Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Transkultural Nursing mengetahui bagaimana seorang perawat itu dalam
melaksanakan tugasnya yang berhubungan dengan nilai budaya dalam
masyarakat. Dimana kebudayaan itu mempengaruhi seorang perawat dalam
melaksanakan tugasnya atau dalam perawatan pasiennya. dalam hal ini konsep
transkultural sangat diperlukan,konsep keperawatan tersebut merupakan
konfigurasi dari ilmu kesehatan dan seni perawat meliputi pengetahuan ilmu
humanistic, philosopi perawatan, praktik klinis keperwatan, komunikasi dan ilmu
sosial. oleh karena itu tindakan keperawatan harus didasarkan pada tindakan yang
komperhensip skaligus holistik. Dalam hal ini transkultural nursing mempunyai
pengaruh yang sangat luas terhadap kehidupan individu, hal ini sangat penting
bagi perawat untuk mengetahui latar belakang budaya seorang pasien dalam
melaksanakan asuhan keperawatan, misalnya kita mengetahui kebiasaan hidupnya
sehari-hari, seperti tidur,makan ,kebersihan dirinya.
Kepercayaan kuno dan praktik pengobatan dalam hal ini masih sangat
kental dalam masyarakat,sistem pengobatan tradisional merupakan sub unsur
kebudayaan masyarakat sederhana, dimana dalam hal ini masih banyak
masyarakat yang percaya dalam pengobatan tradisional.dan beberapa penyakitpun
masih banyak dihubungkan dengan kepercayaan dalam masyarakat, sehingga
penyembuhannya banyak melakukan secara tradisional. dalam hal ini mengetahui
budaya jawa dan budaya sunda dalam pengobatan tradisional.
Salah satu teori yang diungkapkan pada Midle Range Theory adalah
Transcultural Theory. Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan
dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konsep
keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai
kultural yang melekat dalam masyarakat. Leininger beranggapan bahwa sangatlah
penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan
asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan

1
mengakibatkan cultural shock (Ikuys, 2014). Pengaruh sosial budaya dalam
masyarakat memberikan peranan penting dalam mencapai derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat merupakan
suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu
tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu
perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan
dampak positif dan negatif.
Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap
kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang tingkatannya.
Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan
kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti tentang proses terjadinya suatu
penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan budaya yang dianut hubungannya
dengan kesehatan (Prasetyadi, 2014)

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana implikasi transkultural dalam praktik keperawatan?
1.2.2 Bagaimana implementasi sosial budaya masyaarakat dan kesehatan dalam
asuhan keperawatan?
1.2.3 Bagaimana hubungan kebudayaan dan pengobatan tradisional?
1.2.4 Bagaimana Konsep Sehat-Sakit Dalam Perspektif Budaya ?
1.2.5 Bagaimana Kepercayaan kuno dan praktek pengobatan?

1.3 Tujuan
1.3.1 Agar Mengetahui implikasi transkultural dalam praktik keperawatan?
1.3.2 Agar Mengetahui implementasi sosial budaya masyaarakat dan kesehatan
dalam asuhan keperawatan?
1.3.3 Agar Mengetahui hubungan kebudayaan dan pengobatan tradisional?
1.3.4 Agar Mengetahui Konsep Sehat-Sakit Dalam Perspektif Budaya ?
1.3.5 Agar Mengetahui Kepercayaan kuno dan praktek pengobatan?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Implikasi Transkultural Dalam Praktik Keperawatan


Menurut Leininger (1984), transkultural keperawatan adalah ilmu dan
kiat yang humanis yang difokuskan pada perilaku individu atau kelompok,
serta proses untuk mempertahankan/meningkatkan perilaku sehat atau
perilaku sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya.
Tujuan dari adanya traskultural dalam praktik keperwatan:
1. Membantu individu/keluarga dengan budaya yang berbeda-beda untuk
mampu memahami kebutuhannya terhadap asuhan keperawatan dan
kesehatan
2. Membantu perawat dalam mengambil keputusan selama pemberian
asuhan keperawatan pada individu/keluarga melalui pengkajian gaya
hidup, keyakinan tentang kesehatan dan praktik kesehatan klien
3. Asuhan keperawatan yang relevan dengan budaya dan sensitif terhadap
kebutuhan klien akan menurunkan kemungkinan stress dan konflik karena
kesalahpahaman budaya (Husna, 2013)

2.2 Implementasi Sosial Budaya Masyaarakat Dan Kesehatan Dalam Asuhan


Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang
budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan individu sesuai
dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah
perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negosiasi budaya dan
mengubah/mengganti budaya klien. Terdapat 3 strategi yang digunakan:
1. Strategi 1: mempertahankan Budaya
` Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak
bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan

3
diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien
sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status
kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
2. Strategi 2: Negosiasi Budaya
`Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan
untuk membantu klien berdaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan
menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan,
misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yag berbau amis,
maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani lannya.
3. Strategi 3: Restrukturisasi Budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup
klien yang biasa merokok menjadi tidak merokok.pola rencana hidup yang
dipilih biasanya yang lebih mnguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang
dianut.
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam
menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam
bentuk matahari terbit (Sunrise Model). Model ini mnyatakan bahwa proses
keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berpikir dan
memberikan solusi terhadap masalah klien. Pengelolaan asuhan keperawatan
dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Ikuys, 2014)

2.3 Hubungan Kebudayaan Dan Pengobatan Tradisional


Masing-masing kebudayaan memiliki berbagai pengobatan untuk
penyembuhan anggota masyarakatnya yang sakit. Berbeda dengan ilmu
kedokteran yang menganggap bahwa penyebab penyakit adalah kuman,
kemudian diberi obat antibiotika dan obat tersebut dapat mematikan kuman
penyebab penyakit. Pada masyarakat tradisional, tidak semua penyakit itu

4
disebabkan oleh penyebab biologis. Kadangkala mereka menghubung-
hubungkan dengan sesuatu yang gaib, sihir, roh jahat atau iblis yang
mengganggu manusia dan menyebabkan sakit.
Banyak suku di Indonesia menganggap bahwa penyakit itu timbul
akibat guna-guna. Orang yang terkena guna-guna akan mendatangi dukun
untuk meminta pertolongan. Masing-masing suku di Indonesia memiliki
dukun atau tetua adat sebagai penyembuh orang yang terkena guna-guna
tersebut. Cara yang digunakan juga berbeda-beda masing-masing suku. Begitu
pula suku-suku di dunia, mereka menggunakan pengobatan tradisional
masing-masing untuk menyembuhkan anggota sukunya yang sakit.
Suku Azande di Afrika Tengah mempunyai kepercayaan bahwa jika
anggota sukunya jari kakinya tertusuk sewaktu sedang berjalan melalui jalan
biasa dan dia terkena penyakit tuberkulosis maka dia dianggap terkena
serangan sihir. Penyakit itu disebabkan oleh serangan tukang sihirdan korban
tidak akan sembuh sampai serangan itu berhenti. Orang Kwakuit di bagian
barat Kanada percaya bahwa penyakit dapat disebabkan oleh dimasukkannya
benda asing ke dalam tubuh dan yang terkena dapat mencari pertolongan ke
dukun. Dukun itu biasa disebut Shaman. Dengan suatu upacara penyembuhan
makaShaman akan mengeluarkan benda asing itu dari tubuh pasien.
2.4 Konsep Sehat-Sakit Dalam Perspektif Budaya
Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi,kedokteran, dan
lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikanpengertian
tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplinilmu.
Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan
kemampuanatau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan
baik secara biologis,psikologis maupun sosial budaya. Konsep “Sehat” dapat
diinterpretasikan orang berbeda-beda, berdasarkankomunitas.
Keanekaragaman kebudayaan, maka secara kongkrit akan mewujudkan
perbedaanpemahaman terhadap konsep sehat yang dilihat secara emik dan

5
etik. Sehatdilihat berdasarkan pendekatan etik, sebagaimana yang yang
dikemukakan olehLinda Ewles & Ina Simmet (1992) adalah sebagai berikut:
1. Konsep sehat dilihat dari segi jasmani, yaitu dimensisehat yang paling
nyata karena perhatiannya pada fungsi mekanistik tubuh
2. Konsep sehat dilihat dari segi mental, yaitu kemampuanberpikir dengan
jernih dan koheren. Istilah mental dibedakan dengan emosionaldan sosial
walaupun ada hubungan yang dekat diantara ketiganya
3. Konsep sehat dilihat dari segi emosional, yaitukemampuan untuk
mengenal emosi, seperti takut, kenikmatan, kedukaan, dankemarahan, dan
untuk mengekspresikan emosi-emosi secara cepat
4. Konsep sehat dilihat dari segi sosial, berartikemampuan untuk membuat
dan mempertahankan hubungan dengan orang lain
5. Konsep sehat dilihat dari aspek spiritual, yaituberkaitan dengan
kepercayaan dan praktik keagamaan, berkaitan dengan perbuatanbaik,
secara pribadi, prinsip-prinsip tingkah laku, dan cara mencapai
kedamaiandan merasa damai dalam kesendirian
6. Konsep sehat dilihat dari segi societal, yaituberkaitan dengan kesehatan
pada tingkat individual yang terjadi karenakondisi-kondisi sosial, politik,
ekonomi dan budaya yang melingkupi individutersebut. Adalah tidak
mungkin menjadi sehat dalam masyarakat yang “sakit” yangtidak dapat
menyediakan sumber-sumber untuk pemenuhan kebutuhan dasar
danemosional. (Djekky, 2001: 8)
Konsep sehat tersebut bila dikaji lebih mendalamdengan pendekatan
“etik” yang dikemukakan oleh Wold Health Organization (WHO)maka itu
berart bahwa: Sehat itu adalah “a state of complete physical,mental, and social
well being, and not merely the absence of disease orinfirmity” (WHO, 1981:
38). Dalam dimensi ini jelas terlihat bahwasehat itu tidak hanya menyangkut
kondisi fisik, melainkan juga kondisi mentaldan sosial seseorang. Rumusan
yang relativistik mengenai konsep ini dihubungkandengan kenyataan akan
adanya pengertian dalam masyarakat bahwa ide kesehatanadalah sebagai

6
kemampuan fungsional dalam menjalankan peranan-peranan sosialdalam
kehidupan sehari-hari (Wilson, 1970: 12) dalam Kalangie (1994: 38). Namun
demikian bila kita kaitkan dengan konteks sehat berdasarkan pendekatan
secaraemik bagi suatu komunitas yang menyandang konsep kebudayaan
mereka, adapandangan yang berbeda dalam menanggapi konsep sehat tadi.
Hal ini karenaadanya pengetahuan yang berbeda terhadap konsep sehat,
walaupun secara nyataakan terlihat bahwa seseorang secara etik dinyatakan
tidak sehat, tetapi masihdapat melakukan aktivitas sosial lainnya. Ini berarti
orang tersebut dapatmenyatakan dirinya sehat. Jadi hal ini berarti bahwa
seseorang berdasarkankebudayaannya dapat menentukan sehat secara berbeda
seperti pada kenyataanpendapat di bawah ini sebagai berikut:
Adalah kenyataan bahwa seseorang dapat menentukankondisi
kesehatannya baik (sehat) bilamana ia tidak merasakan terjadinya
suatukelainan fisik maupun psikis. Walaupun ia menyadari akan
adanya kelainan tetapitidak terlalu menimbulkan perasaan sakit, atau
tidak dipersepsikan sebagaikelainan yang memerlukan perhatian medis
secara khusus, atau kelainan ini tidakdianggap sebagai suatu penyakit.
Dasar utama penetuan tersebut adalah bahwa iatetap dapat
menjalankan peranan-peranan sosialnya setiap hari seperti biasa.
Standard apa yang dapat dianggap “sehat” jugabervariasi.
Seorang usia lanjut dapat mengatakan bahwa ia dalam keadaan
sehatpada hari ketika Broncitis Kronik berkurang sehingga ia dapat
berbelanja dipasar. Ini berarti orang menilai kesehatannya secara
subjektif, sesuai dengannorma dan harapan-harapannya. Inilah salah
satu harapan mengapa upaya untukmengukur kesehatan adalah sangat
sulit. Gagasan orang tentang “sehat” danmerasa sehat adalah sangat
bervariasi. Gagasan-gagasan itu dibentuk olehpengalaman,
pengetahuan, nilai, norma dan harapan-harapan. (Kalangie, 1994:39-
40)

7
Sakit dapat diinterpretasikan secara berbedaberdasarkan pengetahuan
secara ilmiah dan dapat dilihat berdasarkan pengetahuansecara budaya dari
masing-masing penyandang kebudayaannya. Hal ini berartidapat dilihat
berdasarkan pemahaman secara “etik” dan “emik”. Secara konseptualdapat
disajikan bagaimana sakit dilihat secara “etik” yang dikutip dari Djekky(2002:
15) sebagai berikut:
Secara ilmiah penyakit (disease) diartikansebagai gangguan
fungsi fisiologis dari suatu organisme sebagai akibat terjadiinfeksi atau
tekanan dari lingkungan, jadi penyakit itu bersifat objektif.Sebaliknya
sakit (illness) adalah penilaian individu terhadap
pengalamanmenderita suatu penyakit (Sarwono, 1993: 31). Fenomena
subjektif ini ditandaidengan perasaan tidak enak. Di negara maju
kebanyakan orang mengidap hypo-chondriacal,ini disebabkan karena
kesadaran kesehatan sangat tinggi dan takut terkenapenyakit sehingga
jika dirasakan sedikit saja kelainan pada tubuhnya, maka
akanlangsung ke dokter, padahal tidak terdapat gangguan fisik yang
nyata. Keluhanpsikosomatis seperti ini lebih banyak ditemukan di
negara maju daripadakalangan masyarakat tradisional. Umumnya
masyarakat tradisional memandangseseorang sebagai sakit, jika orang
itu kehilangan nafsu makannya atau gairahkerjanya, tidak dapat lagi
menjalankan tugasnya sehari-hari secara optimal ataukehilangan
kekuatannya sehingga harus tinggal di tempat tidur (Sudarti,
1988).Sedangkan secara “emik” sakit dapat dilihat berdasarkan
pemahaman konsepkebudayaan masyarakat penyandang
kebudayaannya sebagaimana dikemukakan di bawahini:
Foster dan Anderson (1986) menemukan konsep penyakit (disease)
padamasyarakat tradisional yang mereka telusuri di kepustakaan-kepustakaan
mengenaietno-medicine, bahwa konsep penyakit masyarakat non-Barat,
dibagi atasdua kategori umum yaitu:

8
1. Personalistik, munculnya penyakit (illness)disebabkan oleh intervensi dari
suatu agen yang aktif, yang dapat berupa mahluksupranatural (mahluk
gaib atau dewa), mahluk yang bukan manusia (hantu, rohleluhur, atau roh
jahat) maupun mahluk manusia (tukang sihir, tukang tenung).
2. Naturalistik, penyakit (illness) dijelaskandengan istilah-istilah yang
sistematik dan bukan pribadi. Naturalistik mengakuiadanya suatu model
keseimbangan, sehat terjadi karena unsur-unsur yang tetapdalam tubuh
seperti panas, dingin, cairan tubuh berada dalam keadaan
seimbangmenurut usia dan kondisi individu dalam lingkungan alamiah
dan lingkungansosialnya, apabila keseimbangan terganggu, maka hasilnya
adalah penyakit (1986:63-70)
Sudarti (1987) menggambarkan secara deskriptifpersepsi masyarakat
beberapa daerah di Indonesia mengenai sakit dan penyakit;masyarakat
menganggap bahwa sakit adalah keadaan individu mengalami
serangkaiangangguan fisik yang menimbulkan rasa tidak nyaman. Anak yang
sakit ditandai dengantingkah laku rewel, sering menangis dan tidak nafsu
makan. Orang dewasadianggap sakit jika lesu, tidak dapat bekerja, kehilangan
nafsu makan, atau”kantong kering” (tidak memunyai uang). Selanjutnya
masyarakatmenggolongkan penyebab sakit ke dalam 3 (tiga) bagian yaitu :
1. Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadaptubuh
manusia
2. Makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panasdan
dingin.
3. Supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain.).
Untuk mengobati sakit yang termasuk dalam golonganpertama dan ke
dua, dapat digunakan obat-obatan, ramuan-ramuan, pijat, kerok,pantangan
makan, dan bantuan tenaga kesehatan. Untuk penyebab sakit yang ketiga
harus dimintakan bantuan dukun, kyai dan lain-lain. Dengan demikian
upayapenanggulangannya tergantung kepada kepercayaan mereka terhadap
penyebab sakit.

9
2.5 Kepercayaan Kuno Dan Praktek Pengobatan
Sistem pengobatan tradisional merupakan sub unsur kebudayaan
masyarakat sederhana, pengetahuan tradisional. Dalam Masyarakat tradisional
sistem pengobatan tradasional ini adalah pranata sosial yang harus dipelajari
dengan cara yang sama seperti mempelajari pranata sosial umumnya dan bahwa
praktek pengobatan asli(tradisional) adalah rasional dilihat dari sudut
kepercayaan yang berlaku mengenai sebab akibat. Beberapa hal yang
berhubungan kesehatan (sehat-sakit)menurut budaya-budaya yang ada di
indonesia diantaranya adalah :
A. Budaya Jawa
Menurut orang jawa, sehat adalah keadaan yang seimbang dunia fisik
dan batin. bahkan, semua itu berakar pada batin.Jika batin karep ragu nututi
artinya berkehendak, raga atau badan akan mengikuti.Sehat dalam kontek raga
berarti waras.apabila seseorang tetap mampu menjalakan peranan sosial
sehari-hari.Untuk menentukan sebab-sebab suatu penyakit ada 2 konsep
yaitu,konsep Personalistik dan Konsep Naluralistik. Dalam konsep
personalistik,penyakit disebabkan oleh makhluk supernatural (makhluk
ghaib, dewa), Mkhluk yang bukan manusia (hantu, roh leluhur, roh jahat) dan
manusia (tukang sihir ,tukang tenun). Penyakit ini disebut ora lumbrah atau
ora sabaeine (tidak wajar / tidak biasa). Penyembuhannya adalah berdasarkan
pengetahuan secara ghaib atau supernatural, misalnya melakukan upacara dan
sesaji. Dilihat dari segi personalistik jenis penyakit ini terdiri dari
kesiku,kewalat.Penyembuhannya dapat melalui seorang dukun. Ada beberapa
katagori dukun pada masyarakat jawa yang mempunyai nama dan fungsi
masing-masing.
a. Dukun Bayi, menangani terhadap penyakit yang berhubungan
dengan kesehatan bayi
b. Dukun pijat,menangani sakit terkilir,patah tulang.
c. Dukun mantra,manangani orang yang kemasukan roh halus
B. Budaya Sunda

10
Konsep sehat sakit tidak hanya mencakup aspek fisik saja,tetapi juga
bersifat sosial budaya.istilah lokal yang biasa dipakai oleh masyarakat jawa
barat(orang sunda)adalah muriang untuk demam,nyerisirah sakit kepala.
1. Pengertian Sehat sakit
Menurut orang sunda,orang sehat adalah mereka yang makan
terasa enak walaupun dengan lauk seadanya,dapat tidur nyenyak dan
tidak ada yang dikeluhkan,sedangkan sakit adalah apabila badan terasa
sakit,panas atau makan terasa pahit.Dalam bahasa sunda orang sehat
disebut cageur,sedangkan orang sakit disebut gering.
Ada beberapa perbedaan antara sakit ringan dan sakit
berat.Orang disebut sakit ringan apabila masih dapat berjalan
kaki,masih dapat bekerja,masih dapat makan dan minum dan dapat
sembuh dengan minum obat atau obat tradisional yang dibeli
diwarung. Orang disebut sakit berat, apabila badan terasa lemas, tidak
dapat melakukan kegiatan sehari-hari, sulit tidur, harus berobat
kedokter/puskesmas, apabila menjalani rawat inap memerlukan biaya
mahal.Konsep sakit ringan dan sakit berat bertitik tolak pada keadaan
fisik penderita melakukan kegiatan sehari-hari, dan sumber
pengobatan yang digunakan.Berikut contoh sakit dengan
penyebab,pencegahan dan pengobatan sendiri.

1. Sakit Demam
Keluhan demam(bahasa sunda-meriang atau panas tiris)ditandai
dengan badan terasa pegal-pegal,menggigil,kadang-kadang bibir
biru.Penyebab demam adalah udara kotor ,menghisap debu kotor,pergantian
cuaca,kondisi badan lemah,kehujanan,kepanasan cukup lama,dan
keletihan.Pencegahan demam adalah dengan menjaga kebersihan udara yang
dihisap,makan teratur,olahraga cukup,tidur cukup,minum cukup,kalau badan
masih panas/berkeringat jangan langsung mandi,jangan kehujanan dan banyak
makan sayuran atau buah.Pengobatan sendiri demam dapat dilakukan dengan

11
obat tradisional,yaitu kompres badan dengan tumbukan daun melinjo,daun
cabe atau daun sin gkong,atau dapat juga dengan obat warung yaitu paramek
atau puyer bintang tujuh nomor 16. Adapun yang dipercayai oleh masyarakat
antara lain:
1. Budaya
Budaya adalah belajar,berbagi dan dipancarkan nilai-nilai,
keyakinan, norma dan cara praktek hidup dari kelompok tertentu
yang memandu pemikiran, keputusan, dan tindakan dengan cara
yang bermotif.
2. Agama
Agama adalah seperangkat kepercayaan dalam ilahi atau
kekuatan manusia super (atau kekuasaan) untuk ditaati dan
disembah sebagai pencipta dan penguasa alam semesta? nilai-nilai
etis dan sistem agama kepercayaan dan praktek, perbedaan dalam
budaya dan seluruh budaya yang ditemukan
3. Etnis
mengacu kepada sekelompok orang yang berbagi budaya
umum dan khas dan yang merupakan anggota dari sebuah
kelompok tertentu.
4. Akulturasi
individu yang telah diambil pada, biasanya diamati, fitur
dari budaya lain. Orang-orang dari kelompok minoritas cenderung
menganggap sikap, nilai, kepercayaan, menemukan praktek-
praktek masyarakat yang dominan sehingga menghasilkan pola
budaya campuran.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu. Oleh
sebab itu, penting bagi perawat mengenal latar belakang budaya orang yang
dirawat. misalnya kebiasaan hidup sehari - hari, seperti tidur, makan,
pekerjaan, pergaulan sosial dan lain-lain. Kultur juga terbagi dalam sub kultur.
Nilai-nilai budaya timur masih sangat kental, seperti misalnya wanita yang
sedang hamil ingin diperiksa oleh bidan atau perawat wanita daripada dengan
dokter pria. Hal ini menunjukkan bahwa budaya timur masih kental dengan hal-
hal yang dianggap tabu. Dalam Masyarakat tradisional sistem pengobatan
tradasional ini adalah pranata sosial yang harus dipelajari dengan cara yang sama
seperti mempelajari pranata sosial umumnya dan bahwa praktek pengobatan
asli (tradisional) adalah rasional dilihat dari sudut kepercayaan yang berlaku
mengenai sebab akibat.
Transkultural keperawatan sangat dibutuhkan dalam dunia keperawatan
ketika perawat menghadapi pilihan yang sulit di mana perawat harus memilih
budaya yang dianut oleh klien atau teori kesehatan yang ia pelajari. Transkultural
juga dibutuhkan saat perawat melakukan asuhan keperawatan mulai dari
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implmentasi, sampai evaluasi.
Lingkungan sangat mempengaruhi adanya penyakit karena salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya penyakit adalah dari faktor ksternal atau lingkungan
sekitar. Untuk menyimpulkan pandangan-pandangan mengenai pengobatan
tradisional, saya yakin bahwa jika di nilai dari banyak fungsi yang di harapkan
dapat memenuhi oleh pengobatan dan keterbatasan-keterbatasan yang ada pada
penelitian medis yang sistematik dalam masyarakat-masyarakat tersebut, maka
system-sistem medis tradisional, yang di lihat sebagai sarana adaptif, telah
berhasil dengan baik. Mereka telah muncul sejak ribuan tahun yang lalu, telah
memberikan harapan dan penyembuhan kepada yang sakit, mereka menangani

13
juga penyakit-penyakit sosial, dan mereka telah memberikan sumbangan
terhadap penambahan populasi dunia secara lambat.
Saya juga percaya bahwa beda dengan pengobatan ilmiah ,baik dari
aspek-aspek preventif dan , klinisnya, serta semua kekurangan dalm perawatan
kesehatannya maka pengobatan tradisional adalah cara kurang memuaskan
dalam memenuhi kebutuhan kesehatan dari penduduk masa kini. Hal ini
bukanlah merupakan penilaian kami saja melainkan keputusan para penilai
utama, konsumen-konsumen tradisional yang semakin meningkat dalam memilih
antara pengobatanya sendiri dengan pengobatanya ilmiah lain.

3.2 Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan kita harus mengetahui lebih jelas
tentang antropologi kesehatan khususnya mengenai implementasi antropologi
dalam praktek keperawatan : sehat dan sakit menurut budaya masyarakat.

14
DAFTAR PUSTAKA
Citerawati, Y. W. (2012). Aspek Sosial Budaya Berhubungan Dengan Perilaku
Kesehatan
Husna, C. H. (2013). Transcultural Nursing
Ikuys, R. (2014). Implementasi Kebudayaan dalam Asuhan Keperawatan.
Soejoeti, S. Z. (2008). Konsep Sehat Sakit dan Penyakit dalam Konteks Sosial
Budaya

15

Anda mungkin juga menyukai