Anda di halaman 1dari 20

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Landasan Teori
1. Jalan Inspeksi (inspection road/ check road)
Jalan inspeksi (inspection road/check road) adalah
jalan yang dibangun disekeliling batas bandar udara dan
digunakan untuk pemeriksaan fasilitas Bandara secara rutin
seperti pagar sisi udara, aliran air dan saluran drainase.
Disamping itu, jalan inspeksi juga digunakan untuk
kendaraan-kendaraan darurat seperti pemadam kebakaran Gambar 2.2 Fasilitas Jalan di Bandar Udara
PKP-PK.
Sumber : SKEP 347/XII/1999 Buku V Bab II hal . 5

2. Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan adalah bagian jalan yang diperkeras
dengan lapis konstruksi tertentu, yang memiliki ketebalan,
kekuatan dan kekakuan serta kestabilan tertentu agar mampu
menyalurkan beban lalu lintas di atasnya ke tanah dasar
Gambar 2.1 Jalan Inspeksi secara aman. Lapisan perkerasan yang terletak di antara
lapisan tanah dasar dan roda kendaraan yang berfungsi
Sumber : SKEP 347/XII/1999 Buku V Bab II hal . 5 memberikan pelayanan kepeada sarana transportasi dan
selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi
kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai
dengan mutu yang diharapkan maka pengetahuan tentang
sifat, pengadaan dan pengolahan dari bahan penyusun
perkerasan jalan sangat diperlukan.
Lapisan perkerasan adalah kontruksi di atas tanah
dasar yang berfungsi memikul beban lalu lintas dengan 1) Tanah Dasar (SubGrade)
memberikan rasa aman dan nyaman. Pemberian kontruksi Tanah Dasar adalah permukaan tanah semula atau
lapisan perkerasan dimaksudkan agar tegangan yang terjadi permukaan galian atau permukaan tanah timbunan,
sebagai akibat pembebanan pada perkerasan ke tanah dasar yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar
(subgrade) tidak melampaui kapasitas dukung tanah dasar. untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.
Kontruksi perkerasan jalan dibedakan menjadi dua Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan
kelompok menurut bahan pengikat yang digunakan, yaitu sangat tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung
perkerasan lentur (fleksible pavement) dan perkerasan kaku tanah dasar. Umumnya persoalan yang menyangkut
(rigid pavement). tanah dasar adalah sebagai berikut :
a. Struktur Perkerasan Lentur (Flexible Pavement) a) Perubahan bentuk tetap (deformasi permanent)
Perkerasan flexible adalah suatu perkerasan yang dari macam tanah tertentu akibat beban lalu
mempunyai sifat elastis, maksudnya adalah perkerasan lintas.
akan mudah berubah saat diberi pembebanan yang b) Sifat mengembang dan menyusut dari tanah
berlebih. Struktur perkerasan lentur, umumnya terdiri tertentu akibat perubahan kadar air.
atas: tanah dasar (Subgrade) lapis pondasi bawah (sub c) Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar
base course), lapis pondasi (base course), dan lapis ditentukan secara pasti pada daerah dengan
permukaan (surface course) . macam tanah yang sangat berbeda sifat dan
kedudukannya, atau akibat pelaksanaan.
Lapis Permukaan
(Surface Course) d) Lendutan selama dan sesudah pembebanan lalu
lintas dari macam tanah tertentu.
Lapis Pondasi Atas e) Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu
(Base Course)
lintas dan penurunan yang di akibatkannya,
yaitu pada tanah berbukit kasar (granula soil)
yang tidak dipadatkan secara baik pada saat
pelaksanaan.
Lapis Pondasi Bawah
(Subbase Course)

2) Lapis Pondasi Bawah (Sub base Course)


Lapisan pondasi bawah (Sub base Course) adalah
Tanah Dasar (Subgrade) bagian dari konstruksi perkerasan yang terletak
Gambar 2.3. Struktur Perkerasan Lentur
diantara tanah dasar (Sub Grade) dan lapisan Lapisan pondasi atas (Base Course) adalah
pondasi atas (Base Course). bagian dari perkerasan yang terletak diantara
Fungsi dari lapisan pondasi bawah adalah: lapisan pondasi bawah dan lapisan permukaan.
a) Bagian dari konstruksi perkerasan untuk Bahan-bahan untuk lapis pondasi harus cukup kuat
mendukung dan menyebarkan beban roda ke dan awet sehingga dapat menahan beban-beban
tanah dasar. roda. Fungsi lapisan pondasi adalah:
b) Mencapai efesiensi penggunaan material yang a) Bagian perkerasan yang menahan gaya
murah agar lapisan-lapisan selebihnya dapat melintang dari beban roda dan menyebarkan
dikurangi tebalnya (penghemat biaya beban lapisan dibawahnya.
konstruksi). b) Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi
c) Untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam bawah.
lapisan pondasi atas. c) Bantalan terhadap lapisan pondasi bawah.
d) Sebagai lapisan pertama agar pelaksanaan dapat
berjalan lancar. Bahan-bahan untuk lapis pondasi umumnya
harus cukup kuat dan awet sehingga dapat mnahan
Hal ini sehubungan dengan terlalu beban-beban rda. Sebelumnya menentukan suatu
lemahnya daya dukung tanah dasar terhadap bahan untuk digunakan sebagai bahan pondasi,
roda-roda alat-alat besar atau karena kondisi hendaknya dilakukan penyelidikan dan
lapangan yang memaksa harus segera menutup pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan
tanah dasar dari pengaruh cuaca. Bermacam- persyaratan teknik. Bermacam-macam bahan alam /
macam tipe tanah setempat (CBR ≥ 20%, PI  bahan setempat (CBR ≥ 50%, PI  4%) dapat
10%) yang relatif lebih baik dari tanah dasar digunakan sebagai bahan lapis pondasi, anatara lain
digunkan sebagai bahan pondasi bawah. : batu pecah, kerikil pecah dan stabilitas tanah
Campuran-campuran tanah setempat dengan dengan semen atau kapur.
kapur atau semen Portland dalam beberap hal
sangat dianjurkan, agar dapat bantuan yang 4) Lapisan Permukaan (Surface Course)
efektif terhadap kestabilan konstruksi Lapisan permukaan (Surface Course) adalah
perkerasan. lapisan yang terletak paling atas. Lapisan ini
berfungsi sebagai:
3) Lapisan Pondasi Atas (Base Course)
a) Lapisan perkerasan penahan beban roda, lapisan f) Dapat dilaksanakan bertahap, terutama pada
yang mempunyai stabilitas yang tinggi untuk kondisi biaya pembangunan terbatas atau
menahan beban roda selama masa pelayanan. kurangnya data untuk perencanaan.
b) Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh Kerugian menggunakan perkerasan lentur antara
diatasnya tidak meresap ke lapisan bawahnya. lain :
c) Lapisan aus (Wearing Course), lapisan yang a) Tebal total struktur perkerasan lebih tebal
langsung menderita akibat rem kendaraan dibandingkan perkerasan kaku
sehingga mudah menjadi aus. b) Kelenturan dan sifat kohesi berkurang selama
d) Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan masa pelayanan
bawah, sehingga lapisan bawah yang memikul c) tidak baik digunakan jika sering digenangi air
daya dukung lebih kecil akan menerima beban d) Menggunakan agregat lebih banyak
yang kecil juga. b. Struktur Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)
Bahan untuk lapisan permukaan umumnya Perkerasan rigid adalah suatu perkerasan yang
adalah sama dengan bahan lapisan pondasi, menggunakan semen portland sebagai bahan
dengan pesyaratan yang lebih tinggi. pengikatnya dan mempunyai sifat dimana saat
Penggunaan bahan aspal di perlukan agar pembebanan berlangsung perkerasan tidak mengalami
lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu perubahan bentuk, artinya perkerasan tetap seperti
bahan aspal sendiri memberikan bantuan kondisi semula sebelum pembebanan berlangsung.
tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya Perkerasan rigid terdiri dari pelat beton, digelar di atas
dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas. granular atau subbase yang telah distabilkan, ditunjang
Keuntungan menggunakan perkerasan lentur antara oleh lapisan asli dipadatkan disebut (subgrade). Pada
lain : kondisi tertentu terkadang subbase tidak diperlukan.
a) Dapat digunakan pada daerah dengan Keuntungan perkerasan kaku antara lain adalah :
perbedaan penurunan (differential settlement) 1) struktur perkerasan lebih tipis kecuali untuk
terbatas area tanah lunak
b) Mudah diperbaiki 2) pelaksanaan konstruksi dan pegendalian mutu
c) Tambahan lapisan perkerasan dapat dilakukan lebih mudah
kapan saja 3) biaya pemeliharaan lebih rendah jika mutu
d) Memiliki tahanan geser yang baik pelaksanaan baik
e) Warna perkerasan member kesan tidak silau 4) pembuatan campuran lebih mudah
bagi pemakai jalan kerugian perkerasan kaku antara lain :
1) biaya konstruksi lebih mahal untuk jalan lalu Bata beton harus mempunyai ukuran tebal
lintas rendah nominal minimum 60 mm dengan toleransi + 8%
2) rentan terhadap retak jika dilaksanakan di atas 3) Sifat fisika
tanah lunak atau tanpa daya dukung yang Bata beton harus mempunyai sifat-sifat fisika
memadai, atau tidak dilaksanakan dengan baik seperti pada tabel ..
(mutu pelaksanaan rendah) Tabel 2.1
3) umumnya kurang nyaman berkendara Sifat - sifat fisika
Ketahanan Penyerapa
Kuat Tekan
3. Bata Beton (Paving Block) Aus n Air Rata-
(Mpa)
Mut (Mm/Menit) Rata Maks
Bata beton (Paving Block) adalah suatu komposisi bahan u Rata
bangunan yang dibuat dari campuran semen portland atau Rata-
- Min Min (%)
bahan perekat hidrolisis sejenisnya, air dan agregat dengan Rata
Rata
atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi 0,09 0,10
mutu bata beton itu. A 40 35 3
0 3
a. Klasifikasi 0,13 0,14
Bata beton mutu A : digunakan untuk jalan B 20 17 6
0 9
Bata beton mutu B : digunakan untuk peralatan 12, 0,16 0,18
parkir C 15 8
5 0 4
Bata beton mutu C : digunakan untuk pejalan 0,21 0,25
kaki D 10 8,5 10
9 1
Bata beton mutu D : digunakan untuk taman
dan penggunaan lain
b. Syarat mutu
1) Sifat tampak c. Cara pengambilan contoh
Bata beton harus mempunyai permukaan yang 1) Pengambilan contoh
rata, tidak terdapat retak-retak dan cacat, bagian Contoh harus terdiri dari satuan yang utuh.
sudut dan rusuknya tidak mudah direpihkan Pengambilan harus dilakukan oleh pembeli atau
dengan kekuatan jari tangan badan yang diberi kuasa olehnya. Contoh harus
2) Ukuran mencerminkan jumlah seluruh satuan dari
kelompok dan diambil secara acak. Contoh diambil hancur, diatur dalam waktu 1 sampai 2 menit
dari beberapa tempat di dalam kelompoknya dan di arah penekanan pada contoh uji disesuaikan
dalam semua keadaan. dengan arah tekanan beban di dalam
2) Jumlah contoh pemakaiannya.
c) Kuat tekan dihitung dengan rumus sebagai
Untuk partai sampai dengan 500.000 buah bata berikut :
beton, dari setiap kelompo 50.000 buah diambil 𝐏
𝐊𝐮𝐚𝐭 𝐓𝐞𝐤𝐚𝐧 =
contoh rata-rata sebanyak 20 buah. Untuk parti 𝐋
lebih dari 500.000 buah, dari setiap kelompok Keterangan : P = beban
100.000 buah diambil contoh sebanyak 5 buah. tekan (N)
L = luas
d. Cara Uji bidang tekan (mm2)
1) Sifat tampak Kuat tekan rata – rata dari contoh bata beton
Semua hal diperiksa dengan pengamatan yang teliti. dihitung dari jumpah kuat tekan dibagi jumlah
Bata disusun di atas permukaan yang rata contoh uji
sebagaimana pada pemasangan yang sebenarnya 4) Ketahanan aus
2) Ukuran a) Ambil lima buah contoh uji dippotong
Digunakan peralatan caliper atau sejenisnya dengan berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 50
ketelitian 0,1 mm. pengukuran tebal dilakuka mm x 50 mm dan tebal 20 mm (untuk
terhadap tiga tempat yang berbeda dan diambil nilai pengujian ketahahanan aus)
rata-rata. Pengujian dilakukan terhadap 10 buah b) Sisa dari pemotongan dibuat benda uji persegi
contoh uji dengan ukuran kurang dari 20 mm (untuk
3) Kuat tekan penentuan berat jenis)
a) Ambil 10 buah contoh uji masing-masing c) Mesin aus yang dipergunakan, cara-cara
dipotong berbentuk kubus dan rusuk – mengaus dan mencari berat jenis dikerjakan
rusuknya disesuaikan dengan ukuran contoh sesuai dengan SNI 03 -0028-1987, cara uji
uji ubin semen
b) Contoh uji yang telah siap , ditekan hingga 5) Penyerapan air
hancur dengan mesin penekan yang dapat a) Lima buah benda uji dalam keadaan utuh
diatur kecepatannya. Kecepatan penekanan direndam dalam air hingga jenuh (24 jam),
dari mulai pemberian beban sampau contoh uji ditimbang beratnya dalam keadaan basah
b) Kemudian dikeringkan dalam dapur pengering didiamkan dulu agar cairan yang
selama kurang lebih 24 jam, pada suhu kurang berlebihan meniris
lebih 105 C sampai beratnya pada dua kali (3) Selanjutnya masukkan benda uji ke
penimbangan berselisih tidak lebih dari 0,2% dalam dapur pengering pada suhu 105
penimbangan yang terdahulu ± 2C selama kurang lebih 2 jam,
c) Penyerapan air dihitung sebagai berikut : kemudian dinginkan sampai suhu
𝑨−𝑩 kamar
𝑷𝒆𝒏𝒚𝒆𝒓𝒂𝒑𝒂𝒏 𝒂𝒊𝒓 = × 𝟏𝟎𝟎%
𝑩 (4) Ulangi perendaman dan pengeringan
Keterangan : A = berat bata beton ini sampai 5 kali berturut-turut
basah (5) Pada pengeringan yang terakhir,
B = berat bata beton benda uji dicuci sampai tidak ada lagi
kering sisa-sia garam sulfat yang tertinggal
6) Ketahanan terhadap natrium sulfat (6) Untuk mengetahui bahwa tidak ada
a) Peralatan lagi garam sulfat yang tertinggal,
(1) Larutan jenuh gram natrium sulfat larutan pencucinya dapat diuji dengan
yang jernih antara 1,151 – 1,174 larutan BaCl2
(2) Bejana tempat merendam contoh (7) Untuk mempercepat pencucian dapt
dalam larutan natrium sulfat dilakukan dengan air panas bersuhu
b) Prosedur kurang lebih 40-50C
(1) Dua buah bejana uji utuh (bekas (8) Setealah pencucian sampai bersih,
pengujian ukuran) dibersihkan dari benda uji dikeringkan dalam dapur
kotoran-kotoran yang melekat, pengering sampai berat tetap (± 2-4
kemudian dikeringkan dalam dapu jam), didinginkan dalam eksikator,
pengering pada suhu (105 + 2)C kemudian timbang lagi sampai
hinga berat tetap,lalu didinginkan ketelitian 0,1 gram
dalam eksikator (9) Di samping itu diamati keadaan benda
(2) Setelah dingin ditimbang dalam uji apakah setelah perendaman dalam
ketelitian 0,1 gram, kemudian larutan garam sulfat terjadi/Nampak
direndam dalam larutan jenuh grama adanya retakan, gugusan atas cacat-
natrium sulfat selama 16 sampai cacat lainnya
dengan 8 jam, setelah itu diangkat dan
(10) Laporkan keadaan setelah dinyatakan tidak lulus kalau salah satu syarat
perendaman itu dengan kata-kata : mutu tidak dipenuhi pada uji ulang.
 Baik/tidak cacat, bila tidak
Nampak adanya retak-retak 5. Abu Terbang Batubara (Fly Ash)
atau perubahan lainnya a. Pengertian
 Cacat/retak-retak, bila Abu terbang (fly ash) adalah abu terbang yang mempunya
nampak adanya retak-retak sifat pozolan yang dihasilkan dari pembakaran batu bara
(meskipun kecil), rapuh dan jenis antrasi pada suhu 1560C ( SNI 03-2460-1991)
gugus dan lain-lain
(11) Apabila selisih penimbangan Abu terbang adalah residu halus yang dihasilkan dari
sebelum perendaman dan setelah pembakaran atau pembubukan batubara dan
perendaman tidak lebih besar dari ditransportasikan oleh aliran udara panas (SNI 03-2460-
1% dan benda uji tidak cacat 2014)
nyatakan benda-benda uji tadi baik.
Bila selisih penimbangan dari 2
diantara 3 benda uji tadi lebih besar b. Klasifikasi
dari 1%, sedang benda ujinya baik 1) Kelas N
(tidak cacat) nyatakan bahwa benda Pozolan mentah atau telah dikalsinasi memenuhi
uji secara keseluruhan menjadi persyaratan yang berlaku untuk kelas N, misalnya
cacat. beberapa tanah diatome (hasil lapukan); batu rijang
7. Syarat lulus uji opalan dan serpih; tufa dan abu vulkanik atau batu
a) Kelompok dinyatakan lulus uji, apabila contoh apung, dikasinasi atau tidak, dan berbagai bahan yag
yang diambil dari kelompok tersebut memenuhi memerlukan kalsinasi untuk menghasilkan sifat-sifat
ketentuan yang diinginkan, misalnya lempung dan serpih.
b) Apabila sebagian syarat tidak dipenuhi, dapat 2) Kelas F
dilakukan uji ulang dengan contoh uji sebanyak Abu terbang kelas F mempunyai sifat pozolanik dan
dua kali jumlah contoh semula dan diambil dari biasanya dihasilkan dari pembakaran antrasit atau
kelompok yang sama batubara bituminous, tetapi data juga dihasilkan dari
c) Apabila pada basil uji ulang semua syarat dipenuhi batubara subbituminous lignite
kelompok dinyatakan lulus uji. Kelompok 3) Kelas C
Abu terbang kelas C memiliki sifat pozolanik dan
sementisius. Abu terbang kelas C biasanya Berikut persyaratan kimia menurut SNI 03-2460-
dihasilkan dari pembakaran lignite atau batubara 2014 :
subbituminous dan dapat juga dihasilkan dari Kelas
antrasit atau batubara bituminous. Abu terbang kelas Uraian
N F C
C mengandung kadar kalsium total, yang dinyatakan
sebagai kalsium oksida (CaO) lebih tinggi dari 10%. SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 , min, % 70 70 50
SO3, maks, % 4 5 5
Kadar air, maks, % 3 3 3
Hilang pijar, maks, % 10 6* 6
c. Persyaratan Catatan : *) penggunaan pozolan kelas F dengan
1) Persyaratan kimia kadar hilang pijar sampai dengan 12% dapat
Sifat kimia dari fly ash dipengaruhi oleh disetujui oleh pengguna jika salah satu dari catatan
jenis batubara yang dibakar, teknik penyimpanan kinerja yang dapat diterima atau hasil uji
dan penanganannya. Komponen utama fly ash laboraturium tersedia
batubara adalah Silika (SiO2), alumina (Al2O3), besi 2) Persyaratan fisik
oksida (Fe2O3), kalsium (CaO), magnesium, Menurut ACI Committee 226, abu terbang
potassium, sodium, titanium dan belerang. Berikut (Fly Ash) mempunyai butiran yang halus, yaitu lolos
tabel komposisi dan klasifiasi fly ash : ayakan No.325 (45 μm). Fly ash umumnya berbentuk
Komponen Bituminous Sub- Lignit bola padat atau berongga dan memiliki densitas 2,23
bituminous gr/ cm3 , dengan kadar air sekitar 4% .
SiO2 20-60 40-60 15-45 Uraian Kelas
Al2O3 5-35 20-30 20-25 N F C
Fe2O3 10-40 4-10 4-15 Kehalusan : 34 34 34
CaO 1-12 5-30 15-40 Jumlah yang teringgal di atas ayakan
MgO 0-5 1-6 3-10 45 μm (NO. 325), diayak secra basah,
SO3 0-4 0-2 0-10 maks, %
Na2O 0-4 0-2 0-6 Indeks aktifitas kekuatan : *)
K2O 0-3 0-4 0-4 Dengan semen portlnd, pada umur 7 75**) 75**) 75**)
LOI 0-15 0-3 0-5 hari, min, persen kontrol
Dengan semen Portland, pada umur 28 75**) 75* 75** yang diperlukan dari beton dan bahan penyusun
hari, min, persen kontrol lainnya dan ditetapkan dengan pengujian. Indeks
Kebutuhan air, maks, persen kontrol 115 105 105 aktifitas kekuatan dengan semen Portland adalah
pengukuran reaktifitas dengan semen yang diberikan
Kekekalan bentuk (Soundness) : *** 0,8 0,8 0,8 dan sesuai dengan variasi yang tergantung pada
Ekspansi atau penyusutan dengan sumber dari abu terbang atau pozolan alam dan semen.
autoclave, maks, % **) Indeks aktifitas kekuatan pada umur 7 hari atau 28
Persyaratan keseragaman : hari akan menunjukkan pemenuhan spesifikasi.
Densitas dan kehalusan dari sampel ***) Jika kadar abu terbang atau pozolan alam lebih
individu tidak boleh bervariasi dari dari 20% massa dari bahan sementisius dalam
rata-rata 10 sampel atau dari seluruh campuran beton pada pekerjaan proyek, specimen
sampel jika jumlahnya kurang dari 10, dlam campura beton pada proyek, spesimen uji untuk
lebih dari: ekspansi dengan autoclave yang berlebihan sangat
Densitas, variasi maksimal dari rata- berarti dalam hal dimana rasio air terhadap bahan
rata, % 5 5 5 sementisius adalah rendah, misalnya didalam
campuran blok atau beton semprot.
Persentase bahan yang tertinggal pada 5 5 5
ayakan 45 μm, (No. 325), variasi 6. Jenis Kendaraan dan Konfigurasi Roda Kendaraan
maksimal, presentase dari rata-rata Konfigurasi roda kendaraan dan as kendaraan umumnya
Catatan : dapat di perhitungkan melalui sumbu roda as depan dan
*) Indeks aktifitas kekuatan dengan semen Portland sumbu roda as belakang. As depan terdiri dari roda tunggal
tidak diperhitungkan sebagai ukuran kekuatan tekan sedangkan as belakang terdiri dari roda ganda. Maka
beton yang mengandung abu terbang atau pozolan diperlukan pembagian beban per as dan tergantung dari cara
alam. Massa abu terbang atau pozolan alam tertentu pemberian beban pada kendaraan. Pembebanan untuk tiap
untuk menguji penentuan indeks aktifitas kekuatan sumbu roda terdapat pada lampiran
dengan semen Portland tidak di perhitungkan sebagai
proporsi yang direkomendasikan untuk beton yang
digunakan dalam pekerjaan. Jumlah optimal abu
terbang atau pozolan alam untuk beton pada setiap
pekerjaan proyek khusus ditentukan dengan sifat-sifat
Umur rencana pada perkerasan jalan ialah jumlah tahun
dari saat jalan tersebut dibuka untuk lalu lintas kendaraan
sampai suatu perbaikan yang bersifat structural (sampai
diperlukan overlay lapis perkerasan). Selama umur
rencana tersebut pemeliharaan perkerasan jalan tetap
harus dilakukan, seperti pelapisan non structural yang
berfungsi sebagai lapisan aus. Umur rencana untuk
perkerasan lentur jalan baru umumnya diambil 20 tahun
dan untuk peningkatan jalan 10 tahun. Umur rencana
yang lebih besar dari 20 tahun tidak lagi ekonomis karena
perkembangan lalu lintas yang terlalu besar dan sukar
mendapat ketelitian yang memedai (tambahkan tebal
lapisan perkerasan menyebabkan biaya awal yang cukup
tinggi).

b. Jumlah Lajur dan koefisien distribusi


Lajur rencana kendaraan merupakan salah satu lajur
lalu lintas dari suatu ruas jalan yang menampung lalu
lintas terbesar. Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk
kedaraan ringan dan berat yang lewat pada lajur rencana
ditentukan menurut tabel berikut :
Koefisien Distribusi Kendaraan
Kendaraan ringan
Jumlah Kendaraan berat (**)
(*)
Lajur
1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
7. Analisis Perhitungan Tebal Perkerasan Jalan
Berikut analisis Tebal perkerasan jalan yang mengacu 1 1,000 1,000 1,000 1,000
pada metode SNI 1732-1989-F dengan jenis perkerasan 2 0,600 0,500 0,700 0,500
Fleksible. 3 0,400 0,400 0,500 0,475
a. Umur Rencana 4 - 0,300 - 0,450
5 - 0, 250 - 0,425
6 - 0, 200 - 0,40 Baban Sumbu Angka Ekivalen
Sumbu
Kg Lbs Sumbu Ganda
Tunggal
(*) Berat Total < 5 ton, Seperti Mobil penumpang, pick up, 1000 2205 0,0002 -
(**) Berat Total > 5 ton, seperti bus, Truk, Traltor, Trailler 2000 4409 0,0036 0,0003
3000 6614 0,0183 0,0016
c. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan 4000 8818 0,0577 0,0050
Angaka Ekivalen (E) dari beban sumbu kendaraan adalah 5000 11023 0,1410 0,0121
6000 13228 0,2933 0,0251
angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan
7000 15432 0,5415 0,0466
yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu
8000 17637 0,9238 0,0794
tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang
8160 18000 1,0000 0,0860
ditimbulkan oleh satu lintasan beban standard sumbu 9000 19841 1,4798 0,1273
tunggal seberat 8,16 ton (18.000). Angka Ekivalen (E) 10000 22046 2,2555 0,1940
masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan) 11000 24251 3,3022 0,2840
di tentukan dari rumus berikut : 12000 26455 4,6770 0,4022
1) Angka ekivalen sumbu tunggal (Et) 13000 28660 6,4419 0,5540
4 14000 30864 8,6447 0,7452
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑇𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 (𝑘𝑔)
𝐸𝑡 = ( ) 15000 33069 11,4184 0,9820
8160
16000 35276 14,7815 1,2712
2) Angka ekivalen sumbu ganda (Eg)
𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑔𝑎𝑛𝑑𝑎 (𝑘𝑔) 4
𝐸𝑔 = 0.086 ( )
8160
d. Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR)
Lalu lintas harian rata-rata adalah volume lalu lintas
rata-rata dalam satu hari. Lalu lintas harian rata-rata
setiap jenis kendaraan ditentukan pada awal umur
Tabel 2.2. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan rencana, yang dihitung untuk kedua arah pada jalan tanpa
median atau masing-masing arah pada jalan dengan
median. Untuk perhitungan lalu lintas harian rata-rata
ditentukan melalui perkembangan lalu lintas pada tahap
sampai dengan selesai dan pada awal di bukanya jalan LEP : Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP)
sampai dengan jalan tersebut sesuai dengan umur rencana E : Ekuivalen Beban Sumbu Rencana
: C : Koefisien Distribusi Kendaraan
LHR (Permulaan/akhir UR) = ∑ LHR j (data) × (1+i)n
LHR : Lalu Lintas Harian Rata-rata g. Lintasan Ekivalen Tengah (LET)
(kendaraan/hari/arah) Lintas Ekivalen Tengah adalah jumlah lintasan
j : Jenis Kendaraan ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8,16
n : Umur rencana atau masa pembangunan ton pada jalur rencana pada pertengahan umru rencana.
i : Faktor Perkembangan lalu lintas 𝐿𝐸𝑃 + 𝐿𝐸𝐴
𝐿𝐸𝑇 =
2
e. Lintasan Ekivalen Permulaan (LEP)
Lintasan Ekivalen Permulaan (LEP) adalah Jumlah Keterangan:
lintasan Ekivalen harian Rata-rata dari sumbu tunggal LET : Lintas Ekuivalen Tengah (LET)
seberat 8,16 ton pada lajur rencana yang diduga terjadi LEA : Lintas Ekuivalen Akhir (LEA)
pada perencanaan umur rencana. LEP : Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP)
LEP dihitung dengan rumus berikut :
h. Lintas Ekivalen Rencana (LER)
LEP = LHR × C × E Lintas Ekivalen Tengah suatu besaran yang
Keterangan: dipakai di alam nomogram penetapan tebal
LHR : Lalu Lintas Harian Rata-rata perkerasan untuk menyatakan jumlah lintasan
(kendaraan/hari/2arah) ekivalen sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lbs)
E : Ekuifalen Bebas Sumbu Rencana pada jalur rencana
C : Keofisien Distribusi Kendaraan
𝐿𝐸𝑅 = 𝐿𝐸𝑇 × 𝐹𝑃
f. Lintasan Ekivalen Akhir (LEA) 𝑈𝑅
𝐹𝑃 =
Lintas Ekivalen Akhir adalah jumlah lintasan 10
ekivalen harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 Keterangan:
ton pada jalur rencana yang di duga terjadi pada akhir LER : Lintas Ekuivalen Rencana (LER)
umur rencana FP : Faktor Penyesuaian
𝐿𝐸𝐴 = 𝐿𝐸𝑃 × 𝐶 × 𝐸 LET : Lintas Ekuivalen Tengah (LET)
Keterangan: UR : Umur Rencana
i. Kepadatan dan Daya Dukung Tanah (DDT) persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim
Daya Dukung Tanah adalah suatu skala yang dipakai (curah hujan).
dalam nomogram penetapan tebal perkerasan untuk Tabel 2.3. Faktor Regional
menyatakan kekuatan tanah dasar. Daya dukung tanah dasar
dipengaruhi oleh jenis tanah, tingkat kepadatan, kadar air, dan (<6%) ( 6 - 10 %) ( > 10 %)
kondisi drainase. Tanah dengan tingkat kepadatan tinggi % Kendaraan berat % Kendaraan berat % Kendaraan berat
mengalami perubahan volume yang kecil jika terjadi ≤ 30 % > 30 % ≤ 30 % > 30 % ≤ 30 % > 30 %
perubahan kadar air dan mempunyai daya dukung yang lebih Iklim I
besar jika dibandingkan dengan tanah sejenis yang tingkat 0,5 1,0 - 1,5 1 1,5 - 2,0 1,5 2,0 - 2,5
< 900 mm / th
kepadatanya lebih rendah.
Daya dukung tanah dasar (Sub Grade) pada perencanaan
Iklim II
1,5 2,0 - 2,5 2 2,5 - 3,0 2,5 3,0 - 3,5
perkerasan lentur dinyatakan dengan nilai CBR (California >900 mm / th
Bearing Ratio). Harga CBR adalah nilai yang menyatakan
kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar
Catatan: Pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti
berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100%
persimpangan, pemberhentian, atau tikungan tajam
dalam memikul beban lalu lintas.
(jari-jari 30 m) FR ditambah dengan 0,5. Pada
Untuk Mengetahui hubungan CBR dan DDT dapat di
daerah rawa-rawa FR ditambah dengan 1,0.
lihat dalam rumusan:
k. Indeks Permukaan (IP)
DDT = 4,3 log (CBR) + 1,7
Indeks permukaan ini menyatakan nilai dari pada
kerataan / kehalusan serta kekokohan permukaan yang
j. Faktor Regional (FR)
bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat.
Faktor Regional adalah faktor setempat, menyangkut
Beberapa nilai IP beserta artinya:
keadaan lapangan dan iklim yang dapat mempengaruhi
IP = 1,0 : Menyatakan permukaan jalan dalam
keadaan pembebanan daya dukung tanah dasar dan perkerasan.
keadaan rusak berat sehingga sangat
Keadaan lapangan mencakup permeabilitas tanah,
mengganggu lalu lintas kendaraan.
perlengkapan drainage, bentuk alinyemen serta persentasi
IP = 1,5 : Tingkat pelayanan terendah yang masih
kendaraan berat > 13 ton, dan kendaraan yang berhenti
mungkin (jalan tidak terputus
sedangkan iklim mencakup curah hujan rata rata per tahun.
IP = 2,0 : Tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang
Dalam penentuan tebal perkerasan, Faktor Regional hanya di
masih mantap.
pengaruhi oleh bentuk alinyemen (kelandaian dan tikungan),
IP = 2,5 : Menyatakan permukaan jalan masih cukup
Jenis Lapis Perkerasan Ipo Roughness *)
stabil dan baik. LASTON ≥4 ≤ 1000
Dalam menentukan indeks permukaan pada akhir 3,9 - 3,5 >1000
Umur Rencana, perlu dipertimbangkan faktor faktor klasifikasi LASBUTAG 3,9 - 3,5 ≤ 2000
fungsi jalan dan jumlah ekivalen rencana (LER), menurut tabel 3,4 - 3,0 >2000
berikut: HRA 3,9 - 3,5 ≤ 2000
Tabel 2.4. Indeks Permukaan Pada akhir Umur Rencana 3,4 - 3,0 >2000
BURDA 3,9 - 3,5 ≤ 2000
(IP)
BURTU 3,4 - 3,0 >2000
Klasifikasi Jalan LAPEN 3,4 - 3,0 ≤ 3000
LER = Lintas Ekivalen Rencana 2,9 - 2,5 >3000
Lokal Kolektor Arteri Tol
LATASBUM 2,9 - 2,5
< 10 1,0 - 1,5 1,5 1,5 - 2,0 - BURAS 2,9 - 2,5
10 - 100 1,5 1,5 - 2,0 2 - LATASIR 2,9 - 2,5
JALAN TANAH ≤ 24
100 - 1000 1,5 - 2,0 2,0 2,0 - 2,5 - JALAN KERIKIL ≤ 24
> 1000 - 2,0 - 2,5 2,5 2,5 *) Alat pengukur roughness yang dipakai
Dalam menentukan indeks permukaan awal umur
rencana (IPo) perlu di perhatikan jenis lapis permukaan jalan adalah ROUGHOMETER NAASRA
(kerataan/kehalusan serta kekokohan) pada awal umur rencana dipasang pada kendaraan standar Datsun
1500 station weagon dengan kecepatan
Tabel 2.5. Indeks Permukaan Awal Umur Rencana (IPo) kendaraan ± 32 km/jam.

l. Koefisien Kekuatan Relatif (a)


Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan
dan kegunaannya sebagai lapis permukaan, pondasi,
pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai nilai
Marshall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan
(untuk bahan yang distabilisasi dengan semen atau
kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi bawah).
Tabel 2.6. Koefisien Kekuatan Relatif (a) Tabel 2.7. Batas-batas minimum Tebal Perkerasan Lapis Permukaan
Koefisien Kekuatan Relatif Kekuatan Bahan
Jenis Bahan
a1 a2 a3 MS (kg) Kt (Kg/cm) CBR (%) ITP Tebal Bahan
0,4 - - 744 - - LASTON
minimum
0,35 - - 590 - -
0,32 - - 454 - - (cm)
0,3 - - 340 - - < 3,00 5 Lapis Pelindung : (Buras /
0,35 - - 744 - - LASBUTAG
0,31 - - 590 - - 3,00 – 5 Burtu/ Burda)
0,28 - - 454 - - 6,70 Lapen/Aspal Macadam, HRA,
0,26 - - 340 - -
0,3 - - 340 - - HRA 7,5 Lasbutag,Laston
0,26 - - 340 - - ASPAL MACADAM 6,71 – Lapen/Aspal Macadam, HRA,
0,25 - - - - - LAPEN (MEKANIS)
0,2 - - - - - LAPEN (MANUAL) 7,49 7,75 Lasbutag,Laston
- 0,28 - 590 - - 10 Lasbutag, Laston
- 0,26 - 454 - - LASTON ATAS
- 0,24 - 340 - - 7,50 – Laston
- 0,23 - - - - LAPEN (MEKANIS) 9,99
- 0,19 - - - - LAPEN (MANUAL)
≥ 10
Stab Tanahdengan
- 0,15 - - 22 -
semen

- 0,13 - - 18 -
Tabel 2.8. Batas-batas Minimum Tebal Perkerasan Lapis Pondasi
Stab Tanah dengan
- 0,15 - - 22 -
kapur Atas
- 0,13 - - 18 -
- 0,14 - - - 100 Batu Pecah (Kelas A)
- 0,13 - - - 80 Batu Pecah (Kelas B)
ITP Tebal Minimum Bahan
- 0,12 - - - 60 Batu Pecah (Kelas C) Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
- - 0,13 - - 70 Sirtu/pitrun (kelas A) < 3,00 15
- - 0,12 - - 50 Sirtu/pitrun (kelas B) stabilitas tanah dengan kapur.
- - 0,11 - - 30 Sirtu/pitrun (kelas C)
- - 0,1 - - 20 Tanah Lempung Batu Pecah, Stabilitas tanah dengan semen,
3,00 - 7,49 20 (*)
stabilitas tanah dengan kapur
10 Laston Atas
Batu Pecah, Stabilitas tanah dengan semen,
7,50 - 9,99 20
Stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam,
15 Laston Atas
Batu Pecah, Stabilitas tanah dengan semen,
10 - 12,14 20
Stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam
Batu Pecah, Stabilitas tanah dengan semen,
≥ 12,25 25 Stabilitas tanah dengan kapur, pondasi macadam,
Laston Atas
cm. D1 untuk lapisan surface, D2 untuk lapisan Base,
D3 untuk lapisan sub base.
*) Batas 20 cm tersebut dapat diturunkan menjadi 15 cm 8. Alinemen
bila untuk pondasi bawah digunakan material berbutir a. Alinemen Horizontal
kasar Alinemen horizontal disebut juga dengan
tikungan terdiri atas bagian lurus dan bagian
Lapis Pondasi bawah untuk setiap nilai ITP bila lengkung. Dalam perencanaan geometri pada bagian
digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm. lengkug dimaksudkan untuk mengimbangin gaya
sentrifugal yang diterima oleh kendaraan yang
m. Analisa Komponen Perkerasan berjalan pada kecepatan VR.. Untuk keselamatan
Perhitungan perencanaan didasarkan pada pemakai jalan, jarak pandang dan daerah bebas
kekuatan relatip masing-masing lapis perkerasan samping jalan harus diperhitungkan.
jangka panjang. Dimana penentuan tebal perkerasan 1) Panjang bagian lurus
dinyatakan oleh ITP ( Indeks Tebal Perkerasan), Tabel 2.9 Panjang Bagian Lurus Maksimum
Dengan Panjang bagian lurus maksimum
Fungsi
ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3 Datar perbukitan Pegunungan
Lapis Permukaan
Arteri 3.000 2.500 2.000
(Surface Course)
Kolektor 2.000 1.750 1.500
Lapis Pondasi Atas Sumber : Tata cara perencanaan geometric antar
(Base Course)
kota no.038/TBM/1997

Lapis Pondasi Bawah


(Subbase Course)
2) Tikungan
Jari-jari tikungan minimum (Rmin) ditetapkan
Tanah Dasar (Subgrade)
sebagi berikut :
𝑉 2
Dimana a1,a2,a3 koefisien kekuatan relative. Rmin = 127 (𝑒𝑅 .𝑓 )
𝑚𝑎𝑥
a1 untuk lapisan permukaan, a2 untuk lapisan Keterangan :
pondasi atas, a3 untuk lapisan pondasi bawah. Rmin = jari-jari tikungan
D1,D2,D3 untuk tebal masing-masing lapisan dalam minimum (m)
VR = kecepatan rencana alinemen yang mendadak, ditetapkan 3
(km/jam) detik (pada kecepatan VR)
emax = superelevasi maksimum b) Gaya sentrifugal yang bekerja pada
(%) kendaraan dapat diantisipasi berangsur-
F = koefisien gesek, untuk angsur pada lengkung peralihan dengan
perkerasan aspal aman
f = 0,14 – 0,24 c) Tingkat perubahan kelandaian
Tabel 2.10 Panjang Jari-Jari Minimum melintang jalan (re) dari bentuk
(Dibulatkan) kelandaian superelevasi penuh tidak
VcicVR ((km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20 boleh melampaui re-max yang ditetapkan
Jari-jari 600 370 210 110 80 50 30 15 sebagai berikut :
minimum, Untuk VR  70 km/jam, re-max =
Rmin (m) 0,035 m/m/detik
Untuk VR ≥ 80 km/jam, re-max =
3) Lengkungan peralihan 0,025 m/m/detik
Lengkungan peralihan adalah lengkungan
yag disisipkan di antara bagian lurus jalan dan Ls ditentukan dari 3 rumus dan dimbil nilai
bagian lengkung jalan berjari-jari tetap R; yang terbesar, yaitu :
berfungsi mengantisipasi perubahan alinemen a) Berdasarkan waktu tempuh maksimum
jalan dari bentuk lurus (R tak terhingga) sampai di lengkung peralihan
𝑉
bagian lengkung jalan berjari-jari tetap R 𝑅
Ls= 3,6 𝑇
sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada
b) Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal
kendaraan saat berjalan di tikungan berubah 𝑉𝑅 3 𝑉𝑅 𝑒
secara berangsur-angsur, baik ketika kendaraan Ls = 0,22 𝑅 𝐶
− 2,727 𝐶
mendekati tikungan maupun meninggalkan c) Berdasarkan tingkat pencapaian
tikungan. Panjang lengkung peralihan (L) perubahan kelandaian
ditetapkan atas pertimbangan bahwa : 𝑒𝑚 − 𝑒𝑛
𝐿𝑠 =
a) Lama waktu perjalanan di lengkung 3,6 𝑟𝑒
peralihan perlu dibatasi untuk Keterangan :
menghindarkan kesan perubahan
T = waktu tempuh pada Tabel 2.11 Kelandaian maksimum yang
legkun peralihan, diizinkan
ditetapkan 3 detik VcicVR ((km/jam) 120 110 100 80 60 50 40 <40
VR = kecepatan rencana Kelandaian 3 3 4 5 8 9 10 10
(km/jam) maksimal
em = superelevasi (%)
maksimum Panjang kritis yaitu panjang landai
en = superelevasi maksimum yang harus disediakan agar
minimum kendaraan dapat mempertahankan
re = tingkat pencapaian kcepatannya sedemikian sehingga penurunan
perubahan kemiringan kecepatan tidak lebih dari separuh VR . Lama
melintang jalan perjalanan tersebut ditetapkan tidak lebih dari
(m/m/detik) satu menit.

b. Alinemen Vertikal
Alinemen vertikal terdiri atas bagian lanadai
vertikal dan bagian lengkung vertikal. Ditinjau dari
titik awal perencanaan, bagian landai positif
(tanjakan), atau landai negatif (turunan) atau landai
nol (datar). Bagian lengkung vertikal dapat berupa Tabel 2.12 Panjang kritis (m)
lengkung cekung atau lengkung cembung. Ke Kelandaian (%)
1) Landai maksimum cepatan
Dimaksudkan untuk memungkinkan pada
kendaraan bergerak terus tanpa kehilangan awal 4 5 6 7 8 9 10
kecepatan yang berarti. kelandaian maksimum tanjakan
didasarkan pada kecepatan truk yang km/jam
bermuatan penuh yang mampu bergerak 80 630 460 360 270 230 230 200
dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari 60 320 210 160 120 10 90 80
separuh kecepatan semula tanpa harus
menggunakan gigi rendah.
B. Kerangka Berpikir

Permasalahan :

Belum adanya fasilitas jalan inspeksi

Analisa

Anda mungkin juga menyukai