuberkulosis yang telah sembuh.
Susunan parenkim paru dan pembuluh darahnya dirusak oleh penyakit ini sehingga
terjadi bronkiektasi dengan hipervaskularisasi, pelebaran pembuluh darah bronkial,
anastomosis pembuluh darah bronkial dan pulmoner.
Penyakit tuberkulosis juga dapat mengakibatkan timbulnya kaviti dan terjadi
pneumonitis tuberkulosis akut yang dapat menyebabkan ulserasi bronkus disertai
nekrosis pembuluh darah di sekitarnya dan alveoli bagian distal. Pecahnya pembuluh
darah tersebut mengakibatkan ekspektorasi darah dalam dahak, ataupun hemoptisis
masif.
Hemoptisis masif juga dapat terjadi pada bekas penderita tuberkulosis. Hal tersebut
dapat terjadi akibat erosi lesi kalsifikasi pada arteri bronkial sehingga terjadi
hemoptisis masif. Selain itu ekspektorasi bronkolit juga dapat menyebabkan
hemoptisis.

1.2 Bronkitis dan Bronkiektasis


Bronkitis biasanya menyebabkan hemoptisis ringan. Proses inflamasi pada mukosa
saluran nafas dan pecahnya pembuluh darah kecil pada mukosa mengakibatkan
adanya bercak darah pada dahak. Pada Bronkiektasis terjadi akibat destruksi tulang
rawan pada dinding bronkus akibat infeksi ataupun penarikan oleh fibrosis alveolar.
Perubahan yang terjadi ternyata juga melibatkan perubahan arteri bronkial yaitu
hipertrofi, peningkatan atau pertambahan jumlah jaring vaskuler (vascular bed).
Perdarahan dapat terjadi akibat infeksi ataupun proses inflamasi. Pecahnya pembuluh
darah bronkial yang memiliki tekanan sistemik dapat berakibat fatal

1.3 Infeksi Jamur Paru


Angioinvasi oleh elemen jamur menimbulkan kerusakan pada parenkim dan struktur
vaskuler sehingga dapat menimbulkan infark paru dan perdarahan. Meskipun
demikian infeksi jamur paru yang invasif jarang menimbulkan hemoptisis. Sebaliknya
pembentukan misetoma dapat menimbulkan hemoptisis pada 50-90% penderita
misetoma.
Misetoma umumnya terbentuk pada penderita dengan penyakit paru berkaviti
misalnya TB, sarkoidosis, cavitary lung carcinoma, infark paru, emfisema bulosa,
bronkiektasis, penyakit fibrobulosa dari arthritis rematoid dan ankylosing spondilytis,
trauma mekanik akibat pergerakan fungus ball di dalam kaviti, jejas vaskuler akibat
endotoksin Aspergillus, dan kerusakan vaskuler akibat reaksi hipersensitiviti tipe III
merupakan beberapa teori penyebab terjadinya hemoptisis pada misetoma.
Hemoptisis dapat pula terjadi akibat bronkolitiasis dari adenopati histoplasma yang
mengalami kalsifikasi.

1.4 Abses paru


Hemoptisis dapat terjadi pada 11-15% penderita abses paru primer. Perdarahan masif
dapat terjadi pada 20-50% penderita abses paru yang mengalami hemoptisis.
Mekanisme perdarahan adalah akibat proses nekrosis pada parenkim paru dan
pembuluh darahnya.

1.5 Fibrosis Kistik


Perdarahan pada penderita fibrosis kistik multifaktorial, namun umumnya perdarahan
berasal dari arteri bronkial. Pemeriksaan postmortem menunjukkan bronkiektasis
luas, abses paru dan bronkopneumonia. Sistem arteri bronkial mengalami
hipervaskularisasi dan anastomosis bronkopulmoner. Kelainan tersebut diatas
ditambah dengan hipertensi pulmoner menyebabkan tingginya insiden hemoptisis
pada penderita fibrosis kistik, walaupun demikian hemoptisis masih jarang terjadi.

Diagnosis

Hal utama yang penting adalah memastikan apakah darah benar- benar bukan

dari muntahan dan tidak berlangsung saat perdarahan hidung. Hemoptisis sering

mudah dilacak dari riwayat. Dapat ditemukan bahwa pada hematemesis darah

berwarna kecoklatan atau kehitaman dan sifatnya asam. Darah dari epistaksis dapat

tertelan kembali melalui faring dan terbatukkan yang disadari penderita serta adanya

darah yang memancar dari hidung.

Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu dilakukan

urutan-urutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik maupun penunjang

sehingga penanganannya dapat disesuaikan.

1. Anamnesis

Untuk mendapatkan riwayat penyakit yang lengkap sebaiknya diusahakan untuk

mendapatkan data-data :

- Jumlah dan warna darah

- Lamanya perdarahan

- Batuknya produktif atau tidak

- Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan

- Sakit dada, substernal atau pleuritik

- Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi badan

dan batuk
- Wheezing

- Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu.

- Perdarahan di tempat lain serempak dengan batuk darah

- Perokok berat dan telah berlangsung lama

- Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada

- Hematuria yang disertai dengan batuk darah. (5)

Untuk membedakan antara batuk darah dengan muntah darah dapat digunakan

petunjuk sebagai berikut :

Keadaan Hemoptisis Hematemesis

1. Prodromal Rasa tidak enak di Mual, stomach distress


tenggorokan, ingin batuk
2. Onset Darah dibatukkan, dapat Darah dimuntahkan
disertai batuk dapat disertai batuk
3. Penampilan darah Berbuih Tidak berbuih
4. Warna Merah segar Merah tua
5. Isi Lekosit, mikroorganisme, Sisa makanan
makrofag, hemosiderin
6. Reaksi Alkalis (pH tinggi) Asam (pH rendah)
7. Riwayat Penyakit Menderita kelainan paru Gangguan lambung,
Dahulu kelainan hepar
8. Anemi Kadang-kadang Selalu
9. Tinja Warna tinja normal Tinja bisa berwarna
Guaiac test (-) hitam, Guaiac test (-)

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dicari gejala/tanda lain di luar paru yang dapat

mendasari terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising sistolik dan

opening snap, pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum nasalis,

teleangiektasi. (5)
3. Pemeriksaan penunjang

Foto toraks dalam posisi AP dan lateral hendaklah dibuat pada setiap

penderita hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan tempat

perdarahannya. (5)

4. Pemeriksaan bronkoskopi

Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan demikian

sumber perdarahan dapat diketahui.

Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :

1. Bila radiologik tidak didapatkan kelainan

2. Batuk darah yang berulang – ulang

3. Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik

Tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menentukan diagnosis,

lokasi perdarahan, maupun persiapan operasi, namun waktu yang tepat

untuk melakukannya merupakan pendapat yang masih kontroversial,

mengingat bahwa selama masa perdarahan, bronkoskopi akan

menimbulkan batuk yang lebih impulsif, sehingga dapat memperhebat

perdarahan disamping memperburuk fungsi pernapasan. Lavase dengan

bronkoskop fiberoptic dapat menilai bronkoskopi merupakan hal yang

mutlak untuk menentukan lokasi perdarahan.

Dalam mencari sumber perdarahan pada lobus superior, bronkoskop serat

optik jauh lebih unggul, sedangkan bronkoskop metal sangat bermanfaat

dalam membersihkan jalan napas dari bekuan darah serta mengambil benda

asing, disamping itu dapat melakukan penamponan dengan balon khusus di

tempat terjadinya perdarahan. (5)

Penanganan
Pada umumnya hemoptoe ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan

biasanya berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu hemoptisis yang

masif.

Tujuan pokok terapi ialah :

1. Mencegah tersumbatnya saluran napas oleh darah yang beku

2. Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi

3. Menghentikan perdarahan

Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan suport kardiopulmaner

dan mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang merupakan penyebab

utama kematian pada para pasien dengan hemoptisis masif. (6)

Masalah utama dalam hemoptisis adalah terjadinya pembekuan dalam saluran

napas yang menyebabkan asfiksi. Bila terjadi afsiksi, tingkat kegawatan hemoptisis

paling tinggi dan menyebabkan kegagalan organ yang multipel. Hemoptisis dalam

jumlah kecil dengan refleks batuk yang buruk dapat menyebabkan kematian. Dalam

jumlah banyak dapat menimbukan renjatan hipovolemik. (2)

Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :

- Terapi konservatif

- Terapi definitif atau pembedahan.

1. Terapi konservatif (2,3)

- Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring (lateral

decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk

mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat.

- Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.

- Batuk secara perlahan – lahan untuk mengeluarkan darah di dalam saluran

napas untuk mencegah bahaya sufokasi.


- Dada dikompres dengan es, hal ini biasanya menenangkan penderita.

- Pemberian obat – obat penghenti perdarahan (obat – obat hemostasis),

misalnya vit. K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.

- Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.

- Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan yang

terjadi.

- Pemberian oksigen.

Tindakan selanjutnya bila mungkin (4) :

- Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi

- Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan

bronkoskopi.

2. Terapi pembedahan

Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan. (6)

Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan (2) :

a. Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.

b. Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka kematian

pada perdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan

tindakan operasi.

c. Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya

hemoptoe yang berulang dapat dicegah.

Busron (1978) menggunakan pula indikasi pembedahan sebagai berikut (2) :

1. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan dalam

pengamatannya perdarahan tidak berhenti.


2. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapi

lebih dari 250 cc / 24 jam jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%,

sedangkan batuk darahnya masih terus berlangsung.

Sebelum pembedahan dilakukan, sedapat mungkin diperiksa faal paru dan

dipastikan asal perdarahannya, sedang jenis pembedahan berkisar dari

segmentektomi, lobektomi dan pneumonektomi dengan atau tanpa torakoplasti. (4)

Penting juga dilakukan usaha-usaha untuk menghentikan perdarahan. Metode yang

mungkin digunakan adalah (2) :

- Dengan memberikan cairan es garam yang dilakukan dengan bronkoskopi

serat lentur dengan posisi pada lokasi bronkus yang berdarah. Masukkan

larutan NaCl fisiologis pada suhu 4°C sebanyak 50 cc, diberikan selama

30-60 detik. Cairan ini kemudian dihisap dengan suction.

- Dengan menggunakan kateter balon yang panjangnya 20 cm penampang 8,5

mm.

Anda mungkin juga menyukai