Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam perkembangannya Mesir merupakan kota yang beragam akan
sejarah, dari mulai sejarah fir’aun hingga munculnya tokoh-tokoh pembaharu
disana untuk memajukan dan meningkatkan kualitas kota Mesir tersebut.
Kemajuan Mesir banyak dipengaruhi oleh pikiran-pikiran pembaharu
yakni dari mulai pemikirannya napolen hingga muhammad Abduh dan murid-
muridnnya.
Awalnya Napoleh datang ke mesir untuk menduduki kota tersebut tapi
karena kejadian tersebut mesir dapat pengetahuan-pengetahuan baru dari negara
eropa tempat tinggal Napoleon tersebut. Kita tahu bahwa Muhammad Ali
merupakan pembahuru yang sangat berpengaruh dalam gerakannya di Mesir tapi
disini kami bukan menjelaskan pemikiran pembaharu Napoleon ataupun
Muhammad Alli. Disini kami akan sedikit menjelsakan segala sesuatu yang
berkaitan dengan tokoh pembaharu islam yang tidak kalah terkenalnya dengan
Napolen maupun Muhammad Ali yakni Rifa’ah Badawi Rafi’ al-Tahtawi.
al-Tahtawi merupakan pembawa pemikiran pembaharu yang sangat
berpengaruh di pertengahan pertama dari abad ke 19, dalam gerakan pembaharuan
Muhammad Ali, al-Tahtawi sangat memainkan perannya dalam gerakan tersebut.
Untuk memenuhi tugas dari mata kuliah PMDI, kami akan menjelsakan biografi,
karya-karya dan pemikiran pembaharu dari al-Tahtawi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi al-Tahtawi
al-Tahtawi memiliki nama lengkap Rifa’ah Badawi Rafi’ al-Tahtawi, ia
merupakan pembawa pemikiran pembaharuan yang besar pengaruhnya di
pertengahan pertama dari abad ke-19. Ia lahir di Tahta pada tahun 1801, Tahta
merupakan kota yang berada di bagian selatan mesir dan wafat pada tahun 1873 di
kairo. Ketika Muhammad Ali mengambil alih kekayaan di Mesir, harta orang tua
al-Tahtawi termasuk dalam kekayaan yang dikuasai itu dan ia terpaksa menempuh
pendidikan masa kecilnya oleh bantuan dari keluarga ibunya. Ketika berumur 16
tahun al-Tahtawi memutukan untuk melanjutkan studinya ke al-Azhar dan pada
tahun 1822 ia menyelesaikan studinya.
Al-Tahtawi merupak murid kesayangan dari gurunya Syaikh Hasan al-
Attar yang banyak mempunyai hubungan dengan Napoleon ketika ia datang ke
mesir. Gurunya al-Tahtawi ini sering mengadakan kunungan kepada ahli-ahli dari
Prancis tersebut untuk mengetahui kemajuan ilmu pengetahuan mereka. Dan
mereka pun menerima kunjungan itu dengan senang hatu karena mereka bisa
belajar bahasa arab dari gurunya al-Tahtawi.
Setelah lulus menyelesaikan studinya di al-Azhar ia langsung mengajar
disana, pada tahun 1824 al-Tahtawi diangkat menjadi imam tentara dan dua tahun
kemudian al-Tahtawi diangkat menjadi imam para mahasiswa-mahasiswa yang
dikirim Muhammad Ali ke Paris.selama lima tahun di Paris ia tidak
menyianyiakan waktunya tersebut, ketika sesampainya disana ia langsung
mencari guru khusus bahasa Prancis untuk mengajarinya belajar bahasa Prancis.
Dengan waktu singkat ia berhasil menguasai bahasa tersebut karena
kesungguhannya dalam mempelajari bahasa .itu. Terbukti selama masa tinggalnya
di Paris al-Tahtawi berhasil menterjemahkan 12 buku dan risalah, diantara risalah
tersebut adalah tentang sejarah Alexander Macedonia, mengenai ilmu pasti,
risalah tentang ilmu tektik, risalah mengenai hak-hak manusia, risalah tentang
jasmani dan sebagainnya.

2
Selain menterjemahkan buku-buku dan risalah, waktu di Paris ia
sempatkan juga untuk membaca buku-buku yang ada disana. Dan buku-buku yang
dibaca antara lain buku-buku sejarah, teknik, ilmu politik, ilmu bumu dan lain-
lain. Dan ia juga membaca buku karangan Montesquieu, Voltaire dan Roseau.
Buku-buku yang dibaca al-Tahtawi rupanya mencakup berbagai lapangan
ilmu pengetahuan. Kelihatannya ia sengaja membaca lapangan-lapangan yang
berbeda dan tidak memfokuskan kesatu lapangan ilmu pengetahuan saja karena
tujuannya ialah hanya menterjemahkan buku-buku Prancis kedalam bahasa Arab.
Dengan demikian pembaca-pembaca Arab dapat mengetahui ilmu pengetahuan
barat yang ia rasa perlu mereka ketahui untuk kemajuan mereka.
Sekembalinya dari Parisa, al-Tahtawi menjadi seorang guru bahasa
Prancis dan penterjemah di sekolah kedokteran. Disini ia membimbing
penerjemah buku-buku ilmu kedokteran. Dua tahun kemudian ia pindah ke
Artileri untuk mengepali penerjemahan buku-buku tentang ilmu teknik dan
kemiliteran.
Ditahun 1836 didirikan “sekolah penerjemah” oleh Muhammad Ali dan
nama sekolah tersebut berubah menjadi “sekolah bahasa-bahasa asing” yang
diajarkan sekolah ini antara lain bahasa Turki, Persia, Itali, dan juga ilmu-ilmu
teknik, sejara dan ilmu bumi. Dan al-Tahtawi dipercaya untuk menjadi pimpinan
di sekolah ini. Selain dari mengajar dalam tugasnya termasuk pula mengkoreksi
buku-buku yang diterjemahkan murid-muridnnya. Menurut keterangan hampir
seribu buah buku yang diterjemahkan sekolah ini kedalam bahasa Arab.
Setelah Muhammad Ali meninggal ditahun 1848 cucunya Abas menjadi
Pasya di Mesir. Abas karena hal-hal yang kurang jelas dan tidak senang dengan
al-Tahtawi lalu ia dipindahkan ke Sudan untuk mengepalai sebuah sekolah dasar
disana. Setelah Abas wafat ditahun 1854. Al-Tahtawi dipanggil ke Kairo oleh
Said yakni Pasya yang baru. Dan ia diangkat menjadi “kepala sekolah militer”.
Disana ia pentingkan pelajaran bahasa asing dan men gadakan satu bagian khusus
untuk penerjemahan. Ditahun 1863, Khedewi Ismail mengadakan “Badan
Penerjemah Undang-Undang Prancis” dan al-Tahtawi dipercayai untuk menjadi
pimpinan tersebut.

3
B. Karya-Karya dan Pemikiran Pembaharu al-Tahtawi
Sekian jauh aktivitasnya ternyata terlihat bahwa al-Tahtawi berpusat
kepada penterjemahan dan mengepalai sekolah-sekolah dan ia juga pernah
berpendapat bahwa penterjemahan buku-buku barat kedalam bahasa Arab itu
penting, agar umat islam dapat mengetahui ilmu-ilmu yang membawa maju Barat,
dan dengfan demikian umat Islam berusaha pula memajukan diri mereka.
Disamping aktivitasnya dalam lapangan penterjemahan ternyata ia juga
pernah menjadi pimpinan dari surat kabar resmi yang diterbitkan Muhammad Ali.
Selain memuat berita-berita resmi dalam surat kabar tersebut diselipkan
pengetahuan tentang kemajuan Barat, khususnya ia terangkan teori Politik,
Demokrasi, Aristokrasi, Monarki, dan lain sebagainnya.
Pada tahun 1870 didirikan majalah Raudatul Madaris yang bertujuan
memajukan bahasa Arab dan menyebarkan ilmu-ilmu pengetahuan modern
kepada khalayak ramai. Majalah itu mengadung tulisan-tulisan tentang sastra
Arab, ilmu Falak, ilmu Bumi, ilmu Akhlak dan lain sebagainnya.
Selain dari mengarang untuk majalah-majalah tersebut diatas al-Tahtawi
juga mengarang buku. Diantara buku-bukunya yang terpenting adalah.

a. Takhlisul-Ibriz fi Talkhisi Bariz (“Intisari dari Kesimpulan Tentang Paris”)


Isi dari buku ini mengenai kesan-kesan al-Tahtawi tentang perjalanan ke
Paris, selama ia tinggal disana dan perjalanan pulang ke Mesir. Buku ini
bukan hanya menceritakan sejarah perjalanannya ke Paris tetapi yang
terpenting menerangkah hal-hal yang bersangkutan dengan hidup dan
kemajuan orang Eropa yang telah ia lihat di Paris. Didalamnya ia terangkan
sistem pemerintahan Prancis, Reolusi ditahun 1789, cara pemeliharaan
kesehatan penduduk Paris (Rumah sakit, pengobatan dan sebagainya), ilmu-
ilmu pengetahuan yang diajarkan di sekolah Paris, konstitusi Prancis, adat
istiadat eropa dan lain sebagainnya. Karena sangat pentingga buku ini untuk
mengetahui hidup dan kemajuan Eropa bagi orang islam diwaktu itu, ia
terjemahkan kedalam bahasa Turki dan dianjurkan oleh Muhammad Ali
supaya dibaca oleh pegawai-pegawai pemerintahannya.

4
b. Manahijul-albab al-Misriyyah, fi manahijil-adab al-‘asriyyah (“Jalan Bagi
Orang Mesir untuk Mengetahui Literatur Modern”)
Buku ini menerangkan betapa pentingnya kemajuan ekonomi bagi
kemajuan negara dan juga dalam buku ini ia menjelaskan bahwa pemerintahan
yang baiklah yang dapat memajukan ekonomi, dan oleh karena itu buku
tersebut menerangkan ketatanegaraan yang baik menurut paham tradisional
dalam islam. Raja atau sultan mempunyai kekuasaan eksekutif yang mutlak,
tetapi kekuasaan itu harus dibatasi oleh syariat dalam syura (para ulama). Jadi
Raja harus menghormati ulama dan memandang mereka sebagai pembantunya
dalam soal pemerintahan. Dan menurutnya syariat harus disesuaikan dengan
keadaan dan situasi modern dan kaum ulama harus mengetahui kemajuan
modern untuk dapat menafsirkan syariat sesuai dengan kebutuhan masyarakat
modern. Oleh karena itu mereka harus mempelajari pengetahuan dari Barat.

c. Al-Mursyidul-Amin lil Banati wal Banin(“Petunjuk Bagi Pendidikan Putra dan


Putri)
Menurutnya pendidikan dasar harus bersifat Universal dan sama
bentuknya untuk setiap golongan, didikan menengah harus memiliki kualitas
tinggi. Anak-anak perempuan harus mendapatkan pendidikan yang sama
dengan anak-anak laki-laki. Kaum ibu harus mempunyai didikan, agar
menjadi istri yang baik dan bukan hanya menjadi kebutuhan jasmani bagi
suaminya saja akan tetapi mampu menjadi teman suami dalam kehidupan
intelektual, dan juga agar dapat bekerja sebagai lelaki dalam batas-batas
kesanggupan dan pembawaan mereka, dan selanjutnya untuk mereka agar
dapat melepaskan diri dari kekosongan waktu di rumah tangga dan dari
kebiasaan mengobrol dengan tetangga.
Menurutnya fungsi pendidikan bukan hanya memberi ilmu pengetahuan
tetapi yang terpenting adalah menanamkan kepribadian dan hub al-watan (rasa
patriotisme). Patriotisme adalah dasar yang kuat untuk mendorong orang
membentuk masyarakan yang memiliki peradaban. al-Tahtawi adalah orang
Mesir yang pertama sekali yang menganjurkan patriotisme. Paham bahwa

5
seluruh dunia islam adalah tanah air tiap orang muslim, telah berubah
tekanannya. Tanah air sekarang ditekankan artinya pada tumpah darah
seseorang bukan seluruh dunia islam. Jadi ada dua persaudaraan, persaudaraan
islam dan persaudaraan setanah air. Mengenai kedua hal tersebut bagi al-
Tahtawi tidak jelas. Tapi perkembangan dalam dunia islam selanjutnya
membuat persaudaraan setanah air lebih kuat dari pada persaudaraan
keislaman. Dalam kewajiban seseorang terhadap tanah airnya termasuk
mengadakan persatuan, tunduk kepada undang-undang dan sedia
mengorbankan harta dan diri. Diantara hak yang terpenting bagi seorang
warga negara ialah kemerdekaan, karena kemerdekaan yang dapat
mewujudkan masyarakat yang sejati dan patriotisme yang kokoh.

d. Anwaru Taufiq al-Jalil fi Akhbari Misra wa Tausiqi Bani Imail (“Cahaya


Taufik yang Agung pada Berita-berita Mesir dan pengukuhan anak Keturunan
Khedewi Ismail)
Buku ini mengandung sejarah Mesir dari mulai zaman Fir’aun, ia
memperlihatkan kebanggaannya akan peradaban dan kemajuan ekonomi
Mesir pada zaman Fir’aun. Mesir modern adalah lanjutan dari Mesir zaman
Fir’aun, dan karena itu ia tak enggan menulis syair-syair yang memuju
Fir’aun. Mesir modern betul Islam, tetapi bukan semua penduduk Mesir
beragama islam. Orang-orang beragama islam harus diberi kemerdekaan
beragama, dan mesir Islam dan Mesir bukan islam adalah bersaudara.
Semua ini adalah konsep baru bagi dunia Islam dizaman al-Tahtawi.
Persaudaraan yang dikenal orang adalah persaudaraan keislaman, dan tanah
air adalah seluruh negara Islam dan sejarah adalah sejarah islam. Dalam
konsep baru ini terdapat benih Nasionalisme.

e. Al-Qaul as-Sadid fil-Ijtihad wa-Taqlid (“Perkataan yang Benar Tentang


Ijtihad dan Taklid”)
Al-Tahtawi hanya menjelaskan syariat-syariat dan rupa-rupa ijtihad dalam
Islam, ijtihad mutlak, ijtihad dalam mazhab, ijtihad dalam fatwa. Tetpi

6
bagaimanapun, penjelasan-penjelasan al-Tahtawi ini menarik perhatian orang
pada ijtihad, dan akhirnya membawa pada pendapat bahwa pintu ijtihad
adalah terbuka bukan tertutup.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Rifa’ah Badawi Rafi’ al-Tahtawi merupakan pembawa pemikiran
pembaharuan yang besar pengaruhnya di pertengahan pertama abad ke-19 di
Mesir. Ia dilahirkan di Tahta, suatu kota di Mesir bagian selatan pada tahun 1801
dan meninggal di Kairo pada tanggal 1873. ia hidup pada masa kepemimpinan
Muhammad Ali dan ketika Muhammad Ali mengambil alih semua kekayaan yang
ada di mesir, al-Tahtawi terpaksa menempuh pendidikan masa kecilnya oleh
bantuan keluarga ibunya karena harta orang tuanya termasuk dalam pengambil
alihan kekayaan yang dilakukan oleh Muhammad Ali. Ketika umur 16 tahun ia
melanjutkan pendidikannya ke al-Azhar. Dan setelah lima tahun ia selesai dari
studinya di al-Azhar itu tepatnya pada tahun 1822.
Setelah selesai dari studinya di al-Azhar ia mengajar disana selama dua
tahun, kemudian ia diangkat menjadi imam militer di tahun 1824, dua tahun
kemudia ia diangkat menjadi imam mahasiswa-mahasiswa yang dikirim
Muhammad Ali ke Paris. Selama lima tahun di paris ia mempelajari bahasa
francis dan untuk mempelajarinya ia menggaji seorang guru khusus bahasa untuk
mengajarkan dia bahasa francis.
Selama lima tahun di paris ia pergunakan untuk membaca buku-buku
francis dan juga menterjemahkan buku-buku francis. Tercatat selama 5 tahun
disana sudah 12 buku dan risalah yang berhasil ia terjemahkan kedalam bahasa
arab.
sekembalinya dari paris ia menjadi guru bahasa francis dan penerjemah di
sekolah kedokteran. 2 tahun kemudian ia pindah ke sekolah artileri untuk
mngepali penerjemahan buku-buku tentang ilmu teknik dan kemiliteran. Pada
tahun 1836 didirikan sekolah penerjemah (bahasa-bahasa asing) dan yang
dipercaya untuk menjadi pimpinan sekolah itu adalah al-Tahtawi.

Anda mungkin juga menyukai