Anda di halaman 1dari 4

Pengertian anemia pada dasarnya dapat dibedakan sebagai berikut: (1) Keadaan

menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit di bawah nilai yang
normal diberikan pada individu. (2) Keadaan kadar hemoglobin, hematokrit dan
jumlah eritrosit lebih rendah dari nilai normal sebagai akibat dari defisiensi salah
satu atau beberapa makanan yang esensial yang mempengaruhi timbulnya
defisiensi tersebut. (3) Anemia gizi besi (AGB) adalah anemia yang terjadi karena
kebutuhan besi untuk eritrosis tidak cukup, biasanya ditandai dengan eritrosit yang
mikrositik, hipokrom, kadar besi serum rendah, saturasi transferin mengurang, dan
tidak adanya besi pada sumsum tulang dan tempat cadangan besi yang lain.

Kriteria untuk melakukan diagnosa adanya anemia berdasarkan pada kadar


hemoglobin yang digolongkan pada:

1. Anak 6 bulan - 6 tahun: Hb11g/dL


2. Anak 6-14 tahun: Hb12g/dL
3. Dewasa pria: Hb13g/dL
4. Wanita tidak hamil: Hb12g/dL
5. Wanita hamil: Hb11g/dl

SEBAB-SEBAB ANEMIA

Ada tiga faktor terpenting yang menyebabkan orang menjadi anemia, yaitu
kehilangan darah karena perdarahan, kerusakan sel darah merah dan produksi sel
darah merah tidak cukup banyak.

Pendarahan

Seseorang dapat menjadi anemia karena perdarahan dan kehilangan sel sel darah
merah dari tubuhnya. Perdarahan dapat terjadi eksternal maupun internal.
Pendarahan mendadak dan banyak disebut perdarahan eksternal, misalnya pada
waktu kecelakaan.

Perdarahan dapat pula terjadi karena racun, obat-obatan atau racun binatang yang
menyebabkan penekanan terhadap pembuatan sel sel darah merah. Adapula
perdarahan kronis, yaitu perdarahan sedikit demi sedikit, tapi terus menerus.
Penyebabnya antara lain; kanker pada saluran pencernaan, tukak lambung, wasir
dan lain lain. Perdarahan yang terus menerus ini dapat menyebabkan anemia.

Kerusakan Sel Darah Merah

Pada beberapa penyakit misalnya malaria dan talasemia, sel sel darah merah
dirusak di dalam pembuluh darah. Ini menyebabkan anemia hemolitik. Bila sel sel
darah merah rusak di dalam tubuh, besi yang ada di dalamnya tidak hilang, tetapi
tetap dapat digunakan kembali untuk membentuk sel sel darah merah yang baru.
Karena itu untuk anemia jenis ini, pemberian besi kurang bermanfaat. Tetapi asam
folat di dalam sel sel darah merah yang telah rusak tidak dapat digunakan lagi, jadi
asam folat diperlukan di dalam pengobatan anemia hemolitik.

Produk Sel Darah Merah Tidak Cukup Banyak

Umur sel darah merah kira kira 120 hari, sumsum tulang mengganti sel darah
merah yang tua membuat sel darah merah yang baru. Kemampuan membuat sel
darah merah baru sama cepatnya dengan banyaknya sel darah merah tua yang
hilang, sehingga jumiah sel darah merah dipertahankan selalu cukup banyak di
dalam darah.

Bila tidak tersedia cukup banyak zat gizi yang diperlukan, maka terjadi gangguan
pembuatan sel darah merah baru. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena
makanan yang dikonsumsi tidak cukup banyak mengandung zat gizi, atau karena
kesalahan pencernaan yang tidak dapat mengabsorpsi dengan baik zat zat itu
sehingga banyak zat gizi yang terbuang bersama kotoran. Bila keadaan ini
berlangsung lama, maka yang bersangkutan dapat menjadi anemia. Anemia yang
diderita karena kekurangan zat gizi ini disebut anemia gizi.

EPIDEMIOLOGI ANEMIA

Prevalensi Anemia

Anemia merupakan masalah yang dihadapi oleh banyak negara, baik negara maju
maupun berkembang. Di negara maju prevalensi anemia tergolong relatif rendah
dibandingkan dengan negara berkembang yang diperkirakan mencapai 90 % dari
semua individu.

Beberapa peneliti dan laporan menyatakan bahwa anemia gizi besi merupakan
prevalensi yang paling tinggi dari berbagai anemia gizi, dan hampir separuh dari
semua wanita di negara berkembang menderita anemia.

Di antara negara-negara berkembang yang mempunyai prevalensi anemia gizi yang


paling tinggi adalah negara-negara di benua Asia Selatan. Prevalensi anemia gizi
paling tinggi pada wanita hamil dan lebih dari 40% wanita hamil di negara Asia
menunjukkan Hb<11g/dL. Beberapa negara yang dilaporkan memiliki prevalensi
anemia gizi pada wanita hamil yang cukup tinggi antara lain (1) Bangladesh (1981-
1982) hasil survei gizi pada pedesaan menunjukkan prevalensi anemia gizi pada ibu
hamil 77%, (2) Bhutan (1992) menunjukkan bahwa 59% wanita hamil menderita
anemia (Hb<11g/dL), (3) India berdasarkan hasil studi yang cukup representatif
oleh ICMR dengan menggunakan metode cyanmethemoglobin menggambarkan
prevalensi anemia ibu hamil 87%, dan 62% pada kehamilan trimester II pada Tahun
1992, (4) Maldives, 68% wanita hamil dilaporkan menderita anemia dengan
Hb<11g/dL, (5) Nepal dilaporkan prevalensi anemia gizi pada wanita hamil 60-65%,
(6) Srilangka ditemukan prevalensi anemia gizi wanita hamil 38%.
Prevalensi anemia gizi wanita hamil di Indonesia berdasarkan hasil penelitian atau
survei yang telah dilakukan mempunyai prevalensi yang cukup tinggi, diperkirakan
50-70%. Laporan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang dilaksanakan
pada Tahun 1985-1986 menunjukkan bahwa 73,7% wanita hamil menderita anemia
(Hb<11g/dL). Sedangkan hasil SKRT (1992) menunjukkan prevalensi anemia pada
wanita hamil adalah 63,5% dan turun menjadi 50,9% pada SKRT 1994. Data SKRT
1995 menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada WUS (15-45 tahun) 39,5% dan
pada remaja putri (10-14 tahun) 57,1%.

Klasifikasi Anemia

Klasifikasi anemia dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan tergantung segi


peninjauannya, namun secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua)
kelompok besar, yaitu berdasarkan penyebab dan berdasarkan morfometrik.
Berdasarkan penyebab dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu:

1. Anemia karena kehilangan darah, khususnya pada keadaan yang akut


seperti forward failure, shock.
2. Anemia karena pembentukan terganggu yang diakibatkan oleh: (1)
Defisiensi bahan-bahan pembangun penting seperti besi, vitamin B12, asam
folium, putih telur, vitamin C. (2) Penyakit pada sumsum tulang dan
kerusakan pada sumsum tulang. (3) Gangguan endokrin.
3. Anemia karena penghancuran yang meningkat yang diakibatkan oleh:
(1) Kelainan sejak lahir. (2) Gangguan yang merusak bagian sel.

Sedangkan berdasarkan morfometrik, dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat)


yaitu:

1. Anemia normokhromik makrositer (MCV ≥ 95 ; MCHC = 20 – 24


mmol/L)
2. Anemia normositer normokhromik (MCV = 85 - 95 ; MCHC = 20 – 24
mmol /L)
3. Anemia normokhroma mikrositer (MCV ≥ 85 ; MCHC = 20 – 24 mmol
/L) ,4). anemia mikrositer hipokrom (MCV ≤85 ; MCHC ≤20 mmol /L)

Dalam melakukan klasifikasi pada anemia setiap peneliti maupun penulis berbeda
antara yang satu dengan lainnya dalam mengklasifikasikan anemia di daerah tropik
sebagai berikut:

1. Hemopoisis normal (sumsum tulang normoblastik) yang terdiri dari


defisiensi besi, defisiensi protein (protein malnutrition) anemia hemolitik,
anemia karena infeksi, anemia pada kehamilan.
Hemopoisis abnormal yaitu : defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12,
defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12, defisiensi campuran.
Namun demikian untuk mempermudah dalam melakukan dan mendapatkan
gambaran dengan cepat derajat/tingkat keseriusan dalam anemia didasarkan pada
kadar HB yang dapat dibagi dalam tingkat:

1. Anemia ringan, dengan kadar Hb 8-10g/dL


2. Anemia sedang, dengan kadar Hb 6-8g/dL
3. Anemia berat, dengan kadar Hb < 6g/dL

http://www.kesimpulan.com/2009/04/sebab-sebab-dan-epidemiologi-anemia.html

Anda mungkin juga menyukai