Anda di halaman 1dari 2

ANALISIS SIFAT FISIKOKIMIA PATI UBI KAYU

Oleh

Faris Naufal
1514051055

Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu komoditas pertanian Indonesia
yang memiliki angka produksi cukup tinggi dengan berbagai varietas untuk dapat
dikembangkan dan dimanfaatkan menjadi produk antara berupa pati kering yang dapat diolah
lebih lanjut oleh industri pengolahan pangan. Sifat-sifat fisikokimia bahan pati memiliki
peranan penting dalam upaya pengendalian proses pengolahan. Adebowale & Lawal (2002)
mengemukakan bahwa aplikasi pati dalam sistem pangan sangat ditentukan oleh gelatinisasi,
pasta, kelarutan, swelling power, warna dan kedapatcernaan. Oleh karena itu, diperlukan suatu
penelitian berupa analisis terhadap sifat-sifat fisik maupun kimia dari bahan pangan, dalam hal
ini ubi kayu yang telah diolah dalam bentuk pati.

Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan tahapan identifikasi bahan baku ubi kayu (ubi kayu
kuning, sangkola, dan putih), pembuatan pati ubi kayu (ekstraksi basah), analisis proksimat
(kadar air, kadar abu, dan serat kasar), dan karakterisasi pati ubi kayu (analisa kadar amilosa,
swelling power, daya larut, dan warna pati). Berdasarkan hasil analisis kadar air dari ketiga
jenis pati ubi kayu terlihat bahwa rata-rata kadar air pati bervariasi yaitu 11,70%; 12,18%; dan
13,52% masing-masing untuk pati ubi kayu kuning, sangkola, dan putih. Hasil penelitian
Aiyeleye et al. (1993) menunjukkan bahwa kadar air pati ubi kayu adalah 9,82-10,2%,
sedangkan Kay (1987) adalah 10-13%. Variasi nilai kadar air pati ubi kayu dapat disebabkan
oleh beberapa faktor antara lain jenis ubi kayu, kondisi lingkungan tumbuh dan iklim.

Nilai rata-rata kadar abu ketiga jenis pati ubi kayu adalah 0,09-0,10%. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan bahwa kadar abu pati ubi kayu berkisar antara 0,02-0,49% (Rickard et
al., 1991) atau 0,12% (Pérez et al., 2005). Rendahnya kadar abu yang dihasilkan berhubungan
dengan proses pengolahan pati. Pati diperoleh dengan cara ekstraksi, pencucian dan filtrasi
secara berulang-ulang dengan air. Proses tersebut dalam menyebabkan terlarutnya mineral dari
ubi kayu oleh air dan hilang bersama ampas. Hasil ini menunjukkan bahwa kadar abu ketiga
jenis pati ubi kayu dapat diterima sebagai produk komersial.

Persentase kadar serat tertinggi ditunjukkan pada pati ubi kayu kuning (0,024%), sedangkan
kadar serat terendah adalah pati ubi kayu putih (0,015%). Asaoka et al. (1991), Rickard et al.
(1991) dan Pérez et al. (2005) mengemukakan bahwa serat kasar pati ubi kayu berturut-turut
sebesar 0,01-0,029%, 0,02-0,49% dan 0,28%. Nilai rata-rata kadar amilosa ketiga jenis pati ubi
kayu adalah 20,48-30,90%. Hasil penelitian Woolfe (1992) dan Pérez et al. (2005)
menunjukkan bahwa konsentrasi amilosa pati ubi kayu berturutturut adalah 13,6-27% dan
16,89%. Hal ini dapat saja terjadi karena adanya perbedaan tempat tumbuh ubi kayu sehingga
faktor lingkungan mempengaruhi kadar amilosa yang dikandung dan faktor genetik. Menurut
Greenwood (1970) menyatakan bahwa keberadaan amilosa dalam pati mungkin bervariasi
yang dalam hal ini ditentukan oleh faktor genetik.

Rata-rata swelling power ketiga jenis pati ubi kayu ini bervariasi antara 31,87-40,19 g/g.
Moorthy (2002) mengemukakan bahwa swelling power pati ubi kayu ditemukan bervariasi
antara 42-71 g/g tergantung dari varietasnya. Pada peristiwa gelatinisasi terjadi pemutusan
ikatan hidrogen sehingga terjadi penyerapan air oleh granula pati mengakibatkan
penggelembungan granula pati (Smith, 1982). Kekompakan granula-granula pati berpengaruh
terhadap kesulitan granula untuk menggelembung. Penggelembungan dimulai dari daerah yang
amorf, sedangkan daerah kristalin yang kompak sulit mengalami proses tersebut. Kekompakan
granula pati tergantung perbandingan berat kandungan amilosa amilopektin dan sumber
tumbuhannya. Wu dan Seib (1990) mengemukakan bahwa terdapat kandungan amilosa tinggi
dapat menghambat penggelembungan pati. Hasil yang sejalan juga ditunjukkan oleh ketiga
jenis pati ubi kayu. Pati ubi kayu dengan kadar amilosa terendah mempunyai swelling power
tertinggi.

Rata-rata daya larut ketiga jenis pati ubi kayu ini bervariasi antara 16,77-20,49%. Daya larut
pati sangat dipengaruhi oleh swelling power pati, dimana semakin tinggi swelling power pati
maka semakin rendah daya larutnya. Moorthy (2002) menyatakan bahwa daya larut
diindikasikan bahwa pati akan sangat larut dalam bahan pelarut polar atau bahan pelarut dengan
aktivitas yang mengandung air. Berdasarkan pengukuran kalorimetri untuk mengevaluasi
warna visual, menunjukkan bahwa pati ubi kayu kuning mempunyai warna lebih putih (69,3)
dibandingkan pati ubi kayu lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Adebowale, K.O., dan O.S. Lawal. 2002. Effect of Annealing and Heat Moisture Conditioning
on The Physicochemical Characteristics of Bambara Groundnut (Voandzeia
subterranean) starch. Nahung/Food 46:311-316.

Aiyeleye, F.B., J.O. Akingbala, dan G.B. Oguntimein. 1993. Chemical Factors Affecting
Acetylation of Cassava Starch. Starch 45:443-445.

Greenwood, C.T. 1970. Starch and Glycogen. Academic Press. London.

Kay, D.E. 1987. TDRI Crop and Product Digest No.2. TDRI. London. p. 166-173.

Moorthy, S.N. 2002. Physicochemical and Functional Properties of Tropical Tuber Starches:
A review. Starch/Stärke 54(12), 559–592.

Péreza, E., F. S. Schultz, dan E. P. de Delahaye. 2005. Characterization of Some Properties of


Starches Isolated from Xanthosoma sagittifolium (Tannia) and Colocassia esculenta
(Taro). Carbohydrate Polymer 60: 139-145.

Rickard, J.E., M. Asaoka, dan J.M.V. Blanshard. 1991. The Physicochemical Properties of
Cassava Starch. Trop. Sci. 31:189-207.

Smith, P.S. 1982. Starch Derivatives and Their Use in Foods. Avi Publishing Company, Inc.
Westport, Connecticut.

Wu, Y., dan P.A. Seib. 1990. Acetylated and Hydroxypropylated Distarch Phosphates from
Waxy Barley: Paste Properties and FreezeThaw Stability. Cereal Chem. 67:202-208.

Woolfe, J.A. 1992. Sweet Potato: An Untapped Food Resource. Cambridge University Press.
Cambridge.

Anda mungkin juga menyukai