Anda di halaman 1dari 39

RESUME BUKU

Knowledge Management dalam Konteks Organisasi


Pembelajaran

Diajukan Untuk Memenuhis Tugas


Mata Kuliah Manajemen Pengetahuan

Oleh:
Arman Jumadi (21214213)
Fawaz Maliki Habib (21214711)
Faza Nurrahmansah (21214220)
Firman Maulidian Hamid (21214252)
Mochammad Zakky P (21214242)
Ridwan Nurdiansyah K (21214706)

Manajemen 6

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
2017
INFORMASI BUKU

JUDUL : Knowledge Management dalam Konteks Organisasi Pembelajaran


PENGARANG : Jann Hidayat Tjakraatmadja , Donald Crestofel Lantu
PENERBIT : Sekolah Bisnis Manajemen – Institut Teknologi Bandung
TAHUN TERBIT : 2006
HALAMAN : 327 Halaman
DAFTAR ISI

INFORMASI BUKU ………………………………………………………….. i


DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. ii

BAB 1 PARADIGMA BARU ERA PENGETAHUAN


1.1. Era Pengetahuan Membutuhkan Organisasi Baru……............... 1
1.2. Era Pengetahuan Menuntut Organisasi Pembelajar…………… 1
1.3. Organisasi Pembelajar Menuntut Suasana Kerja Konduif…….. 2

BAB 2 MENGAPA REFORMASI BANGSA INDONESIA SANGAT LAMBAT


2.1. Mengapa Reformasi di Indonesia sangat lambat ……………… 3

BAB 3 PENGETAHUAN DAN PROSES BELAJAR MANUSIA


3.1 Data, Informasi dan Pengetahuan………………………......... 13
3.2. Pengetahuan dan Kercedasan ………………………………... 13
3.3. Pengetahuan dan Komppetensi Kerja ………………………... 13
3.4. Pengetahuan dan Proses Belajar ……………………………... 13

BAB 4 MODEL BELAJAR INDIVIDUAL DAN ORGANISASIONAL


4.1. Model Belajar Individual…………………………………......... 13
4.2. Model Belajar Organisasional………………………………... 13

BAB 5 KNOWLEDGE MANAGEMENT DALAM KONTEKS ORGANISASI


PEMBELAJARAN……………………………………………......... 13

BAB 6 TIGA PILAR ORGANISASI PMEBELAJAR


6.1. Pilar Belajar Individual…………………………………......... 13
6.2. Pilar Belajar Organisasional………………………………….. 13
6.2. Pilar Belajar Transformasi Pengetahuan……………………... 13

BAB 7 BANGUNAN ORGANISASI PEMBELAJAR….....…………......... 13

BAB 8 STUDI EMPIRIK IMPLEMENTASI KONSEP BANGUNAN


ORGANISASI PEMBELAJAR………………………………......... 13

BAB 9 GETTING START………………………………………………....... 13


BAB 1
PARADIGMA BARU ERA PENGETAHUAN

Alvin Toffler dalam bukunya the third wave (1980) membagi sejarah peradaban manusia dalam
tiga gelombang perubahan, yaitu: era manual, era mesin industri dan era pengetahuan. Era manual
manusia adalah suatu zaman dimana faktor dominan dari manusia yang dibutuhkan untuk mengelola
sistem industri tradisional adalah otot (enerji-fisik). Era Mesin Industri adalah satu zaman dimana faktor
dominan dari manusia yang dibutuhkan unutk mengelola sistem industri adalah keterampilan bekerja
dengan menggunakan mesin.

Pada era pengetahuan, pengetahuan telah menjadi modal virtual (human capital) yang sangat
menentukan perkembangan serta sekaligus pertumbuhan organisasi. Era pengetahuan telah melahirkan
tatanan kehidupan baru, yang memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan era manual atau era
mesin industri. Ada tiga ciri yang dapat digunakan untuk menggambarkan karakteristik tatanan
kehidupan di era pengetahuan, yaitu:

1). Informasi/pengetahuan mudah diperoleh dan sekaligus dapat kadaluwarsa dengan cepat.

Saat ini, informasi datang dari berbagai sisi kehiduapan dan masuk dalam sebuah organisasi
melalui berbagai media, baik melalui buku, surat kabar, TV maupun internet. Di masa lalu, proses
pengambilan keputusan di perusahaan sering terhambat karena kesulitan untuk memperoleh informasi,
namun para pengambil keputusan di organisasi masa kini justru sering mengalami kebingungan karena
kebanjiran informasi.

Kemudahan memperoleh informasi di era pengetahuan terjadi terutama karena didukung oleh
perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi, lebih khusus lagi karena tersedianya internet.
Dengan sekali klik saja, maka seseorang dapat memperoleh informasi yang diinginkannya dari berbagai
sumber di seluruh dunia. Akibat langsung dari kemudahan memperoleh informasi, pengetahuan akan
bertambah secara eksponensial.

2). Permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari semakin kompleks.

Kecepatan perkembangan teknologi informasi juga telah berpengaruh pada suasana kerja.
Dapat dikatakan bahwa untuk bisa bertahan hidup pada zaman informasi ini, kita membutuhkan
teknologi informasi, yang merupakan perpaduan antara teknologi jaringan informasi (kumunikasi) dan
teknologi komputer. Teknologi mekatronik yang banyak diwujudkan dalam robot-robot industri, telah
mengambil alih pekerjaan-pekerjaan otot dan bahkan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan fisik
yang semula dikerjakan manusia. Teknologi telah membuat lahan kerja manusia yang mengandalkan
kekuatan dan keterampilan fisik semakin terdesak. Perkembangan teknologi telah mempengaruhi
perubahan tatanan sosial, ekonomi dan politik secara lansung.

3). Pola perubahan dalam bidang-bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya berpengaruh signifikan
pada kelangsungan organisasi dengan hubungan pengaruh yang semakin sulit diprediksi.

Di sisi lain, penduduk di muka bumi juga terus bertambah. “penjajahan teknologi dan ekonomi
terselubung”, telah menjadikan kenyataan dan ini terjadi tidak lain untuk memperebutkan kekuasaan
akan sumber daya alam yang terbatas. Para peramal masa depan (futurist) mengatakan bahwa abad 21
disebut abad pengetahuan, karena pengetahuam telah menjadi landasan utama segala aspek kehidupan
(Trilling dan Hood, 1999). Era pengetahuan menyebabkan terjadinya perubahan cara pandang manusia
terhadap manusia, cara pandang manusia terhadap masalah-masalah sosial dan alam, cara pandang
manusia terhadap dunia pendidikan atau perubahan peran orang tua/guru/dosen dalam dunia
pendidikan, serta perubahan pola hubungan antar mereka. Era pengetahuan telah menimbulkan
perubahan yang signifikan pada tatanan lapangan kerja maupun dunia pendidikan.

Era pengetahuan telah memaksa kita untuk menyesuaikan sejumlah aturan main, cara kerja, perilaku
dan bahkan telah menjungkirbalikan paradigma yang dianggap benar pada zaman sebelumnya.
Rontoknya puncak piramida ekonomi indonesia pada tahun 1998 – 1999, menunjukkan gambaran jelas
tentang ketidakmampuan para pelaku ekonomi atau pelaku bisnis nasional dalam mengikuti tuntutan
perubahan. kecenderungan perubahan tidak menyisakan alternatif lain selain harus berubah.

A. Era Pengetahuan Membutuhkan Organisasi Baru


Buku ini ditulis dengan diilhami oleh adanya suatu kenyataan bahwa mayoritas perusahaan bisnis yang
ada di dunia memiliki umur yang pendek. Penelitian peter senge (1990) menyimpulkan bahwa
perusahaan-perusahaan kelas dunia(word class) dan masuk dalam fortune 500, memiliki umur rata-rata
antara 40 – 50 tahun, artinya secara rata-rata hanya berumur sampai dua generasi.
saat ini kita berada pada zaman globalisasi - artinya zaman menuntut seluruh perusahaan di dunia untuk
mampu menerima muatan-muatan global untuk diserap ke dalam organisasinya, dan sekaligus mampu
mengglobalkan muatan-muatan lokal, sehingga dapat diterima oleh masyarakat di seluruh dunia. Saat
ini, kita dituntut untuk mampu menciptakan kesejahteraan secara global, bukan hanya kesejahteraan
lokal saja. Masyarakat dunia dituntut untuk menjadikan organisasinya agar mau dan mampu menerima
dan menyesuaikan nilai-nilai organisasinya untuk menjalankan prinsip-prinsip universal.
jika kita belajar dari apa yang menjadi kenyataan sampai saat ini, tampak bahwa sebagian besar
organisasi bisnis, pemerintahan dan bahkan organisasi sosial yang ada di indonesia sekarang cenderung
mengucilkan diri dan bahkan cenderung “menolak” prinsip-prinsip nasional, apalagi prinsip-prinsip
dunia. Setiap manusia memiliki perbedaan, dan tentunya memiliki kelebihan serta kekurangan.
Organisasi atau masyarakat yang baik adalah mereka yang mampu mensinerjikan berbagai perbedaan
yang ada dalam anggotanya, sehingga dapat dicapai nilai maksimal dari adanya kelebihan masing-
masing dan sekaligus meminimalisasi dampak dari berbagai kelemahan para anggotanya.

B. Era Pengetahuan Menuntut Organisasi Pembelajar


Ari de Geus (1997) menjelaskan dalam bukunya The Living company bahwa kebanyakan perusahaan
tidak mampu berubah karena “kebodohan” (ignorance) para manajernya. Namun, sebelumnya kita
perlu merevisi definisi bodoh di era pengetahuan kini. Pada zaman dulu, kita sepakat dengan definisi
orang yang bodoh adalah orang yang memiliki IQ kurang dari 90.

Kebanyakan masalah yang dihadapi suatu organisasi justru bersifat abstrak, ataupun jika sudah jelas
faktanya, banyak manajer tidak dapat mengenali atau memahaminya, karena manajer tersebut tidak
memiliki kepekaan dan kesadaran akan dampaknya bagi organisasi di masa depan., sehingga ia akan
tampak santai dan sering lalai atau mengabaikan berbagai permasalahan yang terjadi di sekitarnya.
manajer bodoh akan tampak panik apabila “bom” sudah benar-benar meledak di depan mukanya, atau
jika cashflow sudah berhneti mengalir dan tagihan-tagihan mulai macet. Sebagian besar para pemimpin
organisasi di negeri kita ini beranggapan bahwa perubahan itu sebaliknya dilakukan ketika organisasi
memiliki masalah.
Halus, karena permasalahan ini bersifat abstrak dan tidak banyak manusia mampu
memahaminya. Tidak manusiawi, sebab ketika ada manusia yang berani keluar dari zona kenyamanan,
akan dicap sebagai manusia yang berani keluar dari kebiasaan umum dengan bekerjanya lingkaran
penyangkalan, pikiran akan bergerak dan berputar dalam gelombnag enerji menuju wilayah yang amat
kaya secara intelektual. Tindakan yang diakui sebagai ujung tombak kemajuan – hanyalah sebuah jeda
dalam putaran penyangkalan yang terus bergulir.

C. Organisasi Pembelajar Menuntut Suasana Kerja yang Kondusif


Kebanyakan organisasi kurang memahami potensi manusia sebagai penghela organisasi, atau
potensi karyawan sebagai sumber pembentuk human capital organisasi. Para anggota organisasi yang
memiliki kompetensi tinggi, belum tentu berhasil membentuk masyarakat pengetahuan yang mampu
membangun tim dan organisasi pembelajar. Masalah kritikal bagi organisasi masa depan adalah
bagaimana agar organisasi memiliki kondisi suasana kerja serta mekanisme yang mampu
membangkitkan semangat dan mendorong terciptanya pengetahuan-pengetahuan eksplisit dan tasit
seluruh anggotanya, sehingga terjadi inovasi yang mampu memaksimumkan nilai tambah organisasi .

Resep Umur Panjang Organisasi di Era Pengetahuan


“Mengapa ada perusahaan yang berumur panjang?”. De Geus menggambarkan fenomena perusahaan
berumur panjang dengan karakteristik sebagai perusahaan yang hidup (the living company). Selanjutnya
De Geus mengibaratkan sebuah perusahaan yang hidup sebagai suatu metafor organik atau perusahaan
yang memiliki atribut-atribut sebagai mahluk hidup, yaitu seperti mahluk yang memilki pikiran dan
karakter, sehingga perusahaan tersebut mampu “bertingkah laku” seperti entitas yang hidup. Berkaitan
dengan misi suatu perusahaan, pada kenyataannya ada 2 macam tipe misi perusahaan komersial, yaitu:
economic company dan river company.

Lebih lanjut, penelitian Arie de Geus (1997) menunjukkan bahwa ada 4 (empat) karakteristik yang
ditemukan pada perusahaan yang berumur panjang, yaitu:

1) Sensitif terhadap lingkungan


2) Memiliki identitas/jati diri yang kuat
3) Memiliki sikap toleran terhadap perbedaan dan mampu melaksanakan proses desentralisasi
kewenangan berdasarkan rasa saling percaya.
4) Melaksanakan manajemen investasi yang rasional

Metafor Organisasi Kapitalis – Emosional


Kebanyakan organisasi di masa lalu, di rancang dengan keyakinan bahwa modal utama
organisasi adalah pengaturan yang optimal dari seluruh sumber daya organisasi, termasuk manusia yang
ada di dalamnya diperlakukan sebagai sumber daya. Usaha untuk mendorong peran manusia sehingga
menjadi modal bagi organisasi, telah diawali oleh Frederick Taylor sebagai tokoh manajemen saintifik
1920-an, yang intinya mereka mengasumsikan bahwa manusia adalah mahluk rasional dan logikal.
kebaikan dari organisasi kapitalis adalah organisasi pembelajar, yaitu organisasi yang memahami peran
dan fungsi manusia sebagai pusat keunggulan organisasi masa depan, yang oleh Arie de Geus disebut
sebagai perusahaan yang hidup (the living teh company).

Organisasi pembelajar dihuni oleh sekumpulan individu yang mampu belajar untuk
memperluas dan memperdalam pengetahuan individualnya, untuk kemudian di transformasi menjadi
pengetahuan organisasi melalui proses berbagai pengetahuan.
Metafor Organisasi Mekanis – Biologis – Humanis
Organisasi mekanis, menganggap manusia sebagai mesin, yang mampu hidup jika dihidupkan
dan akan mati jika dimatikan. Organisasi mekanis bersifat sangat kaku, sulit menyesuaikan diri untuk
memenuhi tuntutan perubahan, kecuali direkayasa oleh manajemen, bahkan sering harus di rekayasa
ulang (reengineering atau lebih jauh dengan turn around) - dalam hal ini, organisasi lama dihancurkan
dan kemudian seolah-olah membangun kembali organisasi baru.

Pada kenyataannya, organisasi hidup di tengah-tengah masyarakat (sosial), bukan hanya di


alam (nature). Organisasi yang baik, selain dituntut untuk memiliki kepekaan dan kesadaran akan
masalah-masalah yang terkait dengan alam dan sekitarnya, juga diharapkan memiliki kepekaan dan
kesadaran untuk mampu memecahkan permasalahan sosial dan sekitarnya.

Organisasi di Era Pengetahuan Membutuhkan Manusia Baru


Pada tahun 1973, David McLelland, dalam makalahnya yang ia muat di American Psychologist
Journal, menyatakan bahwa tes-tes yang menyangkut intelejensia dan ujian-ujian akademis yang
dilakukan di universitas tradisional, bukan merupakan alat ukur yang efektif untuk memperkirakan
bahwa seseorang akan berhasil dalam karir dan pekerjaannya, bahkan dalam kesuksesan hidupnya.

Organisasi Pembelajar Menuntut Manusia yang Memiliki Kompetisi Global

Kita tahu bahwa kualitas manusia Indonesia yang diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia
(Human Development Index) pada tahun 2004 menduduki ranking 111 dari 117 negara yang diperingkat
oleh Program Pembangunan PBB atau United Nations Development Program (UNDP).
Terkait dengan tuntutan dunia kerja global, minimal terdapat 10 (sepuluh) kompetensi (generik) yang
harus dimiliki para pekerja global (Moran dan Riesenberger, 1994), sebagai jaminan untuk dapat
bekerja dengan rasa aman dan sejahtera ketika bekerja sebagai karyawan global, yaitu:

1). Kompetensi lingkungan

2). Kompetensi analitik

3). Kompetensi stratejik

4). Kompetensi fungsional

5). Kompetensi manajerial

6). Kompetensi profesi

7). Kompetensi sosial

8). Kompetensi intelektual

9). Kompetensi individu

10). Kompetensi perilaku


BAB 2
MENGAPA REFORMASI BANGSA INDONESIA SANGAT LAMBAT ?

Berikut dipaparkan beberapa penyebab mengapa reformasi di Indonesia sangat lambat, yaitu:
• Kehilangan kepekaan (mati rasa)

Banyak perusahaan yang merasa sangat menikmati posisinya, tidak mau berubah menjadi
perusahaan yang lebih baik, tidak menyadari adanya perubahan lingkungan yang menuntut
agar menyiapkan diri menjadi sebuah perusahaan yang mampu bersaing di pasar global.
Kebanyakan perusahaan di Indonesia tidak tahu bagaimana bersikap untuk berhasil di masa
depan, mereka terlena dengan segala kemudahan yang mereka dapat di masa lalu
• Reformasi bangsa kita kebablasan

Bangsa Indonesia belum cukup dewasa untuk menggunakan kebebasan sebagai wahana
untuk meraih prestasi terbaik. Akibatnya, reformasi yang semula dianggap tepat untuk
mewadahi kebebasan itu, tidak jelas lagi arahnya. Sehingga muncul perkataan bangsa kita
bahagia mencapai kebebasan tetapi tidak siap melembagakan kebebasan tersebut.
• Rakyat yang kehilangan jati diri, kesabaran, dan kearifan.

Bangsa kita juga sedang dilanda kerisis kepercayaan diri, hal tersebut di tunjukan dengan
semakin maraknya suatu golongan yang mementingkan suatu kelompok tertentu tanpa melihat
dampak yang akan di timbulkan di kemudian hari. Kemarahan rakyat terjadi karena
ketidakberdayaan pemerintahan mengendalikan krisis yang berkepanjangan. Karena tidak
adanya kesabaran dan kearifan, hidup menjadi penuh dengan ketegangan dan emosi yang
meluap-luap, sehingga bangsa ini telah kehilangan energi sosial yang sangat dibutuhkan untuk
membangun bangsa ini. Hal ini disebabkan tokoh-tokoh pejabat di era reformasi makin banyak
yang berprilaku seperti pejabat di masa orde baru.
• Rakyat yang terobsesi oleh kejayaan masa lalu.

Rakyat masih berkeyakinan bahwa solusi atau metode yang mereka temukan dan biasa
digunakan di masa lalu adalah solusi atau metode yang masih baik dan bisa digunakan saat ini.
Manusia sesungguhnya bukan enggan untuk berubah, melainkan manusia perlu menyadari
bahwa perubahan harus menjadi tuntutan bagi dirinya sendiri. Sebaiknya tradisi dan kebiasaan-
kebiasaan buruk kita di masa lalu harus ditinggalkan, dan berpikir kedepan tanpa mengenang
yang lalu sekalipun sukses dan selalu menerima perkembangan zaman dan tidak kaku terhadap
suatu permasalahan. Herb Kelleher berkata “Pada hari kita merasa bahwa kita telah sukses,
maka pada hari itulah kita berhenti sukses”
• Bangsa Kita Terbiasa Dengan Pikiran Jangka Pendek.

Cara berpikir jangka pendek telah menghancurkan tatanan fundamental organisasi, yang
umumnya harus dibangun dengan membutuhkan waktu yang cukup lama dan sekaligus
dibutuhkan untuk menjaga keberlangsungan organisasi dalam jangka panjang.
• Bangsa Kita Masih Suka Membenarkan Kebiasaan Daripada Membiasakan
Kebenaran

Fenomena lambatnya suatu reformasi selain karena organisasi tersebut tidak memiliki
sumber daya (terutama teknologi dan finansial) yang cukup untuk mendongkrak perubahan,
juga dipengaruhi oleh lemahnya faktor human capital (tidak mampu melakukan adaptasi
terhadap cara berpikir).
• Modal Manusia Indonesia Belum Mencapai

Untuk melakukan reformasi,kita membutuhkan sejumlah energi masa minimal yang


diperoleh dari akumulasi energi sosial yang dibangun dari akumulasi energi niat, keyakinan
serta kekuatan pikiran maupun usaha fisik manusia Indonesia. Untuk mempercepat realisasi
berbagai perubahan yang mungkin dibutuhkan agar survive, memerlukan haya kepemimpinan
yang memiliki keberdayaan untuk berbagai tantangan. Para pemimpin di tuntut untuk :

1. Mengarahkan anggota dalam mengatasi masalah yang kompleks, sebagai akibat dari
pengaruh informasi dan perubahan yang menggglobal.
2. Meningkatkan kemampuan diri melalui pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan
kualitas diri dalam berbagai aspek, sehingga sesuai dengan tuntutan zaman.
3. Mampu mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi dengan penuh ketabahanm
kesabaran dan dapat berperan dengan cara yang tepat.
4. Memiliki sejumlah gagasan dan mampu mengutarakanya dengan cara yang tepat dan
realistis.
5. Mampu melengkapi kekurangan-kekurangan yang di hadapi dalam kehidupanya.
6. Bergairah dalam melakukan berbagai kegiatan terutama yang berkaitan dengan
organisasi yang dipimpinnya.
7. Senantiasa mampu melakukan penilaian secara objektif atas segala sesuatu yang telah
dikerjakan dan kemudian dapat di jadikan sebagai dasar dalam menyempurnakan
kegiatan selanjutnya.
8. Memiiki harapan yang realistis dari semua program dan kegiatan yang dilakukannya.

• Krisis Kepempinan Sejati


Bangsa Indonesia membutuhkan pemimpin yang mampu menghantarkan dan mengawal
proses reformasi.Indonesia membutuhkan pemimpin yyang menggerakan orang-orang,
pemimpin yang pandai berpikir dan bervisi, serta mampu berinisiatif, bergerak, dan berani
mengambil memulai atau berani mengambil resiko.
BAB 3
PENGETAHUAN DAN PROSES BELAJAR MANUSIA

Menurut Urlich terdapat empat kompetensi dasar dari manusia yang dibutuhkan oleh organisasi
atau perusahaan masa kini, yaitu :

1. Organisasi atau perusahaan menuntut kemampuan karyawan untuk mampu memahami


karakteristik paradox antara keseimbangan untuk berpikir global namun mampu
bertindak lokal.

2. Organisasi atau perusahaan menuntut kemampuan karyawan untuk mampu


menyeimbangkan antara bertindak efisien sambil meningkatkan revenue perusahaan
melalui kreativitas, inovasi dan entrepreneurship.

3. Organisasi atau perusahaan menuntut kemampuan karyawan untuk mampu memahami


karakteristik dan penggunaan teknologi maju, baik teknologi proses maupun teknologi
informasi, untuk memaksimumkan nilai tambah perusahaan.

4. Organisasi atau perusahaan menuntut kemampuan karyawan yang memiliki


kompetensi individual yang tinggi, namun seimbang dengan komitmen serta
kemampuan untuk belajar dan berubah.

Perubahan lingkungan bisnis, menyebabkan perubahan kebutuhan kompetensi manusia, dan


akan menimbulkan perkembangan intelektual serta naluri kemanusiaan baru, yang pada
akhirnya akan menumbuhkan ilmu pengetahuan baru.

Nonaka dan Hirotaka (1995) : Untuk menunhang era revolusi informasi, suatu organisasi perlu
memiliki pengetahuan eksplisit dan pengetahuan tasit secara seimbang dan berkelanjutan.

Data, Informasi dan Pengetahuan


Pengetahuan di peroleh dari sekumpulan data informasi yang saling terhubungkan secara
sistematik sehingga memiliki makna.

Bentuk pengetahuan atau model untuk memahami dunia yang dimiliki manusia, dapat
terbentuk dalam tiga kategori, yaitu :

1. Pengetahuan Kultural : model untuk memahami dunia yang diekspresikan dalam


asumsi-asumsi, nilai-nilai, dan norma-norma yang dimiliki manusia.

2. Pengetahuan Taksit : Model untuk memahami dunia dalam bentuk konsep,


diekspresikan dalam bentuk teori dan pengalaman yang dimilikinya.
3. Pengetahuan Eksplisit : Model untuk memahami dunia dalam bentuk keahlian atau
kognitif, diekspresikan dalam bentuk system, peraturan-peraturan, prosedur-prosedur
dan tata cara kerja yang dipahaminya.

Pengetahuan dan Kercedasan


Pengetahuan memiliki karakteristik :

1. Pengetahuan tersimpan dalam otak manusia, yang tersusun dari pengamatan maupun
pengalaman di masa lalunya, berasal informasi yang ia rekam dan ia simpan dalam
neuron-neuron di otaknya, sebagaimana database pada sebuah memori computer.
2. Orang yang memiliki banyak pengetahuan adalah orang yang memiliki neuron aktif
(berisi informasi dan sering digunakan saat proses berpikir) dalam jumlah banyak.

3. Pengetahuan manusia akan terbentuk jika struktur informasi yang dimiliki dalam
neuron-neuronnya, cukup untuk memahami makna akan sebuah masalah yang
dihapinya, atau ia mampu membentuk model untuk memahami lingkup permasalahan,
yang selanjutnya disebut pengetahuan.

4. Berpikir adalah suatu proses dalam membentuk pengetahuan yang ditentukan oleh
struktur informasi yang ada dalam otak seorang manusia akan menentukan (atau
membatasi) kemampuan berpikirnya.

Kecerdasan merupakan potensi dasar seseorang untuk mampu berpikir, menganalisis, dan
mengelola tingkah lakunya atau bertindak efektif di dalam lingkungan kerjanya.

Pengetahuan dan Kompetensi Kerja


Kompetensi kerja dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Kompetensi Teknikal – adalah tipe kompetensi yang diekspresikan dalam keterampilan
kerja, atau sering juga disebut hard competence atau hard skills. Kompetensi ini
berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk berkerja dengan skills tertentu, atau
kemampuanya dalam memahami detail dari suatu pekerjaan.

2. Kompetensi Perilaku – adalah kompetensi yang dieskpresikan dalam perilaku


seseorang saat berkerja, atau sering juga disebut soft competence atau soft skills.

Menurut Spencer (1993) menjelaskan bahwa kompetensi seseorang terbentuk dari lima unsur,
yaitu :

1. Motif, yaitu sesuatu yang dipikirkan atau diinginkan seseorang secara konsisten dan
merupakan dorongan dari dalam dirinya untuk mewujudkan sesuatu dalam bentuk
tindakan-tindakan.
2. Watak, yaitu karakteristik mental dan menentukan konsistensi respon seseorang
terhadap rangsangan dari luar, atau tekanan, atau situasi yang dihadapinya.

3. Konsep diri, yaitu tata nilai luhur yang dijunjung tinggi seseorang, yang mencerminkan
tentang bayangan diri atau sikap diri terhadap masa depan yang di cita-citakan atau
terhadap suatu fenomena yang terjadi di lingkunganya.

4. Pengetahuan, yaitu informasi-informasi yang saling terhubungkan dan terstruktur


secara sistematik, sehingga pekerja akan memiliki model untik memahami
permasalahan yang dihadapinya.
5. Keterampilan, yaitu kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan fisik atau menjual.

Pengetahuan dan Proses Belajar


Hakikat dari hidup adalah perubahan, manusia yang masih hidup pasti berubah dengan
tujuan bertahan hidup dan menyesuaikan dengan perkembangan manusia. Karena tanpa
perubahan manusia tida akan bisa bertahan lebih jauh karena perkembangan zaman.

Orang tidak berubah karena 2 hal :

1. karena tidak mampu berubah, hal ini menekankan pada masalah rendahnya kompetensi
teknikal. Yang pada umunya tidak mengetahui cara bekerja.

2. karena tidak mau berubah, ini masalah rendahnya kompetensi perilaku, merupakan
masalah mental atau spirit untuk berubah dan membawa dirinya sendiri pada
kebiaasaan yang jauh lebih baik.

Manusia Dewasa
Hubbard (1997) Membagi manusia menjadi 3 dimensi, yaitu :

1. Dimensi fisik manusia berfungsi untuk menunjang aktivitas manusia serta memiliki
karakteristik dapat didefinisikan konkrit, terstrukturm tetap, serta terikat pada hukum
alam yang memiliki sifat kausalitas (sebab akibat).
2. Dimensi kalbu manusia berfungsi sebagai pencipta spirit dan kreasi, serta memiliki
karakteristik tidak dapat didefinisikan, abstrak, dinamik, serta tidak dapat dijelaskan
oleh hukum.

3. Dimensi pikiran manusia seperti jaringan system komunikasi dan system kendali, yang
menjembatani antara dimensi kalbu dengan dimensi fisik manusia.
Manusia mengalami dua peroide menuju tingkat dewasa, yaitu :

1. Periode pertumbuhan, dimana manusia melakukan proses belajar yang seimbang antara
outside-out dan inside-out, dalam menemukan jati diri menuju kedewasaanya.

2. Periode aktualisasi kedewasaan diri; dimana manusia telah memiliki kesadaran dan
semangat untuk mengatualisasikan segenap pontensinya, mengepresikan,
mengamalkan dan menyatakan dirinya sepenuh-penuhnya.

Manusia dewasa memiliki karakteristik yaitu :

1. Otentik – manusia dewasa memiliki jati dirim iman kuat, tidak suka ikut-ikutan, dan
jujur pada diri sendiri.

2. Merdeka – manusia dewasa tidak bergantung kepada orang lain, tidak tergantung pada
perubahan lingkungan, mereka bersikap berdaulat.

3. Objektif – Manusia dewasa mampu melakukan pertimbangan-pertimbangan secara


seimbang antara keberanian dan kearifan.

4. Moralis – manusia dewasa memiliki komitmen pada moral dan etika, memiliki sikap
patuh pada hukum dan aturan, serta memiliki empati dan kesalehan social yang tinggi.

Revitalisasi Hakekat dan Kedudukan Manusia dalam Organisasi


Untuk mewujudkan organisasi yang mampu belajar serta mampu tumbuh dan
berkembang, dibutuhkan modal yaitu segala bentuk kekayaan yang dapat digunakan untuk
menghasilkan kekayaan yang lebih besar.
Modal organisasi dikenal dua jenis modal yaitu modal fisik dan modal virtual.

 Modal fisik = merupakan modal kekayaan perusahaan yang tercatat dalam akuntansi,
biasanya berupa mesin, peralatan, gedung, tanah dan kekayaan fisik lainya.

 Modal virtual organisasi bersumber dari pengetahuan pekerja, yang menjadi sumber
untuk menciptakan keunggulan dalam menjalankan usaha maupun untuk memilih.

Potensi Manusia Pembelajar


Manusia pembelajar adalah modal utama organisasi pembelajar, dan tentunya akan
menjadi modal utama juga untuk membangun masyarakat pembelajar. Dan hakikat menuju
organisasi pembelajar adalah membangun manusia pembelajar.
Manusia memiliki 7 kemampuan sebagai berikut :
1. kemampuan berpikir persepsional dan rasional.
2. Kemampuan berpikir kreatif dan imajinatif
3. Kemampuan untuk berpikir kritikal dan argumentative
4. Kemampuan memilih dari sejumlah alternatif yang ada
5. Kemampuan berkehendak secara bebas
6. Kemampuan merasakan
7. Kemampuan memberi tanggapan moral

Manajemen Perubahan dan Pertumbuhan Organisasi Berkelanjutan


Menurut Raka ada 8 penyebab kegagalan perubahan organisasi, yaitu :
1. tidak adanya “sense of urgency”
2. tidak memiliki “agent of change”
3. tidak memiliki visi dan misi yang jelas
4. tidak melakukan sosialisasi visi dan misi organisasi
5. tidak bergasil menghilangkan hambatan perubahan
6. tidak melaksanakan manajemen perubahan dengan sistematik dan konsisten
7. terlalu cepat merasa telah berhasil
8. tidak berhasil menanamkan akar perubahan menjadi budaya perusahaan

kurangnya pemahaman akan hakikat dari perubahan itu sendiri merupakan penyebab utama
kegagalan perubahan itu sendiri.

Karakteristik organisasi pembelajar yaitu :

 organisasi akan tumbuh dan berkembang (mampu belajar secara berkelanjutan) dengan
baik jika dihuni oleh manusia.

 Organisasi akan mampu belajar jika memiliki “habitat” belajar yang subur, yang akan
berperan sebagai mediator transormasi pengetahuan.

 Kualitas “habitat” belajar organisasi dipengaruhi oleh kualitas pemimpin.

 Efektifitas proses pembelajar individual maupun organisasional dipengaruhi oleh


kualitas ketersediaan informasi, karakteristik struktur organisasi dan system
penghargaan.
Ada tiga nilai tambah akibat bisnis yang tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan , yaitu:
1. pertumbuhan nilai tambah bagi pekerja
2. pertumbuhan nilai tambah bagi pelanggan
3. pertumbuhan nilai tambah bagi pemilik
BAB 4
MODEL BELAJAR INDIVIDUAL DAN PROFESIONAL

Model belajar individual


Pembelajaran individual merupakan “proses peningkatan potensi individual karena terjadi
proses transformasi modal inforasi barumenjadi kompetensi baru, akibat peluasan atau
pendalaman kompetensinya”. Definisi pembelajaran individual itu ditetapkan dengan asumsi-
asumsi sebagai berikut:

a) pembelajaran individual terjadi melalui proses pembelajaran yang berkelanjutan da


siklikal. Pada dasarnya, ada tiga aspek penting di dalam proses belajar yaitu apa yang
dipelajari (know what), kemudian bagaimana mereka mengerti dan mampu
mengoperasikan hasil belajar tersebut (know how), dan lebih mendalam lagi mereka
memahami mengapa mereka memiliki cara berpikir dan bertindak seperti itu (know
why).
b) membangun individu yang mau dan mampu belajar, membutuhkan lingkungabelajar
yang kondusif.
c) pembelajaran individu terjadi jika ada kompetensi dan komiten untuk memahami modal
informasi baru yang berasal dari lingkungan belajar untuk kemudian ditransformasikan
menjadi kompetensi baru.

d) pembelajaran individu terjadi jika individu tersebut memilki tingkat pemahaman atas
konsep-konsep baru yang makin dalam.
e) pembelajaran individu terjadi jika individu tersebut memiliki sikap belajar.
f) pembelajaran individu terjadi jika individu tersebut memiliki kemampuan belajar.
g) kemampuan belajar individu tergantung pada model mental.

Model Belajar Individual Single-Loop dan Double-Loop Argyris (1985)


Argyris dan Schon (1978) menjelaskan bahwa proses belajar individual tejadi jika
pengetahuan baru berhasi diaktualisasikan dalam aktivitas sehari-hari, melalui proses belajar
siklus tunggal. Proses belajar individual akan menjadi utuh dan mendasar, jika individu
tersebut mengalami proses perubahan spirit (model mental), sesuai dengan karakterisitk
pengetahuan barunya. Jika proses belajar individual ini berhasil merubah model mentalnya,
Argyris dan Schon (1978) menyebut bahwa individu tersebut telah mengalami proses belajar
yang mendalam mencapai proses siklus ganda. Jika manusia sudah mencapai taraf belajar
siklus ganda, maka akan terjadi perubahan pada dirinya secara signifikan.
Model Belajar Individual Jann Hidajat (2001)
Konsep ini menjelaskan secara implisit bahwa manusia memiliki kemampuan untuk belajar
dan berubah, untuk mendewasakan dirinya. Manusia dituntut untuk selalu belajar mengenali
lingkungannya (outside-in), dan sekaligus mengenal dan kemudian mengaktualisasikan dirinya
(inside-out). Manusia dituntut untuk mampu menempatkan dirinya sesuai dengan kapasitas
dirinya, sehingga ia mampu berkontribusi terbaik minimal untuk dirinya, dan lebih luas untuk
menciptakan kesejahteraan bagi organisasi, masyarakat atau lingkungannya.

Kompetensi Generik Pekerja


Spencer (1993) mendefinisikan kompetensi generik pekerja sebagai “karakter sikap dan
perilaku, atau kemampuan pekerja yang relatif bersifat stabil ketika menghadapi suatu situasi
di tempat kerja, yang terbentuk dari sinerji antara watak, konsep diri, motivasi internal, serta
kapasitaspengetahuan kontekstual”. Selanjutnya, dalam buku ini kompetensi generik pekerja
dijabarkan dalam tiga variabel kompetensi, yaitu kompetensi intelektual, kompetensi
emosional, dan kompetensi sosial. Masing-masing variabel tersebut kemudian dijabarkan
dalam dimensi-dimensi perilaku kerja yang lebih terukur, sebagai berikut:
1. Kompetensi Intelektual Pekerja: Kompetensi intelektual pekerja terinternalisasi dalam
bentuk delapan dimensi kompetensi generik yang menggambarkan sikap, perilaku atau
kemampuan pekerja sebagai berikut (Spencer, 1993; Naphaiet dan Ghoshal, 1998):
a) Kemampuan Berprestasi
b) Manajemen Kerja
c) Kemampuan Inisiatif
d) Penguasaan Informasi
e) Berpikir Analisis
f) Berpikir Konseptual
g) Keahlian Praktikal
h) Kemampuan Berkomunikasi

2. Kompetensi Emosiaonal Pekerja: Kompetensi emosional pekerja terinternalisasi dalam


bentuk enam disiplin (sikap dan perilaku) sebagai berikut (Spencer, 1993):
a) Sikap Pengertian
b) Kepedulian terhadap Kepuasan Pelanggan
c) Pengendalian Diri
d) Percaya Diri
e) Kemampuan Beradaptasi
f) Komitmen Beradaptasi
3. Kompetensi Sosial Pekerja: “Karakter sikap dan perilaku atau kemauan dan kemampuan
membangun simpul-simpul kerjasama cerdas yang hangat dan akrab dengan orang lain atau
kelompok lain, pada berbagai situasi permasalahan di tempat kerja, yang terbentuk dari sinerji
antara watak, konsep diri, motivasi internal, serta kapasitas pengetahuan sosial”. Kompetensi
sosial pekerja terinternalisasi dalam bentuk tujuh disiplin (sikap dan perilaku) sebagai berikut
(Spencer, 1993):
a) Pengaruh dan Dampak
b) Kesadaran Berorganisasi
c) Membangun Hubungan Kerja
d) Mengembangkan Orang Lain
e) Mengarahkan Bawahan
f) Kerjasama Tim
g) Kepemimpinan Kelompok

Model Belajar Organisasional


Organisasi Pembelajar adalah kata kiasan yang menggambarkan suatu organisasi sebagai
sebuah sistem yang terintegerasi dan senantiasa selalu berubah, karena individu-individu
anggota organisasi tersebut mengalami proses belajar, yang dilandasi oleh budaya kerjanya.

Dilihat dari prosesnya, pembelajaran organisasi merupakan suatu proses akumulasi


pengetahuan (human capital) organisasi akibat adanya proses interaksi antara individu belajar
dengan organisasi pembelajar, atau karena dorongan lingkungan kerja yang memilik
karakteristik yang kondusif untuk terjadinya proses pembelajaran organisasi (berbagi
pengetahuan antara para anggota organisasi). sehingga meningkatkan kualitas kehidupan kerja
organisasi.

Untuk memahami proses pembelajaran individu dan kaitannya dengan proses pembelajaran
organisasi, kita pelajari kasis NUMMI dan Uddevalla (Adler dan Cole, 1993), yaitu dua
perusahaan indusri mobil di Amerika Serikat dan Swedia, yang secara empiris telah
membuktikan kemampuannya untuk merubah organisasinya, dari organisasi tradisional
menjadi organisasi yang mempu belajar, melalui pemberdayaan/peningkatan kemampuan
belajar individu, sehingga mereka mampu meningkatkan daya saingnya relatif dibandingkan
indusrti-industri mobil lainnya di Amerika maupun Eropa.

Pendekatan lain, organisasi produksi Uddevalla (pabrik volvo di Swedia), dirancang ulang
untuk memenuhi tuntutan para pekerja yang pada waktu itu kurang memiliki motivasi untuk
berprestasi, karena tingkat kesejahteraan hidup mereka sudah mencapai tingkat aktualisasi diri
model maslow, sehingga organisasi kerjasebelumnya dirasakan membosankan. Dengan
demikian, organisasi kerja Uddevalla dirancang ulang untuk memenuhi tuntutan pekerja,
sehingga sering disebut dengan konsep demokrasi Sosioteknik. Namun demikian, kedua model
organisasi kerja tersebut memiliki kesamaan konsep dalam hal:

 Sama-sama meyakini bahwa tenaga kerja merupakan aset organisasi yang paling utama
dalam menunjang pertumbuhan perusahaan jangka panjang.

 Penetapan kebijakan-kebijakan perusahaan selalu melibatkan pihak pemilik, serikat


buruh dan pekerja

 Mengutamakan rancangan organisasi kerja dibagian produksi, yang dirancang agar


mempu mewadahi proses fungsional silang serta memanfaatkan kompetensi multi
keterampilan (multi skills) dari pekerjanya.

Disampng itu terdapat beberapa perbedaan konsep antara NUMMI dan Uddevalla, diantaranya
dapat dilihat pada tabel berikut:

Uddevalla NUMMI

Dirancang dengan konsep demokrasi Dirancang dengan konsep demokrasi Taylorisme


Sosiotekik untuk pembeajaran untuk embelajaran organisasi.
individu.

Organisasi kerja berdasarkan tim, yang Organisasi kerja berdasarkan tim, terdiri dari 4-5
terdiri dari 10 orang anggota dengan orang anggota yang memiliki spesialisasi tinggi,
tanggung jawab/variasi tugas yang mengutamakan disiplin ketat dalam
banyak.Tim diberi otoritas penuh untuk mendefinisikan dan melaksanakan prosedur kerja
mengakui dan memutuskan cara kerja secara detail. Tim bertanggung jawab pada
sendiri (tanpa standarisasi). Tim jaminan kualitas, pemeliharaan pencegahan, dan
menetapkan jadwal rotasi jabatan, jadwal rotasi kerja internal. Mereka terlibat pada
memilih anggota dan menetapkan penetapan metode dan standar kerja, namun
jadwal lembur anggota. Pimpinan tim aplikasinya harus melalui persetujuan manajer dan
dipilih oleh anggota dan biasanya enjinir. pimpinan tim dipilih oleh serikat buruh
ditetapkan secara bergiliran. dan manajer, melalui suatu test yang objektif

Pabrik bagian perakitan terdiri dari Pada lintas perakitan akhir, tim bekerja secara seri
rata-rata 8 tim yang bekerja pararel (sistem perakitan Ford); dan sistem JIT persediaan
dengan tanggung jawab penuh – waktu Toyota berperan sebagai pendukung
siklus sekitar 2 jam. Tim fokus pada interdependensi antara unit produksi. Setiap
keseimbangan kerja yang lebih agregat anggota tim bekerja dengan siklus rata-rata 60
diantara siklus perakitan keseluruhan. detik. tim fokus pada unit kerja detail.

Mengutamakan platihan. Imbalan Pelatihan diarahkan pada penigkatan prinsip dan


diberikan jika anggota menunjukkan teknik sistem produksi (membentuk multi
peningkatan (pendalaman dan pengetahuan dan keterampilan karyawan), namun
perluasan) pengetahuan dan imbalan /bonus hanya diberikan jika anggota
keterampilan (multi pengetahuan dan menunjukkan prestasi kerja.
keterampilan).
Dari pengalaman empiris kasus diatas, dapat dirumuskan proposisi-proposisi yang perlu
dibuktikan pada penelitian-penelitian proses perancangan organisasi produksi perusahaan
Indonesia, yaitu:

a) Efektivitas sistem produksi yang diterapkan pada suatu perusahaan, sangat dipengaruhi
oleh pola (nilai-nilai dan norma-norma) hubungan industrial yang berlakudi negara
yang bersangkutan.

b) Perilaku pimpinan, pola kebijakan manajerial serta karakteristik organisasi kerja


berpengaruh pada pembentukan lingkungan kerja dan pada akhirnya berpengaruh kuat
pada peningkatan kemampuan belajar individu dan organisasi serta berkolerasi kuat
untuk mencapai kinerja organisasi jangka panjang.

c) Kualitas kehidupan kerja kaeyawan pada suatu perusahaan dapat dicapai dengan
rancangan organisasi kerja yang demokratis serta adanya kerjasama yang baik antara
tripartit (pemerintah -serikat buruh/pekerja – manajemen).

d) Faktor-faktor standarisasi metode kerja serta peningkatan motivasi dengan sistem


pelatihan dan balas jasa, berpengaruh signifikan pada proses peningkatan kemampuan
belajar individu. Pada organisasi seperti ini, transformasi pembelajaran akan efektif dari
pembelajaran tingkat organisasi menuju pembelajaran individu.

e) Pada kondisi dimana anggota organisasi sudah mencapai tingkat aktualisasi diri dari
Maslow (atau mencapai tingkat dewasa), proses pembelajaran individu dapat
ditingkatkan melalui pemberian otonomi/manajemen otonomi yang tinggi. Selanjutnya,
pada masyarakat seperti ini, transformasi pembelajaran akan efektif dari tingkat
individu menuju pembelajaran organisasi.

Model Belajar Nonaka dan Hiratoka (1995)


Menurut Nonaka dan Hratoka, untuk menjunjung era revolusi informasi ini, suatu
organisasi perlu memiliki pengetahuan eksplisit (know how) dan pengetahuan tasit (know
why). Organisasi dinilai telah memiliki pengetahuan eksplisit jika setiap anggota organisasi
tersebut telah mampu mengoperasionalkan sistem dan prosedur organisasi dengan baik, dan
pada akhirnya para anggota akan memiliki potensi untuk memahami dan menguasai teori-teori
maupun prinsip-prinsip yang lebih universal (know why). Selanjutnya, pengetahuan tasit yang
dimiliki suatu organisasisebenarnya merupakan cerminan dari penguasaan pengetahuan tasit
yang dimiliki para anggotanya. Pengetahuan tasit yang dimiliki setiap individu bersifat virtual,
yang lebih sulit diwujudkan dalam organisasi , namun sebenarnya merupakan sumber enerji
potensial suatu organisasi.

Nonaka dan Hirotaka menjelaskan bahwa terdapat 4 model utama proses transformasi
pengetahuan, yaitu:
a) Perubahan pengetahuan tasit individual menjadi pengetahuan tasit organisasional.
b) Perubahan pengetahuan tasit individual menjadi pengetahuan eksplisit organisasional.
c) Perubahan pengetahuan eksplisit individual menjadi pengetahuan tasit organisasional.

d) Perubahan pengetahuan eksplisit individual menjadi pengetahuan eksplisit


organisasional.

Konsep Mekanisme Transformasi Pengetahuan dalam Organisasi Pembelajar


Konsep transformasi pengetahuan antar hirarki belajar ini pada dasarnya merpakan
kombinasi antara konsep siklus individu belajar (OAD = Observe-Asses-Design-Implement)
yang dikembangkan oleh kofman (Kim,1993), dengan konsep Model Mental (sebagai
mekanisme transfer) yanag dikembangkan senge (1990). Kim (1993) menggabungkan konsep-
konsep ini sehingga terjadi proses integrasi antara konsep belajar siklus tunggal (single-loop
learning – BSG) dan belajar siklus ganda (double-loop learning – BSG), baik pada belajar
tingkat individual (BIST = belajar individual siklus tunggal, dan BISG = belajar individual
siklus ganda), maupun pada belajaar tingkat organisasional (BOST = belajar organisasional
siklus tunggal, dan BOSG = belajar organisasional siklus ganda).
Proses belajar maju terjadi melalui empat tahap proses belajar (41’s), yaitu:

a) Proses intuisi: adalah proses pembentukan pola/imajinasi individu berdasarkan


informasi baru yang diterima, berdasarkan pengalaman, pengetahuan dan
kesadarannya. Proses belajar intuisi terjadi pada tingkat individual.

b) Proses interpretasi: proses menemukan makna dari pola/imajinasi yang dimiliki


individu, sehingga menjadi suatu wawasan atau peta kognitif tentang informasi
baru. Proses interpretasi terjadi pada tingkat indvidual.

c) Proses integrasi: suatu proses untuk saling memahami pengetahuan diantara


anggota organisasi, melalui proses dialog dan berbagi pengetahuan, sehingga
ditemukan kesamaan kolektif. Proses integrasi terjadi pada tingkat organisasi.
d) Proses institusionalisasi: adalah proses pembentukan struktur, strategi, program,
sistem dan prosedur organisasi, sebagai bentuk kesepakatan bersama dan pedoman
baru untuk berorganisasi. Proses institusionalisasi terjadi pada tingkat organisasi.

Model Belajar Organisasional Jann Hidajat (2001)


Identik dengan konsep proses belajar individual, serta berdasarkan konsep-konsep proses
belajar organisasional yang dijelaskan diatas, berikut dikembangkan konsep proses belajar
organisasional, yaitu

(1) belajar organisasional siklus tunggal – (BOST) – yang terjadi karena organisasi tersebut
berhasil melakukan proses integrasi pengetahuan melalui mekanisme oleh pikir (kombinasi
olah intelektual dan olah emosional), dan

(2) belajar organisasional siklus ganda – (BOSG) – yang terjadi karena organisasi tersebut
berhasil melakukan integrasi intelektual, emosional dan spiritual secara simultan, melalui
mekanisme olah pikir dan olah kalbu.
BAB 5

KNOWLEDGE MANAGEMEN DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMBELAJAR

MAKNA KNOWLADGE MANAGEMENT BAGI PERUSAHAAN

Istilah knowledge management pertama kali di perkenalkan pada tahun 1986. Dalam konfrensi
manjemen eropa (American productivity and quality center, 1996). Konsep ini kemudian
berkembang secara cepat dan menaraij perhatian banyak pihak. Disamping juga menuai banyak
kritik.

Hal esensial dalam knowledge management adalah terbentuknya lingkungan belajar ( learning
environment) yang kondusif, sehungga para pekerja termotivasi untuk terus belajar,
memanfaatkan informasi dan pengetahuan yang di sediakan perusahaan, dan
menumbuhkembangkan pengetahuan individualnya, serta pada akhirnya mau berbagi
pengetahuan yang di dapatnya untuk menjadi pengetahuan organisasi. Jadi kesimpulannya
knowledge management focus agar manusia di dalamnya makin produktif untuk
menumbuhkembangkan pengetahuannya dan mau berbagi pengetahuan ( knowledge sharing)
yang di milikinya.

Menurut Kathryn A. Baker dan Ghuzal M. Badamshina (2002) mengatakan bahwa knowledge
management telah menjadi topic perdebatan yang hangat sejak tahun tahun1990-an (Halal-
1998).

Knowladge management diyakini oleh perusahaan dan praktisi telah menjadi faktor penentu
keberhasilan perusahaan, terutama karena beberapa alasan berikut :

a) Banyak pihak akademisi menyatakan bahwa era ekonomi baru akan mengacu pada era
ekonomi pengetahuan. Karena daya saing perusahaan lebih di tentukan oleh tingkat
pengetahuan yang dapat diinstitusionalisasikan menjadi disiplin organisasi, dimana
pengetahuan yang di gunakan perusahaan berasal dari manusia itu sendiri (human
capital).
b) Knowledge management mewakili sebuah logika progresif yang maknanya melebihi
sekedar manajemen informasi yang berarti efektivitas knowledge management
sebenarnya dipengaruhi oleh kualitas lingkunga kerja yang kondusif untuk terjadinya
proses berbagi penetahuan dan pemaknaan sebuah informasi yang dihasilkan oleh
manajemen informasi.
c) Knowledge management dapat juga di pandang sebagai perwujudan dari sebuah
integrasi dan sekaligus kulminasi dari berbagai metode organisasi diantaranya ( Total
quality, reengineering, benchmarking, competitive intelligence, innovation,
organizational agility, asset management, supply chain, change management).

Organisasi Pembelajar Yang Cerdas


Quinn (1992) menjelaskan organisasi cerdas sebagai organisasi yang mampu
mengembangkan keunggulannya secara berkelanjutan, dari kegiatan yang berbasis pada
pengetahuan dan pelayanan, dengan mengandalkan kekayaan intelektualnya.

Organisasi cerdas Cuma dapat di bangun jika kita bisa mendudukan para
karyawan/pekerja pada posisi yang benar. Sekaligus mampu diberdayakan sehingga mereka
dapat mencapai taraf human, yaitu manusia yang memiliki kesadaran akan nilai-nilai
kefilsafatan, keindahan dan keilmuan yang merupakan lambang dari moralitas kehidupan.
Kemampuan menilai secara objektif dan moralis ini merupakan salah satu ciri dari kedewasaan
seorang manusia. Manusia dewasa akan menjadi bibit unggul organisasi pembelajar, karena
selain memiliki kedewasaan intelektual, juga ia memiliki kedewasaan emosional dan
kedewasaan social yang seimbang, yang sangat dibutuhkan untuk membangun organisasi
pembelajar yang cerdas.

Perkembangan Paradigma Knowladge Management dalam konteks Organisasi


pembelajar

Perkembangan paradigm oganisasi pembelajar merupakan realisasi dari perkembangan


konsep dan aplikasi konsep organisasi pembelajar, dan dapat digambarkan dalam tiga seri
gelombang perubahan paradigma belajar sebagai berikut :

1. Era paradigm manajemen kualitas total : fokus pada membangun proses kerja
2. Era paradigm organisasi pembelajar : fokus pada membangun pola berpikir
3. Era paradigm institusionalisasi disiplin belajar : pengetahuan
diinstitusionalkan sebagai disiplin organisasi pembelajar
Selanjutnya masuk ke gambar :

Sesuai dengan ketiga gelombang diatas, maka terbentuklah 3 tahapan pengembangan


organisasi (perusahaan) . sebagaimana yang terlihat di gambar-5.1. pada sekitar tahun 1985
hingga awal tahun 1990, merupakan tahapan total quality organization. Tahap ini memiliki 10
nilai utama (core values) sebagai penggerak total quality organization, yaitu ;

1. Organisasi digerakan oleh konsumen(costumer-driven)


2. Organisasi memiliki pemimpin yang visioner.
3. Partisipasi penuh dari setiap anggota organisasi.
4. Organisasi memiliki system penghargaan yang adil dan mampu memotivasi.
5. Organisasi mampu meminimasi pencapaian cycle time.
6. Organisasi mampu melaksanakan prinsip pencegahan, bukan koreksi.
7. Manajemen melalui data dan fakta.
8. Organisasi mampu membangun kemampuan berfikir secara jangka panjang.
9. Organisasi mampu mengembangkan jaringan kerja dan kemitraan.
10. Organisasi mampu menjalankan prinsip” pertanggung jawaban social dan etika bisnis.
Setalah masa total quality organization, tahap berikutnya adalah berkembangnya
konsep organisasi pembelajar (learning organization). Pada era ini, berarti organisasi
tradisional mampu mentransformasi dirinya menjadi sebuah organisasi pembelajar terutama
karena ia mampu menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, sehingga tiap individu atau
anggota organisasi dapat berkembang dan memberikan kontribusi maksimal dari hasil
belajarnya untuk membangun pengetahuan organisasi, sehingga perusahaan memiliki
keunggulan bersaing dalam pasar global dibandingkan dengan perusahaan lain.
Selanjutnya terjadinya proses perbaikan dan inovasi secara berkelanjutan dalam
organisasi pembelajar akan menjadi landasan terbentuknya organisasi kelam dunia, yang mulai
berkembang dari tahun 1995 hingga abad 21 ini. Dengan menerapkan dan memperluas
kemampuan perusahaan untuk terus memberikan hasil yang luar biasa dari berbagai inovasi
dan pembelajaran organisasi, dan tetap adaftif serta fleksibel untuk menyesuaikan diri dengan
tuntutan perubahan zaman, akan memampukan perusahaan untuk memperoleh pengakuan
sebagai organisasi kelas duania. Keberhasilan ini tidak akan terlepas dari peran para pemimpin
yang mengarahkan dan mengendalikan organisasi tersebut.

Peta Posisi Riset dalam Konteks Knowladge Management


Menurut Tuomi (1999) mengkategorikan riset di bidang organisasi pembelajaran sebagai
bagian dari riset di bidang knowledge management. Ia membuat klasifikasi penelitian
knowledge management dalam 3 kelompok penelitian, yaitu;
1. Intelijen organisasional merupakan kelompok riset yang fokus pada mekanisme
pengembangan kognitif dan belajar, dimana organisasi berupaya untuk memperkuat
mekaniseme pencarian dan pengkajian informasi untuk memberi makna terhadap
permasalahan yang di hadapinya. Perspektif intelijen ini banyak di gunakan dalam
pembahasan sebagai berikut;
a) Perspektif intelijen bisnis, fokus pada upaya untuk mengumpulkan dan
menganalisis informasi untuk memperkuat daya kompetisi bisnis.
b) Perspektif kognitif organisasi, biasanya mengupas tentang kemampuan manusia
dalam pemberian makna, dengan meningkatnya kemampuan kategorisasi dan
penstrukturan pengetahuan.
c) Perspektif memori organisasi, banyak membahas isu-isu tentang
pengembangan infrastruktur organisasi, baik infrastruktur perangkat keras
maupun perangkat lunak.
d) Perspektif organisasi pembelajar, dikembangkan sebagai mekanisme untuk
membangun pengetahuan organisasi yang kemudian diinternalisasikan dalam
praktikal.
2. Pengembangan organisasional merupakan aliran knowledge management yang lebih
menekankan pada perspektif intervensionis dan analitikal dengan metafora perspektif
(literature) bahasan seperti;
a) Perspektif ekonomi pengetahuan, yang memposisikan pengetahuan sebagai
sumber alat organisasi, sehingga perlu dipahami nilai ekonomiknya. Aliran ini
fokus untuk menjabarkan konsep-konsep pengukuran dan penilaian ekonomi
pengetahuan.
b) Perspektif pengembangan manusia, yang fokus pada pengembangan
keterampilan dan kompetensi pekerja dan rancangan system.
c) Perspektif strategi bisnis dan teori organisasi, misalnya diskusi tentang inovasi
dan generasi pengetahuan atau konsep perusahaan multinasional dalam
mengelola aliran pengetahuan.
d) Perspektif prose bisinis dan management mutu terpadu, yang fokus pada aspek-
aspek aktivitas untuk mengkreasi pengetahuan organisasional.
3. Pemprosesan informasi organisasional merupakan aliran knowledge managemenet
yang menekankan pentingnya komunikasi dan proses berbagai informasi dalam
organisasi, dengan metafora perspektif (literatur) bahasan, seperti;
a) Perspektif riset di bidang komunikasi organisasional, diantaranya fokus
pada pendekatan pola jaringan komunikasi informal seperti pengaturan ruangan
kantor yang memungkinkan orang dapat melakukan pertemuan secara random.
b) Perspektif riset yang fokus pada pengembangan alat atau fasilitas untuk
mepermudah proses berbagi informasi, baik itu di dalam organisasi dalam
organisasi atau diantara organisasi. Proses berbagi informasi bisa dilakukan
secara langsung antar pekerja.
c) Perspektif riset yang fokus pada otomatisasi pemprosesan informasi untuk
mendukung proses pengambilan keputusan.
BAB 6

TIGA PILAR ORGANISASI PEMBELAJAR

Konsep tiga pilar merupakan salah satu konsep dalam konteks organisasi pembelajar
yang menjelaskan bagaimana terjadinya proses belajar dan proses transformasi pengetahuan
(kompetensi individual) dari hasil belajar individual menjadi disiplin organisasi pembelajar
(human capital) sebagai hasil belajar organisasional.

Tiga pilar yang dimaksud yaitu :

 Pilar belajar individual


o Pilar ini terbentuk karena setiap manusia anggota organisasi mampu menjadi
manusia dewasa, yang mampu bekerja tanpa dipengaruhi kualitas
lingkungannya. Kedewasaan seorang manusia tergantung pada keberhasilan
proses belajar individualnya yaitu melalui proses belajar horizontal (single-loop
learning) dan proses belajar vertikal (double-loop learning), yang dilakukan
secara siklikal dan berkelanjutan.
o Proses pembelajaran inividual ini akan menghasilkan kompetensi generik
pekerja, yang dibutuhkan oleh organisasi pembelajar.

 Pilar belajar organisasional


o Pilar ini pada hakekatnya berfungsi sebagai “tempat” untuk memfasilitasi
masyarakat yang dewasa sehingga mampu berbagi visi, berbagi model mental
dan berbagi pengetahuan untuk disinerjikan dan diinstitusionalisasikan menjadi
disiplin organisasi pembelajar, kemudian ditransformasikan menjadi human
capital organisasi pembelajar.
o Indikasi dari keberhasilan proses belajar organisasi adalah makin luas dan
makin intensifnya mekanisme berbagi (berbagi pengetahuan, berbagi visi, atau
berbagi model mental).

 Pilar belajar transformasi pengetahuan (habitat belajar)


o Pilar ini berfungsi untuk mengintegrasikan, mengkombinasikan dan
mensinerjikan pengetahuan hasil belajar individual menjadi human capital
organisasi sebagai hasil belajar organisasional.
o Pilar ini dibangun oleh lima disiplin belajar (Senge – 1990) yaitu disiplin
personal mastery, disiplin berbagi visi, disiplin model mental, disiplin
pembelajaran tim, disiplin berpikir sistemik. Kualitas kelima disiplin tersebut
dapat digunakan sebagai indikator untuk menunjukkan kualitas habitat belajar
suatu organisasi, dan merupakan jalur yang mampu menghantarkan
(mentransformasi) pengetahuan dari proses belajar individual menjadi belajar
organisasional.

Ketiga pilar organisasi tersebut berperan sebagai mesin pembelajar dan sekaligus media habitat
belajar dari hasil belajar individual menjadi pengetahuan organisasi, sebagai satu-kesatuan
yang utuh dan terintegrasi.
BAB 7
BANGUNAN ORGANISASI PEMBELAJAR

A. Rasa Saling Percaya


Rasa saling percaya merupakan pondasi agar tumbuh sikap saling pengertian, sikap
toleran, sikap positif dalam menyelesaikan konflik, dan tumbuhnya perilaku etikal di
lingkungan kerja. Indikator perilaku yang menggambarkan adanya rasa saling percaya antara
lain.
 Kuatnya rasa saling pengertian
 Kuatnya rasa akrab dan hangat dalam berkomunikasi
 Mampu menyelesaikan konflik
 Kuatnya semangat keterbukaan yang etikal

B. Budaya Belajar
Budaya belajar adalah nilai-nilai atau kepercayaan yang diyakini atau kebiasaan kerja sehari-
hari, yang melandasi perilaku dan persepsi karyawan dalam proses pertukaran dan/atau
kombinasi pengetahuan diantara anggota organisasi atau diantara anggota dengan mitra
kerjanya, sehingga organisasi menjadi lebih adaptif dalam menghadapi perubahan-perubahan
lingkungannya. Budaya belajar yang dilandasi saling percaya akan membuat efektif proses
berbagi pengetahuan sebagai prasyarat organisasi pembelajar.

C. Keterampilan Belajar
Di perusahaan Toyota, beberapa keterampilan keterampilan minimal yang harus diberikan
kepada karyawan antara lain :
 Keterampilan memecahkan permasalahan secara sistemik.
 Keterampilan bereksperimen dengan menggunakan pendekatan baru.
 Kemampuan belajar dari pengalaman dan/atau sejarah masa lalu.
 Kemampuan belajar dari praktisi (organisasi lain) yang berhasil (benchmarking).
Learning how to learn dan learning how to unlearn.
 Kemampuan mentransfer pengetahuan dengan cepat dan efisien.

Keterampilan-keterampilan individual tersebut akan efektif sebagai pilar organisasi
pembelajar, jika proses belajar dari masa lalu, proses belajar dari hasil sharing knowledge
mampu diintegrasikan dan diadaptasi sesuai dengan kondisi tempat kerja saat ini (kontekstual).

D. Informasi Sistemik
Informasi dibutuhkan oleh karyawan untuk menumbuhkembangkan pengetahuan sehingga
karyawan memiliki pengetahuan atau kompetensi yang luas sehingga organisasi pembelajar
mampu menghasilkan human capital organisasi secara produktif. Dengan memiliki
infrastruktur yang dapat mempermudah akses pada sumber informasi atau sumber pengetahuan
di seluruh dunia, serta proses distribusi informasi secara cepat. Indikator fisik yang dapat
digunakan untuk menggambarkan kualitas ketersediaan informasi sistemik diantaranya:
(1) kepadatan jaringan (2) keterkaitan jaringan (3) hirarki jaringan (4) tersedianya fasilitas (5)
kecepatan (6) kualitas (7) kehandalan.

E. Struktur Organisasi
Komponen struktur organisasi adalah perilaku organisasi yang dapat mempengaruhi kualitas
“habitat” belajar organisasi, dan akan berpengaruh pada efektivitas hubungan kerja antar
karyawan di dalam organisasi, maupun antar karyawan dengan mitra kerjanya. Kualitas
struktur organisasi diukur dari kapasitas dan efisiensi jaringannya, semakin mampu
mengalirkan informasi pada setiap anggota organisasi dengan lancar, cepat, dan akurat.

F. Sistem Penghargaan
Penghargaan adalah pengakuan formal atas prestasi kerja karyawan, sehingga diharapkan dapat
memotivasi untuk memperbaiki iklim kerja maupun memperbaiki efektivitas hubungan kerja
antar karyawan, baik dengan rekan maupun dengan mitra kerjanya. Beberapa indikator yang
menggambarkan kualitas sistem penghargaan formal diantaranya: (1) sistem penghargaan yang
adil dan transparan (2) sistem penghargaan yang dapat memotivasi semangat kerja kelompok
(3) sistem pengembangan karyawan yang adil dan berkelanjutan.

G. Faktor Dispilin Belajar


Disiplin belajar atau jalur transformasi pengetahuan diibaratkan sebagai dinding atau atap suatu
bangunan yang berfungsi untuk melindungi komunitas organisasi dari pengaruh negatif
lingkungan internal maupun eksternal organisasi.

H. Enabler Belajar = Kepemimpinan


Kepemimpinan dalam organisasi pembelajar memiliki empat fungsi, yaitu: (1) sebagai pemberi
informasi (2) sebagai pemberi arah (visioner) (3) sebagai pelatih (4) sebagai agen perubahan.
Kepemimpinan berperan ganda sebagai penguat ke semua dimensi komponen bangunan
organisasi pembelajar, yaitu: (1) menguatkan fondasi rasa saling percaya (2) Menguatkan
fondasi “budaya belajar”, dan (3) memperkuat kualitas “habitat belajar”.

I. Human Capital
Human capital adalah kapasitas disiplin organisasi untuk terus belajar secara berkelanjutan,
memperluas dan memperdalam modal intelektual, modal sosial organisasi sebagai hasil proses
transformasi dari seluruh kompetensi intelektual, kompetensi emosional dan kompetensi sosial
yang dimiliki para anggota organisasi, melalui media lima disiplin belajar organisasional.

1. Modal Intelektual Organisasi


Modal intelektual organisasi adalah kapasitas disiplin intelektual organisasi
sebagai hasil internalisasi, ekternalisasi, kombinasi, sosialisasi secara sinergistik dari
kompetensi intelektual seluruh karyawan yang memiliki komitmen pada visi bersama,
dan terjadi karena adanya media proses transformasi pengetahuan. Terdapat definisi
modal intelektual organisasi, yaitu: (1) modal intelektual internal atau perilaku belajar
dan berinovasi dan (2) modal intelektual eksternal yang terdiri dari modal struktural
perusahaan, teknologi inti strategis, dan quick responses.
2. Modal Kredibilitas Organisasi
Modal kredibilitas organisasi adalah kapasitas disiplin emosional seluruh
karyawan, yang tercermin dalam kompetensi untuk menguasai diri serta memahami dan
melayani pelanggan internal (rekan kerja) maupun eksternal (mitra kerja atau
pelanggan) organisasi, yang ditransformasikan menjadi modal kredibilitas organisasi,
dan terjadi karena adanya media proses transformasi pengetahuan.

3. Modal Sosial Organisasi


Modal sosial organisasi didefinisikan sebagai kapasitas disiplin sosial seluruh
anggota organisasi, yang tercermin dalam kompetensi membangun kerjasama-cerdas
yang dimiliki para anggota organisasi, yang ditransformasikan menjadi modal sosial
organisasi melalui media akses untuk transformasi, antisipasi nilai hasil, komitmen dan
disiplin transformasi pengetahuan, untuk menciptakan hubungan interaktif diantara
para anggota, mitra usaha, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan, sehingga
terbentuk simpul-simpul jejaring kerjasama cerdas, yang dapat digunakan untuk
melipatgandakan nilai dan manfaat dari modal intelektual organisasi secara sinergistik.
BAB 8
STUDI EMPIRIK IMPLEMENTASI KONSEP BANGUNAN ORGANISASI
PEMBELAJARAN

Senge (1990) menjelaskan bahwa organisasi pembelajar membutuhkan lima disiplin


belajar, yaitu disiplin Personal Mastery (PM), Model Mental (MM), Berbagai Visi (BV),
Berpikir Sistemik (BS) dan Time Belajar (TB). Disiplin dalam hal ini berarti komitmen, fokus
dan kemampuan untuk mempraktekkan. Lebih jauh Sange (1994) menyatakan bahwa lima
disiplin organisasi pembelajar tersebut di atas dapat berperan sebagai developmental path for
acquiring certain skills or competencies to organization capital.
Selanjutnya bab ini akan membahas konsep dan operasionalisasi lima disiplin organisasi
pembelajar dari Peter Senge (1990), yang dalam buku ini disebut jalur transformasi
pengetahuan, dimana kualitas jalur ini menggambarkan kualitas “habitat belajar” organisasi.

1. Operasionalisasi Konsep Jalur Transformasi Pengetahuan (Habitat Belajar)


Organisasi pembelajaran didefinisikan sebagai organisasi yang mampu melakukan proses
transformasi pengetahuan secara siklikal-berkelanjutan, dari individu belajar menjadi
organisasi pembelajar untuk menghasilkan human capital organisasi.
Secara implisit dapat dinyatakan bahwa dalam organisasi pembelajaran terdapat jalur
transformasi pengetahuan dari simpul disiplin Personal Mastery (PM) menuju simpul
disiplin Tim Belajar (TB), melalui simpul disiplin Model Mental (MM), Berbagai Visi
(BV) dan Berpikir Sistemik (BS) – lihat gambar-8.1.

DISIPLIN
berbagai
Visi (BV) 0,77
0,76
0,47* 0,83
0,38 0,79

0,79 0,85
DISIPLIN 0,47 DISIPLIN DISIPLIN
0,73 0,77
Personal 0,46 Berbagai Tim
Mastery Model Belajar
(PM) Mental (TB)
(MM)
0,79
0,49 0,79
0,47
DISIPLIN
Berpikir 0,77
Sistemik 0,74
(BS)
Catatan:

1) 0,47* : Nilai 0,47 = nilai korelasi di industri jasa, dan nilai 0,38 = nilai korelasi di industri
0,38 nilai korelasi di industri manufaktur
2) Nilai korelasi tersebut signifikat – positif pada tingkat 0,05 (2-tailed)
Gambar-8.1: Peta Korelasi Setiap Jalur Transformasi Pengetahuan di Industri Jasa dan Industri Manufaktur

Tahapan proses studi, untuk menguji implementasi konsep kualitas jalur transformasi
pengetahuan dan konsep organisasi pembelajaran secara empirik. Studi empirik dilakukan
pada tahun 2001 di sembilan perusahaan nasional yang cukup besar, yang dapat dibagi
dalam dua kelompok, yaitu :
(1) Perusahaan Jasa: 2 perusahaan jasa telekomunikasi; 3 lembaga perbankan; dan 1
perusahaan perposan (akan disebut perusahaan A-F).
(2) Perusahaan Manufaktur: 2 perusahaan pertambangan logam dan gas, serta 1 perusahaan
otomotif (akan disebut perusahaan G-I).
Proses pengumpulan data dilakukan dengan metode pengisian kuesioner, dengan
penjelasan mengenai konsep organisasi pembelajaran, sebagai imbalan atas kesediaan
mereka sebagai responden. Riset ini berhasil mengumpulkan 605 responden dari industri
jasa yang terbagi menjadi 108 grup kerja dan 256 responden dari industri manufaktur yang
terbagi dalam 87 grup kerja (lihat tabel-8.1).

Jumlah Jumlah
No Perusahaan perusahaan
Responden Responden
Industri Jasa Industri Manufaktur
1 A 127 G 75
2 B 87 H 94
3 C 121 I 87
4 D 107
5 E 80
6 F 83
Total Responden 605 256
Sumber : Jann Hidajat (2002).

Responden yang dilibatkan sebagai objek penelitian ini diutamakan memiliki kualifikasi
sebagai manajer tingkat menengah ke atas. Manajer menengah ke atas dipilih karena
posisinya yang sangat strategis dalam mensukseskan proses organisasi pembelajar dan
manajemen perubahan. Manajer menengah berperan sebagai pusat interaksi, yang
menentukan efektivitas proses transformasi pengetahuan, baik secara vertikal maupun
secara horizontal.
2. ANALISIS KUALITAS HABITAT BELAJAR DI KELOMPOK INDUSTRI JASA
DAN MANUFAKTUR
Nilai-nilai korelasi pada gambar-8.1 menunjukkan perilaku kualitas jalur transformasi
pengetahuan (habitat belajar) organisasi pembelajar sebagai berikut:
a) Tiga buah jalur transformasi pengetahuan ada pada kategori rendah-sedang menurut
norma Giilford, dimana ketiganya merupakan korelasi antara disiplin personal mastery
(PM) dengan disiplin-disiplin model mental (MM), berpikir sistemik (BS) dan berbagai
visi (BV). Jalur transformasi tahap pertama (lihat gambar-8.2).

MM

PM BV

BS

Gambar-8.2: Jalur Transformasi Tahap Pertama

b) Terdapat enam jalur transformasi pengetahuan yang memiliki nilai korelasi tinggi
menurut norma Guilford, yaitu antara disiplin-disiplin MM-BV-BS dan TB. Dengan
nilai korelasi tersebut terendah 0,73 dan niali tertinggi 0,85. Keenam nilai ini korelasi
tersebut terjadi pada tahap transformasi pengetahuan di dalam proses belajar
organisasional, atau kita sebut jalur tansformasi pengetahuan tahap kedua (lihat
gambar-8.3).

MM

BV PM

BS

Gambar-8.3: Jalur Transformasi Tahap Kedua

3. MAKNA PERILAKU HABITAT BELAJAR


Makna Kurang Baiknya Habitat Belajar Organisasional
Umumnya memahami makna dari indikasi kurang baiknya habitat belajar di kedua
kelompok industri yang diteliti ini, kita lakukan analisis terhadap data statistik dari keempat
variabel disiplin organisasi pembelajaran (personal mastery, model mental, berbagai visi
dan berpikir sistemik), yang diperoleh pada studi empirik ini memberikan gambaran
sebagai berikut.
(1) Data statistik deskriptif nilai-nilai variabel disiplin personal mastery menunjukan
bahwa para karyawan di kedua kelompok industri yang diteliti memiliki nilai yang
rendah dalam pemahaman akan jati diri dan usaha untuk memperluas kapasitas diri
dalam rangka mewujudkan visi pribadi. Mereka merasa bahwa visi dan posisi atau karir
karyawan dalam organisasi lebih ditentukan oleh pihak manajemen perusahaan.
(2) Data statistik deskriptif nilai-nilai variabel disiplin model mental menunjukan bahwa
para karyawan di kedua kelompok industri yang diteliti memiliki nilai yang rendah
dalam disiplin berdialog untuk menyamakan pemahaman tentang nilai-nilai bersama
serta kebiasaan menguji ulang nilai-nilai bersama. Ini menunjukan bahwa para
karyawan belum memiliki mekanisme yang efektif untuk menemukan atau mengkaji
ulang model mental bersama.
(3) Data statistik deskriptif nilai-nilai variabel disiplin berbagai visi menunjukan bahwa
para karyawan di kedua kelompok industri tersebut memiliki nilai yang rendah dalam
disiplin berbagai visi. Kondisi ini sama dengan kelemahan pada disiplin model mental,
bahwa para karyawan perusahaan belum memiliki mekanisme efektif untuk
menetapkan perubahan visi bersama, sehingga pada akhirnya visi organisasi sulit
diadaptasikan.
(4) Data statistik deskriptif nilai-nilai variabel disiplin berpikir sistemik menunjukan
bahwa para karyawan di kedua kelompok industri tersebut memiliki nilai yang rendah
dalam disiplin berpikir sistemik. Merupakan manifestasi dari disiplin untuk
mengintegrasikan keempat disiplin belajar lainnya, maka rendahnya nilai disiplin ini
menunjukkan bahwa manajemen akan sulit untuk menyusun rencana dan
merealisasikan proses perubahan secara tuntas.

4. Makna Hasil Analisis Langkah Maju

Analisis selanjutnya akan diarahkan untuk mengkaji pengaruh variabel moderator


relasional belajar pada hubungan korelasi diantara keempat disiplin organisasi
pembelajar, khususnya analisis maju (lihat tabel-8.2, yang dicetak tebal), maka tampak
bahwa hasil interaksi dari keduanya menghasilkan perilaku yang cukup menarik, yaitu:
(1) Rasa saling percaya merupakan variabel dominan di industri jasa, sehingga mampu
memperbaiki kualitas semua hubungan antara PM dengan MM, BV dan BS.
(2) Industri manufaktur membutuhkan variabel moderator yang berbeda-beda: (a) Rasa
saling percaya dibutuhkan untuk memperbaiki korelasi PM dengan MM; (b)
Pemimpin visioner dibutuhkan untuk memperbaiki korelasi PM dengan PV; dan (c)
Budaya belajar dibutuhkan untuk memperbaiki korelasi PM dengan PS.

Proses Belajar
Individual 1
4

Proses Belajar Proses Belajar


Tim Tim

Proses Belajar
3 2
Organisasional
Gambar-8.6: Siklus Belajar Lengkap (Berkelanjutan)

Adanya proses belajar tim yang berperan sebagai perantara antara proses belajar
individual dan proses organisasional, menunjukkan bahwa dalam implementasi konsep
organisasi pembelajar, adalah bijaksana jika dilakukan secara bertahap. Sebaliknya
studi empirik juga membutikan bahwa proses belajar organisasional harus didahului
oleh proses belajar individual.
5. Operasionalisasi Koperasi Bangunan Organisasi Pembelajar

Bagian ini akan menguji hubungan pengaruh (regresi) antara variabel independen
kompetensi generik pekerja (hasil proses belajar individual) dengan variabel dependen
human capital (hasil proses belajar organisasional). Secara rinci, proses pengujian akan
dilakukan dalam dua tahap sebagai berikut:
(1) Uji pengaruh kualitas habitat belajar pada proses transformasi kompetensi generik
pekerja menjadi human capital organisasi manufaktur dan jasa.
(2) Uji pengaruh variabel moderator relasional belajar (kepemimpinan, rasa saling
percaya dan budaya belajar) pada proses transformasi kompetensi generik pekerja
menjadi human capital organisasi manufaktu dan jasa.
(3) Uji pengaruh variabel moderator infrastruktur belajar (sistem penghargaan, truktur
organisasi dan ketersediaan informasi sistemik) pada proses transformasi
kompetensi generik pekerja menjadi human capital organisasi manufaktur dan jasa.

6. Analisis Empirik Pembentukan Human Capital di Kelompok Industri Manufaktur

Hasil studi empirik tentang pengaruh kualitas habitat belajar di kelompok industri
manufaktur memberikan makna sebagai berikut:
(1) Kualitas “habitat belajar” di semua industri manufaktur yang diteliti, belum baik.
(2) Kompensi intelektual pekerja di semua industri manufaktur yang diteliti dapat
ditransformasi menjadi modal intelektual pada kondisi dimana kualitas “habitat
belajar” (habitat psikososial) belum baik.
(3) Namun, kompetensi emosional dan kompetensi sosial pekerja di kelompokan
industri manufaktur tidak dapat ditransformasi menjadi modal kredibilitas dan
modal sosial organisasi, jika kualitas “habitat” belajarnya belum baik.
(4) Pada kondisi dimana kualitas “habitat” belajar organisasi manufaktur belum baik,
maka – makin tinggi nilai kompetensi generik pekerja (kompetensi intelektual,
emosional dan sosial) akan makin menurunkan nilai human capital (modal
intelektual, kredibilitas dan sosial) organisasi manufaktur.
(5) Pada kondisi dimana kualitas habitat belajar belum baik, kepemimpinan yang tepat
mampu memperbaiki kualitas rasa saling percaya dan budaya belajar, sehingga
dapat memperbaiki kualitas “habitat belajar”.
(6) Pada kondisi dimana kualitas habitat belajar belum baik, sistem penghargaan dan
struktur organisasi dapat berperan sebagai moderator untuk tejadinya proses
transformasi kompetensi generik pekerja menjadi human capital organisasi
manufaktur.
(7) Pada kondisi dimana kualitas habitat belajar belum baik, ketersediaan informasi
perusahaan memberikan pengaruh yang berbeda pada terjadinya proses
transformasi kompetensi generik pekerja menjadi human capital organisasi
manufaktur.
(8) Pada kondisi dimana kualitas habitat belajar sudah baik, maka intervensi
kepemimpinan serta keberadaan struktur organisasi, sistem penghargaan dan
ketersediaan informasi sistemik dapat berpengaruh negatif pada proses transformasi
kompetensi generik pekerja menjadi human capital organisasi manufaktur.

7. Analisasi Empirik Pembentukan Human Capital Organisasi di Kelompok Industri Jasa

Hasil studi empirik tentang pengaruh kualitas habitat belajar di kelompok industri jasa
memberikan makna sebagai berikut:
(1) Kualitas “habitat belajar” di semua industri jasa yang terjadi belum baik.
(2) Di kelompok industri jasa, kompetensi emosional pekerja dapat ditansformasi
menjadi modal kredibilitas organisasi tanpa membutuhkan “habitat belajar”.
(3) Di kelompok industri jasa, kompetensi intelektual dan kompetensi sosial pekerja
tidak dapat ditransformasi menjadi modal intelektual dan modal sosial organisasi
jika kualitas “habitat” belajarnya belum baik.
(4) Pada kondisi dimana kualitas “habitat” belajar organisasi jasa belum baik, maka –
makin tinggi nilai kompetensi generik pekerja (kompetensi intelektual, emosional
dan sosial) akan makin menurunkan nilai human capital (modal intelektual,
kredibilitas dan sosial) organisasi jasa.
(5) Pada kondisi dimana kualitas habitat belajar belum baik, kepemimpinan yang tepat
dapat memperbaiki rasa saling percaya dan budaya belajar, sehungga dapat
memperbaiki kualitas “habitat belajar”.
(6) Pada kondisi dimana kualitas habitat belajar belum baik, sistem penghargaan,
struktur organisasi dan ketersediaan informasi sistemik dapat berperan sebagai
moderator untuk memperbaiki efektivitas proses transformasi kompetensi generik
pekerja menjadi human capital organisasi jasa.
(7) Pada kondisi dimana kualitas habitat belajar sudah baik, maka intervensi
kepemimpinan serta keberadaan struktur organisasi, sistem penghargaan dan
ketersediaan informasi sistemik dapat berpengaruh negatif pada proses transformasi
kompetensi generik pekerja menjadi human capital organisasi jasa.

8. Analisis Komprehenhensif Proses Transformasi Pengetahuan Dalam Organisasi


Pembelajar

Secara umum studi empirik menghasilkan model hubungan pengaruh antara variabel
independen kompetensi generik pekerja (KG) dengan variabel dependen human capital
organisasi (HC), dipengaruhi moderator variabel relasional belajar (RB) sebagaimana
pada gambar-8.7 berikut:
Gambar-8.7: Model Umum Hasil Hubungan Pengaruh Variabel Independen KG (Kompetensi Generik)
dengan Variabel Dependen HC (Human Capital)

9. Analisis Komprehensif Pada Kondisi Masyarakat Organisasi Belum Dewasa

A. Pengaruh Variabel Rasa Saling Percaya


(1) Rasa saling percaya berperan dalam meningkatkan efektivitas proses berbagai
visi, khususnya dalam menumbuhkan rasa percaya diri dan sikap saling
pengertian bahwa pribadinya dapat memahami pentingnya visi bersama.
(2) Rasa saling percaya berperan dalam meningkatkan efektivitas proses berbagai
model mental khususnya dalam menumbuhkan rasa percaya diri, sehingga
tumbuh sikap terbuka terhadap perubahan atau sikap menghargai model mental
orang lain.
(3) Rasa saling percaya perperan dalam meningkatkan efektivitas proses berpikir
sistemik khususnya dalam menumbuhkan sikap positif dalam memandang dan
memberi makna akan perbedaan dan perubahan.

B. Pengaruh Variabel Budaya Belajar


(1) Budaya belajar berperan dalam meningkatkan efektivitas proses berbagai visi
khususnya dalam menumbuhkan kebiasaan untuk mengkaji ulang visi pribadi
atau visi bersama (refleksi diri atau refleksi bersama), agar tetap sesuai dengan
perkembangan lingkungan serta berperilaku etikal dan bermoral.
(2) Budaya belajar berperan dalam meningkatkan efektivitas proses berbagai model
mental khususnya dalam menumbuhkan komitmen pada moral sebagai landasan
berpikir dan bertindak yang patut diperjuangkan bersama.
(3) Budaya belajar berperan dalam meningkatkan efektivitas proses berpikir
sistemik khususnya dalam menumbuhkan kebiasaan untuk menghargai upaya
kreatif untuk mampu menangkap peluang akibat adanya hubungan-hubungan
permasalahan yang kompleks.
C. Pengaruh Variabel Kepemimpinan
(1) Meningkatkan efektivitas proses berbagai visi seperti seperti Pemimpin
Transformasional berperan sebagai pendengar dan pemberi nasihat yang dapat
dipercaya para karyawan untuk menemukan jati diri dan visi pribadinya,
sehingga terjadi keseimbangan serta tidak bertentangan dengan visi organisasi.
(2) Meningkatkan efektivitas proses berbagai model mental seperti Pemimpin
Sinerjistik berperan dalam mendorong sikap toleran dan mensinerjikan model
mental pribadi yang berbeda-beda untuk menemukan model mental bersama
yang selaras dengan kebutuhan zaman.
(3) Meningkatkan efektivitas proses berpikir sistemik seperti Pemimpin Visioner
berperan dalam menumbuhkan spirit agar para karyawan mau dan mampu terus
belajar menemukan hakikat dirinya dan menungkatkan kompetensi dirinya,
sehingga mereka lebih percaya diri dalam menghadapi perubahan lingkungan
organisasinya.

10. Analisis Komprehensif Pada Kondisi Masyarakat Organisasi Sudah Dewasa

Masyarakat dewasa yaitu masyarakat yang tahu diri, artinya mereka memiliki
kemampuan untuk menguasai diri sekaligus memiliki kemampuan untuk membangun
dan mengendalikan lingkungannya (tidak dikuasai oleh lingkungannya). Pada kondisi
dimana masyarakat suatu organisasi sudah dewasa, maka:
(1) Keberadaan rasa saling percaya dan keyakinan (budaya) yang eksklusif cenderung
akan menyebabkan tumbuhnya tim kerja yang “tertutup”, yang hanya percaya atau
cenderung kurang memahami permasalahan orang atau kelompok lain.
(2) Masyarakat organisasi yang sudah dewasa juga cenderung tidak menerima
keberadaan pemimpin yang memiliki tipe sebagai pemimpin transformasional,
sinerjistik maupun visioner. Masyarakat dewasa mampu mengendalikan dirinya
dan sekaligus lingkungannya.
BAB 9
GETTING START
Menyiapkan Pemimpin untuk Masyarakat yang Belum Dewasa
Ada dua klasifikasi masyarakat yang belum dewasa:

1) Masyarakat yang berperilaku seperti bayi


2) Masyarakat yang masih remaja
Menurut pengamatan kami, sebagian besar masyarakat indonesia, terutama para karyawan
perusahaan saat ini masih bersifat seperti remaja, sehingga bangsa kita saat ini sangat
membutuhkan pemimpin dengan tipe ing madyo mangun karsa. Terdapat tiga tipe
kepemimpinan yang minimal harus disiapkan oleh pemimpin ing ngarso sung tulodo dan ing
madyo mangun karsa, yaitu:
1). Pemimpin visioner
2). Pemimpin sinerjistik
3). Pemimpin transformasional

Menyiapkan Pemimpin untuk Masyarakat yang Sudah Dewasa


Masyarakat yang sudah dewasa dicirikan oleh kemampuannya untuk mengatur dan
mengendalikan diri secara mandiri (self management), masyarakat dewasa adalah masyarakat
yang tahu diri, tahu kemampuan dan kelemahan dirinya, mampu menyeimbangkan antara apa
yang terbaik untuk dirinya sekaligus baik untuk organisasinya, lebih mengutamakan kewajiban
daripada haknya, dan berani bertanggung jawab atas segala perbuatannya.Untuk
memaksimumkan potensi masyarakat dewasa, dibutuhkan pemimpin yang berperilakau “tut
wuri handayani”, yaitu pemimpin yang mampu mengayomi dan memberi spirit agar
masyarakatnya mampu mempertahankan kedewasaannya secara konsisten.

Membangun Fondasi Belajar


Komponen fondasi belajar terdiri dari dua sub komponen utama, yaitu:
1). Rasa saling percaya
2). Budaya belajar

Konteks Permasalahan Berdasarkan Studi Empirik


Untuk merealisasikan organisasi pembelajar di perusahaan-perusahaan yang distudi, yaitu:
1). Hambatan personal
2). Hambatan karena lemahnya dukungan faktor relasional belajar
3). Hambatan karena lemahnya dukungan manajerial
4). Hambatan faktor infrastruktur belajar
Getting Start
Sebelum memulai, ingat kembali prinsip-prinsip kerja untuk meraih keberhasilan suatu
perubahan, sebagai berikut:
1). Tidak ada keberhasilan tanpa komitmen
2). Mulai dari kecil, kemudian tumbuhkan secara bertahap
3). Tetapkan target hasil dan ingat bahwa menggunakan alat yang tepat untuk meraih
target , leebih penting daripada memiliki perencanaan yang detail
4). Jika anda kekurangan waktu dan/atau menemukan jalan buntu untuk memulai
sebuah perubahan, isukan sebuah krisis yang dapat menyadarkan para anggota.

Menetapkan Pilot Group


Hal-hal prinsipal yang harus dipenuhi oleh pilot group, adalah:

1) Anggota group harus berasal dari fungsi-fungsi yang berbeda


2) Group bekerja untuk sebuah proyek khusus
3) Keberhasilan group harus ditunjukkan dalam bentuk bukti hasil kerja nyata
4) Hubungan kerja sebaiknya informal
5) Setiap anggota group harus memiliki harus memiliki sikap dan perilaku seperti mau
bekerja, menunjukkan komitmen yang tinggi, tidak cepat puas, saling terhubungkan,
dan merupakan pemimpin di kelompok operasional.

Anda mungkin juga menyukai