Oleh:
Arman Jumadi (21214213)
Fawaz Maliki Habib (21214711)
Faza Nurrahmansah (21214220)
Firman Maulidian Hamid (21214252)
Mochammad Zakky P (21214242)
Ridwan Nurdiansyah K (21214706)
Manajemen 6
Alvin Toffler dalam bukunya the third wave (1980) membagi sejarah peradaban manusia dalam
tiga gelombang perubahan, yaitu: era manual, era mesin industri dan era pengetahuan. Era manual
manusia adalah suatu zaman dimana faktor dominan dari manusia yang dibutuhkan untuk mengelola
sistem industri tradisional adalah otot (enerji-fisik). Era Mesin Industri adalah satu zaman dimana faktor
dominan dari manusia yang dibutuhkan unutk mengelola sistem industri adalah keterampilan bekerja
dengan menggunakan mesin.
Pada era pengetahuan, pengetahuan telah menjadi modal virtual (human capital) yang sangat
menentukan perkembangan serta sekaligus pertumbuhan organisasi. Era pengetahuan telah melahirkan
tatanan kehidupan baru, yang memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan era manual atau era
mesin industri. Ada tiga ciri yang dapat digunakan untuk menggambarkan karakteristik tatanan
kehidupan di era pengetahuan, yaitu:
1). Informasi/pengetahuan mudah diperoleh dan sekaligus dapat kadaluwarsa dengan cepat.
Saat ini, informasi datang dari berbagai sisi kehiduapan dan masuk dalam sebuah organisasi
melalui berbagai media, baik melalui buku, surat kabar, TV maupun internet. Di masa lalu, proses
pengambilan keputusan di perusahaan sering terhambat karena kesulitan untuk memperoleh informasi,
namun para pengambil keputusan di organisasi masa kini justru sering mengalami kebingungan karena
kebanjiran informasi.
Kemudahan memperoleh informasi di era pengetahuan terjadi terutama karena didukung oleh
perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi, lebih khusus lagi karena tersedianya internet.
Dengan sekali klik saja, maka seseorang dapat memperoleh informasi yang diinginkannya dari berbagai
sumber di seluruh dunia. Akibat langsung dari kemudahan memperoleh informasi, pengetahuan akan
bertambah secara eksponensial.
Kecepatan perkembangan teknologi informasi juga telah berpengaruh pada suasana kerja.
Dapat dikatakan bahwa untuk bisa bertahan hidup pada zaman informasi ini, kita membutuhkan
teknologi informasi, yang merupakan perpaduan antara teknologi jaringan informasi (kumunikasi) dan
teknologi komputer. Teknologi mekatronik yang banyak diwujudkan dalam robot-robot industri, telah
mengambil alih pekerjaan-pekerjaan otot dan bahkan pekerjaan yang membutuhkan keterampilan fisik
yang semula dikerjakan manusia. Teknologi telah membuat lahan kerja manusia yang mengandalkan
kekuatan dan keterampilan fisik semakin terdesak. Perkembangan teknologi telah mempengaruhi
perubahan tatanan sosial, ekonomi dan politik secara lansung.
3). Pola perubahan dalam bidang-bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya berpengaruh signifikan
pada kelangsungan organisasi dengan hubungan pengaruh yang semakin sulit diprediksi.
Di sisi lain, penduduk di muka bumi juga terus bertambah. “penjajahan teknologi dan ekonomi
terselubung”, telah menjadikan kenyataan dan ini terjadi tidak lain untuk memperebutkan kekuasaan
akan sumber daya alam yang terbatas. Para peramal masa depan (futurist) mengatakan bahwa abad 21
disebut abad pengetahuan, karena pengetahuam telah menjadi landasan utama segala aspek kehidupan
(Trilling dan Hood, 1999). Era pengetahuan menyebabkan terjadinya perubahan cara pandang manusia
terhadap manusia, cara pandang manusia terhadap masalah-masalah sosial dan alam, cara pandang
manusia terhadap dunia pendidikan atau perubahan peran orang tua/guru/dosen dalam dunia
pendidikan, serta perubahan pola hubungan antar mereka. Era pengetahuan telah menimbulkan
perubahan yang signifikan pada tatanan lapangan kerja maupun dunia pendidikan.
Era pengetahuan telah memaksa kita untuk menyesuaikan sejumlah aturan main, cara kerja, perilaku
dan bahkan telah menjungkirbalikan paradigma yang dianggap benar pada zaman sebelumnya.
Rontoknya puncak piramida ekonomi indonesia pada tahun 1998 – 1999, menunjukkan gambaran jelas
tentang ketidakmampuan para pelaku ekonomi atau pelaku bisnis nasional dalam mengikuti tuntutan
perubahan. kecenderungan perubahan tidak menyisakan alternatif lain selain harus berubah.
Kebanyakan masalah yang dihadapi suatu organisasi justru bersifat abstrak, ataupun jika sudah jelas
faktanya, banyak manajer tidak dapat mengenali atau memahaminya, karena manajer tersebut tidak
memiliki kepekaan dan kesadaran akan dampaknya bagi organisasi di masa depan., sehingga ia akan
tampak santai dan sering lalai atau mengabaikan berbagai permasalahan yang terjadi di sekitarnya.
manajer bodoh akan tampak panik apabila “bom” sudah benar-benar meledak di depan mukanya, atau
jika cashflow sudah berhneti mengalir dan tagihan-tagihan mulai macet. Sebagian besar para pemimpin
organisasi di negeri kita ini beranggapan bahwa perubahan itu sebaliknya dilakukan ketika organisasi
memiliki masalah.
Halus, karena permasalahan ini bersifat abstrak dan tidak banyak manusia mampu
memahaminya. Tidak manusiawi, sebab ketika ada manusia yang berani keluar dari zona kenyamanan,
akan dicap sebagai manusia yang berani keluar dari kebiasaan umum dengan bekerjanya lingkaran
penyangkalan, pikiran akan bergerak dan berputar dalam gelombnag enerji menuju wilayah yang amat
kaya secara intelektual. Tindakan yang diakui sebagai ujung tombak kemajuan – hanyalah sebuah jeda
dalam putaran penyangkalan yang terus bergulir.
Lebih lanjut, penelitian Arie de Geus (1997) menunjukkan bahwa ada 4 (empat) karakteristik yang
ditemukan pada perusahaan yang berumur panjang, yaitu:
Organisasi pembelajar dihuni oleh sekumpulan individu yang mampu belajar untuk
memperluas dan memperdalam pengetahuan individualnya, untuk kemudian di transformasi menjadi
pengetahuan organisasi melalui proses berbagai pengetahuan.
Metafor Organisasi Mekanis – Biologis – Humanis
Organisasi mekanis, menganggap manusia sebagai mesin, yang mampu hidup jika dihidupkan
dan akan mati jika dimatikan. Organisasi mekanis bersifat sangat kaku, sulit menyesuaikan diri untuk
memenuhi tuntutan perubahan, kecuali direkayasa oleh manajemen, bahkan sering harus di rekayasa
ulang (reengineering atau lebih jauh dengan turn around) - dalam hal ini, organisasi lama dihancurkan
dan kemudian seolah-olah membangun kembali organisasi baru.
Kita tahu bahwa kualitas manusia Indonesia yang diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia
(Human Development Index) pada tahun 2004 menduduki ranking 111 dari 117 negara yang diperingkat
oleh Program Pembangunan PBB atau United Nations Development Program (UNDP).
Terkait dengan tuntutan dunia kerja global, minimal terdapat 10 (sepuluh) kompetensi (generik) yang
harus dimiliki para pekerja global (Moran dan Riesenberger, 1994), sebagai jaminan untuk dapat
bekerja dengan rasa aman dan sejahtera ketika bekerja sebagai karyawan global, yaitu:
Berikut dipaparkan beberapa penyebab mengapa reformasi di Indonesia sangat lambat, yaitu:
• Kehilangan kepekaan (mati rasa)
Banyak perusahaan yang merasa sangat menikmati posisinya, tidak mau berubah menjadi
perusahaan yang lebih baik, tidak menyadari adanya perubahan lingkungan yang menuntut
agar menyiapkan diri menjadi sebuah perusahaan yang mampu bersaing di pasar global.
Kebanyakan perusahaan di Indonesia tidak tahu bagaimana bersikap untuk berhasil di masa
depan, mereka terlena dengan segala kemudahan yang mereka dapat di masa lalu
• Reformasi bangsa kita kebablasan
Bangsa Indonesia belum cukup dewasa untuk menggunakan kebebasan sebagai wahana
untuk meraih prestasi terbaik. Akibatnya, reformasi yang semula dianggap tepat untuk
mewadahi kebebasan itu, tidak jelas lagi arahnya. Sehingga muncul perkataan bangsa kita
bahagia mencapai kebebasan tetapi tidak siap melembagakan kebebasan tersebut.
• Rakyat yang kehilangan jati diri, kesabaran, dan kearifan.
Bangsa kita juga sedang dilanda kerisis kepercayaan diri, hal tersebut di tunjukan dengan
semakin maraknya suatu golongan yang mementingkan suatu kelompok tertentu tanpa melihat
dampak yang akan di timbulkan di kemudian hari. Kemarahan rakyat terjadi karena
ketidakberdayaan pemerintahan mengendalikan krisis yang berkepanjangan. Karena tidak
adanya kesabaran dan kearifan, hidup menjadi penuh dengan ketegangan dan emosi yang
meluap-luap, sehingga bangsa ini telah kehilangan energi sosial yang sangat dibutuhkan untuk
membangun bangsa ini. Hal ini disebabkan tokoh-tokoh pejabat di era reformasi makin banyak
yang berprilaku seperti pejabat di masa orde baru.
• Rakyat yang terobsesi oleh kejayaan masa lalu.
Rakyat masih berkeyakinan bahwa solusi atau metode yang mereka temukan dan biasa
digunakan di masa lalu adalah solusi atau metode yang masih baik dan bisa digunakan saat ini.
Manusia sesungguhnya bukan enggan untuk berubah, melainkan manusia perlu menyadari
bahwa perubahan harus menjadi tuntutan bagi dirinya sendiri. Sebaiknya tradisi dan kebiasaan-
kebiasaan buruk kita di masa lalu harus ditinggalkan, dan berpikir kedepan tanpa mengenang
yang lalu sekalipun sukses dan selalu menerima perkembangan zaman dan tidak kaku terhadap
suatu permasalahan. Herb Kelleher berkata “Pada hari kita merasa bahwa kita telah sukses,
maka pada hari itulah kita berhenti sukses”
• Bangsa Kita Terbiasa Dengan Pikiran Jangka Pendek.
Cara berpikir jangka pendek telah menghancurkan tatanan fundamental organisasi, yang
umumnya harus dibangun dengan membutuhkan waktu yang cukup lama dan sekaligus
dibutuhkan untuk menjaga keberlangsungan organisasi dalam jangka panjang.
• Bangsa Kita Masih Suka Membenarkan Kebiasaan Daripada Membiasakan
Kebenaran
Fenomena lambatnya suatu reformasi selain karena organisasi tersebut tidak memiliki
sumber daya (terutama teknologi dan finansial) yang cukup untuk mendongkrak perubahan,
juga dipengaruhi oleh lemahnya faktor human capital (tidak mampu melakukan adaptasi
terhadap cara berpikir).
• Modal Manusia Indonesia Belum Mencapai
1. Mengarahkan anggota dalam mengatasi masalah yang kompleks, sebagai akibat dari
pengaruh informasi dan perubahan yang menggglobal.
2. Meningkatkan kemampuan diri melalui pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan
kualitas diri dalam berbagai aspek, sehingga sesuai dengan tuntutan zaman.
3. Mampu mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi dengan penuh ketabahanm
kesabaran dan dapat berperan dengan cara yang tepat.
4. Memiliki sejumlah gagasan dan mampu mengutarakanya dengan cara yang tepat dan
realistis.
5. Mampu melengkapi kekurangan-kekurangan yang di hadapi dalam kehidupanya.
6. Bergairah dalam melakukan berbagai kegiatan terutama yang berkaitan dengan
organisasi yang dipimpinnya.
7. Senantiasa mampu melakukan penilaian secara objektif atas segala sesuatu yang telah
dikerjakan dan kemudian dapat di jadikan sebagai dasar dalam menyempurnakan
kegiatan selanjutnya.
8. Memiiki harapan yang realistis dari semua program dan kegiatan yang dilakukannya.
Menurut Urlich terdapat empat kompetensi dasar dari manusia yang dibutuhkan oleh organisasi
atau perusahaan masa kini, yaitu :
Nonaka dan Hirotaka (1995) : Untuk menunhang era revolusi informasi, suatu organisasi perlu
memiliki pengetahuan eksplisit dan pengetahuan tasit secara seimbang dan berkelanjutan.
Bentuk pengetahuan atau model untuk memahami dunia yang dimiliki manusia, dapat
terbentuk dalam tiga kategori, yaitu :
1. Pengetahuan tersimpan dalam otak manusia, yang tersusun dari pengamatan maupun
pengalaman di masa lalunya, berasal informasi yang ia rekam dan ia simpan dalam
neuron-neuron di otaknya, sebagaimana database pada sebuah memori computer.
2. Orang yang memiliki banyak pengetahuan adalah orang yang memiliki neuron aktif
(berisi informasi dan sering digunakan saat proses berpikir) dalam jumlah banyak.
3. Pengetahuan manusia akan terbentuk jika struktur informasi yang dimiliki dalam
neuron-neuronnya, cukup untuk memahami makna akan sebuah masalah yang
dihapinya, atau ia mampu membentuk model untuk memahami lingkup permasalahan,
yang selanjutnya disebut pengetahuan.
4. Berpikir adalah suatu proses dalam membentuk pengetahuan yang ditentukan oleh
struktur informasi yang ada dalam otak seorang manusia akan menentukan (atau
membatasi) kemampuan berpikirnya.
Kecerdasan merupakan potensi dasar seseorang untuk mampu berpikir, menganalisis, dan
mengelola tingkah lakunya atau bertindak efektif di dalam lingkungan kerjanya.
Menurut Spencer (1993) menjelaskan bahwa kompetensi seseorang terbentuk dari lima unsur,
yaitu :
1. Motif, yaitu sesuatu yang dipikirkan atau diinginkan seseorang secara konsisten dan
merupakan dorongan dari dalam dirinya untuk mewujudkan sesuatu dalam bentuk
tindakan-tindakan.
2. Watak, yaitu karakteristik mental dan menentukan konsistensi respon seseorang
terhadap rangsangan dari luar, atau tekanan, atau situasi yang dihadapinya.
3. Konsep diri, yaitu tata nilai luhur yang dijunjung tinggi seseorang, yang mencerminkan
tentang bayangan diri atau sikap diri terhadap masa depan yang di cita-citakan atau
terhadap suatu fenomena yang terjadi di lingkunganya.
1. karena tidak mampu berubah, hal ini menekankan pada masalah rendahnya kompetensi
teknikal. Yang pada umunya tidak mengetahui cara bekerja.
2. karena tidak mau berubah, ini masalah rendahnya kompetensi perilaku, merupakan
masalah mental atau spirit untuk berubah dan membawa dirinya sendiri pada
kebiaasaan yang jauh lebih baik.
Manusia Dewasa
Hubbard (1997) Membagi manusia menjadi 3 dimensi, yaitu :
1. Dimensi fisik manusia berfungsi untuk menunjang aktivitas manusia serta memiliki
karakteristik dapat didefinisikan konkrit, terstrukturm tetap, serta terikat pada hukum
alam yang memiliki sifat kausalitas (sebab akibat).
2. Dimensi kalbu manusia berfungsi sebagai pencipta spirit dan kreasi, serta memiliki
karakteristik tidak dapat didefinisikan, abstrak, dinamik, serta tidak dapat dijelaskan
oleh hukum.
3. Dimensi pikiran manusia seperti jaringan system komunikasi dan system kendali, yang
menjembatani antara dimensi kalbu dengan dimensi fisik manusia.
Manusia mengalami dua peroide menuju tingkat dewasa, yaitu :
1. Periode pertumbuhan, dimana manusia melakukan proses belajar yang seimbang antara
outside-out dan inside-out, dalam menemukan jati diri menuju kedewasaanya.
2. Periode aktualisasi kedewasaan diri; dimana manusia telah memiliki kesadaran dan
semangat untuk mengatualisasikan segenap pontensinya, mengepresikan,
mengamalkan dan menyatakan dirinya sepenuh-penuhnya.
1. Otentik – manusia dewasa memiliki jati dirim iman kuat, tidak suka ikut-ikutan, dan
jujur pada diri sendiri.
2. Merdeka – manusia dewasa tidak bergantung kepada orang lain, tidak tergantung pada
perubahan lingkungan, mereka bersikap berdaulat.
4. Moralis – manusia dewasa memiliki komitmen pada moral dan etika, memiliki sikap
patuh pada hukum dan aturan, serta memiliki empati dan kesalehan social yang tinggi.
Modal fisik = merupakan modal kekayaan perusahaan yang tercatat dalam akuntansi,
biasanya berupa mesin, peralatan, gedung, tanah dan kekayaan fisik lainya.
Modal virtual organisasi bersumber dari pengetahuan pekerja, yang menjadi sumber
untuk menciptakan keunggulan dalam menjalankan usaha maupun untuk memilih.
kurangnya pemahaman akan hakikat dari perubahan itu sendiri merupakan penyebab utama
kegagalan perubahan itu sendiri.
organisasi akan tumbuh dan berkembang (mampu belajar secara berkelanjutan) dengan
baik jika dihuni oleh manusia.
Organisasi akan mampu belajar jika memiliki “habitat” belajar yang subur, yang akan
berperan sebagai mediator transormasi pengetahuan.
d) pembelajaran individu terjadi jika individu tersebut memilki tingkat pemahaman atas
konsep-konsep baru yang makin dalam.
e) pembelajaran individu terjadi jika individu tersebut memiliki sikap belajar.
f) pembelajaran individu terjadi jika individu tersebut memiliki kemampuan belajar.
g) kemampuan belajar individu tergantung pada model mental.
Untuk memahami proses pembelajaran individu dan kaitannya dengan proses pembelajaran
organisasi, kita pelajari kasis NUMMI dan Uddevalla (Adler dan Cole, 1993), yaitu dua
perusahaan indusri mobil di Amerika Serikat dan Swedia, yang secara empiris telah
membuktikan kemampuannya untuk merubah organisasinya, dari organisasi tradisional
menjadi organisasi yang mempu belajar, melalui pemberdayaan/peningkatan kemampuan
belajar individu, sehingga mereka mampu meningkatkan daya saingnya relatif dibandingkan
indusrti-industri mobil lainnya di Amerika maupun Eropa.
Pendekatan lain, organisasi produksi Uddevalla (pabrik volvo di Swedia), dirancang ulang
untuk memenuhi tuntutan para pekerja yang pada waktu itu kurang memiliki motivasi untuk
berprestasi, karena tingkat kesejahteraan hidup mereka sudah mencapai tingkat aktualisasi diri
model maslow, sehingga organisasi kerjasebelumnya dirasakan membosankan. Dengan
demikian, organisasi kerja Uddevalla dirancang ulang untuk memenuhi tuntutan pekerja,
sehingga sering disebut dengan konsep demokrasi Sosioteknik. Namun demikian, kedua model
organisasi kerja tersebut memiliki kesamaan konsep dalam hal:
Sama-sama meyakini bahwa tenaga kerja merupakan aset organisasi yang paling utama
dalam menunjang pertumbuhan perusahaan jangka panjang.
Disampng itu terdapat beberapa perbedaan konsep antara NUMMI dan Uddevalla, diantaranya
dapat dilihat pada tabel berikut:
Uddevalla NUMMI
Organisasi kerja berdasarkan tim, yang Organisasi kerja berdasarkan tim, terdiri dari 4-5
terdiri dari 10 orang anggota dengan orang anggota yang memiliki spesialisasi tinggi,
tanggung jawab/variasi tugas yang mengutamakan disiplin ketat dalam
banyak.Tim diberi otoritas penuh untuk mendefinisikan dan melaksanakan prosedur kerja
mengakui dan memutuskan cara kerja secara detail. Tim bertanggung jawab pada
sendiri (tanpa standarisasi). Tim jaminan kualitas, pemeliharaan pencegahan, dan
menetapkan jadwal rotasi jabatan, jadwal rotasi kerja internal. Mereka terlibat pada
memilih anggota dan menetapkan penetapan metode dan standar kerja, namun
jadwal lembur anggota. Pimpinan tim aplikasinya harus melalui persetujuan manajer dan
dipilih oleh anggota dan biasanya enjinir. pimpinan tim dipilih oleh serikat buruh
ditetapkan secara bergiliran. dan manajer, melalui suatu test yang objektif
Pabrik bagian perakitan terdiri dari Pada lintas perakitan akhir, tim bekerja secara seri
rata-rata 8 tim yang bekerja pararel (sistem perakitan Ford); dan sistem JIT persediaan
dengan tanggung jawab penuh – waktu Toyota berperan sebagai pendukung
siklus sekitar 2 jam. Tim fokus pada interdependensi antara unit produksi. Setiap
keseimbangan kerja yang lebih agregat anggota tim bekerja dengan siklus rata-rata 60
diantara siklus perakitan keseluruhan. detik. tim fokus pada unit kerja detail.
a) Efektivitas sistem produksi yang diterapkan pada suatu perusahaan, sangat dipengaruhi
oleh pola (nilai-nilai dan norma-norma) hubungan industrial yang berlakudi negara
yang bersangkutan.
c) Kualitas kehidupan kerja kaeyawan pada suatu perusahaan dapat dicapai dengan
rancangan organisasi kerja yang demokratis serta adanya kerjasama yang baik antara
tripartit (pemerintah -serikat buruh/pekerja – manajemen).
e) Pada kondisi dimana anggota organisasi sudah mencapai tingkat aktualisasi diri dari
Maslow (atau mencapai tingkat dewasa), proses pembelajaran individu dapat
ditingkatkan melalui pemberian otonomi/manajemen otonomi yang tinggi. Selanjutnya,
pada masyarakat seperti ini, transformasi pembelajaran akan efektif dari tingkat
individu menuju pembelajaran organisasi.
Nonaka dan Hirotaka menjelaskan bahwa terdapat 4 model utama proses transformasi
pengetahuan, yaitu:
a) Perubahan pengetahuan tasit individual menjadi pengetahuan tasit organisasional.
b) Perubahan pengetahuan tasit individual menjadi pengetahuan eksplisit organisasional.
c) Perubahan pengetahuan eksplisit individual menjadi pengetahuan tasit organisasional.
(1) belajar organisasional siklus tunggal – (BOST) – yang terjadi karena organisasi tersebut
berhasil melakukan proses integrasi pengetahuan melalui mekanisme oleh pikir (kombinasi
olah intelektual dan olah emosional), dan
(2) belajar organisasional siklus ganda – (BOSG) – yang terjadi karena organisasi tersebut
berhasil melakukan integrasi intelektual, emosional dan spiritual secara simultan, melalui
mekanisme olah pikir dan olah kalbu.
BAB 5
Istilah knowledge management pertama kali di perkenalkan pada tahun 1986. Dalam konfrensi
manjemen eropa (American productivity and quality center, 1996). Konsep ini kemudian
berkembang secara cepat dan menaraij perhatian banyak pihak. Disamping juga menuai banyak
kritik.
Hal esensial dalam knowledge management adalah terbentuknya lingkungan belajar ( learning
environment) yang kondusif, sehungga para pekerja termotivasi untuk terus belajar,
memanfaatkan informasi dan pengetahuan yang di sediakan perusahaan, dan
menumbuhkembangkan pengetahuan individualnya, serta pada akhirnya mau berbagi
pengetahuan yang di dapatnya untuk menjadi pengetahuan organisasi. Jadi kesimpulannya
knowledge management focus agar manusia di dalamnya makin produktif untuk
menumbuhkembangkan pengetahuannya dan mau berbagi pengetahuan ( knowledge sharing)
yang di milikinya.
Menurut Kathryn A. Baker dan Ghuzal M. Badamshina (2002) mengatakan bahwa knowledge
management telah menjadi topic perdebatan yang hangat sejak tahun tahun1990-an (Halal-
1998).
Knowladge management diyakini oleh perusahaan dan praktisi telah menjadi faktor penentu
keberhasilan perusahaan, terutama karena beberapa alasan berikut :
a) Banyak pihak akademisi menyatakan bahwa era ekonomi baru akan mengacu pada era
ekonomi pengetahuan. Karena daya saing perusahaan lebih di tentukan oleh tingkat
pengetahuan yang dapat diinstitusionalisasikan menjadi disiplin organisasi, dimana
pengetahuan yang di gunakan perusahaan berasal dari manusia itu sendiri (human
capital).
b) Knowledge management mewakili sebuah logika progresif yang maknanya melebihi
sekedar manajemen informasi yang berarti efektivitas knowledge management
sebenarnya dipengaruhi oleh kualitas lingkunga kerja yang kondusif untuk terjadinya
proses berbagi penetahuan dan pemaknaan sebuah informasi yang dihasilkan oleh
manajemen informasi.
c) Knowledge management dapat juga di pandang sebagai perwujudan dari sebuah
integrasi dan sekaligus kulminasi dari berbagai metode organisasi diantaranya ( Total
quality, reengineering, benchmarking, competitive intelligence, innovation,
organizational agility, asset management, supply chain, change management).
Organisasi cerdas Cuma dapat di bangun jika kita bisa mendudukan para
karyawan/pekerja pada posisi yang benar. Sekaligus mampu diberdayakan sehingga mereka
dapat mencapai taraf human, yaitu manusia yang memiliki kesadaran akan nilai-nilai
kefilsafatan, keindahan dan keilmuan yang merupakan lambang dari moralitas kehidupan.
Kemampuan menilai secara objektif dan moralis ini merupakan salah satu ciri dari kedewasaan
seorang manusia. Manusia dewasa akan menjadi bibit unggul organisasi pembelajar, karena
selain memiliki kedewasaan intelektual, juga ia memiliki kedewasaan emosional dan
kedewasaan social yang seimbang, yang sangat dibutuhkan untuk membangun organisasi
pembelajar yang cerdas.
1. Era paradigm manajemen kualitas total : fokus pada membangun proses kerja
2. Era paradigm organisasi pembelajar : fokus pada membangun pola berpikir
3. Era paradigm institusionalisasi disiplin belajar : pengetahuan
diinstitusionalkan sebagai disiplin organisasi pembelajar
Selanjutnya masuk ke gambar :
Konsep tiga pilar merupakan salah satu konsep dalam konteks organisasi pembelajar
yang menjelaskan bagaimana terjadinya proses belajar dan proses transformasi pengetahuan
(kompetensi individual) dari hasil belajar individual menjadi disiplin organisasi pembelajar
(human capital) sebagai hasil belajar organisasional.
Ketiga pilar organisasi tersebut berperan sebagai mesin pembelajar dan sekaligus media habitat
belajar dari hasil belajar individual menjadi pengetahuan organisasi, sebagai satu-kesatuan
yang utuh dan terintegrasi.
BAB 7
BANGUNAN ORGANISASI PEMBELAJAR
B. Budaya Belajar
Budaya belajar adalah nilai-nilai atau kepercayaan yang diyakini atau kebiasaan kerja sehari-
hari, yang melandasi perilaku dan persepsi karyawan dalam proses pertukaran dan/atau
kombinasi pengetahuan diantara anggota organisasi atau diantara anggota dengan mitra
kerjanya, sehingga organisasi menjadi lebih adaptif dalam menghadapi perubahan-perubahan
lingkungannya. Budaya belajar yang dilandasi saling percaya akan membuat efektif proses
berbagi pengetahuan sebagai prasyarat organisasi pembelajar.
C. Keterampilan Belajar
Di perusahaan Toyota, beberapa keterampilan keterampilan minimal yang harus diberikan
kepada karyawan antara lain :
Keterampilan memecahkan permasalahan secara sistemik.
Keterampilan bereksperimen dengan menggunakan pendekatan baru.
Kemampuan belajar dari pengalaman dan/atau sejarah masa lalu.
Kemampuan belajar dari praktisi (organisasi lain) yang berhasil (benchmarking).
Learning how to learn dan learning how to unlearn.
Kemampuan mentransfer pengetahuan dengan cepat dan efisien.
Keterampilan-keterampilan individual tersebut akan efektif sebagai pilar organisasi
pembelajar, jika proses belajar dari masa lalu, proses belajar dari hasil sharing knowledge
mampu diintegrasikan dan diadaptasi sesuai dengan kondisi tempat kerja saat ini (kontekstual).
D. Informasi Sistemik
Informasi dibutuhkan oleh karyawan untuk menumbuhkembangkan pengetahuan sehingga
karyawan memiliki pengetahuan atau kompetensi yang luas sehingga organisasi pembelajar
mampu menghasilkan human capital organisasi secara produktif. Dengan memiliki
infrastruktur yang dapat mempermudah akses pada sumber informasi atau sumber pengetahuan
di seluruh dunia, serta proses distribusi informasi secara cepat. Indikator fisik yang dapat
digunakan untuk menggambarkan kualitas ketersediaan informasi sistemik diantaranya:
(1) kepadatan jaringan (2) keterkaitan jaringan (3) hirarki jaringan (4) tersedianya fasilitas (5)
kecepatan (6) kualitas (7) kehandalan.
E. Struktur Organisasi
Komponen struktur organisasi adalah perilaku organisasi yang dapat mempengaruhi kualitas
“habitat” belajar organisasi, dan akan berpengaruh pada efektivitas hubungan kerja antar
karyawan di dalam organisasi, maupun antar karyawan dengan mitra kerjanya. Kualitas
struktur organisasi diukur dari kapasitas dan efisiensi jaringannya, semakin mampu
mengalirkan informasi pada setiap anggota organisasi dengan lancar, cepat, dan akurat.
F. Sistem Penghargaan
Penghargaan adalah pengakuan formal atas prestasi kerja karyawan, sehingga diharapkan dapat
memotivasi untuk memperbaiki iklim kerja maupun memperbaiki efektivitas hubungan kerja
antar karyawan, baik dengan rekan maupun dengan mitra kerjanya. Beberapa indikator yang
menggambarkan kualitas sistem penghargaan formal diantaranya: (1) sistem penghargaan yang
adil dan transparan (2) sistem penghargaan yang dapat memotivasi semangat kerja kelompok
(3) sistem pengembangan karyawan yang adil dan berkelanjutan.
I. Human Capital
Human capital adalah kapasitas disiplin organisasi untuk terus belajar secara berkelanjutan,
memperluas dan memperdalam modal intelektual, modal sosial organisasi sebagai hasil proses
transformasi dari seluruh kompetensi intelektual, kompetensi emosional dan kompetensi sosial
yang dimiliki para anggota organisasi, melalui media lima disiplin belajar organisasional.
DISIPLIN
berbagai
Visi (BV) 0,77
0,76
0,47* 0,83
0,38 0,79
0,79 0,85
DISIPLIN 0,47 DISIPLIN DISIPLIN
0,73 0,77
Personal 0,46 Berbagai Tim
Mastery Model Belajar
(PM) Mental (TB)
(MM)
0,79
0,49 0,79
0,47
DISIPLIN
Berpikir 0,77
Sistemik 0,74
(BS)
Catatan:
1) 0,47* : Nilai 0,47 = nilai korelasi di industri jasa, dan nilai 0,38 = nilai korelasi di industri
0,38 nilai korelasi di industri manufaktur
2) Nilai korelasi tersebut signifikat – positif pada tingkat 0,05 (2-tailed)
Gambar-8.1: Peta Korelasi Setiap Jalur Transformasi Pengetahuan di Industri Jasa dan Industri Manufaktur
Tahapan proses studi, untuk menguji implementasi konsep kualitas jalur transformasi
pengetahuan dan konsep organisasi pembelajaran secara empirik. Studi empirik dilakukan
pada tahun 2001 di sembilan perusahaan nasional yang cukup besar, yang dapat dibagi
dalam dua kelompok, yaitu :
(1) Perusahaan Jasa: 2 perusahaan jasa telekomunikasi; 3 lembaga perbankan; dan 1
perusahaan perposan (akan disebut perusahaan A-F).
(2) Perusahaan Manufaktur: 2 perusahaan pertambangan logam dan gas, serta 1 perusahaan
otomotif (akan disebut perusahaan G-I).
Proses pengumpulan data dilakukan dengan metode pengisian kuesioner, dengan
penjelasan mengenai konsep organisasi pembelajaran, sebagai imbalan atas kesediaan
mereka sebagai responden. Riset ini berhasil mengumpulkan 605 responden dari industri
jasa yang terbagi menjadi 108 grup kerja dan 256 responden dari industri manufaktur yang
terbagi dalam 87 grup kerja (lihat tabel-8.1).
Jumlah Jumlah
No Perusahaan perusahaan
Responden Responden
Industri Jasa Industri Manufaktur
1 A 127 G 75
2 B 87 H 94
3 C 121 I 87
4 D 107
5 E 80
6 F 83
Total Responden 605 256
Sumber : Jann Hidajat (2002).
Responden yang dilibatkan sebagai objek penelitian ini diutamakan memiliki kualifikasi
sebagai manajer tingkat menengah ke atas. Manajer menengah ke atas dipilih karena
posisinya yang sangat strategis dalam mensukseskan proses organisasi pembelajar dan
manajemen perubahan. Manajer menengah berperan sebagai pusat interaksi, yang
menentukan efektivitas proses transformasi pengetahuan, baik secara vertikal maupun
secara horizontal.
2. ANALISIS KUALITAS HABITAT BELAJAR DI KELOMPOK INDUSTRI JASA
DAN MANUFAKTUR
Nilai-nilai korelasi pada gambar-8.1 menunjukkan perilaku kualitas jalur transformasi
pengetahuan (habitat belajar) organisasi pembelajar sebagai berikut:
a) Tiga buah jalur transformasi pengetahuan ada pada kategori rendah-sedang menurut
norma Giilford, dimana ketiganya merupakan korelasi antara disiplin personal mastery
(PM) dengan disiplin-disiplin model mental (MM), berpikir sistemik (BS) dan berbagai
visi (BV). Jalur transformasi tahap pertama (lihat gambar-8.2).
MM
PM BV
BS
b) Terdapat enam jalur transformasi pengetahuan yang memiliki nilai korelasi tinggi
menurut norma Guilford, yaitu antara disiplin-disiplin MM-BV-BS dan TB. Dengan
nilai korelasi tersebut terendah 0,73 dan niali tertinggi 0,85. Keenam nilai ini korelasi
tersebut terjadi pada tahap transformasi pengetahuan di dalam proses belajar
organisasional, atau kita sebut jalur tansformasi pengetahuan tahap kedua (lihat
gambar-8.3).
MM
BV PM
BS
Proses Belajar
Individual 1
4
Proses Belajar
3 2
Organisasional
Gambar-8.6: Siklus Belajar Lengkap (Berkelanjutan)
Adanya proses belajar tim yang berperan sebagai perantara antara proses belajar
individual dan proses organisasional, menunjukkan bahwa dalam implementasi konsep
organisasi pembelajar, adalah bijaksana jika dilakukan secara bertahap. Sebaliknya
studi empirik juga membutikan bahwa proses belajar organisasional harus didahului
oleh proses belajar individual.
5. Operasionalisasi Koperasi Bangunan Organisasi Pembelajar
Bagian ini akan menguji hubungan pengaruh (regresi) antara variabel independen
kompetensi generik pekerja (hasil proses belajar individual) dengan variabel dependen
human capital (hasil proses belajar organisasional). Secara rinci, proses pengujian akan
dilakukan dalam dua tahap sebagai berikut:
(1) Uji pengaruh kualitas habitat belajar pada proses transformasi kompetensi generik
pekerja menjadi human capital organisasi manufaktur dan jasa.
(2) Uji pengaruh variabel moderator relasional belajar (kepemimpinan, rasa saling
percaya dan budaya belajar) pada proses transformasi kompetensi generik pekerja
menjadi human capital organisasi manufaktu dan jasa.
(3) Uji pengaruh variabel moderator infrastruktur belajar (sistem penghargaan, truktur
organisasi dan ketersediaan informasi sistemik) pada proses transformasi
kompetensi generik pekerja menjadi human capital organisasi manufaktur dan jasa.
Hasil studi empirik tentang pengaruh kualitas habitat belajar di kelompok industri
manufaktur memberikan makna sebagai berikut:
(1) Kualitas “habitat belajar” di semua industri manufaktur yang diteliti, belum baik.
(2) Kompensi intelektual pekerja di semua industri manufaktur yang diteliti dapat
ditransformasi menjadi modal intelektual pada kondisi dimana kualitas “habitat
belajar” (habitat psikososial) belum baik.
(3) Namun, kompetensi emosional dan kompetensi sosial pekerja di kelompokan
industri manufaktur tidak dapat ditransformasi menjadi modal kredibilitas dan
modal sosial organisasi, jika kualitas “habitat” belajarnya belum baik.
(4) Pada kondisi dimana kualitas “habitat” belajar organisasi manufaktur belum baik,
maka – makin tinggi nilai kompetensi generik pekerja (kompetensi intelektual,
emosional dan sosial) akan makin menurunkan nilai human capital (modal
intelektual, kredibilitas dan sosial) organisasi manufaktur.
(5) Pada kondisi dimana kualitas habitat belajar belum baik, kepemimpinan yang tepat
mampu memperbaiki kualitas rasa saling percaya dan budaya belajar, sehingga
dapat memperbaiki kualitas “habitat belajar”.
(6) Pada kondisi dimana kualitas habitat belajar belum baik, sistem penghargaan dan
struktur organisasi dapat berperan sebagai moderator untuk tejadinya proses
transformasi kompetensi generik pekerja menjadi human capital organisasi
manufaktur.
(7) Pada kondisi dimana kualitas habitat belajar belum baik, ketersediaan informasi
perusahaan memberikan pengaruh yang berbeda pada terjadinya proses
transformasi kompetensi generik pekerja menjadi human capital organisasi
manufaktur.
(8) Pada kondisi dimana kualitas habitat belajar sudah baik, maka intervensi
kepemimpinan serta keberadaan struktur organisasi, sistem penghargaan dan
ketersediaan informasi sistemik dapat berpengaruh negatif pada proses transformasi
kompetensi generik pekerja menjadi human capital organisasi manufaktur.
Hasil studi empirik tentang pengaruh kualitas habitat belajar di kelompok industri jasa
memberikan makna sebagai berikut:
(1) Kualitas “habitat belajar” di semua industri jasa yang terjadi belum baik.
(2) Di kelompok industri jasa, kompetensi emosional pekerja dapat ditansformasi
menjadi modal kredibilitas organisasi tanpa membutuhkan “habitat belajar”.
(3) Di kelompok industri jasa, kompetensi intelektual dan kompetensi sosial pekerja
tidak dapat ditransformasi menjadi modal intelektual dan modal sosial organisasi
jika kualitas “habitat” belajarnya belum baik.
(4) Pada kondisi dimana kualitas “habitat” belajar organisasi jasa belum baik, maka –
makin tinggi nilai kompetensi generik pekerja (kompetensi intelektual, emosional
dan sosial) akan makin menurunkan nilai human capital (modal intelektual,
kredibilitas dan sosial) organisasi jasa.
(5) Pada kondisi dimana kualitas habitat belajar belum baik, kepemimpinan yang tepat
dapat memperbaiki rasa saling percaya dan budaya belajar, sehungga dapat
memperbaiki kualitas “habitat belajar”.
(6) Pada kondisi dimana kualitas habitat belajar belum baik, sistem penghargaan,
struktur organisasi dan ketersediaan informasi sistemik dapat berperan sebagai
moderator untuk memperbaiki efektivitas proses transformasi kompetensi generik
pekerja menjadi human capital organisasi jasa.
(7) Pada kondisi dimana kualitas habitat belajar sudah baik, maka intervensi
kepemimpinan serta keberadaan struktur organisasi, sistem penghargaan dan
ketersediaan informasi sistemik dapat berpengaruh negatif pada proses transformasi
kompetensi generik pekerja menjadi human capital organisasi jasa.
Secara umum studi empirik menghasilkan model hubungan pengaruh antara variabel
independen kompetensi generik pekerja (KG) dengan variabel dependen human capital
organisasi (HC), dipengaruhi moderator variabel relasional belajar (RB) sebagaimana
pada gambar-8.7 berikut:
Gambar-8.7: Model Umum Hasil Hubungan Pengaruh Variabel Independen KG (Kompetensi Generik)
dengan Variabel Dependen HC (Human Capital)
Masyarakat dewasa yaitu masyarakat yang tahu diri, artinya mereka memiliki
kemampuan untuk menguasai diri sekaligus memiliki kemampuan untuk membangun
dan mengendalikan lingkungannya (tidak dikuasai oleh lingkungannya). Pada kondisi
dimana masyarakat suatu organisasi sudah dewasa, maka:
(1) Keberadaan rasa saling percaya dan keyakinan (budaya) yang eksklusif cenderung
akan menyebabkan tumbuhnya tim kerja yang “tertutup”, yang hanya percaya atau
cenderung kurang memahami permasalahan orang atau kelompok lain.
(2) Masyarakat organisasi yang sudah dewasa juga cenderung tidak menerima
keberadaan pemimpin yang memiliki tipe sebagai pemimpin transformasional,
sinerjistik maupun visioner. Masyarakat dewasa mampu mengendalikan dirinya
dan sekaligus lingkungannya.
BAB 9
GETTING START
Menyiapkan Pemimpin untuk Masyarakat yang Belum Dewasa
Ada dua klasifikasi masyarakat yang belum dewasa: