Anda di halaman 1dari 11

1.

pestisida

Pestisida selain bermanfaat, juga menghasilkan dampak lingkungan. Disamping


bermanfaat untuk meningkatkan hasil pertanian, ia juga menghasilkan dampak buruk baik bagi
kesehatan manusia dan lingkungan. Lebih dari 98% insektisida dan 95% herbisida menjangkau
tempat selain yang seharusnya menjadi target, termasuk spesies non-target, perairan, udara,
makanan, dan sedimen.[1] Pestisida dapat menjangkau dan mengkontaminasi lahan dan perairan
ketika disemprot secara aerial, dibiarkan mengalir dari permukaan ladang, atau dibiarkan
menguap dari lokasi produksi dan penyimpanan.[2] Penggunaan pestisida berlebih justru akan
menjadikan hama dan gulma resistan terhadap pestisida.

Persebaran di udara

Pestisida berkontribusi pada polusi udara ketika disemprotkan melalui pesawat terbang.
Pestisida dapat tersuspensi di udara sebagai partikulat yang terbawa oleh angin ke area selain
target dan mengkontaminasinya.[4] Pestisida yang diaplikasikan ke tanaman dapat menguap dan
ditiup oleh angin sehingga membahayakan ekosistem di luar kawasan pertanian.[5] Kondisi cuaca
seperti temperatur dan kelembaban juga menjadi penentu kualitas pengaplikasian pestisida
karena seperti halnya fluida yang mudah menguap, penguapan pestisida amat ditentukan oleh
kondisi cuaca. Kelembaban yang rendah dan temperatur yang tinggi mempermudah penguapan.
Pestisida yang menguap ini dapat terhirup oleh manusia dan hewan di sekitar.[6] Selain itu,
tetesan pestisida yang tidak larut atau tidak dilarutkan oleh air dapat bergerak sebagai debu[7]
sehingga dapat mempengaruhi kondisi cuaca dan kualitas presipitasi.

Penyemprotan pestisida dekat dengan tanah memiliki risiko persebaran lebih rendah
dibandingkan penyemprotan dari udara.[8] Petani dapat menggunakan zona penyangga di sekitar
tanaman pertanian yang terdiri dari lahan yang kosong atau ditumbuhi tanaman non-pertanian
seprti pohon yang berfungsi sebagai pemecah angin yang menyerap pestisida dan mencegah
persebaran ke area lain.[9] Di Belanda, para petani diperintahkan untuk membangun pemecah
angin.[9]

Persebaran di perairan
Jalur pergerakan pestisida

Di Amerika Serikat, pestisida diketahui telah mencemari setiap aliran sungai dan 90% sumur
yang diuji oleh USGS.[10] Residu pestisida juga telah ditemukan di air hujan dan air tanah.[11]
Pemerintah Inggris juga telah mempelajari bahwa konsentrasi pestisida di berbagai sungai dan
air tanah melebihi ambang batas keamanan untuk dijadikan air minum.[12]

Dampak pestisida pada sistem perairan seringkali dipelajari menggunakan model transportasi
hidrologi untuk mempelajari pergerakan dan akhir dari pergerakan zat kimia di aliran sungai.
Pada awal tahun 1970an, analisis kuantitatif aliran pestisida dilakukan dengan tujuan untuk
memprediksi jumlah pestisida yang akan mencapai permukaan air.[13]

Terdapat empat jalur utama bagi pestisida untuk mencapai perairan: terbang ke area di luar yang
disemprotkan, melalui perkolasi menuju ke dalam tanah, dibawa oleh aliran air permukaan, atau
ditumpahkan secara sengaja maupun tidak.[14] Pestisida juga bergerak di perairan bersama
dengan erosi tanah.[15] Faktor yang mempengaruhi kemampuan pestisida dalam
mengkontaminasi perairan mencakup tingkat kelarutan, jarak pengaplikasian pestisida dari badan
air, cuaca, jenis tanah, keberadaan tanaman di sekitar, dan metode yang digunakan dalam
mengaplikasikannya.[16] Fraksi halus sedimen penyusun dasar perairan juga berperan dalam
persebaran pestisida DDT dan turunannya.[17]
2. PENCEMARAN RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN
fhian Tuesday, 11 January 2011 fisika-lingkungan

Pencemaran radioaktivitas lingkungan, baik yang melalui udara maupun melalui air, pada
akhirnya akan dapat mencemari manusia. Oleh karena itu, masalah pengaturan dan pengwasan
radioaktivitas lingkungan perlu dilaksanakan dengan baik.Untuk dapat mengetahui masalah
pencemaran radioaktivitas lingkungan, terlebih dahulu harus diketahui kemungkinan sumber-
sumber pencemaran radioaktivitas lingkungan. Sumber pencemaran lingkungan dapat berasal
dari beberapa faktor.

3. 1. Penambangan dan Pengolahan Bahan Nuklir

Di dalam penambangan uranium kontaminan yang dapat menyebabkan pencemaran


adalah Randon (Rn) termasuk anak turunannya. Di samping itu debu - debu yang mengandung
pemancar Alpha yang berumur panjang sering dijumpai dalam tambang uranium. Radioisotop
utama yang paling berbahaya adalah Radon dengan anak turunannya yang berumur pendek
seperti :

218 214
Po (RaA) Po (RaB)

Bi 214 (RaC) Po 214 (RaC1 )

Radon yang berupa gas inert dengan mudah keluar masuk saluran pernapasan dan hanya
sedikit saja yang teringgal di dalam paru - paru. Sedangkan anak turunannya cendrung mudah
tertinggal di dalam paru - paru. Beberapa radioisotop pemancar Alpha yang berumur panjang di
jumpai di dalam penambangan uranium adalah :

U238 U234 Th230 Ra226


Di dalam pengolahan biji uranium (Uranium mills) Radon dan anak turunannya tidak
begitu menimbulkan masalah bila dibandingkan dengan masalah debu - debu yang keluar pada
saat peleburan biji uranium. Sedangkan pada tempat penimbunan biji uranium, Radon dan anak
turunannya masih besar pengaruhnya terhadap kenaikan radioaktivitas lingkungan. Pada
penambangan Thorium dalam medan terbuka, kemungkinan untuk menghirup zarah radioaktif
tanpa sengaja ke dalam paru - paru lebih kecil bila dibandingkan dengan penambangan uranium
yang dilakukan di dalam tanah (gua).Pencemaran radioaktivitas lingkungan pada penambangan
Thorium pada umumnya berasal dari Thoron dan debu - debunya selama proses peleburan.

3. 2. Proses Pengkayaan Bahan Bakar Nuklir

Pada umumnya dalam proses pengkayaan uranium dengan cara difusi gas, sumber
pencemaran radioaktivitas lingkungan berasal dari kebocoran uranium hexafluorida. Apabila
keadaan sekililingnya lembab maka akan terjadi asam hidro fluorida yang bersifat korosif dan
dapat merusak gelas. Dalam hal ini pencemaran yang lebih besar bahayanya adalah pencemaran
kimianya (asam hexafluorida) dari pada pencemaran uraniumnya, karena sifat iritasi asam
hexafluoride sangat tinggi. Dalam proses fabrikasi bahan bakar nuklir, seperti rolling, extruding,
sumber pencemaran pada umumnya berasal dari bubuk oksida bahan bakar. Pada saat
pembakaran metal, bahan uranium dan Plutonium bisa keluar dalam bentuk bubuk oxida maupun
debu logam.

3. 3. Operasi Reaktor Nuklir

Selama reactor nuklir beroperasi akan terjadi reaksi fisi pada bahan bakarnya dan
mengasilkan radioisotop - radioisotop hasil pembelahan yang dapat lepas dari udara. Radioisotop
- radioisotop tersebut antara lain : Xenon, Krypton Iodine, dan Bromine. Xenon dan Krypton
berbentuk gas sedangkan Iodine dan Bromine berbentuk bahan volatile. Apabila reaktor
beroperasi dengan bahan bakar yang cacat (retak), maka selain nuklida hasil belahan yang akan
keluar akan ikut keluar pula uranium dan plutonium. Untuk reaktor yang menggunakan air berat
sebagai moderatornya maka akan banyak dijumpai Tritium pada udara sekelilingnya. Pada
reaktor homogen, yaitu reaktor yang bahan bakar dan bahan moderatornya berada dalam satu
larutan, maka bahan hasil fisi tersebut di atas langsung dilepaskan dari bahan bakarnya.

Dalam reaktor heterogen, yang pendingin primernya dapat berupa udara, air atau logam
cair, maka bahan fisi dapat terlepas kependingin primernya. Reaktor dengan pendingin primer
udara, kontaminan utamanya adalah Ar41. Di samping itu, Oksigen, Nitrogen, dan Neon yang ada
di udara mungkin dapat menjadi radioaktif akibat teraktivitasi oleh neutron. Dalam operasi
normal debu- debu yang telah teraktivitasi dan juga bahan- bahan hasil fisi lainnya akan
ditangkap dan dibersihkan seperlunya oleh filter khusus sebelum dihembuskan keluar melalui
cerobong. Apabila semua peralatan reaktor nuklir berjalan baik dan semua prosedur kerja
ditepati pada saat reaktor nuklir beroperasi, sebenarnya tidak perlu dikwatirkan masalah
pencemaran radioaktivitas lingkungan oleh reactor nuklir.

3. 4. Reprocessing Bahan Bakar

Pada pelarutan bahan bakar akan dilepaskan gas- gas dan bahan volatile yang
radioaktif, terutama : Xe133, Kr85, I131, dan Br82. Dari ke empat
radioisotop tersebut yang paling banyak
131
dikelurkan adalah I . Gas - gas tersebut setelah melalui proses pembersihan seperlunya akan
dikeluarkan ke lingkungan melalui cerobong. Seringkali pada proses ini ada radionuklida yang
secara khusus harus dipisahkan dari campurannya. Apabila radionuklia yang harus dipisahkan
dalam bentuk volatile maka akan sulit untuk melakukannya. Begitu juga dalam proses pemisahan
secara kimia. Pada saat proses pemurnian bahan hasil, maka bahan- bahan pengkayaan mungkin
dapat keluar bersama - sama radionuklida deret uranium,seperti Amerecium, melalui ventilasi
udara.

3. 5. Pengelolaan Limbah Radioktif

Limbah radioaktif dengan aktivitas tinggi yang berasal dari tempat reprocessing ditimbun
dalam tangki di bawah tanah. Seringkali digunakan sream jets untuk memindahkan limbah
radioaktif tersebut dari satu tangki ke tangki yang lain. Pada saat pemindahan tersebut mungkin
terjadi percikan cairan radioaktif dan ini dapat merupakan pencemaran zarah radioaktif ke udara
dan ke lingkungan. Apabila hal iniberlangsung dalam waktu cukup lama maka percikan tersebut
dapat menjadi tumpukan limbah yang dapat tertiup angin ke tempat yang lebih jauh apabila
tumpukan tersebut telah mongering. Proses insenerasi limbah radioaktif dapat juga menimbulkan
gas dan radioaktif. Particulate radioaktif mungkin pula terhembus ke udara pada saat dilakukan
pembersihan terhadap abunya.

3. 6. Penggunaan Radioisotop Dalam Bidang Kedokteran


Pada sat ini pemakain radioisotop di berbagai bidang ilmu pengetahuan sudah sangat
meluas. Radioisotop yang digunakan dapat berupa gas, cairan, padatan atau dalambentuk
volatile. Beberapa gas radioaktif yang digunakan antara lain : C14 O12, C14 H4, S35O2 , H3, dan
gas H32O. Pemakaian serbuk zat radioaktif banyak juga digunakan dan umumnya dikerjakan di
dalam lemari asam atau glove boxes.Dalam bidang kedokteran, I131 banyak dipakai untuk terapi
thyroid. Xe133 digunakan untuk diagnosis paru- paru atau untuk mempelajari aliran darah. Kedua
radioisotop tersebut sangat volatile sehingga ada kemungkinan akan terhembuskan keluar dari
tubuh pasien yang aedang menjalani terapi maupun diagnosis dengan kedua radioisotop tersebut.
Hal ini dapat menyebabkan pencemaran radioaktivitas ke udara.

3. 7. Proses Dekontaminasi dan Dekomisioning Fasilitas Nuklir

Pada dekomisioning suatu Fasilitas nuklir, kontaminasi udara oleh zat radiaktif dapat
berasal dari dekontaminasi, pembersihan dan pembongkaran komponen peralatan. Apabila
disertai dengan pembongkaran dinding beton reaktor, maka tingkat pencemaran zat radioaktif
akan lebih besar lagi. Radionulida yang keluar pada saat dekomisioning dan dekontaminasi suatu
fasilitas nukilir tergantung kepada jenis dan fungsi fasilitas nuklir tesebut. Sebagai contoh, pada
saat dekomisioning reaktror daya nuklida - nuklida yang akan keluar :

Co60, Ni63, C14, Ni59, dan Fe55 .

Kalau suatu laboratorium riset dikenakan dekomisioning, maka kegiatan yang ada di
laboratorium tersebut ikut menentukan jenis radionuklida yang akan menjadi kontaminan
lingkungan. Di dalam melakukan dekomisioning dan pembongkaran suatu fasilitas
nuklir, masalah pengawasan kontaminasi lingkungan harus dilakukan dengan ketat. Keselamatan
para pekerja terhadap bahaya radiasi harus diutamakan. Kemungkinan penyebaran radioaktivitas
ke lingkungan sedapat mungkin dapat dihindari. Semua peralatan yang telah terkontaminasi
harus dibersihkan dengan cermat, sedangkan barang - barang yang tidak mungkin di
dekontaminasi lagiharus digolongkan sebagai limbah radioaktif untuk disimpan atau dikelola
lebig lanjut.

3. 8. Percobaan dan Ledakan Bom Atom


Ledakan bom atom adalah suatu reaksi pembelahan yang menghasilkan neutron dengan
jumlah tak terkendali. Lain halnya dengan reaksi inti yang terjadi pada reaktor dimana jumlah
reaktor yang dihasilkan dapat dikendalikan. Pada ledakan bom nuklir selain dihasilkan
radioisotop hasil pembelahan dihasilkan juga radiasi gamma, neutron dan panas yang sangat
tinggi. Panas yang dihasilkan pada ledakan nuklir ini diperkirakan mencapai beberapa juta
derajat celcius, sehingga banyak bahan yang diuapkan. Selain dari pada itu panas yang sangat
tinggi juga akan mengubah tekanan udara secara tiba - tiba yang akan menyebabkan terjadinya
badai kencang. Suhu yang sangat tinggi tersebut dinamakan bola api yang di dalamnya
terkandung leburan bahan - bahan nuklir hasil belahan, dan campuran gas radioaktif.

Setelah bola api menjadi dingin, bahan- bahan nuklir yang menguap dan menjadi gas
akan membentuk padatan berupa debu - debu radioaktif yang akan jatuh kembali ke bumi. Debu
- debu radioaktif ini disebut : jatuhan debu radiaktif atau lebih dikenal dengan istilah fall out.
Kekuatan ledakan bom nuklir akan menentukan kapan jatuhan tersebut sampai ke bumi, serta
ikut menentukan macam dan jenis jatuhan. Pada saat terjadi ledakan bom nuklir, bahan-bahan
radioaktif yang terjadi akan tersebar ke dalam lapisan-lapisan atmosfer bumi. Dalam ledakan
tersebut akan dihasilkan antara 30 - 40 radioisotop baru yang masih akan meluruh lagi menjadi
unsur-unsur lain yang radioaktif, sehingga jumlah radioisotope hasil ledakan akan mencapai
lebih dari 200 unsur.

Tinggi sebaran debu radioaktif pada lapisan atmosfer bumi menentukan waktu dan letak
jatuhan debu radioaktif tersebut untuk sampai di bumi. Jatuhan debu radioaktif dibagi menjadi :

1. Jatuhan awal yang merupakan jatuhan local.

2. Jatuhan tertunda yang masih dibagi lagi menjadi :

a. Jatuhan troposfer

b. Jatuhan stratosfer

a . Jatuhan Awal

Jatuhan awal yang merupakan jatuhan lokal terjadi bila ledakan bom nuklir hanya
berkekuatan sekitar beberapa ribu kilo ton. Mengingat akan kekuatan bomnya maka tinggi
ledakan tidak akan menembus lapisan troposfer. Ketinggian ledakan relative rendah. Ketika
ledakan terjadi, bola api yang suhunya mencapai jutaan derajat celcius akan menghisap sejumlah
besar tanah, air, dan bahan-bahan lain menjadi uap dan gas. Pada kondensasi bahan-bahan akan
turun kembali ke bumi dalam waktu ± 24 jam. Karena ukuran bahan radioaktif ini relative besar
maka turunnya cepat. Pengaruh angina akan membawa jatuhan sampai ± 45 km dari lokasi
ledakan.
b. Jatuhan Troposfer

Ledakan yang dapat mencapai ketinggian lapisan troposfer, berarti ledakannya kuat,
sehingga debu-debu radioaktif dapat tersebar ke segala penjuru dunia. Debu radioaktif akan jatuh
ke bumi bersama-sama hujan atau salju dalam waktu kurang lebih 1 hari sampai 4 minggu.

c. Jatuhan Stratosfer

Ledakan bom nuklir dengan kekuatan beberapa megaton akan dapat mencapai
ketinggian stratosfer. Pada ledakan ini debu radioaktif akan tersebar ke seluruh dunia, akan tetapi
sulit diramalkan bagaimana, kapan, dan di mana debu radioaktif tersebut akan jatuh ke bumi.
Diperkirakan debu radioaktif akan melayang di lapisan atmosfer selama 5 tahun, dan setelah itu
baru jatuh ke bumi. Pada saat dunia sedang dilanda demam percobaan bom atom, yang terjadi di
sekitar tahun 1960-an . Ledakan bom atom selain menaikkan cacah latar, juga ikut menaikkan
tingkat radioaktivitas lingkungan akibat jatuhnya debu radioaktif ke bumi. Hal ini antara lain
dapat dilihat dari kenaikan radioaktivitas yang terdapat pada air laut .

3. 9. Daur Pencemaran Radioaktivitas Lingkungan

Mengingat bahwa pencemaran radioaktivitas lingkungan baik yang melalui udara


maupun melalui air pada akhirnya akan sampai juga kepada manusia, maka daur pencemaran
radioaktivitas lingkungan seperti yang tampak pada gambar berikut perlu untuk diketahui.
Dengan memperhatikan daur tersebut akan dapat dilakukan pengambilan contoh-contoh
lingkungan untuk ditentukan dan dianalisis radioaktivitasnya.

SHARE
3. Thorikul Huda

Just another Staff UII Blogs weblog

 Home
 Profil
 Repository
 Artikel

Aug 23 2009

HUBUNGAN ANTARA TOTAL SUSPENDED SOLID DENGAN TURBIDITY DAN


DISSOLVED OXYGEN

Published by thorik at 2:45 pm under Uncategorized

By : Thorikul Huda

Pendahuluan
Sehubungan dengan pertambahan penduduk yang semakin meningkat, maka permintaan akan
pangan, sandang dan papan juga semakin meningkat. Hal ini mendorong peningkatan kegiatan
pembangunan di berbagai sektor yang mengakibatkan pemanfaatan ekosistim secara tidak
rasional dan tidak terkendali. Kegiatan pembangunan tersebut mengakibatkan penurunan kualitas
bahkan perusakan ekosistim itu sendiri serta berdampak lanjut terhadap gangguan ekosistim lain
yang berada di sekitarnya, sehingga mengakibatkan gangguan kehidupan organisme yang hidup
di dalamnya maupun terhadap organisme pemanfaatnya termasuk manusia.
Proses pencemaran perairan pada umumnya disebabkan oleh berbagai kegiatan yang merupakan
sumber bahan pencemar perairan antara lain pemukiman, industri, transportasi, dan pertanian.
Kegiatan-kegiatan tersebut potensil menghasilkan bahan pencemar yang merusak sistim
kehidupan di dalam ekosistim pantai. Polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan
normal, dengan demikian perairan yang sudah tidak lagi berfungsi secara normal dapat
dikatergorikan sebagai perairan tercemar. Selain itu definisi dari pencemaran air disebabkan oleh
masuknya zat-zat asing ke dalam lingkungan, sebagai akibat dari tindakan manusia, yang
merubah sifat-sifat fisik, kimia, dan biologis lingkungannya. Bahan-bahan pencemar tersebut
digolongkan ke dalam tiga tipe yaitu: (1) patogenik (menyebabkan penyakit pada manusia), (2)
estetik (menyebabkan perubahan lingkungan yang tidak nyaman berdasarkan panca indera) dan
(3) ekomorpik (bahan cemar yang menyebabkan perubahan sifat sifat fisika lingkungan).
Bahan-bahan yang dapat mencemari lingkungan perairan dapat berasal dari material organik
maupun anorganik. Parameter pencemaran biasanya saling terkait antara satu parameter dengan
parameter lainnya. Dalam pembahasan ini akan disampaikan hubungan antara parameter Total
Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid) dengan kekeruhan (Turbidity), dan Kelarutan
oksigen (Dissolved Oyigen)

Total Suspended Solid atau Total Padatan Tersuspensi


TSS (Total Suspended Solid) atau total padatan tersuspensi adalah padatan yang tersuspensi di
dalam air berupa bahan-bahan organik dan inorganic yang dapat disaring dengan kertas millipore
berporipori 0,45 μm. Materi yang tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air
karena mengurangi penetrasi matahari ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang
menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme produser.

Turbidity atau Kekeruhan


Turbiditas atau kekeruhan digunkan untuk menyatakan derajat kegelapan di dalam air yang
disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan biasanya terdiri dari partikel organic
maupun anorganik yang berasal dari DAS (Daerah Aliran Sungai) dan resuspensi sediment di
dasar danau.

Dissolved Oxygen atau Kelarutan oksigen


Sumber oksigen dalam perairan dapat diperoleh dari hasil proses fotosintesis phytoplankton atau
tumbuhan hijau dan proses difusi dari udara, serta hasil proses kimiawi dari reaksi-reaksi
oksidasi. Keberadaan oksigen di perairan biasanya diukur dalam jumlah oksigen terlarut
(dissolved oxygen) yaitu jumlah miligram gas oksigen yang terlarut dalam satu liter air.
Pada ekosistem perairan, keberadaan oksigen sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
distribusi temperatur, keberadaan produser autotrop yang mampu melakukan fotosintesis, serta
proses difusi oksigen dari udara. Di perairan umumnya oksigen memiliki distribusi yang tidak
merata secara vertikal . Distribusi ini berkaitan dengan kelarutan oksigen yang dipengaruhi oleh
temperatur perairan. Kelarutan oksigen bertambah seiring dengan penurunan temperatur
perairan, walaupun hubungan ini tidak selamanya berjalan secara linier. Tabel 1. Hubungan
antara temperatur dan kelarutan oksigen di perairan
Suhu Kelarutan oksigen (mg/L)
0 14.6
4 13.1
8 11.9
12 10.8
16 10.0
20 9.2
24 8.5
30 7.6

Sumber :Chanlett (1979)

Hubungan antara Total Suspended Solid dengan Turbidity dan Dissolved Oxigen
Kekeruhan erat sekali hubungannya dengan kadar zat tersuspensi karena kekeruhan pada air
memang disebabkan adanya zat-zat tersuspensi yang ada dalam air tersebut. Zat tersuspensi yang
ada dalam air terdiri dari berbagai macam zat, misalnya pasir halus, liat dan lumpur alami yang
merupakan bahan-bahan anorganik atau dapat pula berupa bahan-bahan organik yang melayang-
layang dalam air. Bahan-bahan organik yang merupakan zat tersuspensi terdiri dari berbagai
jenis senyawa seperti selulosa, lemak, protein yang melayang-layang dalam air atau dapat juga
berupa mikroorganisme seperti bakteri, algae, dan sebagainya. Bahan-bahan organik ini selain
berasal dari sumber-sumber alamiah juga berasal dari buangan kegiatan manusia seperti kegiatan
industri, pertanian, pertambangan atau kegiatan rumah tangga. Kekeruhan memang disebabkan
karena adanya zat tersuspensi dalam air, namun karena zat-zat tersuspensi yang ada dalam air
terdiri dari berbagai macam zat yang bentuk dan berat jenisnya berbeda-beda maka kekeruhan
tidak selalu sebanding dengan kadar zat tersuspensi.
Tontowi (2007) telah membuktikan bahwa peningkatan total padatan terlarut akan meningkatkan
tingkat kekeruhan di Waduk Jati Luhur. Kenaikan kadar zat tersuspensi dari 11 mg/L menjadi
50,5 mg/L atau mengalami kenaikan sebesar 390 %, sedangkan kekeruhan mengalami kenaikan
dari 6,6 NTU menjadi 27,6 NTU atau mengalami kenaikan sebesar 318 %
Dampak kekeruhan pada air minum terutama adalah dapat menimbulkan estetika yang kurang
baik. Orang menilai air minum pertama dari kekeruhannya. Air yang keruh ditinjau dari
estetikanya tidak layak untuk diminum. Selain dari segi estetika, air yang keruh yang
mengandung zat-zat tersuspensi dapat menyebabkan mikroorganisme patogen hidup dan
berkembang dengan baik, bahkan adanya bahan-bahan tersuspensi tersebut dapat menyebabkan
mikroorganisme lebih tahan terhadap proses desinfeksi.
Adanya kekeruhan akan manghambat proses masuknya sinar matahari ke dalam perairan.
Sehingga hal tersebut dapat mengakibatkan proses fotosintesis tanaman (fitoplankton) menjadi
terhambat. Padahal seperti diketahui bersama, fotosintesis oleh tanaman akan menghasilkan gas
O2 yang banyak dibutuhkan oleh organisme di lingkungan perairan.
Jika oksigen hanya sedikit dan maka bakteri aerobic akan cepat mati karena suplay oksigennya
sedikit dan bakteri anaerobik mulai tumbuh. Bakteri anaerobik akan mendekompisisi dan
menggunakan oksigen yang disimpan dalam moleku lmolekulyang sedang dihancurkan. Hasil
dari kegiatan bakteri anaerobikdapat membentuk Hidrogen Sulfida (H2S), gas yang berbau
busuk dan berbahaya, serta beberapa produk lainnya

Kesimpulan
Peningkatan konsentrasi padatan terlarut berkorelasi secara positif dengan nilai kekeruhan dan
berkorelasi negative dengan kelarutan oksigen

DAFTAR PUSTAKA
Chanlett, E.T., 1979. “Environmental Protection”. Mc Graw-Hill Book Company. New York.585
p.
Sunarto, 2003, “Peranan Dekomposisi Dalam Proses Produksi Pada Ekosistem Laut” Pengantar
Falsafah Sains (Pps702)Program Pascasarjana/S3 Institut Pertanian Bogor

Anda mungkin juga menyukai