Anda di halaman 1dari 9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kanker serviks merupakan tumor ganas primer di serviks (daerah yang


menghubungkan uterus dan vagina) akibat metaplasia epitel di daerah squamocolumnar
junction (daerah peralihan mukosa vagina dan mukosa kanalis servikalis). Kanker serviks
hampir selalu disebabkan oleh infeksi Human Papiloma Virus (HPV). Pada tipe karsinoma
sel skuamosa, sel ganas berasal dari sel skuamosa yang berada di permukaan ektoserviks
(bagian serviks yang dekat dengan vagina), sedangkan se ganas pad tipe adenokarsinoma
berasal dari sel yang memproduksi mukosa yang berada di permukaan endoserviks (bagian
serviks yang dekat dengan korpus uteri.

2.2 Epidemiologi Kanker Serviks

Setiap tahun ditemukan kurang lebih 500.000 kasus baru kanker serviks dan tiga
perempatanya terjadi di Negara berkembang. Rata-rata penderita kanker serviks berusia 40-
50 tahun. Di Indonesia terutama di RS Kanker Dharmais, kanker serviks menempati
peringkat kedua terbesar keganasan pada wanita dari segala usia setelah kanker payudara.

Beberapa penelitian epidemiologis mengidentifikasi beberapa faktor risiko dari


kanker serviks yang mencakup aktivitas seksual pada usia muda (<16 tahun) terutama dengan
beberapa pasangan, kebiasaan merokok, daya tahan tubuh yang rendah, riwayat kanker dalam
keluarga, dan infeksi Human Papilloma Virus (HPV). Tipe HPV yang paling sering
menyebabkan kanker serviks yaitu HPV-16 dan HPV-18. Kanker serviks dapat dicegah
dengan menghindari seks sebelum menikah, rutin menjalani tes pap smear secara teratur atau
dengan vaksinasi HPV. Jenis histopatologis yang paling sering ditemukan yaitu karsinoma sel
skuamosa (95-97%), kemudian adenokarsinoma, clear cell carcinoma, dan yang paling
jarang sarcoma.

Berdasarkan penelitian yang pernah ada, ditemukan bahwa pada stadium IB1 dapat
dijumpai keterlibatan KGB positif sebanyak 33,3% kasus, pada stadium IB2 dijumpai
keterlibatan KGB sebanyak 58,3% kasus, sedangkan pada stadium IIA dijumpai keterlibatan
KGB positif sebanyak 66,6% kasus.

2.3 Anotomi

Serviks merupakan organ yang menghubungkan uterus dan vagina. Serviks


panjangnya 3-4 cm dan berdiameter 2,5 cm, tetapi ukuran dan bentuknya dapat bervariasi
sesuai dengan usia, parietas dan status menstruasi. Pada wanita hamil ukuran serviks lebih
besar. Di sekitar serviks terdapat ligamentum kardinale dan uterosakral, yang membentang
antara bagian lateral dan posterior dari serviks dan dinding pelvis. Serviks dibagi oleh vagina
menjadi region supravagina dan portio vaginalis. Ektoserviks merupakan bagian serviks
dekat dengan vagina sedangkan endoserviks merupakan bagian serviks yang dekat dengan
korpus uteri.

Vagina dibatasi oleh vulva di bagian eksternanya dan serviks uteri di bagian
internanya. Vagina terletak di anterior dari rectum dan posterior dari buli. Vagina
mendapatkan vaskularisasi dari arteri vaginalis, yang merupakan cabang anterior dari a. iliaka
interna. Drainase limfatik dari vagina menuju ke kelenjar getah bening iliaka eksternaa, iliaka
interna dan komunis, dan kelenjar getah bening inguinal superfisial.

Vagina dilapisi oleh epitel skuamosa berstratifikasi yang bertemu dengan epitel
kolumnar dari canalis endoservikal pada pertemuan skuamosa-kolumnar. Hampir seluruh
manifestasi kanker serviks terjadi di zona pertemuan skuamosa-kolumnar ini. Zona
pertemuan skuamosa-kolumnar terletak di endoservikal mulai usia 35 tahun ke atas. Kanalis
endoservikal ukurannya bervariasi tergantung usia dan status hormonal.

Uterus terletak antara buli dan rectum. Area pendek konstriksi di segmen bawah
uterus disebut isthmus, sedangkan puncaknya disebut fundus yang paling banyak
mengandung jaringan otot. Ukuran normal uterus tergantung pada kehamilan sebelumnya dan
status hormonal masing-masing individu. Uterus pada nullipara berukuran panjang 8 cm,
lebar 5 cm, tebal 2,5 cm. Sedangkan pada pasien multipara ukurannya lebih besar 1,2 cm
dibandingkan nullipara. Setelah menopause uterus akan atrofi. Korpus dan serviks uteri
dihubungkan oleh isthus uteri. Ukuran isthmus pada wanita yang tidak hamil yaitu 1 cm.

Uterus dihubungkan dengan struktur sekitarnya melalui ligamentum dan jaringan


penyambung. Broad ligament menghubungkan uterus dengan dinding lateral pelvis.
Sedangkan round ligament menghubungkan uterus dengan dinding abdomen anterolateral. Di
dalam round ligament terdapat arteri Sampson yang harus diligasi saat histerrktomi.

Serviks uteri dan uterus mendapatkan vaskularisasi dari cabang descendens a. uterina,
yang merupakan cabang dari arteri iliaka interna. Cabang descendens a. uterina yang berjalan
di lateral dari serviks arah jam 3 dan 9. Vena dari serviks berjalan parallel dengan arteri dan
menuju ke pleksus vena hipogastrikus.

Terdapat tiga rute aliran limfe dari serviks uteri sebagai rute penyebarannya. Rute
pertama yaitu rute lateral di sepanjang pembuluh darah iliaka eksterna, rute kedua
(hipogastrika) di sepanjang pembuluh darah iliaka interna dan rute presakral sepanjang
ligamentum uterosakral. Ketiga rute ini berakhir di sepanjang pembuluh darah iliaka
komunis, yang kemudian dapat melibatkan kelenjar getah bening paraorta. Penyebaran
tersering yaitu melalui rute lateral. Kelenjar limfe obturator dapat menjadi sentinel lymph
node dari kanker serviks. Insidens metastasis kelenjar limfe pelvis pada stadium IB dan IIA
sebanyak 11.5% dan 26.7%.

Paramentrium merupakan jaringan ikat di antara broad ligament. Sisi medial


berbatasan dengan uterus, serviks dan proksimal vagina. Sisi lateral berbatasan dengan fascia
ekstraperitoneal di sekitar dinding pelvis. Sisi inferior berbatasan dengan ligamentum
kardinale.

Ovarium ukurannya kecil dan berbentuk oval. Ukurannya bergantung pada usia dan
status hormonal. Ligamentum ovarium menghubungkan uterus dan ovarium. Ligamentum
pelvis infundibular menghunungkan ovarium dengan dinding pelvis. Ovarium mendapatkan
vaskularisasi dari arteri ovarian yang merupakan cabang langsung dari aorta descending pada
level vertebrae L2.

2.4 Patofisiologi

Kanker serviks ditandai dengan ditemukannya sel atipikal dari serviks, yang
berkembang menjadi kanker in situ dan kemudian menjadi kanker invasif. Sel atipikal
berbeda dengan epitel skuamosa servikal normal dimana terjadi perubahan bagian sitoplasma
dan inti dari sel, ukuran serta bentuk selnya lebih bervariasi (dysplasia).

Kanker serviks dapat dibagi menjadi lesi preinvasif (sebelum menembus membrane
basal) dan lesi invasif. Invasif karsinoma tampak sebagai tumor yang menonjol, ulseratif,
atau infiltrative. Kanker serviks menyebar melalui perluasan langsung terhadap struktur di
dekatnya (korpus uteri, vagina, parametrium, rectum dan vesika urinaria) atau melalui system
limfatik ke kelenjar regional dan jarang melalui hematogen.

Metastasis KGB biasanya pertama kali melibatkan kelenjar getah bening


parametrium, sepanjang arteri iliaka interna dan eksterna, kemudian menyebar ke kelenjar
getah bening sekunder presakral, sepanjang arteri iliaka komunis, dan kelenjar getah bening
paraorta. Yang kemudian dapat menyebar ke kelenjar getah bening ekstra abdominal,
misalkan ke kelenjar limfe supraklavikula.

2.5 Manifestasi Klinis

Gejala klinis kanker serviks biasanya berupa perdarahan pervaginal dengan frekuensi
yang lebih sering dan tidak berhubungan dengan siklus menstruasi normal, perdarahan
setelah koitus, secret vagina yang berair, purulent, atau berbau. Lebih dari 60% kanker
serviks pada stadium dini tidak menimbulkan gejala, sedangkan pada stadium lanjut dapat
berupa pengeluaran secret vagina yang kuning dan berbau, nyeri hebat dan penurunan berat
badan.

2.6 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan dalam pelvis, pemeriksaan rektal


digital (DRE) untuk merasakan adanya benjolan atau penebalan dari vagina, meraba ada
tidaknya pembesaran kelenjar getah bening di inguinal dan di atas tulang selangka. Dapat
pula dilakukan kolposkopi untuk melihat permukaan serviks dengan lebih jelas. Jika pada
serviks terlihat area tidak normal maka dilakukan biopsy. Kemudian sampel dikirim ke ahli
patologi untuk dilihat secara mikroskopis.

2.7 Diagnosis

Diagnosis dapat diperoleh berdasarkan Papanicolau smear, kolposkopi, dan biopsy.


Bila pada screening dengan pap smear ditemukan sel atipikal, maka harus dilakukan follow-
up test tiap 3-6 bulan. Sedangkan bila tidak ditemukan kelainan, pap smear sebaiknya
dilakukan setiap 2 tahun. Bila ditemukan lesi mencurigakan maka diperlukan pemeriksaan
biopsy. Peneriksaan histopatologis merupakan baku emas dalam menemtukan diagnosis
kanker serviks.

2.8 Histopatoologis

Ada dua tipe utama histopatologis kanker serviks yaitu karsinoma sel skuamosa (+-
90%) dan adenokarsinoma (5%). Tipe karsinoma sel skuamosa berasal dari sel skuamosa
yang berada di permukaan ektoserviks. Sedangkan tipe adenokarsinoma berasal dari sel yang
memproduksi mucus, yang berad di permukaan endoserviks.

Adenokarsinoma jarang ditemukan dan tidak jarang dua atau lebih tipe histopatologis
adenokarsinoma terdapat dalam satu tumor. Jenis adenokarsinoma yang paling sering
ditemukan di serviks adalah adenokarsinoma musinosa tipe endoserviks. Tiga derajat
karsinoma endoserviks yaitu yang berdiferensiasi baik, berdiferensiasi sedang dan
berdiferensiasi buruk tergantung pada kesamaan dari sel tumor pada lapisan epital kelenjar
endoserviks.

Tipe histologi kanker serviks berdasarkan klasifikaisi WHO:

 Karsinoma sel skuamosa (karsinoma epidermoid)


o Keratinizing (berdiferensiasi baik dan sedang)
o Non keratinizing (tipe sel besar dan kecil)
o Karsinoma sel spindle
 Adenokarsinoma endoservikal
o Variasi : adenoma malignum
o Variasi : villoglandular papillary adenocarcinoma
 Adenokarsinoma endometrioid
 Clear cell adenocarcinoma
 Adenokarsinoma serosa
 Adenokarsinoma mesonefrik
 Adenokarsinoma tipe intestinal (signet ring)
 Tumor epithelial lain
o Adenosquamous carcinoma
o Adenoid cystic carcinoma
 Small cell carcinoma
 Undifferentiated carcinoma
 Tumor metastasis (payudara, ovarium, kolon dan penyebaran langsung
endometrial carcinoma)

Berdasarkan keterlibatan dari epital serviks, Cervical Intraepitelial Neoplasia


(CIN) terbagi menjadi beberapa grading. Grade 1, melibatkan 1/3 dari lapisan
epithelial. Grade 2, melibatkan 1/3-2/3 lapisan epithelial, sedangkan Grade 3
melibatkan 2/3-seluruh tebal lapisan epithelial.

Fasilitas lain yang dapat membantu untuk diagnosis dan perencanaan terapi
termasuk CT-scan, CT-guided aspirasi kelenjar getah bening, MRI, Positron Emission
Tomography (PET) scan, hitung jumlah darah, profil kimia serum, dan urinalisis.

2.9 Pemeriksaan Radiologis

2.9.1 Ultrasonografi (USG)

Terlihat sebagai massa hipoekoik yang melibatkan serviks. USG


transabdominal dapat digunakan untuk melihat ada tidaknya hidronefrosis, tetapi di
luar itu modalitas ini terbatas peranannya dalam penentuan stadium kanker serviks.
Sonografi transvaginal digunakan untuk mengevaluasi perluasan local dari tumor
tetapi tidak adekuat untuk mendeteksi keterlibatan parametrium dengan akurasi
sekitar 87-95%, sonografi transvaginal digunakan untuk melihat invasi buli dengan
akurasi sekitar 95% dibandingkan akurasi 76% dengan CT-scan dan 80% dengan
MRI.

2.9.2 Pemeriksaan Barium Enema

Pemeriksaan Barium Enema dilakukan untuk mengetahui apakah sudah ada perluasan
ke rectum.

2.9.3 Computed Tomography (CT) scan abdomen/pelvis

CT-scan diperlukan untuk mengetahui perluasan tumor serviks, melihat


karakterisasi lesi, melihat ada tidaknya metastasis di hepar dan paru-paru, melihat
adakah keterlibatan kelenjar getah bening sekitar, evaluasi obstruksi usus halus atau
usus besar, panduan biopsy, perencanaan terapi radiasi dan kemoterapi serta untuk
mengevaluasi respon tumor terhadap terapi.

CT-scan abdomen/pelvis dengan kontras harus lebih berhati-hati pada pasien


yang alergi terhadap kontras. Pemeriksaan ini kontraindikasi untuk pasien yang
sedang hamil karena dikhwatirkan bahaya radiasinya.

Sensitivitas CT-scan untuk keterlibatan parametrium, keterlibatan KGB,


keterlibatan buli, dan keterlibatan rectum yaitu 55%, 43%, 71%, dan 71%. Sedangkan
spesifisitas CT-scan untuk melihat keterlibatan parametrium, keterlibatan KGB dan
keterlibatan buli yaitu 75%, 91%, 73%. Keakuratan CT-scan untuk mengidentifikasi
invasi parametrial sekitar 76-80%. Untuk mendeteksi metastasis kelenjar getah
bening, keakuratan CT-scan sebesar 83-85%.

CT-scan kurang akurat dalam menggambarkan ukuran tumor maupun adanya


infiltrasi parametrium dikarenakan kontras antara tumor local dan parametrium
rendah. Tetapi walaupun kontras jaringan lunaknya rendah, CT-scan memiliki
beberapa keungulan yaitu waktu pemeriksaan lebih cepat, resolusi spasialnya lebih
tinggi, dan minimal efek artefak yang timbul akibat peristaltic usus. CT-scan biasanya
digunakan sebagai pemeriksaan tambahan setelah dilakukan pemeriksaan fisik tidak
cukup informative misalnya karena adanya nyeri pelvik pada pasien dengan obesitas,
atau dapat sebagai alternative pemeriksaan pelvik yang memerlukan anestesi. Tetapi
berdasarkan penelitian terdahulu dikatakan CT-scan sulit untuk membedakan lesi
stadium IB dengan stadium IIB.

2.9.4 Magnetic Resonance Imaging (MRI) pelvis

Fungsi MRI hampr sama seperti CT-scan yaitu untuk mengetahui perluasan
tumor serviks dan melihat adakah metastasis KGB.

MRI merupakan modalitas terbaik untuk staging preoperative terutama untuk


massa yang ukurannya masih kecil (stadium awal). Sensitivitas MRI untuk melihat
keterlibatan parametrium, keterlibatan KGB, keterlibatan buli dan rectum yaitu 85%,
60%, 75%, 71%. Sedangkan spesifisitasnya untuk melihat keterlibatan parametrium,
keterlibatan KGB dan keterlibatan buli yaitu 85%, 91% dan 91%. Akurasi MRI untuk
melihat invasi parametrium sekitar 75-96% sedangkan akurasi MRI untuk melihat
metastasis kelenjar getah bening sekitar 88-89%.

Pada T1-WI (Weighted Image), tumor tampak isointens dibandingkan otot-


otot pelvis yang akan menangat post pemberian kontras. Pada T2-WI, stroma serviks
yang normal akan tempak hipointens, sedangkan tumor serviks akan tampak
hiperintens. Jika pada T2-WI, cincin serviks yang hipointeens tampak intak maka
invasi parametrial dapat disingkirkan. Sekuens T2-WI memberikan gambaran kontras
jaringan lunak yang paling baik sehingga lebij baik untuk menunjukakn lokasi tumor
dan perluasan dari kanker serviks.

2.9.5 Pyelogram Intravena (IVP)

Pyelogram intravena (IVP) untuk melihat apakah perluasan tumor yang


menimbulkan hambatan ureter. IVP mungkin tidak diperlukan jika telah dilakukan
CT-scan dengan kontars ataupun MRI.

2.9.6 Positron emission tomography (PET) scan

PET-scan biasanya dilakukan bersamaan dengan CT-scan (PET/CT). Hal ini


digunakan untuk melihat apakah kanker telah menyebar ke luar serviks dan melihat
metastasis KGB. PET-scan jarang dilakukan pada orang dengan kanker serviks
stadium awal. Sensitivitas dan spesifisitas PET/CT untung melihat metastasis KGB
sebesar 82% dan 95%.

2.9.7 Radiografi Konvensional Toraks

Radiografi konvensional toraks diperlukan untuk mendeteksi adanya


metastasis ke paru-paru, biasanya bila sudah stadium lanjut.

2.10 Staging System

Ada 2 sistem yang dapat digunakan untuk menentukan stadium dari kanker
serviks, yaitu berdasarkan system FIGO (International Federation of Gynaecology
and Obstetrics) dan AJCC (American Joint Committee on Cancer) TNM staging
system. Sistem AJCC mengklasifikasikan kanker serviks berdasarkan 3 faktor:
perluasan dari tumor (T), penyebaran ke kelenjar getah bening (N) dan adakah
metastasis jauh (M).

TNM FIGO
TX - Tumor primer tidak dapat dievaluasi
T0 - Tidak adanya tumor primer
Tis 0 Ca in situ (membrane basalis masih utuh)
T1 I Ca serviks terbatas di uterus (perluasan ke korpus diabaikan).
T1a IA Invasif karsinoma didiagnosis hanya berdasarkan mikroskopis. Invasi
stromal dengan kedalaman maksimum 5 mm yang diukur dari basis
epithelium dan perluasan horizontal <7 mm. Keterlibatan ruang
vascular, vena atau limfatik, tidak berpengaruh terhadap klasifikasi.
T1a1 IA1 Invasi stromal <3 mm dan diperluaskan horizontal <7 mm
T1a2 IA2 Invasi stromal >3 mm dan tidak >5 mm dengan perluasan horizontal
<7 mm.
T1b IB Secara klinis terlihat lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis
>T1A/IA2.
T1b1 IB1 Secara klinis lesi terlihat diameter terbesarnya <4cm
T1b2 IB2 Secara klinis lesi terlihat diameter terbesarnya >4cm
T2 II Ca serviks menginvasi di luar uterus tetapi tidak ke dinding pelvis
atau ke 1/3 bawah vagina
T2a IIA Tumor tanpa invasi parametrial
T2a1 IIA1 Secara klinis lesi terlihat diameter terbesarnya <4cm
T2a2 IIA2 Secara klinis lesi terlihat diameter terbesarnya >4cm
T2b IIB Tumor dengan invasi parametrial
T3 III Tumor meluas ke dinding pelvis dan/atau melibatkan 1/3 bawah
vagina dan atau menyebabkan hidronefrosis atau non fungsi ginjal.
T3b IIIA Tumor melibatkan 1/3 bawah vagina, tidak ada perluasan ke dinding
pelvis
T3b IIIB Tumor meluas ke dinding pelvis dan atau menyebabkan hidronefrosis
atau non fungsi ginjal
T4a IVA Tumor menginvasi mukosa buli atau rectum , dan/atau meluas ke luar
true pelvis (edema bullous tidak memadai untuk mengklasifikasikan
tumor sebagai T4)
T4b IVB Metastasis jauh
Kelenjar Limfe Regional (N)

N0 Tidak ada metastasis kelenjar limfe regional


N1 Metastasis kelenjar limfe regional

Metastasis (M)

M0 Tidak ada metastasis jauh


M1 Terdapat metastasis jauh

2.11 Terapi

Penatalaksanaan dari kanker serviks yaitu tindakan bedah, radiasi kemoterapi,


immunoterapi, dll. Perbedaan penatalaksanaan tergantung pada stadium kanker,
jenisnya dan kondisi umum dari penderita.

Simple histerektomi merupakan terapi kanker serviks untuk stadium 0 dan IA.
Biasanya hanya uterus yang akan dibuang dan vagina tetap intak, tetapi terkadang
tuba fallopi dan ovarium juga ikut dibuang, serta dilakukan limfadenektomi.
Histerektomi radikal merupakan terapi untuk kanker serviks stadium IA2, IB dan IIA.
Tindakan histerektomi radikal sering dikombinasikan dengan radioterapi dan
kemoterapi. Kanker serviks dtadium IIB, III, IV dan kanker serviks rekuren diterapi
dengan kombinasi radiasi eksternal-internall serta kemoterapi.

Radioterapi post operasi diberikan pada pasien dengan limfadenopati postiif,


bila terdapat keterlibatan parametrial dan batas sayatan operasi tidak bebas tumor.
Tetapi dapat juga diberikan pada pasien yang tidak dissertai limfadenopati tetapi pada
gambaran histopatologisnya menunjukkan resiko tinggi. Dosis radioterapi yang
diberikan yaitu 45-50,4 Gy dengan fraksi 1,8 Gy. Batas lapangan radiasi yaitu 1,5 cm
di atas batas inferior dari sendi sakroiliaka pada proyeksi anterio-psterior sebagai
batas terbawah dari foramina obturator. Pada proyeksi lateral, batas anteriornya yaitu
sis terdalam dari batas bawah simfisis pubis dan batas psteriornya S2-S3.

Pasien menerima External Beam Radioterapi (EBRT) dan Intracavitary


brachytherapy (ICRT) selama 7-10 hari. EBRT terdiri dari 40 G dalam 20 fraksi
untuk seluruh panggul atau 45 Gy dalam 1,8 fraksi Gy. ICRT terdiri dari 30 Gy dalam
5 fraksi yang diberikan 2 kali seminggu. Keuntungan dari ICRT yaitu dosis sangat
tinggi radiasi dapat diterapkan pada tumor dengan penetrasi kurang dari jaringan
normal di sekitarnya. Brachytherapy biasanya digunakan bila ukuran tumor lebih dari
2 cm.

2.12 Prognosis

Untuk kanker serviks yang didiagnosis pada stadium preinvasif memiliki 5


years survival rate hampir 100%. Bila terdeteksi pada stadium invasive awal, 5 years
survival rate sekitar 91%. 5 years survival rate untuk stadium IA, IB, IIA, IIB, IIIA,
IIIB, IVA, IVB yaitu 93%, 80%, 63%, 58%, 35%, 32%, 16% dan 15%. Untuk
stadium IB, survival rate sebesar 85%-95% bila hasil limfadenektominya negative
dan sebesar 45%-55% bila disertai limfadenopati positif. 5 years survival rate untuk
seluruh kanker serviks sekitar 70%.

Prognosis bergantung pada stadium, ukuran tumor, perluasan tumor dan status
dari kelenjar getah bening. 5 years survival rate dari kanker serviks menuruh sesuai
dengan bertambahnya usia. Berdasarkan hasil histopatologis, prognosis dari Ca
serviks tipe large-cell nonkeratinizing squamous cell, lebih baik dibandingkan
adenokarsinoma berdiferensiasi buruk.

Anda mungkin juga menyukai