Anda di halaman 1dari 27

PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN DASAR II

Asuhan Keperawatan tentang Stroke Hemoragic pada Ny.R Di


Ruang HCU RS TK. III dr. Reksodiwiryo, Padang

Disusun Oleh:
Kelompok 2

1. M. Ariful Fikri 1311312016


2. Silvina Esa Putri 1411311016
3. Zilla Hanifia 1411311017
4. Berliana Simanjuntak 1411311025
5. Dewi Novita Sari 1411312027

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2018

BAB I
LATAR BELAKANG

Stroke merupakan masalah kesehatan yang utama bagi masyarakat modern


saat ini. Dewasa ini, stroke semakin menjadi masalah serius yang dihadapi hampir
diseluruh dunia. Hal tersebut dikarenakan serangan stroke yang mendadak dapat
mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental baik pada usia produktif
maupun usia lanjut (Junaidi, 2011).
Stroke adalah permasalahan penting di masyarakat dengan angka kematian
dan angka kesakitan yang tinggi serta beban finansial dan sosial bagi masyarakat
maupun penyedia pelayanan kesehatan. Stroke merupakan penyakit neurologi yang
paling mengancam kehidupan terutama bagi yang berusia lanjut dan mempunyai
riwayat hipertensi.

Stroke merupakan penyebab kematian terbanyak ke dua di dunia setelah


penyakit jantung iskemia. Diperkirakan 3 juta wanita dan 2,5 juta pria meninggal
setiap tahunnya di seluruh dunia. Pada tahun 2013 (WHO) di Indonesia stroke
merupakan penyebab kematian nomor satu dengan kasus kematian antara 100.000-
199.999 pertahunnya.

Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2012, kematian akibat


stroke sebesar 51% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain itu,
diperkirakan sebesar 16% kematian stroke disebabkan tingginya kadar glukosa darah
dalam tubuh. Tingginya kadar gula darah dalam tubuh secara patologis berperan
dalam peningkatan konsentrasi glikoprotein, yang merupakan pencetus beberapa
penyakit vaskuler. Kadar glukosa darah yang tinggi pada saat stroke akan
memperbesar kemungkinan meluasnya area infark karena terbentuknya asam laktat
akibat metabolisme glukosa secara anaerobik yang merusak jaringan otak (Rico dkk,
2008).
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit stroke di
Indonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang
terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan terendah pada
kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi stroke berdasarkan jenis
kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%) dibandingkan dengan perempuan (6,8%).
Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi stroke di perkotaan lebih tinggi (8,2%)
dibandingkan dengan daerah pedesaan (5,7%). Berdasarkan data 10 besar penyakit
terbanyak di Indonesia tahun 2013, prevalensi kasus stroke di Indonesia berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 per mill dan 12,1 per mill untuk yang
terdiagnosis memiliki gejala stroke.
Menurut hasil penelitian Bhat, et.al (2008), merokok merupakan faktor risiko
stroke pada wanita muda. Merokok berisiko 2,6 kali terhadap kejadian stroke pada
wanita muda. Merokok dapat meningkatkan kecenderungan sel-sel darah
menggumpal pada dinding arteri, menurunkan jumlah HDL (High Density
Lipoprotein), menurunkan kemampuan HDL dalam menyingkirkan kolesterol LDL
(Low Density Lipoprotein) yang berlebihan, serta meningkatkan oksidasi lemak yang
berperan dalam perkembangan arterosklerosis.
Hasil penelitian Rico dkk (2008) menyebutkan bahwa faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian stroke pada usia muda adalah riwayat hipertensi,
riwayat keluarga dan tekanan darah sistolik. Sedangkan faktor yang tidak memiliki
hubungan yang bermakna dengan kejadian stroke usia muda adalah jenis kelamin,
kelainan jantung, kadar gula darah sewaktu, kadar gula darah puasa, kadar gula darah
PP, total kadar kolesterol darah dan total trigliserida .

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Teori


A. Defenisi
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak
pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi
antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya
kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2009).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah
di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu
jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga
darah tidak dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan otak mengalami
hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.

B. Etiologi
Penyebab stroke hemoragik biasanya diakibatkan dari: Hemoragi serebral (
pecahnya pembuluh darah serebral dengan pendarahan kedalam jaringan otak atau
seluruh ruang sekitar otak ). Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke otak .
Hemoragi serebral dapat terjadi di berbagai tempat yaitu :
a) Hemoragi subakhranoid
b) Hemoragi intraserebral

Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi


1. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
2. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah mengerasnya
pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding
pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan
3. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
4. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk
abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga
darah arteri langsung masuk vena, menyebabkan mudah pecah dan
menimbulkan perdarahan otak.
5. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.

Faktor resiko pada stroke adalah


1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi
atrium, penyakit jantung kongestif)
3. Kolesterol tinggi, obesitas
4. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
5. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
6. Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok,dan kadar
estrogen tinggi)
7. Penyalahgunaan obat (kokain), rokok dan alkohol

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari stroke hemoragic ditinjau berdasarkan jenisnya sebagai
berikut, yaitu:
1. Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri
dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum.
Gejala klinisnya sebagai berikut.
a) Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas
dan dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan
darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung,
perdarahan retina, dan epistaksis.
b) Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia atau
hemiparese dan dapat disertai kejang fokal / umum.
c) Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks
pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi
d) Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya
papiledema dan perdarahan subhialoid.
2. Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di
ruang subarakhnoid yang timbul secara primer.
Gejala klinisnya adalah sebagai berikut.
a) Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis,
berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit.
b) Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang,
gelisah dan kejang.
c) Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa
menit sampai beberapa jam. Dijumpai gejala-gejala rangsang
meningen, Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala
karakteristik perdarahan subarakhnoid, Gangguan fungsi otonom berupa
bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi, banyak keringat, suhu
badan meningkat, atau gangguan pernafasan.

D. Patofisiologi

1) Perdarahan intra cerebral


Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan
darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan
TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak
karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah
putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum.
Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah
berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
2) Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling
sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi
willisi.AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan
ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid.
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan
tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri,
sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-
tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah
serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya
perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah
minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-
bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis
dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak
dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi
yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak
walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang
dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25
% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak
hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob,yang
dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak

E. Pemeriksaan Penunjang
1) Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurism atau malformasi vaskular.
2) Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan pada
intrakranial.
3) CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4) MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari hemoragik.
5) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

F. Komplikasi
Stroke hemoragik dapat menyebabkan
1) Infark Serebri
2) Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif
3) Fistula caroticocavernosum
4) Epistaksis
5) Peningkatan TIK, tonus otot abnormal

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain:
1. Menurunkan kerusakan iskemik cerebra
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan otak,
sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan, tindakan
awal difokuskan untuk menyelematkan sebanyak mungkin area iskemik dengan
memberikan O2, glukosa dan aliran darah yang adekuat dengan mengontrol /
memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta tekanan darah.
2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan, pemberian dexamethason.
3. Pengobatan
a. Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan pada
fase akut.
b. Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik/emobolik.
c. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
d. Terapi farmakologi:
1) Vitamin K
Mekanisme kerja:dengan meningkatkan biosintesis beberapa factor
pembekuan darah yaitu protombin, factor VII, IX, X di hepar. Aktivasi X
menjadi Xa oleh factor VIIa, TF dan Ca2+ dari jalur ekstrinsic dan factor
IXa, VIIIa dan Ca2+ dari jalur intrinsic. Kemudian factor Xa dibantu oleh
Ca2+ dan factor Va akan mengaktifkan protombin menjadi thrombin.
Trombin kemudian mengaktivasi factor XIII dan XIIIa yang akan
mengkatalisis perubahan fibrinogen menjadi fibrin.
Faktor-faktor pembekuan darah mekanisme kerja:
 Aktivasi tromboplastin
 Pembentukan thrombin dari protombin
 Pembentukan fibrin dari fibrinogen
 Vitamin K ada 2 jenis : Menadiol Sodium Fosfat yang bersifat larut
dalam air dan Fitomenadion (vitamin K1) yang larut dalam lemak.
2) Menadiol Sodium Fosfat
Indikasi: defisiensi vitamin K (misalnya pada sumbatan empedu atau
penyakit hati)
 Kontraindikasi: neonatus, bayi, hamil tua
 Dosis: 1-12 tahun 5-10 mg per hari, 12-18 tahun 10-10 mg per hari,
dewasa 10-40 mg per hari.
 Sediaan: tablet 10 mg
 Interaksi: vitamin K melawan efek antikoagulan coumarin dan
fenindion
3) Vitamin K1
 Indikasi: defisiensi vitamin K (misalnya pada sumbatan empedu atau
penyakit hati)
 Kontraindikasi: neonates, bayi, hamil tua
 Dosis: 1-12 tahun 5-10 mg per hari, 12-18 tahun 10-20 mg per hari,
dewasa 10-40 mg per hari.
 Sediaan: tablet 10 mg
 Interaksi : vitamin K melawan efek antikoagulan coumarin dan
fenindion.
4) Protamin
 Dosis: Injeksi intravena (kecepatan tidak lebih dari 5 mg/menit), 1 mg
menetralkan 80-100 unit heparin bila diberikan dalam waktu lebih
panjang, diperlukan protamin lebih sedikit karena heparin diekskresi
dengan cepat; maksimal 50 mg.
 Indikasi: Digunakan untuk mengatasi over dosis heparin, namun jika
digunakan berlebihan memiliki efek antikoagulan. Jika perdarahan
yang terjadi saat pemberian heparin hanya ringan, protamin sulfat tidak
perlu diberikan karena penghentian heparin biasanya akan
menghentikan perdarahan dalam beberapa jam.
 Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap protamin
 Efek samping: Mual, muntah, muka merah, hipontensi, bradikardi,
dispnea, reaksi hipersensitif (termasuk angiodema, anafilaksis) pernah
dilaporkan.
 Mekanisme kerja: Protamin sulfat merupakan basa kuat, bekerja
sebagai antagonis heparin pada in vitro dan in vivo dengan cara
membentuk kompleks bersama heparin yang bersifat asam kuat
menjadi bentuk garam stabil. Kompleks heparin dan protamin tidak
mempunyai efek antikoagulan.
 Bentuk sediaan: Injeksi intravena
5) Asam traneksamat
 Indikasi: Asam traneksamat adalah obat antifibrinolitik yang
menghambat pemutusan benang fibrin. Asam traneksamat digunakan
untuk profilaksis dan pengobatan pendarahan yang disebabkan
fibrinolisis yang berlebihan dan angiodema hereditas.
 Mekanisme kerja: asam traneksamat kompetitif menghambat aktivasi
plasminogen sehingga mengurangi konversi plasminogen menjadi
plasmin (fibrinolisin), enzim yang mendegradasi gumpalan fibrinogen
dan protein plasma lainnya termasuk faktor prokoagulan V dan VIII.
Oleh karena itu, dapat mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisis
yang berlebihan.
 Dosis: Oral 1-1.5 gr (15-25 mg/kg) 2-4 kali sehari. Dosis injeksi
inravena perlahan: 0.5-1 gr (10 mg/kg) 3 kali sehari. Dosis infuse
kontinyu 25-50 mg per kg setiap hari.
 Efek samping: sakit dada, vasospasme, syok hemoragik, demam, sakit
kepala, kedinginan, urtikaria, alopesia, disestesis pedis, purpura,
eczema, nekrosis kutan, plak eritematosis, hiperkelemia,
hiperlipidemia, mual, muntah, konstipasi, hemorage, ditemukan darah
pada urin, epiktasis, hemoragik adrenalin, hemoragik retriperitonial,
trombositopenia, peningkatan enzim SGOT,SGPT, ulserasi, nekrosis
kutan yang disebabkan karena injeksi subkutan, neropati perifer,
osteoporosis, konjungtivitis, hemoptisis, hemoragik pulmonary, asma
arthritis, rhinitis, bronkospasme, reaksi alergi kemudian reaksi
anafilaktik.
 Interaksi dengan obat lain: obat yang berfungsi untuk menjaga
hemostasis tidak diberikan bersamaan dengan obat anti fibrinolitik.
Pembentukan thrombus akan meningkat dengan adanya O estrogen
atau mekanisme antifibrinolitik diantagonis oleh senyawa trombolitik.
 Mekanisme kerja: asam traneksamat bekerja dengan sama memblok
ikatan plasminogen dan plasmin terhadap fibrin; inhibisi terhadap
plasmin ini sangat terbatas pada tingkat tertentu.
 Bentuk: sediaan kapsul 250 mg, tablet 500 mg, injeksi 50 ml.
6) Calsium Chanel Blocker: Nimodipin
 Indikasi: merupakan Ca chanel bloker dengan aktivitas
serebrovaskuler preferensial. Hal ini ditandai dengan efek dilatasi dan
menurunkan tekanan darah pada serebrovaskuler.
 Mekanisme kerja: nimodipin ternasuk dalam kelas agen farmakologis
dikenal sebagai kalsium chanel blocker. Nimodipin diindikasikan
untuk peningkatan hasil neurologis dengan mengurangi insiden dan
keparahan deficit iskemik pada pasien dengan perdarhan subarachnoid
dari pecahnya aneurisme. Proses kontraktil sel-sel otot polos
tergantung pada ion kalsium sel selama depolarisasi sebagai
penghambat arus transmembran. Nimodipin menghambat transfer ion
kalsiun ke dalam sel dan demikian menghambat kontraksi otot polos
vaskuler.
 Dosis: PO / nasogastrik 60 mg/4 jam selam 21 hari berturut-turut.
Memulai terapi dalam waktu 96 jam perdarahan subarachnoid.
7) Terapi suportif: infuse manitol
 Indikasi: menurunkan tekanan intrakranial yang tinggi karena edema
serebral.
 Mekanisme kerja: kenaikan tekanan intrakranial dan adanya edema
serebral pada hemoragik dapat terjadi karena dari efek gumpalan
hematoma. Manitol bekerja untuk meningkatkan osmolaritas plasma
darah, mengakibatkan peningkatan air dari jaringan, termasuk otak dan
cairan serebrospinal, ke dalam cairan interstisial dan plasma.
Akibatnya edema otak, peningkatan tekanan intrakranial serta volume
dan cairan serebrospinal dapat dikurangi.
 Dosis, lama dan cara pemberian: tekanan intracranial;edema
serebral;1.5-2 gr/kg dosis IV dalam 15,20, atau 25% larutan selam 30-
60 menit pertahankan osmolarotas serum 310 sampai >320 mOsm/kg.
4. Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darahotak.
Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa
penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas.
Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan
kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.

2.2 Konsep Dasar Askep Teori


A. Pengkajian
1) Identitas Pasien
Kaji nama, jenis kelamin, tempat tanggal lahir dan usia, agama, pendidikan,
status, pekerjaan, alamat, nomor RM, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa
medis dan tanggal pengkajian.
2) Riwayat Kesehatan
a. Alasan masuk
Kajia apakah penyebab utama keluaraga atau pasien mencari bantuan ke
pelayanan kesehatan
b. Riwayat kesehatan sekarang
Kaji bagaimana kondisi pasien pada saat pengkajian, kaji apakah ada
perkembangan dari pertama masuk rumah sakit sampai saat pengkajian, kaji
terapi apa saja yang telah diberikan kepada pasien
c. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji riwayat kesehatan pasien sebelumnya seperti penyakit hipertensi,
kolesterol, jantung dan DM, penyakit lainnya, hal ini dapat menjadi salah
satu faktor terjadinya penyakit stroke hemoragic pada pasien dan kaji apakah
pasein sudah pernah dirawat sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji riwayat kesehatan keluarga seperti hipertensi,jantung, kolesterol, DM,
pola hidup dan lainnya.
3) Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
 Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis.
 Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
Data obyektif:
 Perubahan tingkat kesadaran
 Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) ,
kelemahan umum.
 Gangguan penglihatan
4) Sirkulasi
Data Subyektif:
 Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung,
endokarditis bacterial ), polisitemia.
Data obyektif:
 Hipertensi arterial
 Disritmia, perubahan EKG
 Pulsasi : kemungkinan bervariasi
 Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
5) Integritas ego
Data Subyektif:
 Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:
 Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan , kegembiraan
 Kesulitan berekspresi diri
6) Eliminasi
Data Subyektif:
 Inkontinensia, anuria
 Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara usus
( ileus paralitik )
7) Makan/ minum
Data Subyektif:
 Nafsu makan hilang
 Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
 Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
 Riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
 Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
 Obesitas ( faktor resiko )
8) Sensori neural
Data Subyektif:
 Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
 Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
 Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
 Penglihatan berkurang
 Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada
muka ipsilateral ( sisi yang sama )
9) Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis
strokegenggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya reflek tendon dalam (
kontralateral )
10) Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
 Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/
kesulitan berkata-kata, reseptif / kesulitan berkata-kata komprehensif,
global / kombinasi dari keduanya.
 Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil
 Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
 Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi
lateral
11) Iteraksi social : Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
a. A : adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret dimulut. Pada jalan nafas terpasang ET.
B : RR 38x/i, tidak terdapat nafas cuping hidung, menggunakan otot
bantu pernafasan.
C : tekanan darah meningkat, nadi kuat, akral dingin, SaO2 100%.
D : kesadaran somnolen.
E : tidak ada jejas atau luka.
b. Data Demografi

Stroke adalah permasalahan penting di masyarakat dengan angka


kematian dan angka kesakitan yang tinggi serta beban finansial dan sosial
bagi masyarakat maupun penyedia pelayanan kesehatan. Stroke
merupakan penyakit neurologi yang paling mengancam kehidupan
terutama bagi yang berusia lanjut dan mempunyai riwayat hipertensi.

Stroke merupakan penyebab kematian terbanyak ke dua di dunia


setelah penyakit jantung iskemia. Diperkirakan 3 juta wanita dan 2,5 juta
pria meninggal setiap tahunnya di seluruh dunia. Pada tahun 2013 (WHO)
di Indonesia stroke merupakan penyebab kematian nomor satu dengan
kasus kematian antara 100.000-199.999 pertahunnya.

Indonesia merupakan negara berkembang dengan prevalensi stroke


yang cukup tinggi. Data di Indonesia menunjukkan bahwa terdapat
kecenderungan peningkatan kasus stroke. Angka kejadian stroke di
Indonesia yang cenderung meningkat diperkirakan berhubungan dengan
peningkatan angka kejadian faktor risiko stroke.

c. Status Kesehatan saat ini


Pasien penurunan kesadaran, lidah terjatuh kesebelah kanan. Pasien
terpasang monitor, terpasang oksigen, dan terpasang infus pump.
d. Riwayat Kesehatan lalu
Keluarga Ny.H mengatakan klien memiliki riwayat penyakit hipertensi
dan DM tipe 2 tidak terkontrol.

e. Pengkajian Gordon
1) Pola persepsi dan Managemen kesehatan
Sensorik motorik menurun, perubahan persepsi dan orientasi.

2) Pola Nutrisi dan Metabolik


Nausea, daya sensori hilang, dan dysfagia.

3) Pola Eliminasi
Data Objektif : inkotinensia urin, distensi abdomen, tidak adanya
suara usus (ileus paralitik)

4) Pola Aktivitas dan Istiraat


Data Subjektif : kesulitan dalam beraktifitas, kelemahan anggota
gerak sebelah, kehilangan sensasi, dan mudah lelah.
Data Objektif : perubahan tingkat kesadaran.

5) Pola Kognitif dan Persepsi


Gangguan penglihatan (penglihatan kabur)

6) Pola Persepsi-Konsep Diri


Emosi labil, respon yang tidak tepat, dan kesulitan untuk
mengekspresikan.
7) Pola Tidur dan Istirahat
Mudah lelah dan susah tidur

8) Pola Peran-Hubungan
Gangguan dalam bicara, ketidakmampuan berkomunikasi.

9) Pola Seksual dan Reproduksi


Tidak terkaji
10) Pola Toleransi Stres-Koping
Tidak mampu mengambil keputusan

11) Pola Nilai Kepercayaan

2. Pemeriksaan Sekunder
a. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sedang
kesadaran : Somnolen GCS: 11
TV : TD : 160/100 mmHg
RR : 20x/i
HR : 90x/i
T : 38,5'c
Head to Toe
kepala : kulit kepala bersih, tidak ada edema, dan rambut sudah
ditumbuhi uban.
Mata : simetris kiri dan kanan, pupil isokor, Rc +/+
Telinga : simetris kiri dan kanan, tidak menggunakan alat bantu
pendengaran, kebersihan telinga kurang.
Hidung : Simetris, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada
sekret.
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah
bening.
Dada & torak : I = Bentuk simetris
P = tidak ada benjolan dan nyeri tekan
P = suara jantung pekak, suara paru sonor
A = bunyi jantung normal (1,2), bunyi paru vesikuler,
terdapat suara tambahanronkhi basah.
Abdomen : I = simetris dan permukaan perut datar
A= bising usus tidak terdengar
P= tidak ada nyeri tekan
P= timpani
Ekstremitas : anggota gerak sebelah kiri lemah

b. Pemeriksaan laboratorium
Ureum : 27,9 mg/dl
Kreatinin : 0,87 mg/dl
Na : 138,8 mmol/l
K : 4,1 mmol/l
Cl : 0,8 mmol/l
GDS : 284 md/dl
Troponin : 138,8 mmol/l
Hb : 13,4 gr/dl
Leukosit : 15.230
Trombosit : 263.000
Hematokrit : 40,9

c. Pemeriksaan Diagnostik
-
d. Terapi
Obat injeksi :

3. Analisa data
Data Diagnosa
Ds: klien mengatakan kepalanya sakit Perfusi jaringan serebral tidak efektif
Do:
-gangguan status mental
-perubahan perilaku
-perubahan respon motorik
-abnormalitas bicara
-kelemahan atau paralysis ekstremitas
Ds : Dispnea Pola nafas tidak efektif

Do :
- penurunan tekanan inspirasi
ekspirasi
-menggunakan otot pernafasan
tambahan
-orthopnea
-penurunan kapasitas vital
-pernapasan pursed lip

4. Noc dan Nic


Noc Nic
Circulation status 1. monitor TTV
Neurologic status
Tissue perfusion : Cerebral 2. monitor AGD, ukuran pupil,
ketajaman, kesimetrisan dan reaksi
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama.. 3. monitor level kebingungan dan
Ketidakefektifan perfusi jaringan orientasi
serebral teratasi dengan kriteria hasil :
-tekanan sistol dan diastol dalam 4. monitor tonus otot pergerakan
rentang normal
-tidak ada ortostatik hipertensi 5. monitor tekanan intrakranial dan
-komunikasi jelas respon neurologis
-tidak mengalami nyeri kepala
6. catat perubahan pasien dalam
merespon stimulus

7. monitor status cairan

8. pertahankan parameter
hemodinamik

9. tinggikan kepala 0-45 derajat pada


kondisi pasien dan order medis
Respiratory Status : Ventilation 1. posisikan pasien untuk
Respiratory Status: airway patency memaksimalkan posisi
Vital Sign Status
2. lakukan fisioterapi dada
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama.. 3. keluarkan sekret dengan
Pasien menunjukkan keefektifan pola batuk/suction
nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil
: 4. auskultasi suara nafas, catat
-mendemonstrasikan batuk efektif dan adanya suara tambahan
suara napas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspnea (mampu 5. atur intake untuk cairan
mengeluarkan sputum, mampu mengoptimalkan keseimbangan
bernafas dengan mudah, tidak ada
pused lip) 6. monitor respirasi dan status O2 :
-menunjukkan jalan napas yang paten a. pertahankan jalan nafas yang paten
(klien tidak merasa tercekik, irama b. observasi adanya tanda-tanda
nafas, frekuensi pernafasan dalam hipoventilasi
rentang normal, tidak ada suara nafas c. monitor adanya kecemasan pasien
abnormal) terhadap oksigenasi
-tanda-tanda vital dalam rentang d. monitor vital sign
normal e. informasikan pada pasien dan
keluarga tentang tehnik relaksasi
untuk memperbaiki pola nafas
f. monitor pola nafas

5. Catatan Perkembangan
No Hari/ No Dx.Kep Implementasi Evaluasi
Tanggal Keperawatan
1 Senin, 5 1. Pola nafas 1. memposisikan S=pasien
Februari 2018 tidak efektif pasien untuk mengatakan
membuka jalan nafas masih
nafas sesak
2. O=klien
mengauskultasi tampak
suara nafas sesak
3. memonitor A=masalah
respirasi dan teratasi
status O2 sebagian
4. memonitor P=intervensi
vital sign lanjut

2 Selasa, 6 2 Hipertermi 1. mengobservasi S=keluarga


februari 2018 TTV pasien
2. Memantau mengatakan
suhu pasien panas klien
2.Memberikan sudah
kompes hangat berkurang
3. menganjurkan O=suhu
memakai pakaian 37,7
yang menyerap A=masalah
keringat dan teratasi
tidak tebal sebagian
4. memberikan P=intervensi
PCT infus lanjut

3 Rabu, 7 Pola nafas 1. memposisikan S=pasien


februari 2018 tidak efektif pasien untuk mengatakan
membuka jalan nafas masih
nafas sesak
2. O=klien
mengauskultasi tampak
suara nafas sesak
3. memonitor A=masalah
respirasi dan teratasi
status O2 sebagian
4. memonitor P=intervensi
vital sign lanjut
BAB IV
ANALISA JURNAL

1. Judul : Hubungan riwayat hipertensi dengan kejadian stroke di RSUP


Dr.Wahyudin di Makasar tahun 2012 oleh M.Anwar Hafit
Hasil penelitian : Menunjukkan bahwa hipertensi merupakan penyebab utama
terjadinya stroke, orang yang mengalami hipertensi berpeluang 2X lebih besar untuk
mengalami stroke. Sama
Aanalisis : Hasil penelitian ini sesuai dengan kasus yang dialami oleh Ny. R dimana
Ny.R ada riwayat hipertensi sejak 8 tahun terakhir.

2. Judul : Faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian stroke pada pasien di
RSU H.Sahudin Kutacene kabupaten Aceh Tenggara.
Hasil Penelitian : ada hubungan diabetes melitus dengan kejadian stroke. Hal ini
berarti bahwa pasien yang menderita stroke memiliki risko 4,12 kali dengan DM
dibandingkan dengan yang tidak menderita stroke.
Analisi : Hasil penelitian ini sesuai dengan kasus yang dialami oleh Ny.R dimana
Ny.R ada riwayat Diabetes melitus yang terkontrol.

3. Judul : Hubungan umur, jenis kelamin dan hipertensi pada kejadian stroke
Hasil penelitian : Kelompok umur yang beresiko tinggi mengalami stroke yaitu
besar dari 55 tahun dan beresiko rendah dengan kelompok umur 40-55 tahun.
Analisi : Hasil penelitian ini sesuai dengan kasus yang dialami oleh Ny.R dimana
Ny.R berusia 57 tahun.

Anda mungkin juga menyukai