Anda di halaman 1dari 15

Rinosinusitis Akut dan Penatalaksanaannya

Sixtus Resa Tandisau

102013183

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Alamat korespondensi: rezajuve30@gmail.com

Pendahuluan

Abstrak

Rinosinusitis cukup sering dijumpai pada praktek sehari-hari, baik dokter umum maupun dokter
spesialis THT. Rinosinusitis adalah keradangan pada satu atau lebih mukosa sinus paranasal
dengan gejala berupa buntu hidung, nyeri fasial dan pilek kentall purulen. Secara teoritik
penyakit ini dapat ditemukan pada bayi (infant), karena sinus maksila dan etmoid sudah
terbentuk sejak lahir. Penderita sinusitis biasanya datang berobat ke dokter umum atau
Spesialis THT. Penyakit ini cukup sering diketemukan yaitu sekitar 20 % dari penderita yang
datang di praktek dokter. Pada tahun 1996, American Academy of Otolaryngology - Head and
Neck Surgery mengusulkan untuk mengganti terminologi sinusitis dengan rinosinusitis.
Rinosinusitis didefinisikan sebagai inflamasi sinus paranasal yang dipicu oleh terjadinya
peradangan pada hidung atau rhinitis. Sinus paranasal meliputi sinus maksilaris yang
terletak di pipi, sinus etmoidalis yang terletak di antara mata dan hidung, sinus frontalis yang
terletak di bawah dahi, dan sinus sfenoidalis yang terletak di bawah hipofisis.
Abstract

Rhinosinusitis is quite common in everyday practice, both general practitioners and ENT specialists.
Sinusitis is inflammation of one or more paranasal sinus mucosa with symptoms of nasal congestion,
facial pain and chronic purulent cold. Theoretically this disease can be found in infant (infant), because
the maxillary sinus and etmoid have been formed from birth. Sinusitis patients usually come to see a GP
or ENT Specialist. This disease is quite often found that about 20% of patients who come in the doctor's
practice. In 1996, the American Academy of Otolaryngology - Head and Neck Surgery proposed to
replace the terminology of sinusitis with rhinosinusitis.
Rhinosinusitis is defined as paranasal sinus inflammation induced by inflammation of the nose or rhinitis.
The paranasal sinus includes the maxillary sinus located on the cheek, the sinus etmoidalis between the
eye and the nose, the frontal sinus beneath the forehead, and the sphenoid sinus beneath the pituitary.

ISI

RINOSINUSITIS AKUT

Definisi
Rinosinusitis akut adalah peradangan pada mukosa rongga hibung dan sinus paranasal yang
berlangsung kurang dari 4 minggu dengan atau tanpa disertai cairan sinus. Karena kondisi
peradangan selalu meluas ke rongga sinus maka dipakai istilah rinosinusitis daripada sinusitis.

Anamnesis

Anamnesis atau wawancara medis merupakan tahap awal dari rangkaian pemeriksaan
pasien, baik secara langsung pada pasien yang bersangkutan (auto-anamnesis) atau melalui
keluarga maupun relasi terdekatnya (allo-anamnesis). Yang didapatkan adalah data subyektif
pasien. Tujuan anamnesis adalah untuk memperoleh informasi menyeluruh dari pasien yang
bersangkutan. Data anamnesis meliputi identitas dasar pasien meliputi nama lengkap, umur,
alamat, dan pekerjaannya. Selanjutnya keluhan utama pasien, riwayat penyakit sekarang (RPS),
riwayat penyakit terdahulu (RPD), riwayat kesehatan keluarga, serta riwayat pribadi, social
ekonomi dan budayanya.

Yang perlu ditanyakan saat anamnesis adalah :


1. Secret
 Apakah dari satu sisi atau keduanya?
 Lamanya? Terus menerus atau intermiten, dan bagaimana terjadinya? Usia saat
awitan?
 Apakah encer atau kental? Purulent atau berdarah?
 Apakah ada hubungan dengan perubahan lingkungan atau musim?

2. Hidung tersumbat
 Apakah satu sisi atau keduanya?
 Lamanya? Terus menerus atau intermiten, dan bagaimana terjadinya? Usia saat
awitan?
 Adakah riwayat trauma?
 Adakah riwayat operasi hidung atau eprasi THT lainnya?
 Adakah gangguan alergi terutama yang berkaitan dengan perubahan musim?
Bila ya, maka diperlukan riwayat alergi yang lengkap
 Apakah pasien menggunakan semprot hidung atau obat – obatan?

3. Perdarahan
 Berapa lama? Frekuensi? Kapan serangan yang terakhir?
 Apakah perdarahan unilateral atau bilateral?
 Apakah perdarahan dari nares anterior, posterior atau keduanya?
 Apakah hanya terjadi pada musim dingin?
 Adakah riwayat trauma?
 Apakah pasien mempunyai kecendrungan berdarah?
 Apakah pasien menggunakan suatu pengobatan?
 Apakah ada hipertensi?

4. Kehilangan atau perubahan dalam menghidu (Anosmia)


 Apakah berkaitan dengan trauma, infeksi saluran napas bagian atas, atau pen
yakit sistemik?
 Apakah kehilangan atau perubahan penghiduan sebagian atau sama sekali?
 Adakah riwayat penyakit hidung atau sinus?
 Apakah ada gejala sistemik lainnya?1,2

Pemeriksaan Fisik

Untuk mengetahui adanya kelainan pada sinus paransal dilakukan inspeksi, palpasi, rinoskopi
anterior, rinoskopi posterior, transiluminasi, pemeriksaan radiologic, dan sinoskopi.

 Inspeksi : Yang diperhatikan ialah adanya pembengkakan pada muka.


Pembengkakan di pipi sampai kelopak mata bawah yang berwarna kemerah –
merahan mungkin menunjukkan sinusitis maksila akut. Pembengkakan pada
kelopak mata atas mungkin menunjukkan sinusitis frontal akut.Sinusitis etmoid
menyebabkan pembengkakan di luar, kecuali bila telah terbentuk abses.

 Palpasi : Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di gigi menunjukkan adanya sinusitis
maksila. Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan pada dasar sinus frontal, yaitu
pada bagian medial atap orbita. Sinusitis etmoid menyebabkan rasa nyeri tekan di
daerah kantus medius.2

Pemeriksaan Penunjang

Transiluminasi : Transiluminasi mempunyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai


untuk memeriksa sinus maksila dan sinus frontal, bila pemeriksaan radiologik tidak tersedia.
Bila ada pemeriksaan transiluminasi tampak gelap di daerah infraorbita, mungkin berarti
antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum menebal atau terdapat neoplasma di dalam
antrum. Bila terdapat kista yang besar di dalam sinus maksila, akan tampak terang pada
pemeriksaan transiluminasi, sedangkan pada foto rontgen tampak adanya perselubungan
berbatas tegas di dalam sinus.

Pemeriksaan Radiologik : Bila dicurigai adanya kelainan di sinus paranasal, maka


dilakukan pemeriksaan radiologik. Posisi rutin yang dipakai ialah posisi Waters, PA dan lateral.
Posisi Waters terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal, dan etmoid.
Posisi PA untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid,
dan etmoid. Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus paranasal adalah
pemeriksaan CT Scan. Potongan CT Scan yang rutin dipakai adalah koronal dan aksial. Indikasi
utama CT Scan hidung dan sinus paranasal adalah sinusitis kronik, trauma (fraktur frontobasal),
dan tumor. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air fluid level) atau
penebalan mukosa. CT Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu
menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan
dan perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis
sinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan
operator saat melakukan operasi sinus.

Sinuskopi : Pemeriksaan ke dalam sinus maksila menggunakan endoskop. Endoskop


dimasukan melalui lubang yang dibuat di meatus inferior atau di fosa kanina. Dengan sinuskopi
dapat dilihat keadaan di dalam sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor
atau kista, bagaimana keadaan mukosa dan apakah ostiumnya terbuka. Sinuskopi dilakukan
dengan pungsi menembus dinding medial sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat
endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi
sinus untuk terapi.

Pemeriksaan Mikrobiologik : Pemeriksaan mikrobiolgik dan tes resistensi dilakukan


dengan mengambil sekret dari meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat
guna. Lebih baik lagi diambil sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila.2
Working Diagnosis

Rinosinusitis adalah kondisi klinis yang karakteristiknya berupa radang pada mukosa
hidung dan sinus paranasalis.

Rinosinusitis akut bila gejalanya berlangsung beberapa hari sampai 4 minggu.


Rinosinusitis subakut bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan dan rinosinusitis kronis bila
berlangsung lebih dari 3 bulan. Rinosinusitis akut bila terdapat tanda-tanda radang akut,
subakut bila tanda-tanda radang akut sudah reda dan kronik bila terjadi perubahan histologis
mukosa sinus yang irreversible, sehingga untuk menentukan sinusitis tersebut akut, subakut
atau kronik diperlukan pemeriksaan histopatologis.3

Gambar 1: Perbandingan sinus maxillaris normal dengan sinusitis maxillaris


Differential Diagnosis

Rhinosinusitis Kronis

Rhinosinusitis kronis adalah inflamasi hidung dan sinus paranasal yang ditandai dengan
adanya dua atau lebih gejala salah satunya harus berupa hidung tersumbat atau obstruksi atau
kongesti atau pilek (secret hidung anterior/posterior) dan ada nyeri wajah atau rasa tertekan di
wajah dan penurunan atau hilangnya penghidu dengan validasi per telepon atau anamnesis
tentang gejala alergi, ingus seperti air, hidung gatal, mata gatal dan berair dan gejala-gejala
tersebut sudah lebih dari 12 minggu, dan juga bisa terjadi oleh karena pengobatan rinosinusitis
akut yang tidak adekuat.

Rinitis akut

Rinitis diartikan sebagai proses inflamasi yang terjadi pada membrane mukosa hidung yang
ditandai dengan gejala-gejala hidung seperti bersin-bersin, rasa panas di rongga hidung, rinore,
dan hidung tersumbat dan pengobatannya pun relatif mudah dan terbagi atas dua yaitu rhinitis
alergi dan non alergik. Gejala rhinitis alergi akan muncul setelah terpapar allergen seperti debu,
asap, dan bulu hewan, sedangkan gejala rhinitis non alergi akan muncul oleh infeksi virus dan
bakteri.

Epidemiologi

Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktik sehari – hari,
bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia.
Rinosinusitis menyerang 1 dari 7 orang dewasa di United States, dengan lebih dari 30 juta
individu yang didiagnosis tiap tahunnya. Individu dengan riwayat alergi atau asma berisiko
tinggi terjadinya rhinosinusitis. Prevalensi sinusitis tertinggi pada usia dewasa adalah 18 – 75
tahun dan kemudian anak – anak berusia 15 tahun. Pada anak usia 5 – 10 tahun, infeksi saluran
pernafasan dihubungkan dengan rinosinusitis akut. Rinosinusitis jarang pada anak – anak
berusia kurang dari 1 tahun karena sinus belum berkembang dengan baik sebelum usia
tersebut.4

Etiologi

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam
rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan
anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM),
infeksi tonsil, infeksi gigi ( penyebab tersering adalah ekstraksi gigi molar dan sinus maksilaris
ikut terangkat), infeksi nasofaring, kelainan imunologik,
Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah
Streptococcus pneumonia (30 – 50%), Haemophylus influenza (20 – 40%), dan Moraxella
catarrhalis (4%). Pada anak, M. catarrhalis lebih banyak ditemukan (20%).
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering,
serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama – lama menyebabkan perubahan mukosa dan
merusak silia.5

Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium – ostium sinus dan lancarnya klirens
mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mucus juga mengandung substansi
antimikroba dan zat – zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap
kuman yang masuk bersama udara pernafasan.

Pada saat terjadi infeksi baik infeksi virus dan bakteri,akan terjadi reaksi radang yang
salah satunya berupa edema. Edema tersebut terjadi di daerah kompleks ostiomeatal yang
sempit. Mukosa yang saling berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat
bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi di
dalam sinus, lendir yang diproduksi oleh muksa sinus akan menjadi kental. Lendir yang kental
tersebut menjadi media yang baik bagi pertumbuhan bakteri patogen. Bila sumbatan
berlangsung terus menerus maka akan terjadi hipoksia dan retensi lendir sehingga timbul
infeksi oleh bakteri anaerob.
Pada infeksi virus, virus juga memproduksi enzim dan neuraminidase yang
mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini
menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental,
yang merupakan media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri pathogen. 5,6

Gejala Klinis
Keluhan utama rhinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai rasa nyeri/rasa
tekanan pada muka dan ingus purulent, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip).
Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Serta gejala lain seperti sakit kepala dan
anosmia.
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri khas
sinusitis akut. Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang kedua
bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis
frontalis, dan pada sinusitis sfenoid nyeri dirasakan di vertex, oksipital, belakang bola mata, dan
mastoid. Pada sinusitis maksila kadang – kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga.
Dapat disertai gejala :

 Demam, malaise.
 Nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian aspirin. Sakit
dirasa mulai dari pipi ( di bawah kelopak mata ) dan menjalar ke dahi atau gigi. Sakit
bertambah saat menunduk.
 Wajah terasa bengkak dan penuh.
 Nyeri pipi yang khas : tumpul dan menusuk, serta sakit pada palpasi dan perkusi.
 Kadang ada batuk iritatif non-produktif.
 Sekret mukopurulen yang dapat keluar dari hidung dan kadang berbau busuk.
 Adanya pus atau sekret mukopurulen di dalam hidung, yang berasal dari metus
media, dan nasofaring.
 Penurunan atau gangguan penciuman.3,5

Penatalaksanaan

Tujuan terapi sinusitis adalah 1) mempercepat penyembuhan, 2) mencegah komplikasi, dan 3)


mencegah perubahan menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM
sehingga drenase dan ventilasi sinus – sinus pulih secara alami.
 Terapi Medikamentosa
o Antibiotik (diberikan minimal 2minggu):
 Lini pertama:
 Amoxycilline 3x500mg.
 Cotrimoxazole 2x1tablet.
 Erythromycine 4x500mg.
 Lini kedua:
 Bila ditemukan kuman menghasilkan enzim beta-laktamase
diberikan kombinasi Amoxycilline+Clavulanic acid, cefaclor atau
cephalosporine generasi II atau III oral
o Dekogestan
 Topikal:
 Solusio Efedrin 1% tetes hidung
 Oxymethazoline 0,025% tetes hidung untuk anak, 0,05%
semprot hidung. Jangan digunakan lebih dari 5 hari
 Sistemik:
 Fenil Propanolamine
 Pseudoefedrine 3x60mg
o Mukolitik: N-acetytilcystein, bromhexine
o Analgesik/antipiretik (bila perlu):
 Parasetamol 3x500mg
 Metampiron 3x500mg
o Antihistamin (diberikan pada penderita dengan latar belakang alergi)
 CTM
 Loratadine
 Tindakan non invasif
o Diatermi dengan gelombang pendek. Digunakan pada sinusitis subakut
sebanyak 5-6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi
sinus.
o Irigasi sinus maxilla
 Dilakukan bila resorpsi sekret sinus maxilla tidak adekuat
 Bila keadaan akut telah reda dan demam berkurang baru dapat dilakukan
irigasi melalui ostium. Bila sekresi berlebih atau tidak dapat dilakukan
melalul ostium, maka dinding antral dibawah concha inferior dibuan suatu
iubang dengan antral trokar.
 Tidakan pembedahan
o Dilakukan bila pengobatan konservatif gagal yaitu dengan mengangkat mukosa
yang patologis dan membuat drainase sinus yang terkena. Tipe pembedahan
yang dilakukan adalah antrostomi intra nasal dan operasi Caldwell-Luc.6

Komplikasi

1. Selulitis orbita dan abses


Komplikasi ini terjadi secara langsung melalui atap rongga sinus maksilaris atau karena
penjalaran infeksi melalui sinus etmoid dan sinus frontalis. Rasa nyeri disekitar mata
diikuti pembengkakan kelopak mata dan konjunctiva, gerakan bola mata terbatas.
Pasien mengeluh rasa sakit yang hebat dan bila mengenai N. Optikus akan
menyebabkan kebutaan. Apabila tidak dilakukan perawatan, selulitis orbita ini akan
menjadi abses.

2. Meningitis
Biasanya disebabkan karena perluasan langsung dari sinusitis maksilaris atau
tromboflebitis yang menyebar.

3. Abses otak
Merupakan kelanjutan peradangan otak, biasanya ditandai dengan adanya gangguan
ingatan, sikap dan tingkah laku serta sakit kepala yang hebat.

4. Mukokel
Terjadi akibat adanya penimbunan dan retensi sekresi mukus dan mukoid sehingga
terjadi penyumbatan osteum sinus. Jika terdapat pus didalam sinus dikenal sebagai
mukokel atau piokel.

5. Trombosis sinus cavemosus


Keadaan ini terjadi akibat adanya infeksi melalui vena, memiliki tanda yang mirip
dengan abses orbita, biasanya meliputi kedua sisi. Penyebaran infeksi ini berlangsung
cepat dan pasien dapat meninggal.

6. Fistula oro antral


Fistula ori antral didefinisikan sebagai lubang sinus yang bertahan selama lebih dari 48
jam, lubang ini terbentuk setelah pembedahan (sengaja atau tidak sengaja) dan akibat
trauma pada sinus dan jarang sekali disebabkan cacat perkembangan atau infeksi. Tidak
semua lubang kearah antrum akan menyebabkan fistula. Fistula lebih mungkin terjadi
bila lubang yang terbentuk lebih dari 3 mm dan melibatkan dasar, adanya sinusitas serta
bila perawatan yang dilakukan tidak memadai. Keluhan pasien biasanya adalah
masuknya isi rongga mulut kedalam hidung, keluarnya udara kedalam mulut dan rasa
tidak enak. Rasa sakit jarang dikeluhkan kecuali bila ada infeksi.

7. Osteomyelitis
Terjadi karena perluasan proses nekrosis, pada dinding sinus maksilaris. menghasilkan
nanah yang dikeluarkan melalui hidung dan mulut. Hal ini dapat juga terjadi akibat
kesalahan perawatan pada sinusitis maksilaris akut. Bila keadaan ini tidak dirawat akan
menyebar keseluruh maksila, orbita dan dinding lateral rongga hidung. 3,6

Prognosis

Individu dengan rinosinusitis akut tanpa komplikasi dapat mengharapkan pemulihan


penuh dan kembali bekerja . Sekitar 70 % dari sinusitis bakteri akut sembuh spontan tanpa
antibiotik , penggunaan antibiotik meningkatkan persentase ini pemulihan sampai 85 %
(Orlandi). Jarang, sinusitis rumit oleh penyebaran infeksi ke tulang wajah atau otak akan
memperpanjang waktu pengobatan dan memerlukan pemulihan yang lebih panjang . Sinusitis
jamur jarang terjadi tetapi dapat menyebar dengan cepat dan mengakibatkan kematian pada
individu immunocompromised ( misalnya , pasien kanker , pasien HIV / AIDS , atau diabetes
yang tidak terkontrol atau pasien dialisis ) .
Sinusitis kronis bervariasi dalam ketajaman antara individu tetapi membutuhkan
pengobatan jangka panjang yang berkelanjutan untuk peradangan dan pengobatan berkala
akut flare-up. Individu dengan tidak ada penyakit yang mendasari signifikan dapat pulih
sepenuhnya. Individu dengan penyakit inflamasi, sistem kekebalan tubuh , atau kondisi alergi
tunduk pada episode sinusitis bakteri akut. Individu yang membutuhkan pembedahan sinus
dapat berharap untuk kembali ke aktivitas normal dalam waktu 5 sampai 7 hari pasca operasi
dan untuk mencapai pemulihan penuh di sekitar 4 sampai 6 minggu . Pengobatan gagal pada
sekitar 10 % sampai 25 % dari pasien.6

Pencegahan

Ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko terkena rinosinusitis.
Bagi perokok lebih baik menurangi rokok karena asap dapat mengiritasi saluran hidung dan
meningkatkan kemungkinan infeksi. Alergi hidung bisa memicu infeksi sinus, juga. Dengan
mengidentifikasi alergen (zat yang menyebabkan reaksi alergi) dan menghindari hal itu,
Jika memiliki kemacetan dari pilek atau alergi, berikut ini dapat membantu mengurangi
risiko mengembangkan sinusitis:
 Minum banyak air. Hal ini menipis sekresi hidung dan membuat membran mukosa
lembab.
 Menggunakan uap untuk menenangkan bagian hidung. Tarik napas panjang sambil
berdiri di mandi air panas, atau menghirup uap dari baskom berisi air panas sambil
memegang handuk di atas kepala.
 Hindari membuang ingus dengan kekuatan besar, yang dapat mendorong bakteri ke
dalam sinus.
 Beberapa dokter menyarankan periodik pencucian rumah hidung untuk membersihkan
sekresi. Hal ini dapat membantu mencegah, dan juga mengobati, infeksi sinus.5,6

Penutup

Kesimpulan

Rinosinusitis adalah radang mukosa hidung dan sinus paranasal. Rinosinusitis akut dapat
disebabkan oleh rinitis akut, infeksi faring, infeksi gigi rahang atas (dentogen), trauma. Gejala
klinis dapat berupa demam dan rasa lesu. Hidung tersumbat disertai rasa nyeri/rasa tekanan
pada muka dan ingus purulent, yang seringkali turun ke tenggorok. Penciuman terganggu dan
ada perasaan penuh dipipi waktu membungkuk ke depan. Pada pemeriksaan tampak
pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka
hiperemis dan edema. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal
drip). Terapi medikamentosa berupa antibiotik selam 10-14 hari. Pengobatan lokal dengan
inhalasi, pungsi percobaan dan pencucian.
Daftar Pustaka

1. Abdurrahman N, dkk. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Jakarta : Interna Publishing


FKUI 2007
2. George L. Adams, Lawrence R. Boies, Peter H. Higler. Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC 2013
3. Soetjipto Damayanti. Patogenesis, Diagnosis dan Penatalaksanaan Medik Sinusitis,
disampaikan dalam: Simposium Penatalaksanaan Otitis Media Supuratifa Kronik,
Sinusitis dan Demo Timpanoplasti 22-23 Maret 2003, Denpasar, Bali
4. Soepardi, Efiaty Arsyad,dkk. Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepada & Leher
Edisi Keenam. Jakarta : Badan Penerbit FKUI 2011
5. Shames Richard S, Kishiyama Jeffrey L. Disorders of the Immune System, in: McPhee
Stephen J, Lingappa Vishwanath R, Ganong William F, editors. Pathophysiology of
Disease: An Introduction to Clinical Medicine 4th editions. Mc Graw Hill, Philadelphia,
2003
6. Siswantoro,Pawarti D, Soerarso Bakti. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Penyakit
Telinga, Hidung, dan Tenggorok RSUD Dr. Soetomo. Edisi 3. Surabaya, 2005

Anda mungkin juga menyukai