Bab I Pendahuluan
Bab I Pendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
Ada tiga kategori utama anestesi yaitu anestesi umum, anestesi regional
dan anestesi lokal. Masing-masing memiliki bentuk dan kegunaan. Seorang ahli
anestesi akan menentukan jenis anestesi yang menurutnya terbaik dengan
mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari masing-masing tindakannya
tersebut.
Anestesi umum adalah suatu keadaan meniadakan nyeri secara sentral
yang dihasilkan ketika pasien diberikan obat-obatan untuk amnesia, analgesia,
kelumpuhan otot, dan sedasi. Pada. Anestesi memungkinkan pasien untuk
mentolerir tindakan pembedahan yang dapat menimbulkan rasa sakit tak
tertahankan, yang berpotensi menyebabkan perubahan fisiologis tubuh yang
ekstrim dan menghasilkan keadaan yang tidak menyenangkan.
Anestesi umum menggunakan cara melalui intravena dan secara inhalasi
untuk memungkinkan akses bedah yang memadai ke tempat dimana akan
dilakukan operasi. Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa anestesi umum
mungkin tidak selalu menjadi pilihan terbaik, tergantung pada presentasi klinis
pasien, anestesi lokal atau regional mungkin lebih tepat.
Anestesi spinal atau subarachnoid adalah anestesi regional dengan tidakan
penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Anestesi spinal
atau subarachnoid juga disebut sebagai analgesik ataublok spinal intradural atau
blok intratekal. Hal-hal yang mempengaruhi anestesi spinal ialah jenis obat, dosis
obat yang digunakan, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intraabdomen,
lengkung tulang belakang, operasi tulang belakang, usia pasien, obesitas,
kehamilan, dan penyebaran obat.
Berikut ini akan dilaporkan kasus pada pasien seorang wanita usia 28
tahun yang didagnosis dengan G1P0A0 + suspect Kehamilan Ektopik Terganggu
yang akan dilakukan tindakan laparatomi dengan teknik anestesi spinal di RSU
Anutapura Palu.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Ny. A
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Usia : 28 Tahun
4. Berat Badan : 63 kg
5. Agama : Islam
6. Alamat : Jalan Sungai Manonda
7. Diagnosa Pra Anestesi: G1P0A0 + Susp. KET
8. Jenis Pembedahan: Laparatomy - Salphingectomy
9. Tanggal Operasi : 27/03/ 2017
10. Tempat Operasi : RSU Anutapura
11. Jenis Anestesi : Regional anestesi
b. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 80/60 mmHg
Nadi : 110 ×/menit
Respirasi : 28 ×/menit
Temperatur : 37,7 ºC
Skor Nyeri (VAS) :6
B1 (Breath) dan Evaluasi Jalan Napas: Airway: clear,
gurgling/snoring/crowing:(-/-/-), potrusi mandibular (-), buka mulut (5 cm),
jarak mento/hyoid (7 cm), jarak hyothyoid (6,5 cm), leher pendek (-), gerak
leher (bebas), tenggorok (T1-1) faring hiperemis tidak ada, malampathy (I),
obesitas (-), massa (-), gigi geligi lengkap (tidak ada gigi palsu), sulit ventilasi
(-). Suara pernapasan: Vesikuler (+/+), suara tambahan (-). Riwayat asma (-),
alergi (-), batuk (-), sesak (-), masalah lain pada sistem pernapasan (-).
B2 (Blood): Akral dingin, bunyi jantung SI dan SII murni regular. Masalah
pada sistem kardiovaskular (-)
B3 (Brain): Kesadaran composmentis GCS 15 (E4V5M6), Pupil: isokor Ø 3
mm/3mm, RC +/+, RCL +/+. Defisit neurologis (-). Masalah pada sistem
neuro/muskuloskeletal (-).
4
c. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal (27/03/2017)
Darah Rutin
Parameter Hasil Satuan Range
Normal
RBC 2.26 106/uL 4,7 - 6,1
Hemoglobin (Hb) 7.1 g/dL 14 - 18
Hematokrit (HCT) 20.9 % 42 - 52
PLT 254 103/uL 150- 450
WBC 36.5 103/uL 4,8 -10,8
HBsAg : Non reaktif
HCG test : Positif
d. Pemeriksaan Penunjang
EKG :-
Di Kamar Operasi
a. Meja operasi dengan asesoris yang diperlukan
b. Mesin anestesi dengan sistem aliran gasnya
c. Alat-alat resusitasi (STATICS)
d. Obat-obat anestesia yang diperlukan.
e. Obat-obat resusitasi, misalnya; adrenalin, atropine, aminofilin,
natrium bikarbonat dan lain-lainnya.
f. Menyiapkan pasien di meja operasi, memasang alat pantau tanda vital,
tiang infus, pulse oxymetri
g. Evaluasi ulang status present pasien:
Tekanan darah : 80/60 mmHg
Nadi : 110 ×/menit
Respirasi : 28 ×/menit
Temperatur : 37,7 ºC
D. PLANNING
Laporan Anestesi Durante Operatif
Anestesiologi : dr. Taufik Imran, Sp.An
Jenis anestesi : Regional Anestesi, SAB L3-L4, LCS (+)
Obat : Bupivacain HCl 0,5% 15 mg
6
Setelah itu luka bekas suntian ditutup dengan kassa steril dan selanjutnya
pasien dibaringkan di meja operasi pada posisi supine.
Dilakukan pemeliharaan anestesi dengan pemberian oksigen 2 liter
permenit. Selama operasi berlangsung, dilakukan pemantauan monitor
untuk tanda-tanda vital tiap 5 menit dan mencatatnya di lembaran follow up
anestesi. Medikasi yang diberikan selama pembedahan berlangsung yakni
Inj. Ephedrine 10 mg, Ranitidine 50 mg, dan Ondansentron 8 mg.
Pemberian Cairan
a. Cairan masuk:
Pre operatif : Kristaloid RL 1000 cc + Gelofusin 500 cc
Durante operatif : Kristaloid RL 1000 cc + NaCl 0.9 % 100 cc
Packed Red Cells : 250 cc
Total input cairan : 2850 cc
b. Cairan keluar:
Durante operatif: Urin (+) 300 cc; perdarahan ± 1500 cc = 1800 cc
8
E. PERHITUNGAN CAIRAN
a. Input yang diperlukan selama operasi
1. Insensible Wate Loss (IWL)
IWL = 15 x 63kg
24
Total : 39,37 cc/jam (945 ml/24 jam)
2. Cairan defisit pengganti puasa (PP): lama puasa × maintenance
= 6 × 103 = 618 ml
3. Cairan defisit urin dan darah = urin + darah =
300 + 1500 = 1800 ml
b. Cairan masuk:
Kristaloid : Ringer Lactate 1000 cc + NaCl 0.9% 100cc
Packed Red Cells : 250 cc
Total cairan masuk : 1350 cc
c. Stress Operasi
Besar 8 cc×KgBB: 8×63 = 504 ml
d. Perhitungan cairan pengganti darah:
Jumlah perdarahan : ± 1500 cc
% perdarahan : 1500/4095 x 100 % = 36 %
Kristaloid 1500 cc x 3 = 4500 cc
e. Balance Cairan
Input Cairan:
Input Cairan: Autput Cairan:
Pre Operatif :
Ringer Laktat = 1000 cc
Gelofusin = 500 cc
Durante Operatif : IWL = 945 cc
Ringer Laktat = 1000 cc Urin = 300 cc
NaCl 0,9% = 100 cc Perdarahan = 1500 cc
Tranfusi PRC = 250 cc Defisit PP = 618 cc
Obat injeksi = ± 25 cc
AM = 315 cc (5 cc x 63
kg)
Hasil = 3.190 cc Hasil = 3.363 cc
9
Jadi Balance cairan Ny. A dalam 24 jam : Intake cairan – output cairan 3.190 cc
– 3.363 cc = - 173 cc.
Pada kasus didapatkan kenaikan suhu, maka untuk menghitung output
terutama IWL gunakan rumus :
IWL + 200 (suhu tinggi – 36,8°C), nilai 36,8 °C adalah konstanta
Andaikan suhu Ny. A adalah 37,7 °C, Maka Balance cairannya :
IWL Ny. A = 945 + 200 (37,7 °C – 36,8 .°C)
= 945 + 200 (0,9)
= 900 + 180 cc
= 1.080 cc
Nilai IWL kondisi suhu tinggi dalam penjumlahan kelompok Output :
IWL = 1.080 cc
Urin = 300 cc
Perdarahan = 1.500 cc
Defisit PP = 618 cc
Hasil = 3.498 cc
Jadi Balance cairannya dalam kondisi suhu febris pada Ny. A adalah :
3.190 cc – 3.498 cc = - 308 cc
F. POST OPERATIF
GCS : E4V5M6
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 120×/menit
RR : 26×/menit
Temperatur : 37,4ºC
Skor Nyeri (VAS): 5
10
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus ini wanita usia 28 tahun didiagnosis dengan G1P0A0 dan suspect
Kehamilan Ektopik Terganggu. Kehamilan Ektopik adalah suatu kehamilan yang
pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi tidak menempel pada dinding
endometrium kavum uteri, lebih dari 95 % kehamilan ektopik berada di saluran
telur (tuba falopi).
Kejadian kehamilan ektopik tidak sama di antara senter pelayanan kesehatan.
Hal ini bergantung pada kejadian salpingitis seseorang. Di Indonesia kejadian
sekitar 5 – 6 per seribu kehamilan. Patofisiologi terjadinya kehamilan ektopik
tersering karena sel telur sudah dibuahi dalam perjalanannya menuju
endometrium tersendat sehingga embrio seudah berkembang sebelum mencapai
kavum uteri dan akibatnya akan tumbuh di luar rongga Rahim. Bila kemudian
tempat nidasi tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dengan besarnya buah
kehamilan, akan terjadi rupture dan menjadi kehamilan ektopik yang terganggu.
Anestesi yang dilakukan pada pasien ini adalah anestesi regional yang biasa
disebut sub Arachnooid Blok (SAB) atau anestesi spinal. Teknik ini mudah,
awitannya cepat, dah harganya murah. Selain itu, pemilihan jenis anestesi regional
anestesi dengan teknik sub-arachnoid block (SAB) karena pembedahan dilakukan
didaerah abdomen, berada dibawah bagian yang dipersarafi oleh T4, yang
merupakan indikasi dilakukannya anestesi SAB.
11
Pada pasien ini dilakukan anestesi spinal dengan posisi lateral dekubitus.
Pemilihan posisi tersebut dikarenakan akan lebih membuat pasien terasa nyaman.
Pada dasarnya persiapan untuk anestesia spinal seperti persiapan pada
anestesia umum. Daerah sekitartempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan
kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk
sekali sehingga tak teraba tonjolan prosessus spinosus. Selain itu perlu
diperhatikan hal di bawah ini :
19
1. Informed consent.
2. Pemeriksaan fisik meliputi daerah kulit tempat penyuntikan untuk
menyingkirkan adanya kontraindikasiseperti infeksi. Perhatikan juga
adanya skoliosis atau kifosis.
3. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah penilaian hematokrit.
Masa protrombin (PT) dan masa tromboplastin parsial (PTT) dilakukan
bila diduga terdapat gangguan pembekuan darah. Sebelum dilakukan
operasi, dilakukan pemeriksaan pre-op yang meliputi anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk menentukan status
fisik ASA dan resiko.
Peralatan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan perlengkapan
operasi yang lengkap untuk monitor pasien, pemberian anestesi umum, dan
tindakan resusitasi. Jarum spinal dan obat anestesi spinal disiapkan. Jarumspinal
memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumernya dan ukuran 16G
sampai dengan 30G. Obat anestetik lokal yang digunakan adalah prokain,
tetrakain, lidokain, atau bupivakain. Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis
yang ujungnya runcing sperti ujung bambu runcing (Quincke-Babcock atau
Greene) dan jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (whitacre). Ujung pensil
banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri pasca penyuntikan spinal.
Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine, alkohol, dan duk steril
juga harus disiapkan.
“masuk cepat, keluar lambat”. Hal inilah yang menjadi keuntungan yaitu
durasinya yang panjang dan blok motorik lama ketika kita memberikannya
sebagai konsentrasi analgesia. Penggunaan bupivacain untuk anestesi spinal
adalah 2-3 jam, dan memberikan reaksasi otot derajat sedang (moderate). Efek
blockade motorik pada otot perut menjadikan obat inisesuai untuk digunakan pada
operasi-operasi perut yang berlangsung 45-60 menit. Lama blockade motorik ini
tidak melebihi durasi anelgesiknya.
Ada beberapa Faktor yang dapat mempengaruuhi atau sebagai Penentu
Hemodinamik yaitu :
a) Pre load
Menggambarkan tekanan saat pengisian atrium kanan selama diastolic
digambarkan melalui Central Venous Pressure (CVP). Sedangkan pre load
ventricle kiri digambarkan melalui Pulmonary Arterial Pressure (PAP).
b) Contractility
Menggambarkan kekuatan otot jantung untuk memompakan darah ke
seluruh tubuh.
c) After load
Menggambarkan kekuatan/tekanan darah yang dipompakan oleh jantung.
After load dipengaruhi oleh sistemik vascular resistance dan pulmonary
vascular resistance.
Parameter Hemodinamik yang dapat di nilai yaitu nadi, tekanan darah,
elektrocardiografi. Hemodinamika digunakan pada pemantauan pasien pada setiap
tingkat anestesi, dari fase praanestesi, perianestesi maupun postanestesi.
Pemantauan tanda-tanda hemodinamika sangat penting terutama untuk perbaikan
pasien postoperatif karena dapat memastikan perfusi jaringan masih terjadi.
Pemantauan tanda-tanda hemodinamika mempunyai keuntungan yang signifikan
pada jangka waktu singkat dan jangka waktu lama. Penekanan diberikan pada
identifikasi awal pasien yang beresiko tinggi terjadinya imbalans suplai oksigen
dan kebutuhan oksigen serta kegagalan sistem kardiovaskuler secara total karena
waktu dan kualitas resusitasi merupakan pertimbangan penting untuk
menyelamatkan nyawa pasien.
23
DAFTAR PUSTAKA