Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

KOMPLIKASI DIABETES MELITUS PADA MATA

DISUSUN OLEH

Handra Juanda

FK UPN “Veteran”Jakarta

092.0221.218

PEMBIMBING DAN MODERATOR

dr. Diah Faridah Sp.M

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MATA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT PERSAHABATAN JAKARTA

1
PERIODE 12 DESEMBER 2011- 21 JANUARI 2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas pimpinan
dan tuntunanya penulis dapat menyelesaikan referat Komplikasi Diabetes Melitus pada Mata
sebagai salah satu syarat dalam menjalani Kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata di Rumah Sakit
Umum Pusat (RSUP) Persahabatan. Melalui ini juga penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:

1. dr. Helario Hasibuan, SpM sebagai ketua koordinator mahasiswa kepaniteraan Ilmu
Penyakit Mata di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan.

2. dr. Diah Faridah, SpM sebagai pembimbing dan moderator Presentasi Kasus Katarak
Traumatik.

3. Teman-teman seperjuangan di Ilmu Kesehatan Mata di Rumah Sakit Umum Pusat


(RSUP) Persahabatan periode 12 Desember 2011– 21 Januari 2011.

Terimakasih atas semua bantuan, bimbingan dan masukan yang diberikan kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat Komplikasi Diabetes Melitus
pada Mata ini. Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga saran,
kritik dan masukan sangat diterima dengan tangan terbuka. Semoga makalah ini dapat berguna
tidak hanya bagi penulis tetapi juga bagi semuanya.

Jakarta, 9 Januari 2012

Handra Juanda

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

DAFTAR GAMBAR iv

BAB.I PENDAHULUAN

A.. Latar Belakang 1

B. Tujuan Penulisan 2

BAB. II PEMBAHASAN

A. Diabetes Melitus dan Komplikasinya 4

B. Komplikasi Diabetes Melitus pada Mata

1. Keratopathy Neurotropik Diabetik 5

2. Glaukoma Neeovaskular 6

3. Katarak Diabetik 9

4. Retinopati Diabetik 11

5. Optik Neuropati 23

6. Kranial Neuropati 25

BAB. III PENUTUP

A. Kesimpulan 26

B. Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Diabetic neurotrophic keratopathy 6

Gambar 2 Glaukoma Neovaskular 8

Gambar 3 True diabetic cataract with marked swelling of the cortex 9

Gambar 4 A cataract is a clouding or fogging of the normally clear lens of the eye 10

Gambar 5 Fungsi anatomi retina. 13


Gambar 6 Skema Patofisiologi Retinopati Diabetik 17

Gambar 7 Gambaran retina penderita DM 18

Gambar 8 Retinopati diabetik tipe nonproliferatif sedang 19

Gambar 9 Neuropati iskemik optik arteritik 24

Gambar 10 Kepala saraf optic normal dan Kepala saraf optic pada pasien dengan NAION 24

Gambar 11 Bentuk kelainan dari ekstra okular muscle palsy 25

4
BAB. I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus atau biasa dikenal sebagai penyakit kencing manis adalah
suatu penyakit yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar gula dalam darah
(hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin baik absolut maupun relatif. Absolut
berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti jumlahnya cukup atau
memang sedikit tinggi atau daya kerjanya berkurang.1 Diabetes Melitus merupakan
penyakit kronis yang dapat membutuhkan intervensi obat-obatan seumur hidup
terutama untuk mengelola penyakit dan mencegah komplikasi lebih lanjut sehingga
diabetes merupakan penyakit yang mahal. Data 2002 di Amerika Serikat sekitar 6,2%
penduduk atau 18,2 juta orang mengidap diabetes. Sebagai sebuah penyakit, Diabetes
tidak dapat disembuhkan. Sampai saat ini, diabetes melitus masih merupakan salah satu
penyebab kebutaan utama di Amerika Serikat. Menurut data WHO, Indonesia
menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita Diabetes Mellitus di dunia.
Pada tahun 2000 yang lalu saja, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang
mengidap diabetes. Namun, pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di
Indonesia meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 persen yang sadar
mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30 persen yang datang berobat teratur.2
Berkat kemajuan dalam penatalaksanaan diabetes mellitus angka harapan hidup
penderita diabetes meningkat secara tajam.3
Penyakit diabetes dapat menyebabkan komplikasi pada indera penglihatan yaitu
mata meliputi abnormalitas kornea, glaukoma, nevaskularisasi iris, katarak, dan
neuropati, dan retinopati.2 Diabetes mellitus sering dihubungkan dengan komplikasi
mikrovaskuler seperti retinopati nefropati dan neuropati perifer. Salah satu komplikasi
tersebut dapat mengenai kornea yang disebut keratopathy neurotropik. Keratopathy
neurotropik adalah suatu kondisi dimana terdapatnya neuropati dari saraf trigeminal
cabang oftalmika. Keratopathy neurotropik diabetes merupakan penyakit yang jarang
ditemukan.4 Selain pada kornea, diabetes juga dapat menyebabkan oklusi pada
pembuluh darah vena yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan bola mata
atau lebih dikenal sebagai glaucoma neovaskular.5 Glaukoma neovaskular merupakan

5
salah satu penyebab utama kebutaan di Amerika. Diabetes Mellitus juga merupakan
salah satu faktor resiko terjadinya katarak.3 Penderita katarak di Indonesia merupakan
yang terbesar se Asia, dimana diabetes menjadi salah satu pemicu adanya katarak ini.
Katarak karena diabetes terjadi karena penimbunan sorbitol di lensa mata sehingga
terjadi kekeruhan. Pada penderita katarak dengan diabetes, progresifitas stadium
katarak dapat dicegah dengan menstabilkan gula darah pada kondisi normal untuk
penderita diabetes.6
Retinopati adalah istilah medis untuk kerusakan pada banyak pembuluh darah
halus yang memberi nutrisi pada retina. Hal ini dikarenakan naiknya kadar gula dalam
darah yang berkaitan dengan diabetes. Secara perlahan-lahan naiknya kadar gula dalam
pembuluh darah dapat merusak tubuh. Seorang penderita Diabetik Retinopati biasanya
akan mengalami gejala seperti berikut. Penglihatan kabur, tidak stabil (kadang kabur
dan kadang jelas). Terlihat adanya jaring laba-laba atau bintik-bintik kecil pada lapang
penglihatan. Selain muncul jaring laba-laba, saat melihat juga muncul gurat-gurat hitam
atau lapisan tipis kemerahan. Di saat malam hari, penglihatan menjadi buruk.
Penglihatan seorang diabetik retinopati juga sulit beradaptasi dari sinar redup.2
Dari semua itu komplikasi akibat diabetes pada mata yang paling fokal
menyebabkan kebutaan ialah retinopati diabetik.2 Penyakit Retinopati ini mulai
menyerang penglihatan mata pada penderita diabetes tipe 1 atau yang sedikitnya telah
mengidap diabetes selama kurang lebih 20 tahun. Hampir semua pengidap diabetes
meunjukkan tanda-tanda kerusakan diabtes pada usia 30 tahun. Awalnya, sebagian
besar penderita retinopati, "hanya" mengalami masalah penglihatan ringan. Namun,
semakin lama akan semakin berkembang dan mengancam penglihatan. Bahkan di
Amerika Serikat, retinopati merupakan penyebab kebutaan terbanyak di kalangan orang
dewasa. Komplikasi mikrovaskuler lainnya dari penyakit diabetes mellitus yaitu
neuropati perifer dapat berupa optik neuropati dan kranial neuropati.2

B. Tujuan Penulisan

− Sebagai syarat untuk mengikuti ujian akhir program pendidikan profesi di Bagian
kepaniteraan Ilmu Penyakit Mata di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)
Persahabatan

6
− Untuk menambah ilmu pengetahuan tentang komplikasi diabetes mellitus pada mata
baik bagi petugas medis maupun masyarakat umum.
− Sebagai upaya pencegahan bagi penderita diabetes melitus agar tidak mengalami
komplikasi pada indera penglihatan di masa depan.

7
BAB. II
PEMBAHASAN

A. Diabetes Melitus dan Komplikasinya

Diabetes melitus atau biasa dikenal sebagai penyakit kencing manis adalah
suatu penyakit yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar gula dalam darah
(hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin baik absolut maupun relatif. Diabetes
mellitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pengobatanyang terkontrol.
Tanpa didukung oleh pengelolaan yang tepat, diabetes dapatmenyebabkan beberapa
komplikasi (IDF, 2007). Komplikasi yang disebabkandapat berupa:7
1. Komplikasi Akut
a. Hipoglikemi
Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah hinggam
encapai <60 mg/dL. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar
, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro glikopenik (pusing,
gelisah, kesadaran menurun sampai koma) (PERKENI, 2006).
b. Ketoasidosis diabetik
Keadaan ini berhubungan dengan defisiensi insulin, jumlah insulin
yangterbatas dalam tubuh menyebabkan glukosa tidak dapat digunakan sebagai
sumber energy sehingga tubuh melakukan penyeimbangan dengan
memetabolisme lemak. Hasil dari metabolisme ini adalah asam lemak bebasdan
senyawa keton. Akumulasi keton dalam tubuh inilah yang
menyebabkanterjadinya asidosis atau ketoasidosis (Gale, 2004).Gejala klinisnya
dapat berupa kesadaran menurun, nafas cepat dan dalam (kussmaul) serta tanda-
tanda dehidrasi.Selain itu, seseorang dikatakan mengalami ketoasidosis jika
hasil pemeriksaan laboratoriumnya
− Hiperglikemia (glukosa darah >250 mg/dL
− Na serum <140 meq/L
− Asidosis metabolik (pH <7,3; bikarbonat <15 meq/L)
− Ketosis (ketonemia dan atau ketonuria)c.

8
c. Hiperosmolar non ketotik Riwayat penyakitnya sama dengan ketoasidosis
diabetik, biasanya berusia> 40 tahun. Terdapat hiperglikemia disertai
osmolaritas darah yang tinggi(>320).

2. Komplikasi Kronis (Menahun)


a. Makroangiopati:
− Pembuluh darah jantung
− Pembuluh darah tepi
− Pembuluh darah otak
b. Mikroangiopati
− Pembuluh darah kapiler retina mata (retinopati diabetik)
− Pembuluh darah kapiler ginjal (nefropati diabetik)
c. Neuropati
d. Komplikasi dengan mekanisme gabungan
− Rentan infeksi, contohnya tuberkolusis paru, infeksi saluran
kemih,infeksi kulit dan infeksi kaki.
− Disfungsi ereksi
Komplikasi pada indera penglihatan yaitu mata meliputi abnormalitas kornea,
glaukoma, nevaskularisasi iris, katarak, dan neuropati, dan retinopati. Dari semua itu
komplikasi akibat diabetes pada mata yang paling fokal menyebabkan kebutaan ialah
retinopati diabetik.2

B. Komplikasi Diabetes Melitus Pada Mata

1. Keratopathy Neurotropik Diabetik


Diabetes mellitus sering dihubungkan dengan komplikasi mikrovaskular
seperti retinopati nefropati, dan neuropati perifer. Salah satu komplikasi tersebut
dapat mengenai kornea yang disebut keratopathy neurotropik. Keratopathy
neurotropik adalah suatu kondisi dimana terdapatnya neuropati dari saraf
trigeminal cabang oftalmika. Keratopathy neurotropik diabetes merupakan penyakit
yang jarang ditemukan.4 Pada pasien diabetes memiliki faktor resiko untuk
terjadinya erosi atau luka kornea pada kornea. Hal ini disebabkan kegagalan lapisan
epitel kornea melekat dengan lapisan Bowman dibawahnya. Pasien akan mengeluh

9
mata berair dan sakit secara mendadak, silau dan sulit membuka mata. Keadaan ini
juga dikenal sebagai keratopathy diabetes. Keadaan ini didapatkan terutama setelah
operasi vitreoretinal, dimana terdapat edema dan kekeruhan pada epitel kornea
sehingga sering secara manual diusap sehingga menimbulkan luka. Peningkatan
metabolisme poliol dalam sel epitel kornea dilaporkan sebagai mekanisme
keratopathy diabetes.

Gambar 1.

a. Bilateral corneal ulcers in diabetic


neurotrophic keratopathy

b. Fluorescein uptake in the corneal


epithelial defect of the right eye

Pengobatan dilakukan dengan pemberian obat tetes agar kornea lembab dan
pemakaian bandage lensa kontak atau anterior stromal puncture, scrapping epitel
kornea atau phototherapeutic keratectomy (PTK).7

2. Glaukoma Neovaskular
Selain pada kornea, diabetes juga dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh
darah vena yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan bola mata atau
lebih dikenal sebagai glaucoma neovaskular. Glaukoma neovaskular
diklasifikasikan sebagai bagian dari glaukoma sekunder. Peningkatan tekanan
intraokular yang terjadi sebagai salah satu manifestasi penyakit mata lain disebut
glaukoma sekunder.5

a. Gambaran Klinis

10
Gambaran klinis terdiri dari penyakit primer dan efek yang
menyertainya, yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular.
Pemeriksaan histopatologis mata dengan glaukoma neovaskular tanpa
menghiraukan etiologinya, mengungkapkan bahwa pembuluh-pembuluh darah
baru timbul dari bantalan mikrovaskuler pada iris dan korpus siliar. Pembuluh
darah baru muncul pertama kali sebagai kuncup endotel dari kapiler-kapiler
sirkulasi arteri kecil, kuncup-kuncup baru yang lain kemudian dapat muncul
dari pembuluh-pembuluh darah mana saja di sekitar iris. Seiring waktu
membran fibrosa yang tak terlihat secara klinis terbentuk di sepanjang
pembuluh darah.
b. Patofisiologi
Glaukoma neovaskular disebabkan oleh membran fibrovaskular yang
terbentuk pada permukaan iris dan sudut kamera anterior. Awalnya membran
hanya menutupi struktur sudut kamera anterior, tapi kemudian membran ini
mengkerut membentuk synechia anterior perifer. Glaukoma neovaskular
kalaupun pernah muncul sebagai kondisi primer jarang sekali, akan tetapi selalu
dihubungkan dengan abnormalitas lain, kebanyakan dengan beberapa bentuk
iskemia okular. Beragam istilah yang lain telah digunakan untuk menjelaskan
kondisi ini, termasuk glaukoma trombotik, glaukoma hemoragik, glaukoma
hemoragik diabetik, glaukoma kongestif, dan glaukoma rubeotik. Istilah
glaukoma neovaskular digunakan disini karena mencakup semua glaukoma
yang disebabkan oleh ataupun dihubungkan kepada membran fibrovaskular
pada iris dan atau sudut kamera anterior.
Penting untuk memisahkan istilah glaukoma neovaskular dan iridis
rubeosis. Iridis rubiosis mengacu pada pembuluh-pembuluh darah baru pada
permukaan iris tanpa memperhatikan keadaan sudut atau munculnya glaukoma.9
Secara klinis tiga kondisi umum yang bertanggung jawab untuk pembentukan
glaukoma neovaskular adalah retinopati diabetik, oklusi vena retina sentral dan
penyakit obstruksi arteri karotis.

Gambar 2. Pembuluh darah yang abnormal dapat


tumbuh di iris dan membendung jalan 11 keluar
cairan dari mata. Glaukoma Neovaskular dapat
terjadi dengan resiko kerusakan saraf dan
kebutaan.
Bagian anterior neovaskularisasi termasuk iris, sudut kamera anterior
ataupun keduanya diikuti oleh pembentukan membran fibrovaskular yang
terlihat secara histologis. Membran ini awalnya menghambat
aliran akueus melewati jalinan trabekular dan menyebabkan glaukoma sudut
terbuka. Bagaimanapun, seiring perjalanan penyakit, pembentukan miofibroblas
dari pengerutan membran fibrovaskuler menyebabkan uvea ektropion, sinekia
anterior perifer dan pada akhirnya penutupan sudut sinekia total.
c. Penatalaksanaan
Terapi berupa pengontrolan tekanan intraokular dengan cara-cara medis
maupun bedah, tetapi juga mengatasi penyakit yang mendasari apabila
mungkin. Glaukoma sekunder yang dihasilkan selalu sukar disembuhkan
dengan manajemen farmakologis dan membutuhkan intervensi bedah. Secara
umum dibagi menjadi 2 yaitu :
d. Penatalaksanaan penyakit yang mendasari
Fotokoagulasi panretinal (PRP), adalah sebuah prosedur pilihan untuk
penyakit iskemik retina, dan telah menunjukkan dapat mengurangi dan
mengeliminasi neovaskularisasi segmen anterior. PRP dapat menormalkan
tekanan intraokular pada stadium glaukoma sudut terbuka pada glaukoma
neovaskular. Mekanisme kerja PRP tidak jelas. Sejak fotoreseptor luar – pigmen
epitel retina kompleks tercatat untuk mayoritas konsumsi oksigen retina total,
PRP dapat menurunkan kebutuhan oksigen retina dengan menghancurkan
lapisan luar ini. Hal ini mengizinkan oksigen koroid untuk menyebar ke retina
dalam, menurunkan tidak hanya hipoksia retina dalam tetapi juga mengurangi
rangsangan pelepasan faktor-faktor angiogenesis. PRP dapat dilakukan pada
gejala awal neovaskularisasi.
e. Penatalaksanaan tekanan intraokular yang meningkat
Pengobatan farmakologis pada peningkatan tekanan intraokular
biasanya diselesaikan dengan supresan akueus. Antikolinergik harus dihindari
karena dapat meningkatkan peradangan dan memperburuk sinekia.
12
Prostaglandin tidak begitu efektif pada mata dengan glaukoma neovaskular
karena munculnya sinekia membatasi aliran akueus melalui jalur uveoskleral.
Kortikosteroid topikal dapat digunakan pada inflamasi, dan agen sikloplegik
dapat digunakan untuk mengontrol nyeri. Gliserin topikal dapat membantu
menghilangkan edema kornea memudahkan diagnosa yang akurat. Agen-agen
osmotik dapat menurunkan tekanan intraokular akut dengan mengurangi
volume vitreus. Kebanyakan kasus glaukoma neovaskular sukar disembuhkan
dengan pengobatan farmakologis dan membutuhkan intervensi bedah. Tidak ada
kesepakatan umum mengenai pendekatan bedah terbaik. Penatalaksanaan lain
berupa Trabekulektomi, Implant Drainase Akueus, Siklodestruksi, Enukleasi /
Injeksi Akohol.

3. Katarak Diabetik
Diabetes menyebabkan peningkatan kadar gula darah dan jika tidak
terkontrol hal ini berakibat pula pada mata sehingga lensa akan membengkak
akibat kadar gula darah yang tinggi. Ketika kadar gula darah turun maka
pembengkakan lensa akan berkurang tetapi jika kadar gula darah naik kembali
maka lensa akan membengkak lagi. Hal ini terjadi berulang-ulang sehingga
menyebabkan kekeruhan pada lensa dan disebut dengan katarak.

Gambar 3. True diabetic cataract with marked


swelling of the
Berdasarkan cortex. pada penderita DM akan terjadi penimbunan
penelitian,
sorbitol akibat produksinya yang terlalu cepat dalam lensa. Penimbunan sorbitol
akan menyebabkan perubahan osmosis pada lensa sehingga terjadi peningkatan
cairan intraselular sebagai respon peningkatan enzim aldoreduktase yang
berperan dalam mereduksi glukosa menjadi sorbitol. Dengan adanya mekanisme
13
ini lensa akan membengkak dan terjadi perubahan biokimia dalam lensa yang
menyebabkan terbentuknya kekeruhan. Dalam penelitian lain disebutkan bahwa
akumulasi sorbitol mengakibatkan terjadinya apoptosis sel epitel lensa sehingga
meningkatkan perkembangan katarak.
Keluhan yang akan diutarakan penderita adalah pandangan yang mulai
tidak jelas atau kabur. Semakin hari keluhan akan semakin memburuk dan
penderita akan sering pergi ke optikal untuk memeriksa ketajaman
penglihatannya, tetapi penderita tidak menemukan kacamata yang cocok untuk
membantunya melihat lebih jelas. Katarak akibat diabetes melitus memberikan
gambaran khas, yaitu kekeruhan tersebar halus seperti tebaran kapas di dalam
massa lensa.
Katarak biasanya terjadi karena faktor usia yang semakin tua sehingga
lensa mengalami degenerasi dan menjadi keruh. Namun, pada penderita DM
katarak dapat terjadi pada usia yang lebih muda < 50 tahun. Kedua mata dapat
terkena walaupun dalam waktu yang tidak bersamaan. Kekeruhan lensa ini
menyebabkan cahaya yang masuk tidak sempurna karena terhalang kekeruhan
dan tidak bisa difokuskan tepat di retina sehingga penderita tidak dapat melihat
dengan jelas.

Gambar 4. A cataract is a
clouding or fogging of the
normally clear lens of the
eye

Katarak dapat dihilangkan dengan tindakan operasi atau pembedahan.


Namun, pada kasus katarak akibat diabetes melitus banyak hal yang harus
diperhatikan. Ketika penderita diabetes melitus ingin melakukan operasi untuk
menghilangkan kekeruhan lensanya maka kadar gula darah harus dalam
keadaan terkontrol. Terapi utama yang harus dilakukan oleh penderita katarak
diabetikum adalah meregulasi gula darahnya.6
4. Retinopati Diabetik
14
a. Definisi
Retinopati diabetika adalah suatu miroangiopati yang mengenai arteriola
prekapiler retina, kapiler dan venula, akan tetapi pembuluh darah yang lebih
besarpun dapat terkena. Keadaan ini merupakan komplikasi dari penyakit
diabetes melitus yang menyebabkan kerusakan pada mata dimana secara
perlahan terjadi kerusakan pembuluh darah retina atau lapisan saraf mata
sehingga mengalami kebocoran.8 Kondisi tersebut lambat laun dapat
menyebabkan penglihatan buram bahkan kebutaan. Bila kerusakan retina sangat
berat, seorang penderita diabetes dapat menjadi buta permanen sekalipun
dilakukan usaha pengobatan.2
b. Faktor Resiko
Kerusakan pembuluh darah retina disebabkan oleh tingginya kadar gula
darah dalam waktu lama. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah kaburnya
penglihatan. Akan tetapi sebaiknya pasien diabetes menjalani pemeriksaan mata
lengkap oleh dokter mata paling tidak satu tahun sekali, karena hanya dokter
mata yang dapat menemukan tanda- tanda Retinopati Diabetika sekalipun belum
ada gejala gangguan penglihatan. Bisa tapi itu semua bergantung pada tingkat
kerusakan pada pembuluh darah retina. Tapi yang paling penting bagi pasien
adalah menjaga stabilitas kadar gula darah melalui diet dan berolahraga secara
teratur.2
c. Patogenesis
i. Struktur Normal Retina dan Fisiologinya
Pemahaman mengenai retinopati diabetes sebaiknya dimulai
dengan pemahaman mengenai retina secara fisiologis untuk bisa
mengerti efek dari diabetes. Retina adalah lapisan yang transparan
tersusun dari jaringan saraf yang terletak antara lapisan epitel berpigmen
di retina dan humor vitreus. Fungsi penglihatan normal tergantung pada
komunikasi utuh antara persarafan, glial, mikroglial, vaskular dan epitel
berpigmen dari retina. Fungsi dasar retina adalah menangkap foton,
mengubah energi fotokimia menjadi energi listrik, menggabungkan
potensial aksi dan mengirimnya ke lobus oksipital otak dimana potensial
aksi tersebut akan dibaca dan diterjemahkan menjadi gambar yang
dimengerti. Retina disekat dari sistem sirkulasi oleh sistem perdarahan
retina dan barier cairan retina dan mendapat supply nutrisi dari sirkulasi
15
retina dan khoroid dan juga dari ciliary body dengan cara difusi melalui
vitreous gel. Fungsi ini merupakan keunikan dari retina secara anatomi
dan fisiologi yang menyebabkannya secara efisien menyangga keadaan
stres metabolik.8
ii. Fisiologi Retina yang Menyebabkannya Mudah Menjadi Komplikasi
Diabetes
Struktur retina yang unik memberi fungsi fisiologi yang unik
jika dibandingkan dengan sistem saraf yang lain karena kebutuhan akan
“transparency“ dan kebutuhan ini ada hubungannya dengan diabetes.
Sebagai contoh, axon retina tidak dilapisi myelin, karena myelin adalah
opak dan menghalangi transmisi cahaya. Saraf yang tidak bermyelin
membutuhkan energi lebih banyak untuk menjaga potensial membran.
Kedua, kepadatan pembuluh darah dalam menyerap cahaya rendah,
sehingga tekanan oksigen dalam retina relatif hipoksia dengan pO2
hanya 25 mm. pO2 retina menurun dari luar retina ke dalam. Ketiga,
bagian dalam retina mempunyai mitokondria lebih sedikit yang
mengandung penyerap cahaya heme-based protein sitokrom dari rantai
transport elektron. Sel Muller relatif kaya mitokondria dan ditemukan di
daerah pO2 yang lebih tinggi di lapisan plexiform dan sel ganglion
tetapi tidak banyak di lapisan nuclear. Bagian dalam retina
menggunakan glikolisis, cara yang kurang efisien menghasilkan ATP
dibandingkan fosforilasi oksidatif yang dominan di bagian luar retina
dimana pO2 adalah 80 mmHg. Walaupun vaskularisasi jarang dan pO2
rendah, retina memiliki permintaan metabolic yang tinggi. ATP
dibutuhkan untuk fototransduksi dalam menjaga gradien ion melintasi
sel membran, untuk neurotransmisi sinap, untuk mengisi fotoreseptor
bagian luar segmen membran dan untuk transport protein dan
neurotransmiter anterograde dan retrograde melalui axon ke saraf optik
dan badan lateral genikulat thalamus. Kombinasi permintaan metabolik
yang tinggi dan minimalnya vaskularisasi menyebabkan terbatasnya
kemampuan bagian dalam retina dalam adaptasi terhadap stres
metabolik diabetes. Bagian luar retina menerima oksigen dan nutrien
dengan cara difusi dari koroid melalui epithel berpigmen dan secara
relatif jarang terkena pada awal diabetes.
16
Fungsi metabolik hampir sama dengan otak yang terbagi glia dan
neuron. Di glia bagian dalam retina, metabolisme glukosa terjadi melalui
glikolisis dimana sel-sel di luar retina secara penuh melalui fosforilasi
oksidative. Di bagian dalam retina, substrat metabolik seperti glukosa
mengalir dari endothelium pembuluh ke astrocyte melalui neuron. Di
bagian luar retina substrat menjangkau sel Muller dan fotoreseptor dari
koroid melalui epithel berpigmen. Sel glial penting dalam fungsi
neuronal karena sel ini mengubah glukosa yang tersirkulasi ke retina
untuk produksi ATP dan menyediakan senyawa-senyawa perantara
seperti laktat. Fungsi anatomi retina diilustrasikan pada gambar 1:8

Gambar 5. Fungsi anatomi retina.


iii. Teori Enzim katalisis aldose reduktase .
Enzim ini akan mengkatalisa perubahan glukosa menjadi sorbitol
. Bila kadar glukosa intraselular meningkat , hal ini akan meningkatkan
pula kadar sorbitor intraselular, yang kemudian akan menghambat
sintesis mio-inositol yang terdapat pada glomerular dan jaringan saraf .
Penurunan kadar mio-inositol ini akan menurunkan metabolisme fosfo-
inositidin, yang kemudian akan menurunkan aktivitas dari Na-K-
ATPase dan memperburuk kerusakan mikrovaskular . Retinopati
diabetika dapat menyebabkan kebutaan melalui beberapa mekanisme,
yaitu :12
− Sumbatan mikrovaskular

17
Faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap
sumbatan mikrovasklar adalah penebalan menbran basalis
kapiler, kerusakan dan proliferasi sel endotel kapiler, perubahan
sel darah merah yang menyebabka penurunan kemampuan
transport oksigen dan peningkatan agregasi trombosit.
Konsekuensi dari adanya kapiler retina nonperfusi kapiler ini
adalah iskemik retina yang menyebabkan hipoksia retina. Pada
awalnya daerah nonperfusi kapiler ini terjadi pada retina
midperifer. Terdapat dua efek utama dari hipoksia retina, yaitu :
• Arteriovena shunts : Intra retinal mikrovaskular abnormal
(IRMA)
• Neovaskularisasi, yang disebabkan zat vasoformatif akibat
daerah retinal hipoksia
− Kebocoran mikrovaskular
Hilangnya sel sel perisit kapiler retina Diabetes Melitus
diperkirakan menyebabkan distensi dinding kapiler serta
hilangnya ”blood retinal barier”, yang menimbulkan kebocoran
plasma darah. Distensi lokal menimbulkan mikroaneurisma.
Konskuensi dari adanya peningkatan permeabilitas vaskular
adalah perdarahan retina dan edema retina.
− Perdarahan kedalam rongga Vitreus, sehingga menutupi jalannya
sinar.
− Pembentukan jaringan parut dirongga vitreus sehingga dapat
menyebabkan ablasio retina.
iv. Teori protein Aminoguanidin
Aminoguanidin (suatu fraksi dari protein esensial), melalui
mekanisme yang masih terus diselidiki, pada tikus tikus percobaan
ternyata dapat memperlambat pertambahan mikroaneurisma dan
penumpukan deposit protein pada kapiler kapiler di retina.
Retinopati diabetika merupakan mikroangiopati, sebagai akibat
dari gangguan metabolik , yaitu defisiensi insulin dan hiperglikemi.
Peningkatan gula darah sampai ketinggian tertentu, mengakibatkan
keracunan sel sel tubuh, terutama darah dan dinding pembuluh darah,

18
yang disebut glikotoksisitas. Peristiwa ini merupakan penggabungan
irreversibel dari molekul glukosa dengan protein yang disebut proses
glikosilase protein.13
Dalam keadaan normal , proses glikosilase ini hanya sekitar 4-
9% , sedang pada penderita diabetes mencapai 20% .(4) Glikosilase ini
dapat mengenai isi dan dinding pembuluh darah, yang secara
keseluruhan dapat menyebabkan meningkatnya viskositas darah ,
gangguan aliran darah, yang dimulai pada aliran didaerah sirkulasi kecil,
kemudian disusul dengan gangguan pada daerah sirkulasi besar dan
menyebabkan hipoksia jaringan yang diurusnya. Kelainan kelainan ini
didapatkan juga didalam pembuluh pembuluh darah retina, yang dapat
diamati dengan melakukan :10
− fundus fluorescein angiography
− pemotretan dengan menggunakan film berwarna
− oftalmoskop langsung dan tak langsung
− biomikroskop dengan lensa kontak dari goldman
Mula mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, yang dindingnya
menebal dan mempunyai affinitas yang besar terhadap fluoresein.
Keadaan ini menetap untuk waktu yang lama tanpa mengganggu
penglihatan. Dengan melemahnya dinding kapiler, maka akan menonjol
membentuk mikroaneurisma. Mula mula keadaan ini terlihat pada
daerah kapiler vena sekitar makula, yang tampak sebagai titik titik
merah pada oftalmoskop. Adanya 1-2 mikroaneurisma sudah cukup
mendiagnosa adanya retinopati diabetika.10 Pada keadaan lanjut,
mikroaneurisma didapatkan sama banyaknya pada kapiler vena maupun
arteri. Baik kapiler yang abnormal maupun aneurisma menibulkan
kebocoran, yang tampak sebagai edema, eksudat, perdarahan, di sekitar
kapiler dan mikroaneurisma.12
Adanya edema dapat mengancam ketajaman penglihatan bila
terdapat di daerah makula, edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi
yang hebat dan berlangsung dalam waktu relatif lama akan
menyebabkan degenerasi kistoid . Bila hal ini terjadi di daerah makula,

19
ketajaman penglihatan yang terganggu, tak dapat dikembalikan kepada
keadaan semula meskipun dilakukan fotokoagulasi pada pengobatan.11
Perdarahan selain akibat kebocoran juga dapat disebabkan oleh
karena pecahnya mikroaneurisma . Kebocoran lipoprotein, tampak
sebagai eksudat keras, menyerupai lilin berkelompok yang berbentuk
lingkaran di daerah makula, yang disebut bentuk sirsiner berwarna putih
kekuning kuningan . Eksudat lemak ini didapatkan pada penderita yang
gemuk dengan kadar lemak darah yang tinggi.10
Akibat perubahan isi dan dinding pembuluh darah , dapat
menimbulkan penyumbatan yang dimulai di kapiler, kearteriola, dan
pembuluh darah besar ; karenanya timbul hipoksi, disusul dengan daerah
iskemik kecil dan timbulnya kolateral kolateral . Hipoksi mempercepat
timbulnya kebocoran, neovaskularisasi, dan mikroaneurisma yang baru .
Akibat hipoksi timbul eksudat lunat yang disebut cotton wool patch ,
yang merupakan bercak nekrose.12

Gambar 6. Skema Patofisiologi Retinopati Diabetik

20
d. Gejala dan Tanda
Kelainan kelainan yang didapat pada retinopati diabetika antara lain
obstruksi kapiler yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam kapiler
retina dan mikroaneurisma yaitu berupa tonjolan dinding kapiler. Dua hal
tersebut merupakan tanda awal dari retinopati diabetika.9
Gangguan penglihatan pada pasien dengan diabetes paling sering
dihubungkan dengan edema makular, iskemi makular, membran epiretinal yang
mengubah atau menaikkan makula, perdarahan vitreous yang mengaburkan
media ocular. Sebagai contoh, kebocoran kapiler retina akan menyebabkan
edema makular dan diketahui secara klinis kebocoran ini menyebabkan
gangguan penglihatan. Bagaimana mekanisme seluler edema makular bisa
menyebabkan gangguan penglihatan belum bisa dijelaskan.

Gambar 7. Gambaran retina penderita DM

Dari perspektif optik, sista makular menghamburkan cahaya yang masuk


ke retina tetapi tidak bisa fokus ke fotoreseptornya, sehingga menurunkan
kualitas image. Dari bahasan seluler, fungsi penglihatan akan menurun jika
cairan terakumulasi dalam retina dimana akan terjadi:8
− mengubah konsentrasi ion ekstraseluler membutuhkan potensial aksi
− secara fisik menekan neuron retina
− pengaruh pertukaran glutamat dan glutamin secara normal antara sel glia
dan neuron membutuhkan neurotransmitter

21
− neuron semakin lemah terhadap adanya excitotoxicity asam amino,
antibodi, atau sel inflamasi yang mencapai retina karena adanya kebocoran.
Sumbatan kapiler dekat fovea juga menyebabkan neuron retina terjadi
kerusakan iskemi.
Timbulnya gangguan visus, pada masa sebelum dibentuk jaringan
fibrovaskuler, tergantung dari besar dan lokasi kelainan. Edema, eksudat,
perdarahan yang terdapat di daerah makula, yang disebut makulopati, cepat
menimbulkan gangguan penglihatan. Pada umumnya visus pada stadium ini
masih baik, tetapi bila sudah terjadi pembentukan jaringan fibrovaskuler ,
gangguan visus pasti menyusul.5

e. Klasifikasi
Pada prinsipnya retinopati diabetik secara klinis dibagi menjadi tipe
non-proliferatif san tipe proliferatif.11
i. Retinopati Diabetika Non Proliferatif
− Retinopati diabetika Non proliferatif ringan
Gejala :
• Mikroaneurisma
• Perdarahan intra retina ringan – sedang kurang dari 4 kwadran
• Hard eksudat
• Edema makula
• Kelainan fovea avaskular zone pada FFA
− Retinopati Non proliferatif sedang
Gejala :
• Soft eksudat
• Perdarahan intra retina sedang – berat pada 4 kwadran
• Venous beading ( dilatasi vena fokal )
• Gambar
Intra retina mikrovaskular abnormal 8.)
( IRMA
Retinopati diabetik
tipe nonproliferatif sedang
Ket :
(1) Perdarahan flame-
shaped;
22
(2) Soft exudates;
(3) Cotton wool spots;
(4) Mikroaneurisma
− Retinopati Non prolifertif berat
Gejala : salah satu dari gejala dibawah ini :
 Perdarahan intra retina hebat pada ke 4 kwadran
 Venous beading pada 2 kwadran
 IRMA sedang – berat pada 1 kwadran
− Retinopati Non proliferatif sangat berat
Gejala : dua dari gejala dibawah ini :
• Perdarahan intra retina hebat pada ke 4 kwadran
• Venous beading pada 2 kwadran
• IRMA sedang – berat pada 1 kwadran
ii. Retinopati Diabetika Proliferatif
− Retinopati diabetika proliferatif dini ( Early PDR )
Gejala: Sudah mulai terlihat adanya neovaskularisasi
− Retinopati diabetika proliferatif resiko tinggi ( High risk PDR )
Gejala :
• Neovaskularisasi pada diskus ( NVD ) lebih dari 1/3 – 1/2
daerah diskus, atau
• NVD dan perdarahan preretina /vitreous, atau
• Neovaskularisasi retina ( NVE ) lebih dari 1/2 daerah diskus dan
perdarahan preretina/vitreous.
Retinopati didiagnosa secara klinis dengan tanda-tanda
ophthalmoskopik seperti mikroaneurisma, perdarahan dan spot cotton-wool,
tetapi defek fungsional akan muncul lebih dahulu.8
Daniel Vaughan membagi retinopati diabetes menjadi stadium:10
I. Mikroaneurisma , yang merupakan tanda khas, tampak sebagai
perdarahan bulat kecil didaerah papil dan makula ; dengan vena sedikit

23
melebar dan secara histologis didapatkan mikroaneurisma di kapiler
bagian vena dilapisan nuklear luar.
II. Vena melebar ; tampak eksudat kecil kecil seperti lilin , tersebar , dan
terletak dilapisan pleksiform luar .
III. Stadium II + cotton wool patches, sebagai akibar iskemik pada arteriola
terminal.
IV. Vena vena melebar, sianosis, disertai sheating pembuluh darah .
Perdarahan nyata besar dan kecil, terdapat pada semua lapisan retina dan
preretina.
V. Perdarahan besar di retina dan preretina, juga infiltrasi ke badan kaca.
Disusul dengan terjadinya retinitis proliferans, yang diakibarkan
timbulnya jaringan fibrotik dan neovaskularisasi.
Derajat retinopati ini berhubungan erat dengan lamanya diabetes melitus
diderita . Pengobatan yang baik dapat memperlambat timbulnya retinopati ,
namun sekali timbul , tampaknya tidak ada satu obatpun yang mampu
mempengaruhi jalannya keadaan ini.11
f. Penatalaksanaan
Ada tiga pengobatan utama untuk retinopati diabetes, yang''''sangat
efektif dalam mengurangi kehilangan penglihatan dari penyakit ini. Pada
kenyataannya, bahkan orang dengan retinopathy maju memiliki kesempatan 90
persen dari menjaga visi mereka ketika mereka mendapatkan perawatan
sebelum retina rusak parah. Ketiga pengobatan tersebut yaitu bedah laser,
injeksi triamcinolone ke dalam mata dan vitrectomy.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun pengobatan ini sangat sukses,
mereka tidak menyembuhkan diabetes retinopati. Perhatian harus dilakukan
dalam perawatan dengan pembedahan laser karena menyebabkan hilangnya
jaringan retina. Hal ini sering lebih bijaksana untuk menyuntik triamcinolone.
Pada beberapa pasien itu menghasilkan peningkatan ditandai dari visi, terutama
jika ada edema makula. Menghindari penggunaan tembakau dan koreksi dari
hipertensi terkait langkah-langkah terapi yang penting dalam pengelolaan
diabetes retinopati. Cara terbaik untuk menangani retinopati diabetik adalah
untuk memonitor waspada. Pada tahun 2008 ada obat lain (misalnya kinase
inhibitor dan anti-VEGF) yang tersedia.
i. Laser photocoagulation
24
Laser photocoagulation dapat digunakan dalam dua skenario untuk
perawatan retinopati diabetes. Hal ini banyak digunakan untuk tahap awal
retinopati proliferatif.
ii. Panretinal photocoagulation
Panretinal photocoagulation, atau PRP (juga disebut pencar
perawatan laser), digunakan untuk mengobati diabetes retinopati proliferatif
(PDR). Tujuannya adalah untuk menciptakan 1.000 - 2.000 luka bakar di
retina dengan harapan mengurangi permintaan oksigen retina, dan
karenanya kemungkinan iskemia. Dalam mengobati retinopati diabetes
maju, luka bakar yang digunakan untuk menghancurkan pembuluh darah
abnormal yang terbentuk di retina. Hal ini telah ditunjukkan untuk
mengurangi resiko kehilangan penglihatan berat untuk mata pada risiko
dengan 50%.
Sebelum laser, dokter mata pupil dan berlaku tetes anestesi untuk
mematikan mata. Dalam beberapa kasus, dokter mungkin juga mati rasa
daerah di belakang mata untuk mencegah ketidaknyamanan apapun. Pasien
duduk menghadap mesin laser sementara dokter memegang lensa khusus
untuk mata. Dokter dapat menggunakan laser titik tunggal atau laser
memindai pola untuk dua pola dimensi seperti kotak, cincin dan busur.
Selama prosedur, pasien dapat melihat kilatan cahaya. Ini berkedip akhirnya
dapat menciptakan sensasi menyengat tidak nyaman bagi pasien. Setelah
perawatan laser, pasien harus disarankan untuk tidak drive untuk beberapa
jam sementara murid-murid masih melebar. Visi mungkin tetap agak kabur
untuk sisa hari itu, meskipun tidak boleh ada banyak kepedihan di mata.
Pasien mungkin kehilangan sebagian penglihatan periferal mereka
setelah operasi ini, tetapi prosedurnya menyimpan sisa dari pandangan
pasien. Operasi laser juga dapat sedikit mengurangi warna dan penglihatan
pada malam hari.
Seseorang dengan retinopati proliferatif akan selalu berisiko untuk
perdarahan baru, serta glaukoma, komplikasi dari pembuluh darah baru. Ini
berarti bahwa beberapa perawatan mungkin diperlukan untuk melindungi
penglihatan.
iii. Intravitreal triamcinolone acetonide

25
Triamcinolone adalah persiapan yang panjang steroid akting. Ketika
disuntikkan dalam rongga vitreous, itu mengurangi edema makula
(penebalan retina pada makula) disebabkan karena maculopathy diabetes,
dan hasil dalam peningkatan ketajaman visual. Efek dari triamcinolone
bersifat sementara, yang berlangsung sampai tiga bulan, yang memerlukan
suntikan berulang untuk menjaga efek yang menguntungkan. Komplikasi
injeksi triamcinolone intravitreal termasuk katarak, glaukoma diinduksi
steroid dan endophthalmitis.
iv. Vitrectomy
Alih-alih operasi laser, beberapa orang membutuhkan operasi mata
disebut vitrectomy untuk memulihkan penglihatan. Sebuah vitrectomy
dilakukan ketika ada banyak darah di vitreous. Ini melibatkan menghapus
vitreous keruh dan menggantinya dengan larutan garam.
Studi menunjukkan bahwa orang yang memiliki vitrectomy segera
setelah perdarahan besar lebih mungkin untuk melindungi visi mereka dari
seseorang yang menunggu untuk memiliki operasi.
Awal vitrectomy sangat efektif pada orang dengan insulin-dependent
diabetes, yang mungkin berada pada risiko lebih besar kebutaan dari
pendarahan ke dalam mata. Vitrectomy sering dilakukan dengan anestesi
lokal.
Dokter membuat sayatan kecil di sclera, atau putih mata.
Selanjutnya, alat kecil ditempatkan ke dalam mata untuk menghapus
vitreous dan masukkan larutan garam ke dalam mata. Pasien mungkin dapat
pulang segera setelah vitrectomy, atau mungkin diminta untuk tinggal di
rumah sakit semalam. Setelah operasi, mata akan merah dan sensitif, dan
pasien biasanya harus memakai penutup mata yang selama beberapa hari
atau minggu untuk melindungi mata. Obat tetes mata juga diresepkan untuk
melindungi terhadap infeksi.

5. Optik Neuropati
Optik Neuropati Iskemik adalah suatu kondisi dimana asupan darah ke saraf
optik bermasalah, mengakibatkan hilangnya penglihatan. Hal ini merupakan satu
penyebab utama kebutaan atau cacat penglihatan parah di antara populasi usia
menengah dan manula. Kondisi ini sering kali terkait dengan faktor faktor resiko
26
seperti diabetes, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi atau kebiasaan merokok
(neuropati iskemik optik “non-arteritik”) walaupun pada beberapa kasus, mungkin
juga disebabkan oleh peradangan pembuluh darah (neuropati iskemik optik
“arteritik”).
Subtipe arteritik umumnya disebabkan oleh masalah kekebalan tubuh. Pada
arteritik, dampak terhadap mata sangatlah tinggi, terapi steroid diperlukan untuk
mencegah hilangnya penglihatan pada mata lainnya. Sedangkan pada kasus non-
arteritik, persentase dampak terjadinya penyakit ini pada mata sebalahnya
diperkirakan berkisar antara 15% hingga 20% dalam 5 tahun. Saat ini, belum ada
terapi yang terbukti efektif untuk mengatasi neuropati iskemik optik non-arteritik
atau mencegah dampaknya terhadap mata sebelahnya.
Pada neuropati iskemik optik “non-arteritik” (NAION), pasien biasanya
mengeluh hilangnya penglihatan mata secara mendadak tanpa rasa nyeri, pada
umumnya terjadi saat bangun di pagi hari. Biasanya, daerah pandangan separo
keatas atau kebawah terkena lebih parah. Hingga 40% dari kasus kasus ini
mengalami pemulihan penglihatan seiiring waktu, 30% mengalami penurunan
penglihatan dan 30% mengalami masalah penglihatan yang tidak berubah. Jika
kondisi ini disertai dengan gejala nyeri pada bagian rahang, sakit kepala didaerah
dahi, nyeri kulit kepala atau penurunan berat badan, arteritis sel besar mungkin
menjadi penyebabnya dan pengobatan harus segera dilakukan.14

Gambar 9. Neuropati iskemik optik arteritik

27
Gambar 10.
6. Kranial (a) Kepala saraf optic normal (b)Kepala saraf optic pada
Neuropati
pasien dengan NAION
Kranial neuropati adalah suatu kondisi sekunder yang terjadi
karena kerusakan saraf yang disebabkan oleh kondisi medis lain. Ini termasuk
neuropati diabetes, HIV/AIDS dan kanker. Gejala awal dalam kebanyakan kasus
dimana neuropati kranial mempengaruhi saraf yang mengendalikan otot-otot
mata. Gejala pertama adalah menghadapi rasa sakit yang terletak di sekitar salah
satu mata. Ini biasanya hanya mempengaruhi satu sisi wajah. Gejala ini dikenal
dengan nama “extra ocular muscle palsy”. Gejala semakin progresif terjadi
dimana otot-otot mata menjadi lumpuh. Anda juga bisa mengalami penglihatan
ganda.
Komplikasi dari neuropati kranial dapat mencakup kondisi yang disebut
trigeminal neuralgia. Ini adalah kondisi yang dapat menyebabkan nyeri
wajah ekstrim. Hal ini dapat membuat kegiatan sehari-hari. Seperti mengunyah,
berbicara dan menyikat gigi yang menyakitkan di satu sisi. Dalam kebanyakan
kasus neuropati kranial,gejala spontan menjadi lebih baik dan benar-benar bisa
hilang dalam waktu 2 sampai 3 bulan.

Gambar 11. Bentuk


kelainan dari ekstra
okular muscle palsy

28
BAB.
III PENUTUP

A. Kesimpulan

− Diabetes melitus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh karena peningkatan
kadar gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin baik
absolut maupun relative merupakan penyakit kronis yang dapat membutuhkan
intervensi obat-obatan seumur hidup.

− Komplikasi diabetes mellitus terdiri atas komplikasi akut dan kronik. Komplikasi
kronik terdiri atas makroangiopati, mikroangiopati, dan neuropati. Komplikasi pada
indera penglihatan termasuk komplikasi makroangiopati (glaukoma neovaskular),
mikroangiopati (retinopati diabetik), dan neuropati (keratophaty diabetik, optik
neuropati dan kranial neuropati), serta berpengaruh terhadap pembentukan katarak.

− Keratopathy neurotropik merupakan suatu kondisi dimana terdapatnya neuropati


dari saraf trigeminal cabang oftalmika. Termasuk penyakit yang jarang ditemukan
dan ditandai mata berair dan sakit secara mendadak, silau dan sulit membuka mata
Pengobatan dengan pemberian obat tetes agar kornea lembab dan pemakaian
bandage lensa kontak atau anterior stromal puncture, scrapping epitel kornea atau
phototherapeutic keratectomy (PTK)

− Glaukoma neovaskular merupakan glaukoma sekunder yang terjadi akibat oklusi


pada pembuluh darah vena yang mengakibatkan peningkatan tekanan bola mata.
Terapi berupa pengontrolan tekanan intraokular dan mengatasi penyakit yang
mendasari apabila mungkin. Glaukoma sekunder selalu sukar disembuhkan dengan
manajemen farmakologis dan membutuhkan intervensi bedah.

− Katarak diabetika terjadi akibat kadar gula darah yang tidak terkontrol sehingga
lensa akan membengkak. Hal ini berhubungan dengan penimbunan sorbitol.
Gambaran khas berupa kekeruhan tersebar halus seperti tebaran kapas di dalam
massa lensa. Terapi utama adalah mengontrol gula darahnya.

29
− Retinopati diabetik terjadi akibat kerusakan pada banyak pembuluh darah halus
yang memberi nutrisi pada retina. Merupakan komplikasi yang paling sering
menyebabkan kebutaan. Gejala dapat bersifat asimptomatik hingga menimbulkan
gangguan penglihatan. Terdiri atas tipe non-proliferatif dan tipe proliferative.
Pengobatan dapat dilakukan dengan bedah laser, injeksi triamcinolone ke dalam
mata dan vitrectomy.

− Optik Neuropati Iskemik merupakan kondisi dimana asupan darah ke saraf optik
bermasalah, mengakibatkan hilangnya penglihatan. Terbagi atas tipe non-arteritik
yang berhubungan dengan faktor faktor resiko seperti diabetes, tekanan darah
tinggi, kolesterol tinggi atau kebiasaan merokok dan tpe arteritik yang berhubungan
dengan peradangan pembuluh darah. Belum ada terapi yang terbukti efektif untuk
mengatasi neuropati iskemik

− Kranial neuropati merupakan kondisi sekunder yang terjadi karena kerusakan saraf-
saraf yang mengendalikan otot-otot mata dan hanya mempengaruhi satu sisi wajah.
Gejala ini dikenal dengan nama “extra ocular muscle palsy”. Komplikasi dari
neuropati kranial mencakup kondisi yang disebut trigeminal neuralgia. Gejala
spontan menjadi lebih baik dan benar-benar bisa hilang dalam waktu 2 sampai 3
bulan.

B. Saran

− Perlunya tindakan preventif berupa meningkatkan kesadaran bagi penderita diabetes


mellitus untuk mengontrol gula darah dalam upaya meminimalkan terjadinya
komplikasi diabetes mellitus.

− Perlunya tindakan preventif berupa kontrol mata secara teratur bagi penderita
diabetes dalam upaya mencegah terjadinya komplikasi diabetes mellitus pada mata.

DAFTAR PUSTAKA

30
1. Price,S, Lorraine MW. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi ke-6.
Jakarta; EGC; 2006.
2. RS Islam Sultan Agung. Diabetes Melitus 2009 Jan 01 (Citied 2011 Des 22). Available
at: http://rsisultanagung.co.id/ diabetik-retinopati-komplikasi-pandangan-mata
3. Wand, M. Neovascular glaucoma. Principles and Practice of Ophthalmology lst ed.
Philadelphia; WB Saunders co; 1994.
4. Lockwood A, Hope-Ross M, Chell P. Neurotrophic keratopathy and diabetes mellitus
2005 Oct 27 (Citied 2011 Des 29). Availabe at:
http://www.nature.com/eye/journal/v20/n7/full/6702053a.html

5. Wahyuni N. Glaukoma Neovaskular 2009 Jun 29 (Citied 2011 Dec 28). Available
from: http://ningrumwahyuni.wordpress.com
6. Ariandhita. Diabetes Penyebab Katarak. 2009 (Citied 2011 Dec 22). Available from:
http://m.medicalera.com/index.php?t=15538.
7. Sidartawan S, et al. Diabetes Melitus Penatalaksanaan Terpadu. Jakarta: FKUI; 2002.
8. Kaji Y. Prevention of diabetic keratopathy. British Journal of Ophthalmology.
2005; 89: 254-255.
9. JDRF Diabetic Retinopathy Center Group. Journal of American Diabetes Association.
Pennsylvania; 2006.
10. Ilyas SH. Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah. Ilmu Penyakit Mata.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2005.
11. Sudiana N . Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Trisakti Press; 1990.
12. Ryder B. Combined Modalities Seem To Provide The Best Opinion. Screening for
Diabetic Retinopathy 1995 Jul 22 (Citied 2011 Des 22). Available from:
http://www.bmj.com/content/311/6999/207.extract
13. Watkins PJ. Retinopathy. ABC of Diabetes 2003 Apr 26 (Citied 2011 Des 22).
Available from: http://www.bmj.com/content/326/7395/924.full
14. Kline LB, Bajandas FJ. Neuro-Ophthalmology Review Mannual 5th ed. New Jersey;
Slack Incorporated; 2001.
15. Hughes BM, Moinfar N, Pakainis VA, Law SK, Charles S, Brown LL et al, editors.
Hypertension. 2007 (cited 2011 Des 23). Available from:
http://www.emedicine.com/oph/topic488.htm.

31
16. E How Health. Cranial Neuropathy Symptoms (citied 2011 Des 23). Available from:
http://www.ehow.com/facts_4796889_cranial-neuropathy-symptoms.html

32

Anda mungkin juga menyukai